Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Pengaruh Anggaran Pemerintah Terhadap Pendidikan”

Dosen Pengampu : Dr. Bahrun,M.Pd.

Disusun Oleh :

RINA KARTIKA

(2106103040072)

PRODI KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

T.A 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan ridho-nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam proses pengumpulan materi

dan juga proses pembuatan makalah ini, tidak terlepas dari kerja keras kami. Makalah

yang kami buat ini membahas tentang Pengaruh Anggaran Pemerintah Terhadap

Pendidikan.

Selain daripada itu, kami juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan, kalimat maupun tata bahasa

atau bahkan sumber yang kami masukkan kurang akurat. Oleh karena itu dengan tangan

dan hati terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah

pengetahuan dan pemahaman kita mengenai materi yang telah di paparkan di dalam

makalah ini.

Aceh, 6 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BABIPENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................3

C. TujuanPenulisan....................................................................................3

BABIIPEMBAHASAN..........................................................................................4

A. Anggaran Pendidikan............................................................................4

B. Daya Serap Anggaran Pendidikan.......................................................5

C. Evektifitas Kerja Birokrasi Pendidikan..............................................5

D. Dampak Kurangnya Daya Serap Anggaran Pendidikan..................5

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anggaran Pendidikan............10

F. Upaya Untuk Menyelesaikan Masalah..............................................10

BABIIIPENUTUP................................................................................................11

A. Kesimpulan.............................................................................................11

B. Saran........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

iii
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah
satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus
diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan
kemampuan untuk menjalankan fungsi fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta
mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari masa ke masa Para
founding fathers sadar sepenuhnya bahwa untuk membebaskan bangsa Indonesia dari
kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan pendidikan
Kesadaran tersebut dituangkan dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan
bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa
Selanjutnya, pada batang tubuh, pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan" (1)
setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan (2) setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya" Pada masa reformass,
dengan memperhatikan kondisi global, percepatan akselerasi pembangunan pendidikan
menjadi prioritas utama pembangunan.
Suatu pendidikan dipandang bermutu diukur dari kedudukannya untuk ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah
pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter bermoral
dan berkepribadian Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu
menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan
menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat
dan kemampuannya Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang
secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip
pendidikan demokratis. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
Ini dibuktikan antara lam dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan,
bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun Di antara 174 negara di
dunia, Indonesia menempati urutan ke 102 (1996), ke 99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-
109 (1999).

