Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah yang berjudul “Program Pendidikan
Tenaga Kependidikan” Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh Masyarakat
Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam
pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................1
1.4 Manfaat..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................2
2.1 Sejarah Pendidikan Guru....................................................................................2
2.2 Isi Program Bidang Pengetahuan Tenaga Kependidikan....................................9
2.3 Micro Teaching.................................................................................................12
2.4 Komponen Keterampilan Belajar......................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................................17
1.1 Kesimpulan.......................................................................................................17
1.2 Saran................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Mulainya konversi status kelembagaan dari IKIP menjadi Universitas. Semua
IKIP menjadi Universitas, baik berbentuk :
a) Universitas Pendidikan, seperti UPI.
b) Universitas Negeri, seperti UNJ, UNY, UNNES, UNESA. Unegeri
Malang, UNIMED, dan lain-lain.
c) Konsekuensinya membuat konsep kompetensi mengajar menjadi makin
kabur dan ruwet (complicated).
2.1.1 Perkembangan Pendidikan Guru Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru
Selama kurun waktu ini sistem pendidikan guru di Indonesia mengalami
berbagai perubahan, termasuk perubahan dalam cara bagaimana para siswa
dipersiapkan menjadi guru-guru yang kompeten. Apalagi selama masa orde
lama dan orde baru terjadi periode yang mencakup zaman Demokrasi Liberal
(1950-1959) dan zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965) yang merupakan
periode yang ditandai dengan kekacauan politik dan kemerosotan ekonomi.
Tentu ini mempengaruhi perkembangan pendidikan guru di Indonesia. Selama
masa orde lama terjadi ekspansi sistem pendidikan guru SD, pembangunan
dibidang pendidikan, ekspansi sistem pendidikan guru Sekolah Menengah.
Selama orde baru terjadi pembangunan dibidang pendidikan, peningkatan mutu
pendidikan kejuruan, peningkatan mutu pendidikan umum. masalah
pembaharuan kurikulum, dan pembangunan dibidang pendidikan guru. Jadi
dalam makalah ini dibahas perkembangan pendidikan guru pada masa orde
lama dan orde baru.
a) Orde Lama
3
Dalam periode 1950-1965 pemerintah RI melakukan rehabilitasi dan
memperluas ekspansi sistem pendidikan guru untuk sekolah menengah ini.
Dahulu pemerintah Hindia Belanda mengembangkan sistem "kursus MO
terjemahan dari istilah Cursus. Voor Middlebaar Ondewijs Akte yaitu kursus
untuk memperoleh wewenang mengajar di pendidikan menengah.
Kedua langkah dasar ini adalah:
Menyelenggarakan kursus-kursus B-I (mulai 1950) dan kursus-kursus B-II
(mulai 1954). Peserta kursus ini adalah para guru yang sudah mengajar.
Mereka mendapatkan tugas belajar dari kementrian PPK untuk mengikuti
kursus tersebut Pada tahun ajaran 1954-1955 di Indonesia terdapat 102
kursus B-I dan 3 kursus B-II.
Membuka lembaga pendidikan guru baru, yaitu dengan peresmian
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) pada 20 Oktober oleh menteri
PPK Prof. Mr.Moh Yamin.
b) Orde Baru
Untuk meningkatkan mutu pendidikan ini pemerintah masa orde baru
melakukan:
1. Peningkatan Mutu Pendidikan Kejuruan.
Peningkatan ini melalui memutakhirkan struktur pendidikan kejuruan
sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam struktur pendidikan kejuruan
yang baru muncul sekolah-sekolah menengah kejuruan dibidang manajemen
bisnis. pariwisata, dan perhotelan. Padahal dulu hanya ada 4 jenis sekolah
menengah kejuruan yaitu pertanian, tehnik. ekonomi, dan kejuruan rumah
tangga. Selanjutnya adalah memodernisasi program pendidikan atau
kurikulum di semua bidang kejuruan dari pertanian teknologi sampai kejuruan
rumah tangga.
