Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

CARUT MARUT DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA

DISUSUN OLEH :
RAEINA ANSYIRA RACHMADHANI AZRACH (2101015)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


STIKES PANAKUKKANG MAKASSAR
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga saya mampu menyelesaikan tugas makalah
Kewarganegaraan tepat pada waktu yang telah di tentukan.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca dan untuk kedepannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pegalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
BAB II ........................................................................................................................... 3
2.1 Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Pada Era Reformasi Dan Makna
Kebebasan Guru Dalam Pembelajaran Di Era Otonomi Pendidikan ............... 3
2.2 Definisi Kurikulum ...................................................................................... 5
2.3 Perkembangan Konsep Kurikulum ............................................................ 5
2.4 Pendidikan Orde Lama ............................................................................... 6
2.5 Pendidikan Orde Baru................................................................................. 7
2.6 Pendidikan Orde Reformasi ........................................................................ 9
BAB III ........................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 11
3.2 Saran .......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Carut marut dunia pendidikan yang telah membawa rusaknya sistem


pendidikan di negara Indonesia ini, ditambah lagi oleh kian membesarnya
perdagangan pendidikan demi kepentingan segelintir orang sehingga
mengorbankan masyarakat secara lebih luas, merupakan sebuah
malapetaka bangsa. Dengan kata lain hak seorang miskin untuk
mendapatkan pendidikan murah dan layak pun menjadi isapan jempol
belaka. Ini belum lagi berbicara tentang keseriusan pemerintah untuk
bertanggung jawab terhadap pendidikan di negiri ini. Pasar menentukan
siapa yang layak dan berhak mendapatkan pendidikan. Ketimpangan dalam
dunia pendidikan semakin runyam, bermasalah, dan rumit ketika di tumpuki
oleh banyak persoalan pendidikan lain nya. Sebut saja, penyelenggara
pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi tidak memilki
profesionalisme tinggi. Pendidik selalu kaku dan kontekstual dalam
menyampaikan materi pelajaran dalam kelas sehingga pendidikan dalam
kelas pun selayaknya pendidikan dalam dunia militer. Perbaikan konsep
pendidikan dan politik pendidikan yang berorientasi pada anggaran
pendidikan pun menjadi satu tanggung jawab yang tidak dapat ditinggalkan
maupun diabaikan karena perbaikan ini menyangkut masa depan bangsa dan
arah bangsa mendatang. Perbaikan pendidikan selayak nya tetap
berlandaskan pada UUD 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

3
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang undang dan
pasal 4 yang berbunyi negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekuran-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara dan
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional.

1.2 Rumusan Masalah

Penulisan Meet the Expert (MTE) ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang Carut Marut Sistem Pendidikan di Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Pada Era Reformasi Dan Makna


Kebebasan Guru Dalam Pembelajaran Di Era Otonomi Pendidikan

Menurunnya kualitas pendidikan di tanah air semakin berkembang dengan


pesatnya. Padahal, pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan
secara menyeluruh. Dan hal ini dipertegas dalam UU Nomor 2 tahun 1989
pasal 4 yang menyebutkan: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Barangkali pemicu utama dari
persoalan tersebut adalah peran serta kebijakan–kebijakan pemerintah yang
kurang memihak dunia pendidikan. Butuh kerja keras banyak tangan demi
menghadirkan solusi rendahnya kualitas ini. Terlepas dari semuanya, dua
dari sekian banyak faktor penyebab kualitas yang rendah pada pendidikan di
tanah air ini adalah kebijakan kurikulum dan manajemen pendidikan. Sekian
banyak pergantian kurikulum tetap saja tidak bisa menyelesaikan
permasalahan tersebut. Ditambah lagi manajemen pendidikan di hampir
setiap lembaga pendidikan yang amburadul. Menurut Agus Suwigno,
kurikulum memang bukan satu-satunya penentu mutu pendidikan. Ia juga
bukan perangkat tunggal penjabaran visi pendidikan. Meskipun demikian,
kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan
kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku individu.
Sedangkan untuk manajemen pedidikan, ternyata masih banyak yang
beranggapan bahwa manajemen pendidikan tidaklah mempunyai peran
dalam dunia pendidikan karena persepsi yang keliru bahwa domain
manajemen adalah bisnis. Banyak penyelenggara pendidikan yang bahkan
masih belumk melihat perlunya manajemen dalam penyelenggaraan

