Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERKEMBANGAN KURIKULUM SD

MODEL KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

Dosen pengapuh: DR. HASIA MARTO, S.Pd; M.Pd

KELOMPOK 6

KELAS 02/B

Disusun oleh:

1. Fadwi fadila
2. Rindiani
3. Karni
4. Kartika

PROGRAM STUDI GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MADAKO TOLI-TOLI
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Model Kurikulum Merdeka Belajar” ini
dapat tersusun dan disajikan dengan lancar serta sesuai dengan ketentuan yang ada.
Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai acuan bagi mahasiswa, yang nantinya akan
mejadi seorang guru dalam rangka mengubah pembelajaran yang berlandaskan paradigma
(teaching), menjadi strategi pembelajaran kreatif, yang berlandaskan paradigma
pembelajaran (learning). Maka dari itu, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari pembaca untuk mendorong peserta
didik sehingga dapat saling berinteraksi, berargumen, dan berdebat.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Semoga bermanfaat.

Toil-toli, 09 Maret 2024


Penulis

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 2

1.3 Tujuan........................................................................................................................ 2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Kurikulim Merdeka Belajar................................................................. 3

2.2 Tinjauan Teoritis......................................................................................................... 6

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 22

3.2 Saran............................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 23

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu amanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) yaitu bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah
dengan cara meningkatkan mutu pendidikan serta pemerataanya pada setiap wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejak tahun 2009 Pemerintah Republik
Indonesia telah berkomitmen untuk meningkatkan anggaran di bidang Pendidikan,
peningkatan ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan dan memeratakan mutu
pendidikan di Indonesia.
Peningkatan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD, diantaranya dalam
bentuk bantuan operasional sekolah (BOS), sertifikasi guru dan peningkatan
kesejahteraannya, standarisasi dan akreditasi sekolah serta berbagai kebijakan lainnya.
Pemerintah juga berkomitmen melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia, mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana sampai pada guru-
guru yang berkualitas. Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki perannya
masingmasing. Segala mengungkapkan adanya dukungan pendidikan dari pemerintah
pusat kaitannya dengan standarisasi, dukungan pendidikan dari pemerintah provinsi dan
kabupaten/ kota kaitanya dengan pelayanan anggaran dan fasilitas sekolah.
Hasil survei dan penelitian menunjukkan bahwa, berbagai indicator keberhasilan
pendidikan di Indonesia terutama kualitas hasil belajar siswa belum menampakkan hasil
yang menggembirakan. Berbagai pengukuran menunjukkan tidak terjadi peningkatan
kualitas pembelajaran yang signifikan. Dari hasil tes PISA selama kurun waktu tahun
2000 sampai dengan tahun 2018, peserta didik Indonesia menunjukkan adanya stagnan
dan bahkan penurunan prestasi.
Untuk bidang matematika, misalnya, Indonesia berperingkat 72 dari 78 negara yang
berpartisipasi dalam PISA. Hasil yang kurang lebih sama ditunjukkan untuk tes sains dan
membaca. Nilai tes PISA Indonesia juga memperlihatkan tren stagnan. Contohnya, selisih
nilai matematika peserta didik Indonesia dengan negara-negara OECD sebesar 139 poin
pada tahun 2000. Selisih nilai itu berkurang menjadi 115 poin pada tahun 2018. Harus

1
diakui masih banyak yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peringkat dan nilai
Indonesia.
1.2 Rumusa Masalah
1. Bagaimana konsep dasar kurikulum merdeka belajar?
2. Bagaimana tinjauan teoritis terhadap kurikulum merdeka belajar?
3. Bagaimana model kurikulum merdeka belajar?
4. Bagaimana implementasi kurikulum merdeka belajar?
5. Bagaimana studi kasus dalam implementasi kurikulum merdeka belajar?
6. Bagaimana evaluasi kurikulum merdeka belajar?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar kurikulum merdeka belajar
2. Mengetahui tinjauan teoritis terhadap kurikulum merdeka belajar
3. Mengetahui model kurikulum merdeka belajar
4. Mengetahui implementasi kurikulum merdeka belajar
5. Mengetahui studi kasus dalam implementasi kurikulum merdeka belajar
6. Mengetahui evaluasi kurikulum merdeka belajar

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Kurikulum Merdeka Belajar
1. Pengertian kurikulum merdeka belajar
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Esensi kemerdekaan berpikir,
menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada
siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada
proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan
pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Kurikulum merdeka belajar merupakan kurikulum yang masih terhitung baru di
Indonesia, dimana penerapan kurikulum ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas
hasil belajar siswa, karena pembelajaran dilaksanakan secara merdeka sesuai dengan
kebutuhan siswa di setiap sekolah.memberikan penawaran pembelajaran yang lebih
fleksibel dengan tetap Kurikulum merdeka belajar ini juga memfokuskan pada mata
pelajaran yang dianggap penting untuk dikuasai dengan disertai pemberian keleluasaan
bagi guru dalam menerapkan pembelajaran.
Kemunculan kurikulum merdeka belajar menunjang tersebarluasnya pendidikan di
Indonesia secara merata, dengan kebijakan afirmasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap
peserta didik yang berada didaerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Tidak hanya itu
saja, kurikulum merdeka belajar juga akan mengubah metode belajar yang awalnya
dilaksanakan di ruang kelas, kemudian diubah menjadi pembelajaran di luar kelas.
Pembelajaran di luar kelas akan memberikan peluang yang lebih besar bagi peserta didik,
untuk berdiskusi dengan guru. Pembelajaran di luar kelas akan membentuk karakter
peserta didik, baik dalam keberanian mengutarakan pendapat saat diskusi, kemampuan
bergaul secara baik, menjadi peserta didik yang berkompetensi, sehingga dengan
sendirinya karakter peserta didik semakin terbentuk.
Kurikulum merdeka belajar juga tidak mematokkan kemampuan dan pengetahuan
siswa hanya dari nilai saja, tetapi juga melihat bagaimana kesantunan dan keterampilan
siswa dalam bidang ilmu tertentu. Peserta didik diberikan kebebasan untuk