2. Tindakan Darurat
Tamatan SGA yang menurut rencana semula akan ditempatkan sebagai
guru SD diangkat menjadi guru SMP dan SGB. Pada tahun 1952 dibangun
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP). Lama pendidikan
PGSLP mula-mula ditetapkan 1 tahun, namun mulai 1 September 1958 lama
pendidikan ini diperpanjang menjadi 2 tahun dan lamanya diubah menjadi
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA). Siswa PGSLP ini diambil
dari para lulusan SGA yang telah ditempatkan sebagai guru sekolah
menengah. PGSLP ditutup secara menyeluruh pada tahun ajaran 1978/1979.
3. Peningkatan Mutu Pendidikan Umum
Peningkatan pendidikan ini dilakukan melalui peningkatan mutu guru
melalui penataran - penataran guru dalam jabatan dan peningkatan mutu
kurikulum SD sampai kurikulum SMU. Dari program - program penataran ini
4
lahir PPPG (Pusat Pengembangan Penataran Guru). Sejak tahun 1977 sampai
1991 didirikan 6 PPPG untuk peningkatan pendidikan umum dan 4 PPPG
untuk peningkatan pendidikan kejuruan.
4. Pembaharuan Kurikulum
Sejak 1968 terjadi pembaharuan kurikulum dari tingkat SD sampai tingkat
SMU dan selesai tahun 1975. Pembaharuan ini berupa perubahan cara
mengemas seluruh materi pembelajaran. Misal mata pelajaran fisika, kimia,
dan biologi disebut ilmu pengetahuan alam. sedangkan geografi, sejarah. dan
kewarganegaraan disebut ilmu pengetahuan sosial. Program pendidikan
sekolah dari SD sampai SMU pada dasarnya terdiri dari 4 mata pelajaran saja
yaitu bahasa, matematika, IPA, dan IPS.
2.1.2 Pembangunan Dibidang Pendidikan Guru Pra Jabatan
Berdasarkan laporan-laporan, ada 2 langkah dasar yang dilakukan
pemerintah orde baru untuk memodernisasikan pendidikan keguruan yang
bersifat pra jabatan Langkah-langkahnya yaitu:
a) Menyeragamkan jenjang pendidikan guru pra jabatan, dari sistem yang
merupakan gabungan antara jenjang pendidikan menengah dan jenjang
perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat strata tunggal, yaitu semua
pendidikan guru pra jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi.
b) Menentukan semua pendidikan guru pra jabatan dikelola oleh Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi dengan dileburnya FKIP dan IPG pada tahun 1963
menjadi IKIP, pihak Departemen P dan K selaku pihak yang mempekerjakan
para lulusan lembaga pendidikan guru merasa dikalahkan, pada tahun 1989
diputuskan semua pendidikan keguruan yang bersifat pra jabatan
diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi. Jadi pengelolaan pendidikan
keguruan dipegang oleh Departemen Jendral Pendidikan Tinggi.
5
Lama 2 tahun pada anak-anak tamatan SR dan dapat disamakan
dengan CVO atau OVVO pada zaman penjajahan Belanda. Usaha ini
hanya berjalan kurang lebih 1.5 tahun, karena tidak mendapat dukungan
dari masyarakat. Beberapa dari sekolah sekolah itu diubah menjadi SGB.
2.1.4 Macam-Macam Kursus Kejuruan
1. Kursus-kursus Guru
Pemerintah membuka kursus-kursus Guru dengan 2 macam tujuan:
Memperbaiki mutu guru-guru SD yang belum memiliki ijazah SGB.
Memperluas pengetahuan guru-guru SR yang telah memilki ijazah
SGB dan yang sederajat, sehingga mereka dapat mencapai ijazah
SGA.
Untuk membuka tujuan pemerintah tersebut pemerintah membuka (tahun
1952):
- Kursus lisan Persamaan SGB (KLPSGB).
- Rukun Belajar Kursus Tertulis Persamaan SGB, disingkat menjadi RBB.