3
pendidikan. Kalaupun diterapkan, manajamen pendidikan nasional sementara
ini secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga kurang mendorong
terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan
pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia telah mengalami
beberapa periode perkembangan yang dinamis dan memperlihatkan
kompleksitas hubungan antara pendidikan dan politik. Setiap periode
ditandai oleh adanya infiltrasi politik terhadap sistem penyelenggaraan
pendidikan dan implikasi sistem pendidikan terhadap dinamika politik.
Sketsa penyelenggaraan pendidikan di negeri ini dapat dibagi menjadi
enam periodeperkembangan. Periode pertama adalah periode awal atau
periode prasejarah yang berlangsung hingga pertengahan tahun 1800-an.
Periode kedua adalah periode kolonial Belanda yang berlangsung dari
tahun 1980-an hingga tahun 1945. Periode ketiga adalah periode
pendudukan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 hingga tahun 1945.
Periode keempat adalah periode Orde Lama yang berlangsung dari tahun
1945 hingga tahun 1966. Periode kelima adalah periode orde baru yang
berlangsung dari tahun 1967 hingga tahun 1998.Periode keenam adalah
periode reformasi yang dimulai pada tahun 1998, seiring dengan tumbangnya
pemerintahan Orde Baru.

4
2.2 Definisi Kurikulum

Kurikulum adalah perangkat pendidikan yang harus dibuat dengan


pertimbangan berbagai aspek demi tercapainya tujuan pendidikan tertentu.
Aspek–aspek tersebut meliputipendidik, peserta didik dan masyarakat.

2.3 Perkembangan Konsep Kurikulum

Konsep kurikulum yang terdapat dalam dunia pendidikan di Indonesia


haruslah sesuai dengan perkembangan zaman agar lulusan yang dihasilkan
adalah lulusan yang berkualitas dan tidak bertolak belakang dari tujuan
pendidikan nasional. Perubahan zaman mengakibatkan perubahan kurikulum
itu sendiri. Dan dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah terjadi enam
kali perubahan kurikulum. Yakni, pada rentang waktu tahun 1945-1949
dikeluarkan Kurikulum 1947. Tahun 1950-1961, ditetapkan Kurikulum
1952. Kurikulum terakhir pada masa Orde Lama adalah Kurikulum 1964.
Meskipun begitu, perubahan kurikulum nasional kebanyakan hanya
menitikberatkan pada perubahan konsep tertulis saja seperti buku–buku
pelajaran dan silabus tanpa mau memperbaiki proses pelaksanaannya di
tingkat sekolah. Apalagi banyaknya kepentingan politik dan ekonomi yang
mewarnai kurikulum nasional menambah semakin sulit tercapainya sasaran
utama pendidikan di Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
telah mengalami beberapa periode perkembangan yang dinamis dan
memperlihatkan kompleksitas hubungan antara pendidikan dan politik.
Setiap periode ditandai oleh adanya infiltrasi politik terhadap sistem
penyelenggaraan pendidikan dan implikasi sistem pendidikan terhadap
dinamika politik. Sketsa penyelenggaraan pendidikan di negeri ini dapat
dibagi menjadi enam periode perkembangan, diantaranya periode era
reformasi. Periode era reformasi yang dimulai pada tahun 1998, yang
muncul Kurikulum 2004 yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang pada tahun 2006 dilengkapi dengan Standar Isi dan