3
mengembangkan bakat yang ia punya. Hal ini menunjang kekereatifan siswa dan akan
terwujud dengan sendirinya melalui bimbingan guru. Tuntutan bagi guru yaitu harus
mampu mengembangkan konsep pembelajaran yang inovatif bagi peserta didik yang
pastinya akan terwujud. Dalam konsep kurikulum merdeka belajar guru dan siswa secara
bersama-sama akan menciptakan konsep pembelajaran yang lebih aktif dan produktif
bagi guru maupun peserta didik.
2. Landasan filosofis
Landasan filosofis Kurikulum Merdeka adalah memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk mengeksplorasi minat, bakat, dan potensi mereka secara lebih luas, serta
mendorong pembelajaran yang lebih kontekstual, relevan, dan kolaboratif. Kurikulum ini
bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan dan
perkembangan peserta didik secara holistik, sehingga mereka dapat menjadi individu
yang kreatif, mandiri, dan berdaya saing dalam era global.
Landasan filosofis Kurikulum Merdeka merupakan pandangan atau prinsip-prinsip
dasar yang menjadi pijakan utama dalam perancangan dan pelaksanaan kurikulum
tersebut. Filosofi ini bertumpu pada pemahaman bahwa setiap individu memiliki potensi
unik yang perlu diaktualisasikan, serta pengakuan akan kebebasan peserta didik untuk
mengeksplorasi dan mengembangkan diri mereka secara maksimal
Dengan landasan filosofis ini, Kurikulum Merdeka menekankan beberapa prinsip
utama, antara lain:
1. Peserta Didik sebagai Fokus Utama: Kurikulum Merdeka menempatkan peserta
didik sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran. Ini berarti bahwa
kurikulum dirancang dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan,
minat, dan potensi peserta didik secara individual.
2. Pembelajaran Kontekstual: Kurikulum Merdeka mengedepankan pembelajaran
yang relevan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Materi pembelajaran
disajikan dalam konteks yang dapat terkait langsung dengan pengalaman dan
realitas mereka, sehingga memudahkan pemahaman dan penerapan konsep-konsep
tersebut.
3. Kolaborasi: Filosofi ini mendorong kolaborasi antara peserta didik, guru, orang
tua, dan masyarakat dalam proses pembelajaran. Kolaborasi ini memungkinkan

4
terciptanya lingkungan belajar yang inklusif, mendukung, dan memperluas ruang
pembelajaran di luar batas kelas.
4. Pembelajaran Sepanjang Hayat: Kurikulum Merdeka memandang pembelajaran
sebagai proses yang berkelanjutan sepanjang hayat. Ini berarti bahwa pembelajaran
tidak hanya terjadi di dalam ruang kelas atau selama masa sekolah, tetapi juga terus
berlanjut di berbagai konteks kehidupan peserta didik. Dengan mengacu pada
landasan filosofis ini, Kurikulum Merdeka bertujuan untuk menciptakan
lingkungan pembelajaran yang inklusif, dinamis, dan relevan bagi setiap peserta
didik, sehingga mereka dapat berkembang secara optimal dalam berbagai aspek
kehidupan.
3. Prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka
Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam kurikulum merdeka belajar diantaranya:
a. Kurikulum ini dirancang atau disusun dengan memperhatikan tahapan
perkembangan pesera didik.
b. Pembelajaran yang dilaksanakan didorong untuk membentuk para siswa yang
gemar belajar sehingga menjadi sosok pembelajaran sepanjang hayat.
c. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan karakteristik siswa
dan lingkungan sekolah.
d. Pembelajaran dilaksanakan secara relevan.
e. Disesuaikan dengan lingkungan seperti adat dan budaya yang berlaku dengan
tetap melibatkan tri pusat pendidikan yakni lembaga pendidikan, orang tua dan
masyarakat untuk membentuk para lulusan yang berkualitas.
4. Perbandingan dengan model kurikulum konvensonal
perbandingan antara Kurikulum Merdeka dan model kurikulum konvensional
dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti landasan filosofis, pendekatan
pembelajaran, penekanan pada pengembangan peserta didik, serta penggunaan
sumber daya dan evaluasi. Berikut adalah penjelasan perbandingan antara keduanya:
1. Landasan Filosofis: Kurikulum Merdeka: Landasan filosofis Kurikulum
Merdeka mendasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan yang berpusat pada
peserta didik, pembelajaran kontekstual, kolaboratif, serta pembelajaran sepanjang
hayat.

5
2. Model Kurikulum Konvensional: Model kurikulum konvensional cenderung
lebih terpusat pada kurikulum yang terstruktur secara top-down dan pembelajaran
yang lebih terfokus pada transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.
3. Pendekatan Pembelajaran: Kurikulum Merdeka: Mengedepankan pendekatan
pembelajaran yang lebih inklusif, interaktif, dan berbasis pengalaman yang
relevan bagi peserta didik. Pembelajaran lebih menekankan pada keterlibatan aktif
peserta didik dalam proses pembelajaran.
4. Model Kurikulum Konvensional: Lebih cenderung menggunakan pendekatan
pembelajaran yang lebih tradisional, seperti ceramah, tugas-tugas tertulis, dan tes
standar.
5. Penekanan pada Pengembangan Peserta Didik: Kurikulum Merdeka: Memiliki
penekanan yang kuat pada pengembangan potensi individu peserta didik,
termasuk pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan
komunikatif, serta penguatan karakter dan kepribadian.
6. Model Kurikulum Konvensional: Lebih fokus pada pencapaian hasil akademik
tertentu, seperti nilai tes standar, dan kurang memperhatikan pengembangan
keterampilan sosial, emosional, dan keterampilan hidup lainnya.
7. Penggunaan Sumber Daya dan Evaluasi: Kurikulum Merdeka: Menggunakan
berbagai sumber daya pembelajaran yang relevan dan mendukung pembelajaran
kontekstual. Evaluasi lebih berorientasi pada penilaian formatif, yang melibatkan
pemantauan progres peserta didik secara berkelanjutan.
8. Model Kurikulum Konvensional: Lebih cenderung menggunakan buku teks dan
metode pembelajaran yang konvensional. Evaluasi lebih berfokus pada penilaian
sumatif, seperti tes akhir semester atau ujian nasional.
Dengan demikian, Kurikulum Merdeka menawarkan pendekatan yang lebih
dinamis dan responsif terhadap kebutuhan dan konteks peserta didik, sementara
model kurikulum konvensional cenderung lebih terstruktur dan kurang fleksibel
dalam memfasilitasi pengalaman pembelajaran yang bervariasi bagi peserta didik.
2.2 Tinjauan Teoritis
1. Sejarah pengembangan kurikulum diindonesia