- Kursus Guru B (KGB).
a) KLP SGB
Kursus ini lamanya 4 tahun dan diberikan secara lisan pada waktu
petang hari. Para pengajarnya adalah guru-guru yang pada pagi hari
mengajar di Sekolah Lanjutan setempat. Mata pelajaran yang diberikan
sama dengan di SGB. kecuali praktek mengajar.
b) KKLP SGA
Lama pelajaran 2 tahun dan dibeikan secara lisan pada waktu petang
hari. Yang mengajar dan memimpinnya pada umunya guru-guru SGA
setempat.
c) RBB dan RBA
1) RBB (Rukun Belajar Kursus Tertulis Persamaan SGB) dan RBA
(Rukun Belajar Kursus Tertulis Persamaan SGA).
Karena KLP SGP dan KLP SGA hanya diadakan di kota-kota besar
saja. Maka Pemerintah membuka RBB dan RBA sebanyak-banyaknya agar
guru-guru SR yang tinggal jauh dari kota dengan belajar sendiri dapat
memperluas pengetahuannya dan dengan itu dapat pula memperbaiki
nasibnya. Kedua usaha ini diselenggarakan oleh Balai Kursus Tertulis
Pendidikan Guru Bandung, sekarang namanya: Balai Pendidikan Guru
6
(BPG), dengan jalan secara mengirimkan pelajaran-pelajaran kepada tiap-
tiap RB. RBB dibagi menjadi dalam 4 tingkatan, sedangkan RBA dalam 2
tingkatan.
2. Ujian Persamaan
Ujian untuk mencapai ijazah Persamaan SGB bagi pengikut-pengikut RBB
Sampai tahun 1959 pengikut-pengikut RBB harus menempuh ujian untuk
mencapai ijazah persamaan SGB sekaligus dalam semua matapelajaran. Tetapi
mulai tahun 1959 ujian itu diadakan 4 kali berturut-turut. Tiap-tiap akhir tahun
pelajaran diuji 3 mata pelajaran. Ujian untuk mencapai ijazah SGA bagi
pengikut-pengikut RBA.Semula para pengikut RBA yang telah menamatkan
kursumnya menempuh ujian Persamaan SGA bersama-sama dengan pengikut-
pengikut KLP SGA.
Dan kemudian SGA berubah nama menjadi SPG (Sekolah Pendidikan
Guru) dengan Jurusan SD dan TK yang bertahan sampai era 1990-an. Karena
makin menjamurnya SPG maka program asrama dan TID mulai dihilangkan
pada awal 1970-an.
Untuk memenuhi kebutuhan guru SMP sederajat dibentuklah pendidikan
guru dengan program B-I, dan B-II untuk guru SLA yang berbasis bidang
studi, Program ini kemudian berganti nama menjadi PGSLP dan PGSLA
(Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama/Atas).
Perkembangan selanjutnya, muncul lah peraturan pemerintah yang baru
dan mengharuskan bahwa guru TK dan SD harus lulusan Diploma II (D-II).
Hal Ini memaksa semua guru SD dan TK yang sudah mapan dengan ijasah
SPG-nya. terpaksa harus sekolah lagi untuk memperoleh ijasah tersebut dan
guru dibebaskan untuk sekolah lagi dan memilih sekolah PTN dan PTS tanpa
dikendalikan lagi dari dinas maupun pusat. Disini pemerintah mulai tidak dapat
mengontrol lagi akses pendidikan guru dan program D-Il tersebut pun hanya
berjalan beberapa tahun.
3. Sejarah Pendidikan Guru Tingkat Peguruan Tinggi (Pasca
Kemerdekaan)
Kekurangan guru awal kemerdekaan (setelah pengakuan kedaulatan 1949)
ditutup dengan tenaga PTM (Pengerahan Tenaga Mahasiswa), di samping
merekrut mahasiswa sebagai guru di Indonesia, mereka juga mengajar di
Malaysia.
Tahun 1954 Mohamad Yamin selaku menteri P&K saat itu menciptakan
lembaga pendidikan guru pada tingkat Pendidikan Tinggi (di samping
SGB/SGA/SGO untuk tingkat SD, SMP). Lembaga ini disebut Perguruan
Tinggi Pendidikan Guru (PTPG).
PTPG dibangun di:
1) Manado (PTPG Manado) dengan Rektor (dulu disebut presiden)
Prof.Ingkiriwang.