1
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan
di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di
bawah Vietnam Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000).
Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yastu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57
negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survas dari jembaga yang sama.
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.
Memasuki abad ke 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh Kehebohan
tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak
disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia.
Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar Salah satunya adalah
memasuki abad ke 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka Kemajuan
teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak
lagi berdin sendiri Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka
sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain Yang kita rasakan
sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan Baik pendidikan formal
maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara
lam Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya
manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber
daya manusia di negara-negara lain Setelah kita amani, nampak jelas bahwa masalah
yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahinya mutu
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan baik pendidikan formal maupun informal Dan
hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan
sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi
pembangunan bangsa di berbagai bidang Mengenai masalah pendidikan, pemerintah
sebenarnya sudah sangat memberikan perhatian dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan, hal ini terlihat dari anggaran pendidikan yang dialokasikan 20% dan
anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahunnya (dalam UU RI No. 20 Tahun
2003 Tentang SISDIKNAS) Dengan anggaran 20% tersebut, setidaknya permasalahan
permasalahan seperti mahalnya biaya pendidikan, banyak siswa yang putus sekolah, dan
otonomi pendidikan dapat diminimalisir, namun ternyata yang menjadi pusat
permasalahan sekarang adalah 20% dan anggaran pendidikan tersebut belum dapat
terserap secara keseluruhan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Anggaran Pendidikan ?
2. Bagaimana Daya Serap Anggaran Pendidikan ?
3. Bagaimana Dampak Kurangnya Daya Serap Anggaran Pendidikan ?
4. Apa Saja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anggaran Pendidikan ?
5. Bagaimana Upaya Untuk Menyelesaikan Masalah Anggaran Pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian anggaran pendidikan
2. Untuk mengetahui daya serap anggaran pendidikan
3. Untuk mengetahui dampak kurangnya daya serap anggaran pendidikan
4. Untuk mengetahui apa saja factor yang mempengaruhi anggaran pendidikan
5. Untuk mengetahui upaya menyelesaikan masalah anggaran pendidikan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anggaran Pendidikan
Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas
dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (dalam UU RI No.
20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pasal 49 Ayat 1). Realisasi anggaran pendidikan
sebesar 20% dari APBN/APBD temyata masih sangat sulit untuk dilakukan pemerintah,
bahkan skenario yang diterapkan pun masih mengalokasikan dana pendidikan dari
APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu Total Belanja Pemerintah Pusat menurut
APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah yang
dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi
kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20% dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar
Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau kekurangan kebutuhan dana pendidikan
sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif pemenuhan anggaran pendidikan yang
disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya
menetapkan kenaikan bertahap 2.7 persen per tahun hingga 2009, dengan rincian
kenaikan 6,6 % (2004), 9,29% (2005), 12.01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008),
dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan
sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1% pada tahun 2006 Untuk tahun 2007 saja alokasi
APBN untuk anggaran sektor pendidikan hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara
dengan Rp 90,10 triliun dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun. Permasalahan lainnya
yang timbul, bukan karena pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk
mengeluarkan sejumlah dana yang telah dianggarkan. Namun, lebih dikarenakan
anggaran pendidikan belum terserap secara keseluruhan. Hal ini disebabkan waktu
pemakaian yang terbatas, dan karena program dinas pendidikan provinsi tidak jelas, serta
kurangnya efektivitas birokrasi,.

4
B. Daya Serap Anggaran Pendidikan
Kompleksitas persoalan pendidikan secara nyata tidaklah selesai dengan penambahan
jumlah anggaran. Faktanya, efektivitas mesin birokrasi bidang pendidikan juga amat
menentukan capaian keberhasilan penyediaan akses pendidikan publik. Di tengah
menganggurnya sejumlah anggaran (yang belum diserap) Kementerian Pendidikan
Nasional, dan mencuatnya fakta keterbatasan infrastruktur pendidikan, menyebabkan
ribuan hinggan jutaan anak didik tak bisa menikmati pendidikan adalah hal yang patut
kita sesali. Semestinya anggaran pendidikan harus bisa digunakan secara efisien dan
efektif. Penggunaan anggaran disebut efektif jika anggaran yang digunakan sesuai atau
lebih kecil daripada yang telah direncanakan dan menghasilkan layanan serta produksi
pendidikan yang sama atau melebihirencana semula, sedangkan penggunaan anggaran
disebut efektif bila dengan anggaran tersebut tujuan pendidikan yang telah direncanakan
semula bisa dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang sama atau melebihi dari yang
direncanakan (dalam Pidarta, 2007:272) Andai 81.1 persen sisa anggaran pendidikan
(dari Rp 55,6 triliun) bisa digunakan secara efektif dan efisien, maka persoalan-persoalan
yang dihadapi masyarakat selama ini bisa diminimalisir, bahkan mungkin tidak akan
terjadi

C. Efektivitas Kerja Birokrasi Pendidikan


Tidak dipungkiri, bahwa karena kurang cerdasnya manajemen anggaran pendidikan,
jutaan anak bangsa hari ini harus terbengkalai hak akses pendidikannya. Fakta kecilnya
daya serap anggaran pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, juga membuktikan
bahwa persoalan keterbatasan penyediaan akses pendidikan, utamanya bukan pada soal
minimnya anggaran, tetapi lebih pada daya serap, serta efektivitas kinerja birokrasi
dalam mengelola anggaran pembiayaan pendidikan kita.