5
Standar Kompetensi (Sisko) yang memandu sekolah menyusun Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pintu otonomi pendidikan nasional telah
dibuka lebar oleh pemerintah Indonesia. Berbagai perangkat peraturan dan
kebijakan di bidang pendidikan telah dibuat, baik berkait dengan sistem
manajemen pendidikan, maupun rencana pembaharuan kurikulumnya.
Pembaharuan-pembaharuan itu berimplikasi terhadap kemerdekaan guru
dalam mengkreasi proses pembelajaran di kelas. Proses mengajar dan
belajar yang sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan di atas adalah
proses yang demokratis dan kooperatif. Untuk membuat guru mampu
mengajar secara lebih demokratis, koperatif dan berkompeten seperti
idealisme ‘tripilization’, pemerintah dan bangsa Indonesia masih harus
bekerja keras memperbaiki komponen pendidikan yang lain, seperti kualitas
dan mentalitas guru, sarana dan prasarana pembelajaran. Tanpa sentuhan
komponen yang lain sebagai bagian dari suatu sistem pendidikan nasional,
perubahan pembaharuan itu hanya akan menjadi kebijakan yang tidak
efektif dan efisien.

2.4 Pendidikan Orde Lama

Secara tegas pendidikan Orde Lama dibawah kepemimpina Soekarno cukup


memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Konsep pemerintahan
Soekarno yang berasaskan sosialisme manjadi rujukan dasar bagaimana
pendidikan akan dibentuk, dijalankan dan dilakoni sedemikian rupa demi
pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia dimasa mendatang. Yang
pasti konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan prinsip dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang
kelas sosial apapun. Orde Lama berusaha membangun masyarakat sipil yang
kuat yang berdiri diatas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antar
sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Didalam kampus
ditandai kebebasan akademis yang luar biasa ditandai dengan fragmentasi
politik yang begitu hebat dikalangan mahasiswa. Mahasisiwa bebas

6
beorganisasi sesuai dengan pilihannya atau keinginan nya. Pada tahun 1945
setelah masa kemerdekaan dilewati, pendidikan nasional mulai meletakkan
dasar- dasar nya. Walaupun segalanya masih serba terbatas, pendidikan di
gratiskan, uang spp sama sekali di tiadakan. Kala itu diberlakukan undang-
undang nomor 4 tahun 1950 jo UU No 12 tahun 1954 untuk mengatur system
pendidikan nasional. Untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan,
selanjutnya pemerintah mengambil langkah langkah strategis lainnya yakni
mendirikan universitas disetiap provinsi. Mencermati sejumlah kebijakan
yang dilahirkan pada Orde Lama, maka pendidikan pada saat itu mendapat
ruang dan tempat yang cemerlang bagi pendidikan anak-anak bangsa di negri
ini. Tidak ada kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadi pendidikan
sebagai alat negara maupun kaum dominan di elit lapis atas. Tidak ada
politik telingkung dan menelingkung terhadap setiap hak warga Negara
Indonesia untuk mendapatkan hak nya dalam pendidikan. Tidak ada tekanan
politik apapun agar masyarakat Indonesia tidak belajar. Justru terkesan
bahwa masyrakat wajib dan harus mendapatkan pendidikan sebagai bagian
proses menuju kemerdekaan sesungguhnya. Pertanyaan nya adalah adakah
sisi-sisi kelemahan saat Orde Lama menggelar ssitem pendidikan tersebut?
Yang jelas masih ada nuansa pendidikan kolonialisme yang dibangun saat itu
sebab diakui atau tidak, bangsa Indonesia pada saat itu mengalami transisi
sangat tinggi baik secara politik, budaya maupun ekonomi. Ketika
pendidikan dijadikan alat paling utama mengubah bangsa, maka ini
diniscayakan akan mengubahbangsa itu.

2.5 Pendidikan Orde Baru

Soekarno lengser dari tampuk kekuasaan dan Soeharto naik menjadi


presiden, maka disitulah Orde Baru mulai melahirkan kebijakan-kebijakan,
termasuk pula dalam bidang pendidikan. Orde Baru berlangsung sejak tahun
1968-1998. Dalam era ini dikenal era pembangunan nasional. Dalam bidang
pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan

7
yang signifikan dengan adanya inpres pendidikan dasar. Akan tetapi sayang
sekali inpres pendidikan dasar belum ditindak lanjuti dengan peningkatan
kualitas akan tetapi baru meningkatkan kuantitas. Selain itu sistem ujian
negara yang disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional telah berubah
menjadi bomerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-rumus
tertentu. Pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan
tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu
perguruan tinggi negeri semakin menurun walaupun di bentuk kopertis
sebagai bentuk birokrasi baru. Pendidikan yang digenggam OrdeBaru tidak
mampu memberikan ruang selebar-lebarnya bagi pencerdasan kehidupan.
Lebih mengenaskan lagi pendidikan Orde Baru juga telah malakukan
kesaahn besar yakni dengan menggelar ideologi penyeragaman sehingga
kemajuan pendidikan menjadi mampet. Tidak ada ruang sedikit pun bagi
berkembangnya keragaman pikiran ideologi, suara hingga tindakan selama
masa Orde Baru berkuasa selama 32 tahun. Orde Baru mencetak manusia
yang melempem terletak pada tidak adanya pendidikan lingkungan
sehingga masyarakat khusunya para ahli penddikan gerah. Pada masa Orde
Baru juga kesalah pahaman dan kerancauan memaknai kurikulum hanya
sebagai materi pelajaran adalah dua hal yang di tuding pula sebagai
penyebab kegagalan sistem pendidikan. Diakui atau tidak karena
pendidikan di muarakan pada pembangunan ekonomi maka yang terjadi
adalah produk-produk pendidikan tidak memilikikepekaan social yang tinggi
karena yang dikejar dalam dunia pendidikan adalah setelah mereka mencari
ilmu atau mengenyam pendidikan maka mereka harus bekerja dan
mengahasilkan uang sebanyak -banyaknya serta melangsungkan kehidupan
nya secara masing-masing. Strategi penting Orde Baru untuk guna
melahirkan tenaga terdidik antirealitas adalah sebagai berikut: Pelarangan
adanya buku-buku aliran kiri seperti sosialisme maupun marxisme. Segala
bentuk kelompok diskusi yang berbau kajian sosial kritis pun dilarang.
Buku-buku yang mananamkan indoktrinasi Orde Baru terhadap kaum
mudamuda bangsa justru diperbolehkan berkembang luas. Salah satu hal

8
yang mengerikan pada masa Orde Baru adalah hilangnya kebebasan
berpendapat. Kebebasan berpendapat betul-betul dipasung sedemikian ganas
oleh rezim Orde Baru.

2.6 Pendidikan Orde Reformasi

Salah satu gerbang utama yang telah memaksa Soeharto yang disebut Orde
Baru lengser dari tampuk kekuasaan selama 32 tahun adalah peristiwa
Reformasi yang digelar oleh mahasiswa tanggal 21 mei 1998.10 Hal tersebut
berpengaruh terhadap segala sendi kehidupan termasuk dunia pendidikan.
Penguasa Reformasi pun berupaya memformulasi arah kebijakan
pembangunan pendidikan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1999-2004. Ini kemudian dipertegas dalam UUD 45 pasal 31 ayat 4 yang
berbunyi negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurang
nya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah agar memenuhi kebetuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. Adanya sejumlah kebijakan pendidikan yang telah
dilahirkan masa Orde Reformasi masih menjadi sebuah teori belaka yang
tidak mampu dijalankan yang betul betul menyentuh kehidupan rakyat
Indonesia. Awal muncul kebijakan otonomi pendidikan menjadi harapan
bersama bahwa pendidikan bisa ditangani setiap daerah yang mengetahui
secara persis persoalanpersoalan lokalitas yang terjadi diwilayah nya
sehingga tujuan pendidikan betul-betul sesuai yang dikendaki. Karena
adanya otonomi daerah yang menyebabkan timbul nya raja-raja kecil maka
tujuan pendidikan disetiap lokalitas tertentu kemudian di arahkan sesuai
dengan kepentingan politis “raja kecil”. Dalam bahasa inggris kata
autonomy berasal dari bahasa yunani otonomia berarti sendiri. Sedangkan
nomos berarti hukum atau aturan. Oleh karena nya Moh Yamin, Kondisi
Negara Pasca 21 Mei 1998 dalam Suara Pembahruan 22 Mei 2008
desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat.11 Desentralisasi
pendidikan yang di dengung- dengung kan amanat Reformasi belum mampu