7
2) Malang (PTPG Malang) dengan Rektor Prof. Adam Bahtiar.
3) Bandung (PTPG Bandung) dengan Rektor Prof. Sadaryun.
4) Batusangkar, Sumatera Barat (PTPG Batu Sangkar) dengan Rektor di jabat
sendiri oleh Mohamad Yamin (selaku putra kelahiran Batu Sangkar).
Pada tahun menjelang 1960 terjadi polemik tentang nama PTPG, yang
diubah menjadi Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Kaum "kini
menginginkan nama IPG (Institut Pendidikan Guru). Kaum "kanan" tetap
menghendaki FKIP Akhirnya Presiden Soekarno tahun 1960 membuat
kompromi dan mengganti nama PTPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP).
Sejak tahun 1960 berkembanglah IKIP dari empat buah yang berlokasi di
Manado (pindah ke Tondano); Malang, Bandung, dan Batu Sangkar juga
berdiri. IKIP Jakarta, IKIP Makasar, IKIP Surabaya, IKIP Semarang, IKIP
Yogyakarta, IKIP Padang (dari Batu-Sangkar ke Padang). IKIP Medan.
Sehingga jumlah IKIP dari empat bertambah menjadi sepuluh buah.
Kemudian karena masih terasa kekurangan jumlah guru maka di tiap
Universitas yang dibangun oleh PTN/PTS tetap juga berdiri FKIP sebagai
Fakultas yang bernaung di PTS/PTS yang bersangkutan.
Atas desakan kelompok-kelompok yang memandang rendah IKIP dan
bisikan Bank Dunia yang selalu menyesatkan negara-negara berkembang yang
akan dibantunya. maka tahun 1994 diubahlah nama IKIP menjadi Universitas.
Alasan terselubung dari perubahan IKIP menjadi Universitas adalah agar
dengan nama Universitas, lembaga ini mampu melakukan apa yang mereka
sebut: "wider mandate. Artinya pemberian mandat yang diperluas dalam misi
di samping : 1) tetap mengembangkan ilmu pendidikan dan keguruan, juga 2)
mengembangkan ilmu-ilmu murni. Namun dalam prakteknya yang terjadi
adalah “mendidik guru malu, mengembangkan ilmu murni tak mampu” .
Seiring berjalannya waktu, dengan keluarnya UU No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, maka ada ketentuan baru bahwa guru harus
berpendidikan minimal S-1 dan Dosen harus berpendidikan S-2. Pendidikan
guru semakin runyam dikarenakan peraturan yang senantiasa berubah dari
tahun ke tahun tanpa menyentuh hal-hal yang substansial ditengah perubahan
jaman yang semakin cepat. Bisa kita bayangkan kemana semua guru akan
memperoleh ijasah tersebut ditengah keterbatasan setiap daerah yang belum
tentu memiliki perguruan tinggi yang memiliki program studi sesuai dengan
bidang studi yang diajarkan guru. Akhirnya polemik baru pun muncul banyak
ijasah yang jadi-jadian dan pendidikan di sekolah pun terabaikan karena
banyaknya syarat administrasi yang harus dikerjakan guru sebagai kelengkapan
guru untuk mengikuti pendidikan profesi (PLPG) lagi.
1. LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dan pemerintah
bersinergi menjaring calon guru yang berkualitas dari setiap daerah dan
menyesuaikan dengan kebutuhan guru tiap daerah, sehingga LPTK tidak
sembarangan memperbanyak kelas perluasan (ekstensi) dengan alasan subsidi
8
silang biaya pendidikan di kampus dsb. begitu juga dengan pendirian sekolah-
sekolah swasta akan lebih terawasi.