D. Dampak Kurangnya Daya Serap Anggaran Pendidikan


Kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini menimbulkan dampak
yang sangat terasa bagi dunia pendidikan sendiri ditinjau dari landasan ekonomi Berikut
paparan mengenai dampak kurangnya daya serap anggaran pendidikan.
ditinjau dari landasan ekonomi :
1. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku

5
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga
perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SD saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai
Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SMP/SMU bisa
mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah
menerapkan sekolah gratis bagi sekolah negeri, namun pada kenyataannya banyak
pungutan liar di sekolah dengan alasan dan dalih uang komite sekolah, dsb. Di sisi
lain sekolah gratis juga membawa dampak yang kurang baik bagi kualitas siswa.
dengan istilah gratis bagi sekolah negeri kualitas pendidikan terasa kurang seimbang
dengan sekolah swasta bermutu yang biaya pendidikannya lebih besar namun
kualitas pendidikannya lebih diutamakan.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini juga tidak lepas dari kebijakan
pemerintah yang menerapkan MBS (manajemen berbasis sekolah). MBS di Indonesia
pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana.
Karena itu, komite sekolah/dewan pendidikan yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya,
setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, "sesuai
keputusan komite sekolah". Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak
transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota komite sekolah adalah
orang-orang dekat dengan kepala sekolah. Akibatnya, komite sekolah hanya menjadi
legitimator kebijakan kepala sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari
pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

2. Banyaknya Siswa yang Putus Sekolah


Kenyataan keterbatasan akses pendidikan publik bukanlah hal baru di negeri
ini. Keterbatasan infrastruktur menyebabkan pendidikan (sekolah) menjadi barang
mahal. Keterbatasan itu kian mencolok di tengah minat masyarakat untuk
mengenyam pendidikan semakin meningkat. Sayangnya, alasan keterbatasan
anggaran, alasan klasik, membuat negara tidak segera menyediakan akses pendidikan
publik berkualitas secara merata. Jutaan anak didik harus rela membuang mimpi
mengenyam Tahun ini (2011) 1,1 juta (Sekolah Menengah Pertama) sederajat tidak
tertampung di jenjang pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas/SMK/MA). Data

6
Kementerian Pendidikan Nasional menunjukan, jumlah lulusan SMP sederajat tahun
2011 sebanyak 4,2 juta siswa. Padahal, daya tampung SMA/SMK/MA hanya sekitar
3,1 juta, jadi ada 1,1 juta siswa yang tidak mendapat kursi. Agar semua siswa lulusan
SMP tertampung di SMA/SMK sederajat, menurut Mustaghfirin Amin, Sekretaris
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional,
membutuhkan dana sekitar Rp 4 triliun Demikian juga dengan Pendidikan Tinggi
(PT). Dari total 540.953 peserta Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) tahun 2011. sebanyak 118.233 dinyatakan lolos ujian. Adapun sisanya,
yakni 422.720 siswa harus menempuh studi di PT Swasta, dengan konsekuensi
pembiayaan yang tentu tidaklah sedikit Bagi yang tidak berduit, terpaksa melupakan
mimpi untuk studi. Jumlah Siswa SMA yang lulus tahun 2011 mencapai 1.450.498.
Itu artinya, ada ratusan ribu siswa (rakyat) yang tidak dapat mengenyam Pendidikan
Tinggi. Setiap tahun ada 51,7 persen lulusan SMA yang tidak melanjutkan studi. Ada
yang jadi penganggur ada ada pula yang memutuskan cari kerja. Tahun 2010,
Kementerian Pendidikan Nasional mendata, penduduk Indonesia yang berusia kuliah
(19-23 tahun) yang terdaftar di perguruan tinggi ada sekitar 5,2 juta orang. Jumlah itu
baru 24,67 persen dari total 21,18 juta pemuda yang mesti kuliah.