6
Kurikulum Merdeka Belajar dikembangkan sebagai respons terhadap hasil Program
for International Student Assessment (PISA) yang menunjukkan bahwa 70% siswa usia
15 tahun berada di bawah tingkat kompetensi minimum dalam memahami bacaan
sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami
peningkatan yang signifikan dalam 10-15 tahun terakhir. Selain itu, terdapat
Kemunculan kurikulum merdeka belajar menunjang tersebarluasnya pendidikan di
Indonesia secara merata dengan kebijakan afirmasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap
peserta didik yang berada didaerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Pembelajaran di luar
kelas akan membentuk karakter peserta didik baik dalam keberanian mengutarakan
pendapat saat diskusi, kemampuan bergaul secara baik, menjadi peserta didik yang
berkompetensi sehingga dengan sendirinya karakter peserta didik semakin terbentuk. Hal
ini menunjang kekereatifan siswa dan akan terwujud dengan sendirinya melalui
bimbingan guru. Tuntutan bagi guru harus mampu mengembangkan konsep pembelajaran
yang inovatif bagi peserta didik juga akan terwujud.
Kesenjangan yang besar antara wilayah dan kelompok sosial-ekonomi dalam hal
kualitas pembelajaran yang diperparah oleh pandemi COVID-19. Untuk mengatasi situasi
ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek)
melakukan penyederhanaan kurikulum dalam kondisi darurat yang disebut sebagai
Kurikulum Darurat.
Kurikulum ini diterapkan untuk mengatasi dampak kekurangan pembelajaran (learning
loss) selama pandemi. Hasilnya, dari 31,5% sekolah yang menggunakan Kurikulum
Darurat, ditemukan bahwa penggunaan kurikulum ini dapat mengurangi dampak pandemi
sebesar 73% dalam bidang literasi dan 86% dalam bidang numerasi.
Keberhasilan Kurikulum Darurat ini menunjukkan bahwa perubahan kurikulum yang
lebih komprehensif sangat penting. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka Belajar
dirancang sebagai kurikulum baru yang lebih komprehensif dibandingkan kurikulum
sebelumnya.
Latar belakang lainnya terkait Kurikulum Merdeka Belajar antara lain sebagai berikut:
a. Adanya kebutuhan untuk mengembalikan hak dan kebebasan belajar pada siswa,
sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang lebih kreatif dan inovatif.

7
b. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan yang berbasis karakter dan
kepekaan sosial, tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik.
c. Penyederhanaan kurikulum yang dianggap terlalu padat dan membebani siswa,
serta perlu adanya penekanan pada aspek kehidupan, seperti kemampuan berpikir
kritis, kemampuan berkomunikasi efektif, dan kemampuan bekerja sama dalam tim.
d. Adaptasi terhadap perkembangan dunia yang semakin cepat dan perubahan
kebutuhan masyarakat yang memerlukan tenaga kerja yang fleksibel, kreatif, dan
inovatif.
2. Teori-teori Kurikulum Merdeka
a. Tingkat dasar: Teori Behavioristik
Tingkat dasar adalah periode penting dalam pembentukan dasar pemahaman dan
keterampilan dasar. Teori behavioristik oleh B.F. Skinner menekankan bahwa
pembelajaran adalah hasil dari respon terhadap rangsangan eksternal. Dalam
Kurikulum Merdeka, ini bisa diwujudkan dengan:
a) Penggunaan Teknologi Interaktif: Penggunaan perangkat lunak pembelajaran
interaktif dan media pembelajaran yang dapat merangsang respons aktif siswa.
b) Reward Systems: Menerapkan sistem insentif yang positif untuk mendorong
perilaku positif dan hasil yang baik.
c) Penilaian Berkelanjutan: Menggunakan penilaian formatif untuk memberikan
umpan balik terus menerus, memungkinkan perbaikan dalam respon siswa.
Riset yang dilakukan oleh Setiawan (2016) Behaviorisme dikatakan bahwa teori
perkembangan perilaku yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respon siswa
terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan
balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-
kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar,
diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Teori belajar behavioristik
menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat interaksi antara
stimulus dan respon.
Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan Idealnya proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru

8
tidak akan over-estimate dan atau under-estimate terhadap siswa. Namun kenyataan
tidak demikian adanya. Sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain
belum tahu sama sekali tentang materi yang akan dibelajarkan di dalam kelas. Untuk
dapat memberi layanan pembelajaran kepada semua kelompok siswa yang mendekati
idealnya (sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik masing-masing kelompok)
kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu siswa, (a) menyesuaikan diri dengan
materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan
pengelompokkan (dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran),
atau (b) materi pembelajaran disesuaikan dengan keadaan siswa.
Teori behavioristik dapat merekomendasikan pedoman instruksional kepada
pendidik, yang berupa stimulus-stimulus yang tepat dalam proses pembelajaran
sehingga memunculkan respon peserta didik yang merupakan hasil belajar yang
diinginkan. Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dari
beberapa teori belajar behavioristik yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa
untuk memunculkan respon yang diharapkan dibutuhkan penguatan (reinforcement).
Aplikasi teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya sehingga model
yang paling cocok adalah Drill dan Practice, contohnya: dimanfaatkan di pendidikan
anak usia dini, TK untuk melatih kebiasaan baik, karena anak-anak sangat mudah
meniru perilaku yang ada dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian dan
penghargaan. Sedangkan untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori
behavioristik ini banyak digunakan antara lain untuk melatih percakapan bahasa asing,
mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.
b. Tingkat pendidikan menegah: Teori Kognitif
Pada tingkat menengah, siswa mulai mengembangkan pemahaman yang lebih
abstrak dan kompleks. Teori kognitif, seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget,
menekankan pentingnya pemahaman dan pengolahan informasi. Dalam Kurikulum
Merdeka, ini dapat diimplementasikan dengan:

9
a) Pembelajaran Berbasis Masalah: Mendorong siswa untuk memecahkan
masalah yang memerlukan pemikiran kritis dan pemecahan masalah.
b) Kolaborasi: Menggunakan teknologi yang mendukung kolaborasi dalam
proyek-proyek yang mengharuskan siswa untuk berpikir kritis dan
berkomunikasi efektif.
c) Penggunaan Alat Bantu Kognitif: Pemanfaatan teknologi seperti peta konsep,
simulasi, dan alat bantu kognitif lainnya untuk membantu siswa dalam
memproses informasi kompleks
Tingkat relevansi dari hasil penelitian Nurhalizah, T. (2023) menyatakan Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa kurikulum merdeka efektif dalam pembelajaran
dan mempermudah pendidik dan lambelajarannya, siswapun merasa nyaman
dengan pembelajaran sekarang karena dapat mendorong menjadi lebih aktif dalam
belajar, dari aspek kogitif siswa mayoritas dapat mengikuti pembelajaran atau
setara dengan 95% siswa.
Pada tingkat pendidikan menengah penerapan teori kognitif dapat lebih
kompleks dengan mendorong peserta didik untuk berpikir abstrak, menganalisis
informasi yang kompleks, dan menghubungkan konsep-konsep yang lebih abstrak.
Teori kognitif dalam pembelajaran merupakan suatu kerangka kerja yang fokus
pada proses berpikir, memori, dan pemahaman dalam memproses informasi.
Dengan menerapkan strategi pembelajaran yang berdasarkan teori kognitif, kita
dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan mendalam bagi
peserta didik. Penting untuk diingat bahwa teori kognitif dapat diterapkan dalam
semua tingkat pendidikan dan memiliki peran yang signifikan dalam menghargai
peran aktif peserta didik, mendorong pemikiran kritis, dan memperkuat koneksi
antar konsep. Semoga pemahaman tentang teori kognitif ini dapat membantu para
pendidik dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan membantu peserta didik
dalam mencapai potensi belajar mereka.
c. Pendidikan tinggi: Teori konstruktivis
Pendidikan tinggi adalah tahap di mana siswa lebih mandiri dalam pembelajaran
mereka. Teori konstruktivis, yang dianut oleh tokoh seperti Jean Piaget dan Lev

10
Vygotsky, menekankan pentingnya konstruksi pengetahuan oleh individu. Dalam
Kurikulum Merdeka, hal ini dapat dicapai dengan:
a) Penelitian dan proyek berbasis Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek:
Mengintegrasikan proyek-proyek masalah dalam kurikulum untuk mendorong
konstruksi pengetahuan.
b) Pembelajaran Mandiri: Mendorong siswa untuk mengambil inisiatif dalam
memandu pembelajaran mereka sendiri, dengan dukungan pendampingan dosen.
c) Mentorship: Menerapkan model mentorship yang mendukung pembelajaran
konstruktif dimana siswa dapat berdiskusi dan berkolaborasi dengan mentor
mereka.
Menurut Purba, dkk. (2021) berdasarkan pada karya Piaget, konstruktivisme
berbeda dari behaviorime yaitu sebagai pemikiran terstruktur secara inheren untuk
mengembangkan konsep dan memperoleh bahasa. Peserta didiksecara aktif
mengeksplorasi lingkungan mereka dengan membangun struktur atau skema
kognitif yangada. Pendekatan konstruktivis melihat bahwa kegiatan disediakan
untuk membangun pengetahuan anak-anak saat ini dan sesuai dengan tahap
perkembangan mereka, dan menantang mereka sehingga melalui proses akomodasi,
mereka terus membuat kemajuan. Hal ini didukung oleh Herliani, dkk. (2021)
bahwa pembelajaran dengan menerapakan teori konstruktivistik dalam prosesnya di
kelas berarti pembelajaran tersebut menekankan pada proses dan kebebasan peserta
didik dalam mengeksplor pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi
pengalamannya sendiri.
Teori belajar konstruktivisme menjelaskan bahwa belajar merupakan proses
yang menuntut peserta didik untuk aktif dalam membangun pengetahuan secara
mandiri. Prinsip dasar dalam teori belajar konstruktivisme yaitu memberi
kesempatan peserta didik mengambil peran utama dalam mengendalikan proses
berpikir dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Paradigma yang dibangun
dalam teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa peserta didik memiliki
kemampuan awal yang berbeda-beda dalam mengkonstruksi pengetahuan baru.
Sehingga peran pendidik adalah menuntun agar proses konstruksi pengetahuan
tersebut dapat berjalan lancar.