2. Pemerataan guru disetiap daerah. Pemerintah menjaring siswa terbaik di
masing masing daerah untuk disekolahkan. Setelah menyelesaikan
pendidikannya, siswa tersebut kembali mengabdi di daerahnya masing-masing
(mungkin) dengan memberikan TID dan sertifikat profesi. Karena tidak dapat
dipungkiri faktor geografis dan demografis daerah juga turut mempengaruhi
mental guru yang menjamur di kota untuk mengabdi di daerah yang mungkin
tergolong terpencil. Ini juga turut mendorong cita-cita otonomi daerah,
3. Model pendidikan untuk para calon guru juga harus diperhatikan. Ada
positifnya jika model pendidikan untuk para calon guru pada era tahun 1960-an
diterapkan kembali, Mahasiswa di asramakan dan di-gembleng sikap dan
kepribadiannya selama di asrama dan dosen Penasehat Akademik (PA)
bertanggung jawab terhadap mahasiswa yang dibimbingnya, seperti model
kepembimbingan dosen yang berlaku dewasa ini di setiap kampus. Jadi dosen
tidak hanya secara tersurat saja menjadi PA tetapi tidak pernah memberikan
nasehat kepada mahasiswa yang dibimbingnya atau hanya sebatas alat
administrasi penandatangan KRS saja Saya rasa hal ini tidak sulit karena rata-
rata kampus sudah mempunyai asrama untuk mahasiswa, asal kebutuhan guru
bisa terdata.
4. Diferensiasi produk dalam ekonomi juga diterapkan untuk pendidikan
calon guru. Guru itu unik tugasnya tidak hanya membekali pengetahuan murid
saja tetapi sangat kompleks, jika calon pegawai pajak saja disekolahkan di
pendidikan khusus, kenapa model pendidikan guru yang notabene merupakan
tonggak dasar kemajuan bangsa juga tidak diberlakukan seperti itu? oleh
karena itu saya lebih setuju dengan istilah LPTK atau IKIP bukan malah
direstruktur menjadi universitas seolah menunjukkan Lembaga Pendidikan kita
tidak percaya diri dengan namanya.
5. Mahasiswa diwajibkan membaca buku dan membuat tulisan sesuai
bidang atau fokusnya. Seperti yang dikemukakan budayawan Taufik Ismail
(dalam kompas 16/1/2014) siswa AMS-B (setara SMA) wajib membaca 15
buku sastra. AMS-A 25 judul karya sastra. Selain itu, mahasiswa juga dituntut
membuat 1 buah karangan (tulisan) perminggu. 18 karangan per semester dan
36 karangan pertahun.
9
Pembinaan tenaga kependidikan bukan kegiatan yang berdiri sendiri,
tetapi harus merupakan bagian integral dari upaya pengembangan sekolah
sebagai konsekwensinya pembinaan tenaga kependidikan harus sesuai dengan
tujuan, target, dan tahap pengembangan sekolah. Sebagai contoh, jika dalam
pembiaan tenaga kependidikan terdapat pengiriman guru atau tata usaha untuk
mengikuti pelatihan. jenis dan materi pelatihan tersebut harus sesuai dengan
kebutuhan dan upaya pengembangan sekolah. Jika ada dua tawaran pelatihan
dan sekolah harus memilih. maka criteria pemilihan harus didasarkan
kesesuaian dengan program pengembangan sekolah. Karena merupakan
bagian integral dari program pengembangan sekolah, maka program
pembinaan tenaga kependidikan disusun berdasarkan tujuan dan target-target
dari program pengembangan sekolah telah ditetapkan. Misalnya dalam
program pengembangan sekolah ditargetkan selama dua tahun, daya serap
mata pelajaran Matematika mencapai 80% Berdasarkan target tersebut,
program pembinaan tenaga kependidikan perlu yang diarahkan untuk
melakukan analisis dan upaya untuk meningkatkan kinerja gurunya, misalnya
melalui pelatihan, mendorong untuk melakukan tes dianottik sehingga
diketahui kesulitan yang di alami siswa dan kemudian dilakukan upaya untuk
mengatasinya.
2. Tujuan pembinaan tenaga kependidikan adalah meningkatkan mutu
kinerja yang bersangkutan.
