PENDIDIKAN FORMAL
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sosiologi dan Antropologi Pendidikan
Oleh:
Dosen Pengampu:
Ismail Marzuki, S.Ag., M.Pd.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“PENDIDIKAN FORMAL”.
Penulisan ini merupakan salah satu tugas dan syarat untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami sebagai penulis berharap semoga Allah memberikan pahala
yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat
menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDIDIKAN FORMAL ............................................................................................ 1
A. Kompetensi Dasar ........................................................................................................ 1
B. Indikator ....................................................................................................................... 1
C. Pendahuluan ................................................................................................................. 1
BAB II PENYAJIAN ............................................................................................................... 2
A. Sejarah Pendidikan Formal di Indonesia ...................................................................... 2
B. Kelas dan Sekolah sebagai Sistem Sosial .................................................................... 3
C. Kepala Sekolah, Guru, dan Karyawan ......................................................................... 5
D. Permasalahan Pendidikan Formal dan solusinya ......................................................... 8
Bab III PENUTUP ................................................................................................................... 9
A. Rangkuman .................................................................................................................. 9
B. Test Formatif ................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12
iii
BAB VI
PENDIDIKAN FORMAL
Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian pendidikan formal
Indikator :
Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah pendidikan formal di Indonesia
Mahasiswa mampu menjelaskan ruang kelas dan sekolah sebagai sistem sosial
Mahasiswa mampu menjelaskan tugas kepala sekolah, guru, dan karyawan
PENDAHULUAN
(ISINYA URAIAN PENGANTAR TENTANG PENDIDIKAN FORMAL)
Pada bab ini akan disajikan lima pokok bahasan yang semuanya merupakan
konsep dasar sosiologi pendidikan. Bahasan pertama tentang sejarah pendidikan
formal di Indonesia, kedua tentang kelas dan sekolah sebagai sistem sosial, ketiga
kepala sekolah, guru, dan karyawan, dan keempat permasalahan pendidikan
formal dan solusinya.
Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 3 dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ketersediaan sarana dan prasarana pedidikan merupakan hal penting dalam
mencapai tujuan pendidikan nasional. Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana
pendidikan secara nasional terdapat pada Bab VII Pasal 42. Dengan adanya
undang-undang tersebut, kebutuhan sarana dan prasarana seharusnya terpenuhi
dengan baik. Namun, jika melihat kondisi saat ini, sarana dan prasarana yang
banyak tidak sesuai standar atau tidak layak untuk dipakai. Kualitas suatu sekolah
dapat dilihat dari kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah
tersebut.
Pendidikan formal adalah suatu sistem pendidikan yang tersusun, terdiri atas
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan non-formal adalah pendidikan “di luar sistem
pendidikan formal”, sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan dari dalam
keluarga atau tetangga terdekat.
Pendidikan dasar terdiri atas (a) sekolah dasar/SD dan Madrasah
Ibtidaiyah/MI, (b) sekolah menengah pertama/SMP dan madrasah tsanawiyah/
MTs, (c) atau sekolah lain yang sejajar.
1
PENYAJIAN
(ISINYA 4 SUB BAB DI BAWAH INI MINIMAL 10 REFERENSI)
A. Sejarah Pendidikan Formal di Indonesia
Sejarah pendidikan Indonesia telah mengajarkan pada kita tentang beberapa
hal:
1. Pertama, bahwa sistem pendidikan tidak dapat terlepas dari sistem politik
yang menaunginya. Masuknya sebuah kekuasaan mau tak mau akan
merubah juga sistem pendidikan.
2. Kedua, bahwa diskriminasi pendidikan yang terjadi pada zaman kolonial
juga terjadi sampai hari ini. Kalau dulu dilakukan dengan cara langsung,
sekarang dengan cara tidak langsung, yakni dengan menjadikan
pendidikan sebagai sebuah komoditas yang diperdagangkan sehingga
rakyat miskin tidak dapat mengaksesnya. Kalau pun dapat mengakses,
yang didapat pastilah pendidikan yang tidak berkualitas.
3. Ketiga, bahwa ketidak berkualitasan pendidikan sebagiannya disebabkan
oleh ketidak berpihakan pemerintah dalam hal anggaran pendidikan. Dan
sebagiannya lagi disebabkan oleh keinginan politik penguasa yang
menginginkan adanya golongan-golongan tak berpendidikan agar dapat
digunakan untuk kepentingan-kepentingan kekuasaan seperti halnya
pendidikan politk Ethis dan zaman Jepang.
4. Keempat, bahwa kurikulum dan metode pendidikan dengan nilai-nilai
otoriteristik tidak dapat membawa peningkatan sumber daya manusia
secara menyeluruh, seperti halnya zaman Soeharto.