3. Penyelenggaraan Otonomi Pendidikan


Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi pendidikan, sebagaimana
mengacu pada UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 53 tentang Badan
Hukum Pendidikan yang menyebutkan: (1) Penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan
hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan
hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. (4)
Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-undang
tersendiri.
Berdasarkan pasal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tidak lagi
menjadi tanggung jawab negara melainkan diserahkan kepada lembaga pendidikan
itu sendiri. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 RUU Badan Hukum Pendidikan.
disebutkan bahwa Kemandirian dalam penyelengaraan pendidikan merupakan
kondisi yang ingin dicapai melalui pendirian BHP. dengan menerapkan manajemen

7
berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah. serta otonomi pada
pendidikan tinggi. Hanya dengan kemandirian, pendidikan dapat
menumbuhkembangkan kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitasnya.
Artinya pemerintah menilai bahwa selama ini terhambatnya kemajuan
pendidikan indonesia diantaranya karena pengelolaan pendidikan yang sentralistis,
sehingga perlunya kebijakan desentralisasi kewenangan (MBS dan otonomi
pendidikan) untuk memajukan pendidikan indonesia. Kenyataannya, kebijakan
tersebut menuai berbagai sikap kontra dan masyarakat karena dinilai sarat dengan
tekanan pihak asing (negara donor) yang menghendaki privatisasi lembaga-lembaga
yang dikelola negara termasuk lembaga pendidikan, sehingga negara pun akan lepas
tangan dari tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan secara penuh Sebagaimana
diungkapkan oleh komisi hukum nasional (KHN) bahwa dalam RUU BHP versi yang
baru, semua bentuk pendidikan baik yang diselenggarakan oleh masyarakat
pemerintah daerah atau pemerintah harus berbentuk badan hukum yang sama yaitu
badan hukum pendidikan Oleh karenanya, jika RUU BHP disahkan maka peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan peraturan pemerintah tentang BHMN tidak
akan berlaku lagi Perubahan yang terjadi antara konsep RUU lama dan yang baru
dapat diamati dari bunyi pasal 1 ayat 7 (versi lama), yang mengatur bahwa
"Penyelenggara adalah satuan pendidikan berstatus Badan Hukum Pendidikan
(BHP)" dan "Semua satuan pendidikan tinggi harus berstatus Badan Hukum
Pendidikan Tinggi (BHPT) (Pasal 2 ayat (1) Selain itu, disebutkan juga bahwa
"Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat berstatus Badan Hukum Pendidikan
Dasar Menengah (BHPDM)".
Yang menjadi persoalan, apakah RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP)
merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan tinggi kedepan?
Bagaimana RUU ini meletakkan peran pemerintah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan tinggi serta bagaimana mengkonstruksi hubungan
antara penyelenggara pendidikan (yayasan, perkumpulan, badan wakaf. pemerintah,
dll) dengan satuan pendidikan? Apakah RUU BHP memberikan jaminan bagi
terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan peningkatan mutu serta relevansi
dan efisiensi manajemen pendidikan dalam rangka menghadapi tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global? Selain itu kebijakan otonomi pendidikan
sendiri merupakan hal belum tentu dapat meningkatkan kualitas pendidikan, terutama
bila makna otonomi itu sendin ternyata bentuk lepas tangan pemerintah dengan