Tujuan pembinaan tenaga kependidikan bukan sekedar meingkatkan
kemampuan dan keterampilan yang bersangkutan, tetapi yang pokok adalah
meningkatkan kinerja. Oleh karena itu, berhasil tidaknya pembinaan tenaga
kependidikan harus diukur dari kinerja yang bersangkutan dan bukan dari
tambahan pengetahuan dan atau keterampilan. Sebagai contoh, jika guru
mengikuti program pembinaan melalui serangkaian kegiatan MGMP. maka
hasilnya harus dilihat dari peningkatan mutu kegiatan pembelajaran yang
dibina dan hasil belajar siswanya Jika tata usaha mengikuti program
pembinaan melalui pelatihan administrasi sekolah, maka hasil harus dilihat.
Apakah setelah itu adminitsrasi sekolah menjadi yang menjadi tanggung
jawabnya menjadi lebih rapih, arsip/dokumen dapat dicari dengan cepat.
seterusnya. Jika kepala sekolah mengikuti pelatihan manajemen, maka
hasilnya harus dilihat dari peningkatan manajemen sekolah.
Jadi hasil program pembinaan tenaga kependidikan diukur dari
keberhasilan yang bersangkutan dalam menerapkan teori dan praktek yang
diperoeh ke dalam tugas tugasnya di sekolah, dan bukan sekedar
meningkatkan kemampuan yang bersangkutan. Sebagai contoh dari evaluasi
antara nasional diketahui bahwa program pembinaan guru melalui MGMP
berhasil menaikkan kemampuan guru. tetapi belum mampu meningkatkan
hasil belajar siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, program
tersebut mencapai tujuan pokoknya, yaitu meningkatkan kinerja guru dikelas
yang salah satu tolak ukurnya adalah peningkatan hasil belajar siswa.
10
3. Pembinaan profesionalisme tenaga kependidikan adalah program
jangka panjang dan berkesinambungan
Seperti halnya program kependidikan pada umumnya. pembinaan tenaga
kependidikan memerlukan waktu lama sampai hasilnya signifikan dan
menetap Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa program pengembangan
tenaga kependidikan yang berjangka pendek dan tidak di tindak lanjuti dengan
program berikutnya dan atau program pendukung, akan hilang dan kinerja
yang bersangkutan kembali seperti sebelum ada program pembinaan
dilakukan. Mengapa demikian, karena pembinaan profesionalisme tenaga
kependidikan pada dasarnya lebih merupakan pengubahan sikap dan perilaku,
sehingga memerlukan serangkaian program yang berkesinambungan
Sebagai contoh, program pembinaan tenaga pustakawan sekolah dengan
mengirim mereka ke suatu pelatihan, maka pembinaan harus terus dilanjutkan
setelah yang bersangkutan pulang kembali ke sekolah. Misalnya dengan
meminta guru, staff tata usaha dan siswa untuk mendukung program tersebut,
memberi dukungan moral, supervise, dan memberi reward jika telah
menunjukan hasil yang positif. Dukungan semacam itu bukan semata-mata
pemberian fasilitas agar program yang disuruh berhasil, tetapi memberikan
kepecayaan diri bahwa dia mampu melaksanakan, dan pada akhirnya
membutuhkan motivasi kerja.
Perlu dicatat, bahwa penumbuhan kepercayaan diri dan motivasi semacam
itu sangat penting dan bukan menjadi kunci keberhasilan pembinaan tenaga.
kependidikan. Dengan kepercayaan diri dan motivasi kerja yang baik, yang
bersangkutan akan berusaha meningkatkan pengetahuan dan upaya lain guna
mewujudkan program kerjanya, yang tidak lain adalah bagian dari program
sekolah. Hanya saja perlu dicatat, bahwa penumbuhan rasa percaya diri dan
motivasi kerja perlu waktu cukup lama, sehingga pimpinan harus telaten
membinanya.
Seringkali pelatihan harus dirancang secara bertahap. Misalnya pelatihan
guru fisika harus dilakukan beberapa tahap, sehingga semestinya sekoah
mengirim orang yang sama untuk mengikuti pelatihan tersebut. Mengingat
kesempatan semacam itu biasanya sangat terbatas, maka setelah pulang yang
bersangkutan diminta untuk mendieminasikan kepada rekan yang lain, baik
lewat pertemuan formal maupun tidak formal.