5. Kelima, bahwa sistem pendidikan Indonesia dari dulu sampai sekarang
terbukti tidak mampu mengeluarkan rakyat dari kemiskinan dan tidak
berdaya mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia: Masyarakat Adil dan
Makmur.
2
karakter (afeksi) pendidikan, sehingga dapat menghasilkan manusia
Indonesia yang siap belajar, bukan siap pakai.
3. Melakukan demokratisasi pendidikan, dalam arti memberi ruang
kepada pesarta didik dan tenaga didik untuk terlibat secara aktif
dalam jalannya pendidikan dan penggunaan metode pendidikan
yang demokratis.
4. Melakukan standarisasi dan pengetatan terhadap lembaga-lembaga
pendidikan swasta baik dalam hal standar biaya pendidikan,
kurikulum dan metode pendidikan.
5. Mengorientasikan seluruh hasil pendidikan, seperti misalnya
inovasi teknologi, untuk kesejahteraan rakyat.
Untuk keperluan ini, diperlukan sebuah lembaga yang gigih dan progresif
dan berasal dari lingkungan pendidikan itu sendiri untuk mengontrol segala
kebijakan-kebijakan diatas, yakni Komite Pendidikan Rakyat.
3
memberi kebebasan bagi siapa saja yang memenuhi syarat
untukmendapatkanya dan hal ini merupakan hak individu yang
harus dipenuhi.
b. Struktur kelas berupa peran dan fungsi. Dalam lingkup ruang kelas
kita menemukan adanya peraturan atau tata tertib sekolah yang
harus dipatuhi oleh semua siswa yang terdapat dalam ruang kelas,
selain hal tersebut kita juga menjumpai adanya struktur
kepengurusan kelas dimana peserta didik yang menempati sebuah
jabatan tertentu haruslah melalakukan tugas dan peraturan yang
telah disepakati bersama oleh anggota kelas baik itu sebagai ketua
kelas, sekertaris, bendahara, maupun siswa yang tergabung dalam
bidang tertentu. Adanya pola seperti ini tersusun karena
diperlukannya sistem penegakan tata tertib yang ada di sekolah
serta pengendalian sosial yang ketat terhadap peserta didik dalam
berinteraksi dalam kelas maupun di sekolah mengingat fungsi
dunia pendidikan yang sedemikian nyata, dan salah satu bentuk
untuk mencapai peran dan fungsi pendidikan tersebut yaitu adalah
penetapan status jabatan kelas yang menggambarkan peserta didik
sebagai wujud dari masyarakat kecil.
2. Sekolah
Sekolah sebagai sistem sosial, sekolah merupakan akumulasi komponen-
komponen sosial integral yang saling berinteraksi dan memiliki kiprah yang
bergantung antara satu sama lain. Eamroni (2001) menyatakan bahwa
pendekatan microcosmis melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di
dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat, seperti
pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma
serta kelompok-kelompok sosialnya.
Sesuai dengan pendekatan fungsional struktural, lembaga sekolah
diibaratkan masyarakat kecil yang memiliki kekuatan organis untuk mengatur
4
dan mengelola komponen-komponennya. Bagian-bagian tersebut diatur dan
terintegrasi dalam naungan sistem kendali sosial berwujud organisasi formal.
Pedoman formal merupakan rujukan fundamental dari seluruh latar belakang
sikap dan perilaku para pengemban status dan peran di sekolah.
Pendekatan fungsional struktural melihat lingkungan sekolah pada
hakikatnya merupakan susunan dari peran dan status yang berbeda-beda,
dimana masing-masing bagian tersebut terkonsentrasi pada satu kekuatan
legal struktural yang menggerakkan daya orientasi demi mencapai tujuan
tertentu. Tentu saja sistem sosial tersebut bermuara pada status sekolah
sebagai lembaga formal.
Keberadaan guru, siswa, kepala sekolah, psikolog atau konselor sekolah,
orang tua, pengawas, administratur merupakan komponen-komponen
fungsional yang berinteraksi secara aktif dan menentukan segala macam
perkembangan dinamika kehidupan sekolah sebagai organisasi pendidikan
formal. Sehingga di sini fungsional strukural melandasi pandangan kita untuk
melihat berbagai peran dan status formal di sekolah sebagai satu-satunya
pedoman mendasar atas segala aktivitas yang dilakukan oleh warganya.
5
Tugas utama kepala sekolah sebagai pemimpin adalah mengatur situasi,
mengendalikan kegiatan kelompok, organisasi atau lembaga, dan menjadi
juru bicara kelompok. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terutama
untuk memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah
dituntut untuk berperan ganda, baik sebagai catalyst, solution givers, process
helpers, dan resource linker.