11
Teori konstruktivisme membantu peserta didik menemukan suatu ide baru
berdasarkan pengalaman dan dukungan pengetahuan yang mereka peroleh sehingga
dapat membuat kehidupan peserta didik lebih dinamis dan pengetahuan pun terus
bertambah. Kendati demikian, dukungan dari lingkungan belajar yang kondusif
juga perlu diperhatikan untuk memaksimalkan hasil yang dicapai oleh peserta
didik. Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk mengoptimalisasi teori
belajar konstruktivisme dan implementasinya dalam Kurikulum Merdeka yaitu
dengan cara merancang pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif tanpa
mengabaikan efektifitas dan efisiensi didalamnya. Selain itu, pendidik juga harus
meng-upgrade pengetahuan diri khususnya dalam bidang teknologi agar
pembelajaran menjadi tidak monoton dan membosankan. Pendidik juga dituntut
dapat memberikan contoh yang lebih konkret dan relevan dengan perkembangan
zaman.
Kurikulum Merdeka dalam pandangan teori belajar konstruktivisme sama-sama
menganggap pendidikan sebagai bentuk atau bagian dari pengalaman yang
diperoleh. Implementasi Kurikulum Merdeka yang berlandaskan teori belajar
konstruktivisme ini menekankan aspek kemerdekaan atau kebebasan pada peserta
didik maupun pendidik untuk mengembangkan proses pembelajaran berdasarkan
pengalaman nyata yang selanjutnya dihubungkan pada konsep abstrak (teori). Oleh
karena itu, dalam implementasi Kurikulum Merdeka yang berlandaskan teori
belajar konstruktivisme, selain peserta didik, para pendidik juga dituntut untuk terus
belajar berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekitar terutama
dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Misalnya, dengan melakukan observasi dan
narasi dari sesama guru di satuan pendidikan yang berbeda. Hal tersebut bisa
menjadi salah satu alternatif untuk dijadikan inspirasi dalam mengoptimalkan
penerapan kurikulum merdeka sesuai dengan kebutuhan dan serta didikarakteristik
peserta didik.
Implikasi teori belajar konstruktivisme juga dituangkan ke dalam konsep dasar
yang dipakai dalam merancang capaian pembelajaran di Kurikulum Merdeka.
Penyusunan capaian pembelajaran ini dimuat lebih sederhana sehingga peserta
didik memiliki waktu lebih panjang untuk mencapai kompetensi yang diharapkan

12
secara lebih mendalam. Dalam penyusunan capaian pembelajaran yang disusun
berdasarkan fase per fase ini pula pendidik memiliki waktu yang lebih longgar dan
leluasa untuk mengembangkan pembelajaran karena tidak terburu-buru untuk
menyelesaikan konten isi dalam waktu satu tahun seperti halnya di kurikulum
sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan, dalam teori belajar konstruktivisme,
belajar dianggap suatu proses konstruksi pengetahuan baru yang dilakukan oleh
peserta didik dengan kemampuan awal yang telah mereka miliki, diikuti
pengalaman belajar dan interaksi sosial mereka.
3 Model Kurikulm Merdeka Belajar
1. Pembelajaran berbasis kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada pengembangan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu atau kompetensi yang telah
ditetapkan. Pendekatan ini menekankan pada hasil yang diinginkan dan
memberikan fleksibilitas dalam cara siswa mencapainya, memungkinkan mereka
untuk belajar secara aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran. Ini sering
melibatkan penilaian formatif dan kriteria yang jelas untuk mengukur pencapaian
kompetensi.
2. Penguatan literasi dan nurasi
Penguatan literasi dan numerasi merujuk pada upaya untuk meningkatkan
kemampuan individu dalam membaca, menulis, memahami, dan menggunakan
informasi (literasi) serta kemampuan dalam menghitung, memahami, dan
menggunakan angka (numerasi). Ini termasuk pengembangan keterampilan
membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, serta kemampuan untuk
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Penguatan literasi dan
numerasi penting karena keduanya merupakan dasar bagi kesuksesan dalam
pendidikan, karier, dan kehidupan sehari-hari. Ini juga membantu individu dalam
mengakses, memahami, dan berpartisipasi dalam masyarakat yang semakin
kompleks dan berubah dengan cepat.

13
3. Pengembangan karakter
Pengembangan karakter merujuk pada proses pendidikan yang bertujuan untuk
membentuk nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang positif pada individu. Ini
melibatkan pengenalan, pemahaman, dan penguatan nilai-nilai seperti integritas,
kejujuran, tanggung jawab, kerjasama, dan rasa hormat terhadap orang lain. Proses
ini tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga emosional, sosial, dan
moral. Tujuannya adalah untuk membantu individu menjadi pribadi yang baik,
bertanggung jawab, dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
4. Pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran
Pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran merujuk pada penggunaan berbagai
jenis teknologi, seperti komputer, perangkat mobile, internet, dan perangkat lunak,
sebagai alat atau sumber daya untuk meningkatkan proses pembelajaran. Hal ini
melibatkan penggunaan teknologi untuk mendukung pengajaran, memfasilitasi
akses terhadap informasi, meningkatkan interaktivitas, memfasilitasi kolaborasi,
dan menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih menarik dan efektif.
Pengintegrasian teknologi juga dapat membantu siswa mengembangkan
keterampilan teknologi yang diperlukan untuk sukses di dunia yang semakin
terhubung secara digital.
5. Penilaian Auntentik
Penilaian autentik adalah pendekatan dalam penilaian pembelajaran yang
menekankan pada evaluasi kinerja siswa dalam konteks situasi nyata atau relevan
dengan kehidupan sehari-hari. Dalam penilaian autentik, siswa diminta untuk
menyelesaikan tugas atau proyek yang menuntut penerapan pengetahuan dan
keterampilan dalam situasi yang menyerupai kondisi dunia nyata. Penilaian ini
bertujuan untuk menilai pemahaman dan kemampuan siswa dalam menggunakan
pengetahuan mereka dalam konteks yang bermakna, daripada sekadar mengingat
fakta atau menguasai keterampilan tanpa melihat relevansinya dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh dari penilaian autentik termasuk proyek berbasis masalah, studi
kasus, presentasi, dan simulasi.