11
perlu ada upaya pembinaan tenaga kependidikan. Bahkan beberapa studi
menunjukkan bahwa program kependidikan atau pelatihan guru baru dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Jika ketika yang bersangkutan pulang diberi
dukungan untuk menerapkan hasilnva dikelas,
12
Maksud dan Tujuan Micro Teaching
Maksud yaitu meningkatkan performance yang menyangkut keterampilan dalam
mengajar atau latihan mengelola interaksi belajar mengajar. Tujuan adalah
membekali calon guru sebelum sungguh-sungguh terjun ke sekolah tempat latihan
praktek kependidikan untuk praktek mengajar.
Perbedaan micro teaching dan teaching
a. Micro Teaching :
1. Dilaksanakan dalam kelas laboratorium.
2. Sekadar real teaching.
3. Siswa 5 s/d 10 orang.
4. Waktu sekitar 10 menit.
5. Bahan terbatas.
6. Keterampilan yang dilatihkan meliputi semua teaching skill dalam porsi yang
terbatas dan terpisah-pisah.
7. Dibutuhkan alat-alat laboratori agar dapat diperoleh suatu feedback yang
objektif.
b. Teaching:
1. Dilaksanakan dalam real class room.
2. Merupakan real class room teaching .
3. Siswa 30 s/d 40 orang.
4. Waktu sekitar 45 menit.
5. Bahan luas.
6. Keterampilan yang di demonstrasikan semua teaching skill dan terintegrasi.
7. Tidak dilengkapi dengan alat-alat laboratori.
Komponen keterampilan dasar mengajar yang dilatihkan dalam pengajaran
mikro (micro-teaching) menurut hasil penelitian tumey (1973) terdapat 8
(delapan) keterampilan yang sangat berperan dalam kegiatan belajar mengajar.
Kedelapan keterampilan tersebut antara lain:
1. Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran (set induction And
closure).
2. Keterampilan dasar menjelaskan (explaining skills).
3. Keterampilan dasar mengadakan variasi (variation skills).
4. Keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement skills).
5. Keterampilan dasar bertanya (questioning skills).
6. Keterampilan dasar mengelola kelas.
7. Keterampilan dasar mengajar perorangan/kelompok kecil.
8. Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil.
13
parsial, artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar itu perlu dikuasai
secara terpisah pisah (isolated) Berlatih untuk menguasai keterampilan dasar
mengajar seperti itulah yang dinamakan micro-teaching (pembelajaran mikro).
14
7. Dapat bertanya secara benar,
8. Dapat memotivasi belajar siswa/peserta didik,
9. Dapat membuat variasi dalam mengajar.
10. Dapat menggunakan alat-alat / media pembelajaran dengan benar Dan tepat.
11. Dapat mengamati keterampilan keguruan secara obyektif, sistematis, kritis dan
praktis.
12. Dapat memerankan sebagai guru/dosen, supervisor. peserta didik. Maupun
sebagai observer dengan baik.
13. Dapat menerapkan teori belajar dan pembelajaran dalam suasana Didaktis
paedagogis, metodik dan ändragogis secara tepat dan Menarik.
14. Berlatih membangun rasa percaya diri.
a. Interest
Interes adalah usaha guru untuk menarik atau membawa perhatian siswa
pada materi pelajaran yang baru. Seseorang yang memasuki situasi baru secara
mendadak sering timbul kejutan atau tekanan psikologis karena situasi yang
lama masih membayangi pikiran atau perasaannya. Anak-anak yang habis
bermain, pada waktu masuk ke dalam kelas untuk menerima pelajaran sering
kita dengar masih membicarakan permainannya. Agar konsentrasi mereka
dalam menerima pelajaran yang baru tidak terpecah, maka di perlukan adanya
kesiapan.
b. Titik Pusat
Titik pusat adalah bahwa apa yang diuraikan, dikemukakan dan dijelaskan
oleh guru benar-benar terpusat pada bahasa yang sedang di garap
bersama.Guru sering tergiring ke arah pembicaraan di luar pemasalahan pokok
karena hadirnya pertanyaan siswa yang tidak relevan dengan bahasa. Dalam
hal ini guru perlu tanggap, sehingga kalau pertanyaan ternyata menyimpang
harus di arahkan atau di putus kata-kata yang halus dab edukatif. Kadang-
kadang pula guru kehilangan tempat bepijaknya karena terlalu berapi-api
dalam menjelaskan sehingga arah pembicaraannya kemudian justru menjadi
menyimpang dari permasalahan pokoknya.