8
menyerahkan penyelenggaraan pendidikan secara lebih besar porsinya kepada
masyarakat Padahal hakikatnya penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung
jawab negara/ pemerintah sebagai pihak yang diamanahi rakyat untuk mengatur
urusan mereka dengan sebaik mungkin Berubahnya status pendidikan dari milik
publik ke bentuk badan hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat
besar Dengan perubahan status ini pemerintah secara mudah dapat melemparkan
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang
sosoknya tidak jelas. Perguruan tinggi negeri pun berubah menjadi badan hukum
milik negara (BHMN) Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh
kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada
melambangnya biaya pendidikan di beberapa perguruan tinggi favorit.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status
menjadi badan hukum milik negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya
bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di
indonesia Di jerman, prancis, belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya,
banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah Bahkan
beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan Pendidikan berkualitas
memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi
persoalannya dengan anggaran 20% yang dianggarkan oleh pemerintah daya serap
nya masih kurang Di tengah persoalan ketidakmampuan menyerap anggaran im,
tahun 2012 Kementerian pimpinan Moh. Nuh malah akan mendapat tambahan
anggaran. Jika dana anggaran pendidikan tahun 2011 Rp 248.98 trilium, maka tahun
2012 akan naik menjadi Rp 265, 56 triliun. Kementerian Pendidikan akan
ketambahan anggaran sebesar Rp 16.6 triliun.
Jumlah ini sebenarnya lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan penyedian
infrastruktur pendidikan bagi 1.1 juta siswa yang tidak tertampung hari ini. maupun
sejumlah siswa lulusan 2012 yang bisa diperkirakan tak lebih sama Namun, apakah
penambahan anggaran ini kelak akan menjadi solusi bagi persoalan keterbatasan
akses pendidikan kita seperti hari ini Juga tidaklah tentu Jika keadaan kurangnya
daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini tidak benar-benar diperhatikan oleh
pemerintah, wakil rakyat dan segenap birokrasi pendidikan, akan dipastikan bahwa
keadaan dunia pendidikan Indonesia akan semakin terpuruk dan tertinggal dengan
negara lain.

9
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anggaran Pendidikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pembiayaan pendidikan sekolah hal ini
dipengaruhi oleh:
1. Kenaikan harga (rising prices)
2. Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher's sallaries)
3. Perubahan dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak disekolah negen
4. Meningkatnya standard pendidikan (educational standards)
5. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah
6. Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education)

F. Upaya Untuk Menyelesaikan Masalah


Untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan Indonesia agar
problematika pendidikan di Indonesia dapat diselesaikan satu per satu, solusinya yaitu:
Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana
pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai, sembari pemerintah membenahi
sejumlah birokrasi pendidikan dalam upaya mengefektifkan kinerja birokrasi pendidikan.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan dunia di era globalisasi im memang banyak menuntut
perubahan ke sistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing
secara sehai dalam segala bidang Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa
Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Pemerintah sebagai pihak yang paling hertanggung jawab dalam hal ini
sebenarnya sudah ikat memikirkan dan memberikan solusi dari setiap problematika
pendidikan, hal ini terlihat dari anggaran pendidikan dalam Anggaran dan
Pendapatan Belanja Negara sudah terjadi kenaikan anggaran dan tahun ke tahun,
namun diharapkan pemerintah dan burokrasi pendidikan benar benar optimal dalam
menyalurkan dana yang sudah dianggarkan dan dana yang sudah dibenkan
pemerintah hisa benar-benar sampai pada masyarakat yang membutuhkan secara
sepenuhnya, sembari kita senti berharap 20 persen anggaran pendidikan terus
mengalami kenaikan masyarakat juga menanti agar hamkran pendidikan segera
membenahi diri Kementerian Pendidikan Nasional harus secepatnya mengevaluasi
kinerja dius manajemen anggarannya.
Hal ini kita butuhkan segera demi peningkatkan efektivitas kinerja birokrasi
pendidikan. untuk menyerap anggaran, demi tersedianya akses pendidikan publik
yang merata dan bermutu. Cukuplah kelalaian pengelolaan seperti ini, sebab sudah
terlalu lama bak masyarakat atas pendidikan itu dikorbankan. Dengan meningkatnya
kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin hak
mutunya dan akan mampu membawa bangsa im bersaing secara sehat dalam segala
bidang di dunia internasional

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah disajikan akan
memberikan ilmu dan informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini kami
memohon saran dan kritik guna memperbaiki dikemudian hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriadi 2004, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Tim Pengelola BOS. 2009. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah,
Depdiknas : Dirjen Dikdasmen.
Anwar, M1 1991. Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan
Mimbar Pendidikan,No I Tahun x, 1991 : 28-33.
Fattah, N 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya :
Bandung.
Horngren, P 1993. Pengantar Akutansi Manajemen Edisi 6 Jakarta : Erlangga.

12

Anda mungkin juga menyukai