14
4 Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar
1. Peran pemerintah, sekolah, guru dan masyarakat
a. Pemerintah
Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar. Mereka bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan
pendidikan yang mendukung visi dan tujuan kurikulum tersebut. Ini mencakup
penetapan standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, penyediaan sumber
daya yang memadai, serta pembentukan kurikulum yang relevan dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus
memberikan dukungan keuangan yang memadai untuk memastikan sekolah
memiliki fasilitas dan infrastruktur yang memadai untuk mengimplementasikan
kurikulum tersebut.
Peran pemerintah dalam implementasi Kurikulum Merdeka meliputi:
1. Kebijakan: Menyusun kebijakan yang mendukung fleksibilitas kurikulum
di tingkat sekolah, termasuk pedoman dan regulasi yang memungkinkan
adaptasi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lokal.
2. Pendanaan: Memberikan alokasi anggaran yang mencukupi untuk
mendukung pelaksanaan Kurikulum Merdeka, termasuk untuk pelatihan
guru, pengembangan materi pembelajaran, dan fasilitas pendukung lainnya.
3. Monitoring dan evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan Kurikulum Merdeka di sekolah-sekolah untuk memastikan
bahwa tujuan pendidikan dan standar mutu tetap tercapai.
4. Dukungan teknis: Memberikan bimbingan teknis dan sumber daya lainnya
kepada sekolah dan guru dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi Kurikulum Merdeka.
5. Keterlibatan stakeholder: Mendorong keterlibatan berbagai pihak,
termasuk orang tua siswa, komunitas lokal, dan lembaga terkait lainnya,
dalam proses perencanaan dan implementasi Kurikulum Merdeka.
Dengan peran yang kuat dari pemerintah, implementasi Kurikulum
Merdeka diharapkan dapat berjalan dengan baik dan efektif sesuai dengan
visi dan tujuan pendidikan nasional.

15
b. Sekolah
Sekolah adalah ujung tombak dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar.
Mereka bertanggung jawab langsung untuk menerapkan kurikulum tersebut di
ruang kelas. Peran sekolah mencakup perencanaan pembelajaran, pengorganisasian
kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung kurikulum, serta evaluasi terhadap
pencapaian siswa. Sekolah juga harus memastikan bahwa semua guru dan staf
terlibat secara aktif dalam memahami dan melaksanakan kurikulum tersebut dengan
baik.
Peran sekolah dalam implementasi Kurikulum Merdeka meliputi:
1. Merancang Kurikulum: Sekolah bertanggung jawab dalam merancang
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa serta
konteks lokal, dengan memperhatikan tujuan pendidikan nasional dan
standar kompetensi yang ditetapkan.
2. Menyesuaikan Pembelajaran: Mengadaptasi metode pembelajaran dan
strategi pengajaran sesuai dengan kurikulum yang telah dirancang, untuk
memastikan pembelajaran yang relevan, menarik, dan efektif bagi siswa.
3. Mengelola Sumber Daya: Mengelola sumber daya yang tersedia, seperti
tenaga pengajar, fasilitas pendidikan, dan materi pembelajaran, untuk
mendukung pelaksanaan kurikulum secara optimal.
4. Menerapkan Evaluasi: Melakukan evaluasi terhadap kemajuan belajar
siswa sesuai dengan kurikulum yang telah dirancang, serta menggunakan
hasil evaluasi tersebut untuk meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.
5. Berkomunikasi dengan Stakeholder: Berkomunikasi secara efektif
dengan berbagai pihak terkait, termasuk guru, siswa, orang tua, dan
masyarakat lokal, untuk memperoleh masukan dan dukungan dalam
implementasi Kurikulum Merdeka.
Melalui peran yang proaktif dan berorientasi pada siswa, sekolah diharapkan
dapat menjadi agen perubahan yang mampu mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka dengan sukses, sehingga dapat menciptakan lingkungan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi setiap individu

16
c. Guru
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar karena mereka adalah orang yang langsung berinteraksi dengan
siswa di ruang kelas. Guru harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang
kurikulum, mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang inovatif dan
relevan dengan kebutuhan siswa, serta memberikan umpan balik yang konstruktif
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, guru juga harus senantiasa
mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang pendidikan dan mengadaptasi
metode pembelajaran mereka sesuai kebutuhan.
Peran guru dalam implementasi Kurikulum Merdeka meliputi:
1. Fasilitator Pembelajaran: Guru bertanggung jawab dalam menyajikan
materi pembelajaran dan memfasilitasi proses belajar mengajar sesuai
dengan kurikulum yang telah dirancang, dengan memperhatikan kebutuhan
dan minat siswa.
2. Penilaian dan Evaluasi: Melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar
siswa dan memberikan umpan balik yang konstruktif untuk membantu
siswa mencapai potensi maksimalnya.
3. Pengembangan Profesional: Terus mengembangkan diri melalui pelatihan
dan pembelajaran mandiri untuk meningkatkan keterampilan mengajar serta
memahami secara mendalam konsep dan prinsip Kurikulum Merdeka.
4. Kolaborasi dengan Rekan Kerja: Berkolaborasi dengan sesama guru dan
staf sekolah untuk saling bertukar pengalaman, mendiskusikan strategi
pengajaran yang efektif, dan merancang pembelajaran lintas mata pelajaran
yang terintegrasi.
d. Masyarakat
Masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar. Mereka dapat memberikan dukungan moral kepada siswa dan
guru, berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, serta memberikan masukan dan umpan
balik kepada pemerintah dan sekolah terkait dengan pelaksanaan kurikulum. Selain
itu, masyarakat juga dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan lokal dan