2. Guru
Guru (bahasa Sanskerta: yang berarti guru, tetapi arti
secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. (Wikipedia, 2019)
6
3. Karyawan
Karyawan di sini terdiri dari Tenaga Administrasi (TAS), tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga layanan.
a. Tenaga Administrasi (TAS)
Menurut (Aas Syaefuddin, 2003:100) kompetensi tenaga
administrasi sekolah merupakan kemampuan untuk melaksanakan
tugas, peran dan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan yang
didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan
dalam pelaksanaan pekerjaannya yang dituntut dalam kecakapan
teknis operasional atau teknis administratif di sekolah.
Fungsi Tenaga Administrasi Sekolah, Depdiknas (2001)
menyatakan bahwa fungsi Tenaga Administrasi Sekolah adalah:
1) Membantu kepala sekolah/madrasah dalam kegiatan
administrasi (urusan surat menyurat, ketatausahaan)
sekolah/madrasah yang berkaiatan dengan pembelajaran,
2) Pelaksana urusan kepegawaian bertugas membantu dalam
kegiatan atau kelancaran kepegawaian baik pendidik maupun
tenaga kependidikan yang bertugas di sekolah/madrasah,
3) Pelaksana urusan keuangan bertugas membantu dalam
mengelola keuangan sekolah/ madrasah,
4) Pelaksana urusan perlengkapan/logistik bertugas membantu
dalam mengelola perlengkapan/logistik sekolah/madrasah,
5) Pelaksana sekretariat dan kesiswaan bertugas membantu
Kepala Tata Usaha/Kepala Subbagian Tata Usaha dalam
mengelola kesekretariatan dan kesiswaan.
b. Tenaga perpustakaan
Seseorang yang bekerja di perpustakaan. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan:
pustakawan ialah seseorang yang memiliki kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan
serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. (Wikipedia, 2019)
c. Tenaga Laboratorium
Permendiknas No. 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah. Tenaga laboratorium sekolah merupakan
salah satu tenaga kependidikan yang sangat diperlukan untuk
mendukung peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah
melalui kegiatan laboratorium. Sebagaimana tenaga kependidikan
lainnya, tenaga laboratorium sekolah juga merupakan tenaga
fungsional. Oleh karena itu diperlukan adanya kualifikasi, standar
7
kompetensi dan sertifikasi. Empat kompetensi utama yang harus
dipenuhi sebagai seorang laboran atau teknisi sebagaimana yang
tercantum dalam Permen No. 26 tahun 2008 tersebut adalah 1)
Kompetensi Kepribadian; 2) Kompetensi Sosial; 3) Kompetensi
Administratif; dan 4). Kompetensi Profesional.
8
PENUTUP
A. RANGKUMAN
Pada hakikatnya Pendidikan formal merupakan bagian dari pendidikan
nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak
asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki
kesehatan jasmani dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat
dan bermartabat, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif,
serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu
mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global.
Karakteristik Sistem Pendidikan Formal di Indonesia adalah (a) lebih
menekankan pengembangan intelektual; (b) peserta didik bersifat homogen;
(c) isi pendidikan terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis; (d)
terstruktur, berjenjang dan bersinambungan; (e) waktu pendidikan terjadwal
dan relatif lama; (f) cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal (g) evaluasi
pendidikan dilaksanakan secara sistematis; (h) credential harus ada dan
penting.
9
B. TEST FORMATIF
I. Jawablah soal-soal berikut dengan memberi tanda silang (x) pada
huruf a, b, c, d pada jawaban yang benar! (10 soal)
2. Bantuan yang diberikan kepada peserta didik supaya dia memperoleh
kepercayaan diri untuk memperbaiki tingkah lakunya di masa yang
akan datang adalah pengertian dari ... .
a. konseling
b. bimbingan
c. pribadi
d. keterbukaan
10
menemukan dan memamahami serta mengembangkan pribadi yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif
dan kreatif, serta sehat jasmani dan rohani.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012, Agustus 9). Permendiknas No. 26 Tahun 2008 Tentang Standar
Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah. Retrieved Oktober 21, 2019,
from wordpress.com:
https://hippsi.wordpress.com/2012/08/09/permendiknas-no-26-tahun-
2008-tentang-standar-tenaga-laboratorium-sekolahmadrasah/
Anonim. (2019, September 27). Kepala sekolah. Retrieved Oktober 20, 2019,
from Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_sekolah
Anonim. (2019, Februari 10). Pustakawan. Retrieved Oktober 21, 2019, from
Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Pustakawan
12
https://risnawatiririn.wordpress.com/2011/02/27/tenaga-administrasi-
sekolah-tas/
See, A. (2019). sekolah sebagai sistem sosial. Retrieved Oktober 20, 2019, from
academia.edu:
https://www.academia.edu/6718046/sekolah_sebagai_sistem_sosial
13