15
c. Rantai Kognitif
Rantai kognitif adalah urutan – urutan atau sistematika dalam
menyampaikan bahan pelajaran. ini dapat dilihat pada persiapan mengajar atau
diketahui pada waktu guru menyampaikan pelajaran. Ada kalanya pada
persiapan sistematikanya sudah baik tetapi pada waktu penyampaian tidak
sesuai, atau dengan kata lain rantai kognitifnya rusak atau jelek. Karena
sistematika penyampaian yang jelek, maka siswa menjadi bingung den sulit
untuk menangkap pelajaran. Urutan yang baik adalah dari pengertian yang
sederhana menuju yang kompleks, dari yang mudah ke yang sulit.
d. Kontak
Kontak dalam hal ini menyangkut hubungan batiniah antar guru dan siswa
dalam kaitannya dengan bahan yang sedang dibahas pertama. Hal ini
tercermin terutama dalam tanggapan siswa baik mengenai sinar matanya
maupun gerakan-gerakan anggota badannya Kontak yang tidak baik misalnya
siswanya kelihatan diam, tetapi tatapan matanya hampa hal ini menunjukan
bahwa siswa tidak jelas atau tidak mengerti dengan uraian guru. Gerakan-
gerakan anggota badan yang menunjukan kegelisahan dan acuh dapat pula
dipandang sebagai gejala tidak baiknya kontak guru dengan siswa.
e. Penutup
Penutup disini sebagai cara guru dalam mengakhin penjelasan atau
pembahasan suatu pokok bahasan Penutup yang lengkap berupa ringkasan,
kesimpulan dan pertanyaan pertanyaan yang bersifat menguji tentang
pencapaian tujuan Intruksional. Apabila dalam pengujian tersebut ternyata
beberapa tujuan belum tercapal, maka garu wajib menjelaskan kembali scara
tingkat sehinggga tugasnya benar-benar dirasa tuntas.
16
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, selama kurun waktu ini sistem
pendidikan guru di Indonesia mengalami berbagai perubahan, termasuk
perubahan dalam cara bagaimana para siswa dipersiapkan menjadi guru-guru
yang kompeten, maka dari itu perlu dilakukannya kursus-kursus kejuruan
untuk para guru melalui pengajaran mikro (micro-teaching) yang merupakan
salah satu bentuk model praktek kependidikan atau pelatihan mengajar. Serta
diperlukannya komponen untuk membantu dalam keterampilan belajar.
1.2 Saran
Komponen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah
satu komponen utama dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan. Oleh karena
itu, sebaiknya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja sama
sehingga tujuan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal, yang
nantinya akan berdampak pada terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
17
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Jakarta Rajawali
Pers. Diakses pada 06 Oktober 2021
http://cacamaupoet.blogspot.co.id/2011/09/pembinaan-profesionalisme-
tenaga.html Diakses pada 06 Oktober 2021
https://fauzierachman20.wordpress.com/2013/10/09/micro-teaching/ Diakses pada
06 Oktober 2021
http://gritads.blogspot.co.id/2013/02/sejarah-pendidikan-guru-di-indonesia.html
Diakses pada 06 Oktober 2021
http://jepersonpardede.blogspot.co.id/2014/01/sejarah-pendidikan-guru-di
indonesia.html Diakses pada 06 Oktober 2021
Mochtar buchori (2006). Evolusi Pendidikan di Indonesia dari weekschool
Diakses pada 06 Oktober 2021
IKIP 1852-1998 Yogyakarta:Insist. Diakses pada 06 Oktober 2021
Soegarda Poerbakawatja (1970) Pendidikan dalam Indonesia Merdeka, Jakarta:
Gunung Agung. Diakses pada 06 Oktober 2021
18