17
memberikan saran untuk meningkatkan relevansi kurikulum dengan kebutuhan
nyata di masyarakat.
Peran masyarakat dalam implementasi Kurikulum Merdeka meliputi:
1. Dukungan terhadap Sekolah: Memberikan dukungan moral, finansial,
dan materiil kepada sekolah dalam melaksanakan Kurikulum Merdeka,
termasuk melalui partisipasi dalam kegiatan sekolah dan penggalangan
sumber daya.
2. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan: Terlibat dalam proses
pengambilan keputusan terkait dengan kurikulum dan pembelajaran di
sekolah, seperti melalui forum orang tua, pertemuan komunitas, atau
kelompok advokasi pendidikan.
3. Memberikan Masukan: Memberikan masukan dan umpan balik kepada
sekolah dan guru mengenai kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap
pendidikan, sehingga kurikulum dapat lebih relevan dengan konteks lokal
dan kebutuhan siswa.
4. Memfasilitasi Pembelajaran di Luar Sekolah: Mendukung kegiatan
pembelajaran di luar sekolah, seperti kegiatan ekstrakurikuler, kunjungan
lapangan, dan program pengabdian masyarakat, yang dapat memperkaya
pengalaman belajar siswa sesuai dengan Kurikulum Merdeka.
2. Tantangan dan hambatan dalam implementasi
a. Tingkat pemahaman siswa, kemampuan berpikir siswa, keterampilan siswa,
gaya belajar, tingkat percaya diri, dan tingkat konsentrasi siswa yang beraneka
ragam sehingga guru kesulitan dalam model pembelajaran dan assesmen yang
akan digunakan dalam pembelajaran.
b. Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah. Keterbatasan ini
membuat guru kesulitan dalam mencari berbagai macam sumber referensi
contoh pembelajaran yang berbeda.
c. Keterbatasan referensi guru mengenai model pembelajaran yang dapat
mengakomodasi pembelajaran berdeferesiasi. Guru kesulitan menentukan model
pembelajaran yang tepat sehingga trial and error.

18
d. Guru memiliki keterbatasan pengetahuan awal dan penguasaan materi dan
kontekstual sehingga kesulitan dalam menyusun pertanyaan pemantik. Selain itu
softskill yang dimiliki guru menjadi kendala karena masih banyak guru yang
belum mampu menunjukan kontribusinya dalam cakap berinteraksi berdasarkan
tuntutan kurikulum merdeka melainkan fokus pada teori saja belum ada
akselerasi yang jelas dalam membangun sebuah pendekatan dalam pemanfaatan
teknologi.
e. Guru belum memahami cara menurunkan/ menerjemahkan Capaian
Pembelajaran menjadi tujuan pembelajaran, sehingga materi yang diberikan
belum mengacu pada materi esensial, melainkan masih mengacu pada kurikulum
sebelumnya.
3. Upaya peningkatan kualitas implementasi
a. Pelatihan dan pembinaan kepada guru dan staf sekolah tentang konsep dan
metode Kurikulum Merdeka Belajar.
b. Pengembangan materi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Kurikulum Merdeka Belajar, seperti pembelajaran berbasis proyek,
pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis pengalaman.
c. Pemberian dukungan dan sumber daya yang memadai kepada sekolah untuk
mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar, termasuk teknologi
pendukung pembelajaran.
d. Pembentukan tim atau kelompok kerja di tingkat sekolah untuk memantau dan
mengevaluasi implementasi Kurikulum Merdeka Belajar secara berkala.
e. Kolaborasi antar sekolah atau antar lembaga pendidikan dalam berbagi
pengalaman dan praktik terbaik dalam menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar.
f. Melibatkan stakeholder lain, seperti orang tua dan masyarakat, dalam
mendukung implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di tingkat local.
5 Studi kasus
1. Pengalaman implementasi kurikulum merdeka belajar disekolah
Implementasi Kurikulum Merdeka di ketinggian SD/MI mengutamakan pada
pembelajaran berbasis proyek demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Hal ini juga
sangat relevan dengan pembelajaran abad-21 yang membekali peserta didik dengan

19
keterampilan 4C yang dibutuhkan dalam menjawab tantangan zaman. Terdapat 3
(tiga) pilihan dalam penerapan atau implementasi kurikulum merdeka (IKM) di
jenjang SD/MI, yaitu: Katagori Mandiri Belajar, katagori mandiri berubah dan
katagori mandiri berbagi pada jenjang kelas I dan kelas IV SD/MI mulai tahun ajaran
2022/2023.
6 Evalusi Kurikulum Merdeka Belajar
1. Indikator Evaluasi
a) Keterlibatan Stakeholder: Sejauh mana para pemangku kepentingan, termasuk
guru, siswa, orang tua, dan masyarakat setempat, terlibat dalam proses
perancangan dan implementasi kurikulum.
b) Relevansi Kurikulum: Sejauh mana kurikulum yang disusun sesuai dengan
kebutuhan dan konteks sosial, ekonomi, dan budaya siswa serta kebutuhan pasar
kerja lokal.
c) Kesesuaian dengan Standar Pendidikan: Sejauh mana Kurikulum Merdeka
memenuhi standar pendidikan nasional dan internasional yang telah ditetapkan.
d) Fleksibilitas Kurikulum: Seberapa fleksibel kurikulum dalam menyesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan siswa serta kondisi lokal.
e) Pengukuran Kinerja Siswa: Efektivitas kurikulum dalam menghasilkan
pencapaian kompetensi dan prestasi siswa, baik secara kognitif maupun non-
kognitif.
f) Keseimbangan antara Pengetahuan dan Keterampilan: Sejauh mana
kurikulum mendorong pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang seimbang.
g) Penggunaan Teknologi dan Inovasi: Sejauh mana kurikulum memanfaatkan
teknologi dan inovasi dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi.
h) Evaluasi dan Pembaruan Berkelanjutan: Ketersediaan sistem evaluasi yang
memungkinkan untuk penilaian berkelanjutan terhadap kurikulum serta
fleksibilitas dalam melakukan perubahan dan penyesuaian yang diperlukan.