9
di jalan kan secara serius oleh pemerintah . Desentralisasi adalah hanya
pencitraan semata politik pemerintah terhadap publik agar terkesan reformis
dan demokratis, padahal itu merupakan kebohongan publik. Pada masa
pemerintahan sekarang yaitu pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono
anggaran pendidikan sebesar 20% di APBN 2009, sebagai mana amanat
undang-undang menjelang akhir kepemimpinan nya, masih sebatas
rancangan yang belum tentu bisa di realisasikan. Bila di Orde Baru uang
negara di korupsi oleh elit penguasa, maka di era Reformasi uang negara
yang berada pada kas daerah pun rentan untuk dikorupsi oleh raja-raja
kecil.12 Ini sebuah persoalan yang sangat mengkhawatirkan. Ini belum lagi
berbicara mengenai dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang sangat
rentan sekali di grogoti oleh tikus-tikus pusat dan daerah.

10
BAB III

3.1 Kesimpulan

Karena itu, Darmaningtyas berharap agar seluruh aturan regulasi


yang mengarahkan dunia pendidikan di Tanah Air pada kapitalisasi,
kastanisasi dan liberalisasi, agar diamandemen. ”Bagaimana pun,
negara tidak boleh lepas tangan dalam bidang pendidikan. Di negara
mana pun, negara harus memproteksi bidang pendidikan dan
memberi jaminan bagi seluruh warga negaranya agar bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas,” tambahnya.

3.2 Saran

Dalam dunia pendidikan tinggi, adanya kastanisasi ini dibuktikan dengan


adanya perbedaan status perguruan tinggi negeri (PTN). Yakni, ada yang
berstatus BHP (Badan Hukum Pendidikan), BLU (Badan Layanan Umum)
dan sebagainya. ”Status ini secara tidak langsung menunjukkan adanya
kastanisasi, dimana PT berstatus BHP hanya untuk mahasiswa dari keluarga
kaya karena biaya pendidikannya mahal, dan yang berstatus BLU
merupakan perguruan tinggi bagi mahasiswa dari keluarga menengah,”
katanya. Adanya kastanisasi ini, juga terjadi lembaga pendidikan dasar dan
menengah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sekolah berstatus SBI
(Sekolah Berstandar Internasional), RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional), SBN (Sekolah Berstandar Nasional), RSBN (Rintisan
Sekolah Berstandar Nasional) dan sebagainya. Yang memprihatinkan, lanjut
Darmaningtyas, adanya kastanisasi ini juga telah menimbulkan dampak
kapitalisasi dalam dunia pendidikan. ”Semuanya, sekarang diukur dengan
kapitaliasi. Sekolah saling berlomba-lomba untuk menjadi sekolah RSBI,
agar bisa menghimpun dana sebesar-besarnya dari masyarakat,” tambahnya.
Sedangkan mengenai liberalisasi, dia menyesalkan kebijakan pemerintah
yang membuka peluang masuknya investor pendidikan asing, membuka

11
institusi pendidikan di dalam negeri. Menurutnya, masalah pendidikan ini
mestinya diproteksi pemerintah, karena dampak dari liberalisasi pendidikan
lebih banyak buruknya daripada baiknya. Dia menilai, segala aturan regulasi
yang mengarahkan dunia pendidikan pada ketiga hal itu, menunjukkan
adanya kecenderungan dari negara untuk bebas dari tanggung jawab di
bidang pendidikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002. Kurikulum Berbasis


Kompetensi. Jakarta:Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
http://sawali.wordpress.com/2013/06/05/perubahan-kurikulum-
di-tengah-mitos- globalisasi/
http://spitod.wordpress.com/2013/06/05/perubahan-
kurikulum-pendidikan-dan- inkonsistensi-pemerintah/
http://sawali.info/2013/06/05/perubahan-kurikulum-dan-martabat-bangsa/

http://sawali.info/2013/06/05/menggugat pendidikan Indonesia/

Anda mungkin juga menyukai