20
2. Penilaian keberhasilan
Penilaian keberhasilan Kurikulum Merdeka dapat dilakukan dengan melihat
sejumlah faktor, termasuk:
a. Pencapaian Akademis Siswa: Mengukur apakah siswa mencapai kompetensi
yang diharapkan dalam kurikulum, baik secara kognitif maupun non-kognitif.
b. Partisipasi dan Keterlibatan: Menilai tingkat partisipasi dan keterlibatan
siswa, guru, orang tua, dan komunitas dalam proses pembelajaran dan
pengembangan kurikulum.
c. Relevansi dengan Kebutuhan Pekerjaan: Menilai sejauh mana kurikulum
mempersiapkan siswa untuk masuk ke dunia kerja atau melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi.
d. Penggunaan Sumber Daya: Menilai efisiensi penggunaan sumber daya,
termasuk tenaga pengajar, fasilitas, dan waktu, dalam implementasi kurikulum.
e. Peningkatan Keterampilan Hidup: Menilai apakah kurikulum membantu
siswa mengembangkan keterampilan hidup, seperti keterampilan sosial,
keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan komunikasi.
f. Penerimaan Masyarakat: Mengukur tingkat penerimaan dan dukungan
masyarakat terhadap Kurikulum Merdeka serta apakah kurikulum memenuhi
harapan mereka.
g. Ketercapaian Tujuan Pendidikan Nasional: Menilai sejauh mana kurikulum
membantu mencapai tujuan pendidikan nasional, seperti peningkatan kualitas
pendidikan, kesetaraan pendidikan, dan peningkatan daya saing bangsa.
h. Fleksibilitas dan Keadaptabilitas: Menilai sejauh mana kurikulum mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan, kebutuhan siswa, dan kemajuan
teknologi.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Esensi kemerdekaan berpikir,
menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada
siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada
proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan
pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Kemunculan kurikulum merdeka belajar menunjang tersebarluasnya pendidikan di
Indonesia secara merata, dengan kebijakan afirmasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap
peserta didik yang berada didaerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Tidak hanya itu
saja, kurikulum merdeka belajar juga akan mengubah metode belajar yang awalnya
dilaksanakan di ruang kelas, kemudian diubah menjadi pembelajaran di luar kelas.
Pembelajaran di luar kelas akan memberikan peluang yang lebih besar bagi peserta didik,
untuk berdiskusi dengan guru. Pembelajaran di luar kelas akan membentuk karakter
peserta didik, baik dalam keberanian mengutarakan pendapat saat diskusi, kemampuan
bergaul secara baik, menjadi peserta didik yang berkompetensi, sehingga dengan
sendirinya karakter peserta didik semakin terbentuk.
3.2 Saran
1. Pahami konsep "Merdeka Belajar" dengan baik. Fleksibel dalam mengatur
pembelajaran sesuai kebutuhan siswa.
2. Ajak siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran.
3. Kaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Gunakan teknologi
untuk menarik minat siswa dalam pembelajaran.
4. Evaluasi siswa berdasarkan kemampuan yang mereka kuasai.
5. Kerja sama dengan semua pihak terkait untuk dukung proses pembelajaran.

22
DAFTAR USTAKA
Bahrum Subagiya. Jurnal 2022. Dengan penelitian berjudul “Pengembangan Kurikulum dan
Teori-Teori Belajar di Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Ibn Khaldun
Bogor”. Vol. 3, No. 2, 2022, e-ISSN. 2723-5386, hlm. 69-86 DOI: 10.32832 / itjmie. v3i2.
7639. http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/JIEM.

Dewi Rahmadayanti dan Agung Hartoyo. Jurnal 2022. Dengan penelitian berjudul “Potret
Kurikulum Merdeka, Wujud Merdeka Belajar di Sekolah Dasar”. Universitas Tanjungpura
Indonesia. Volume 6 Nomor 4 Tahun 2022 Halaman 7174 - 7187 Research & Learning in
Elementary Education https://jbasic.org/index.php/basicedu.

Evi Hasim. Jurnal 2020. Dengan penelitian berjudul “Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar
Perguruan Tinggi Di Masa Pandemi Covid-19”. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo,
14 Juli 2020.

Farah Dina Insani. Jurnal 2019. Dengan penelitian berjudul “Sejarah Perkembangan Kurikulum
Di Indonesia Sejak Awal Kemerdekaan Hingga Saat Ini”. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Vol. VIII No.1, Th.2019. P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232. Edisi:
Januari-Juni 2019. Hal. 43-64.

Maman Suryaman. Jurnal 2020. Dengan penelitian berjudul “Orientasi Pengembangan


Kurikulum Merdeka Belajar”. Universitas Negeri Yogyakarta. 21 Oktober 2020, E-ISBN:
978-602-5830-27-3. https://ejournal.unib.ac.id/index.php/semiba/issue/view/956/

Muhammad Rouf, dkk. Jurnal 2020. Dengan penelitian berjudul “Pengembangan Kurikulum
Sekolah: Konsep, Model Dan Implementasi”. Al-Ibrah. Vol. 5 No. 2 Desember 2020.

Muhammad Rusli Baharuddin. Jurnal 2021. Dengan penelitian berjudul “Adaptasi Kurikulum
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Fokus: Model MBKM Program Studi)”. Universitas
Cokroaminoto Palopo Indonesia. Vol. 4, No. 1, Januari – April 2021, ISSN 2654-6477.

Neliwati, dkk. Jurnal 2023. Dengan penelitian berjudul “Kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar
Di Sekolah”. Vol. 4 No. 2 Agustus 2023. pp. 117-120. ISSN: 2721-7795. DOI: 10.30596/
jppp.v4i2.15475.

Rosnaeni, dkk. Jurnal 2022. Dengan penelitian berjudul “Model-Model Pengembangan


Kurikulum Di Sekolah”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Vol 4 No 1 Tahun 2022. p-
ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i1.1776.

Yose Indarta, dkk. Jurnal 2022. Dengan penelitian berjudul “Relevansi Kurikulum Merdeka
Belajar dengan Model Pembelajaran Abad 21 dalam Perkembangan Era Society 5.0”. Vol.
4 No. 2 Tahun 2022. Halm 3011 – 3024. p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i2.2589.

23

Anda mungkin juga menyukai