Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah Arah Kecenderungan dan Isu Pembelajaran Fisika

Merdeka Belajar

Dosen Pengampu :
Dr. Ridwan A Sani, M.Si

Oleh :

Lusi Mardiah 8206175005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


PROGRAM PASCASARJANA
2020
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, maka
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Merdeka Belajar” dan dengan
harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan refrensi bagi kita
sehingga lebih mengetahui tentang metodologi pembelajaran fisika.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta
dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya.Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Desember 2020

Lusi Mardiah

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATAPENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian merdeka belajar...................................................................2
2.2 Karakteristik dan arah kebijakan-kebijakan dalam merdeka belajar....3
2.3 Paradigma Pendidikan 4.0 dengan heutagogi......................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kemendikbud telah memutuskan untuk menghapus Ujian Nasional (UN)


pada 2021 mendatang. Sebagai penggantinya adalah Asesmen Kompetensi
Minimum (AKM), Survei Karakter dan survey lingkungan belajar. Asesmen
dilaksanakan tidak berdasarkan atas penguasaan materi kurikulum seperti yang
selama ini diterapkan dalam UN, namun dirancang khusus untuk fungsi pemetaan
dan perbaikan mutu pendidikan secara nasional. Untuk mengetahui sejauh mana
penerapan asas-asas pancasila oleh peserta didik dilakukan survey karakter. Hasil
survei karakter dapat dijadikan tolak ukur untuk memberikan umpan balik ke
sekolah agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga
membuat peserta didik lebih kuat memahami dan menerapkan nilai-nilai dalam
pancasila melalui proses pembelajaran. Lingkungan menyediakan ransangan
(stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons
terhadap lingkungan dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri
individu berupa perubahan tingkah laku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian merdeka belajar.
2. Bagaimana karakteristik dan arah kebijakan-kebijakan dalam merdeka
belajar
3. Bagaimana Paradigma Pendidikan 4.0 dengan heutagogi.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian merdeka belajar
2. Untuk mengetahui karakteristik dan arah kebijakan-kebijakan dalam
merdeka belajar
3. Untuk mengetahui paradigma Pendidikan 4.0 dengan heutagogi.
1.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Merdeka Belajar


Ki Hajar Dewantara menekankan berulang kali tentang kemerdekaan
belajar. “...kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak
berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau disuruh mengakui buah pikiran
orang lain, akan tetap biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahaun
dengan menggunakan pikirannya sendiri...” Ki Hadjar Dewantara (buku
Peringatan Taman-Siswa 30 Tahun, 1922-1952). Anak pada dasarnya mampu
berpikir untuk “menemukan” suatu pengetahuan. Apa arti kemerdekaan dalam
pernyataan beliau tersebut? Dalam sebuah tulisan di buku Pendidikan, beliau
menyatakan “Dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa
kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada
orang lain, dan dapat mengatur diri sendiri”. Berdiri sendiri berarti kemerdekaan
belajar mengakui anak sebagai pemilik belajar. Anak mempunyai kewenangan
dan inisiatif untuk belajar. Anak belajar tidak harus berhimpun dalam suatu
kesatuan seperti kelas atau rombongan belajar. Tidak tergantung pada orang
lain berarti anak belajar tanpa tergantung pada hadir atau tidak hadirnya
orang dewasa.
Dengan atau tanpa kehadiran guru di kelas atau dengan atau tanpa
kehadiran orang tua di rumah, anak-anak tetap belajar.Dapat mengatur diri
sendiri berarti anak mempunyai kemampuan untuk mengelola diri dan
kebutuhan belajarnya. Ia dapat memilih cara dan media belajar yang sesuai
dengan diri dan kondisi di sekitarnya. Ia dapat mengatur jadwal aktivitasnya
untuk mencapai tujuan belajar.Kemerdekaan belajar adalah perkara subtansial,
menjadi prasyarat terpenuhinya capaian-capaian belajar yang lain. Tanpa
kemerdekaan belajar, anak tidak bisa belajar gemar belajar. Tanpa
kemerdekaan belajar, pendidikan budi pekerti tidak akan mencapai tujuannya
karena semua perilaku bukan dilandasi kesadaran. Kemerdekaan belajar
dahulu, gemar belajar kemudian.
Menurut Mendikbud R.I, Nadiem Makarim bahwa “merdeka belajar”
adalah kemerdekaan berpikir. Terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada

2
pada guru dulu. Tanpa terjadi dengan guru, tidak mungkin terjadi dengan
muridnya. Dia mencontohkan banyak kritik dari kebijakan yang akan ia terapkan.
Misalnya, kebijakan mengembalikan penilaian Ujian Sekolah Berbasis Nasional
ke sekolah.Salah satu kritiknya, kata Nadiem, menyebutkan banyak guru dan
kepala sekolah yang tak siap dan belum memiliki kompetensi untuk
menciptakan penilaian sendiri. Nadiem mengapresiasi kritik itu. Seharusnya tak
ada orang yang meremehkan kemampuan seorang guru. Kompetensi guru di
level apapun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan
kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.Tanpa
guru melalui proses interpretasi, refleksi dan proses pemikiran secara
mandiri, bagaimana menilai kompetensinya, bagaimana menerjemahkan
kompetensi dasar, ini menjadi suatu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang baik. Menurutnya, bahwa pembelajaran tidak akan terjadi jika
hanya administrasi pendidikan yang akan terjadi. "Paradigma merdeka belajar
adalah untuk menghormati perubahan yang harus terjadi agar pembelajaran
itu mulai terjadi diberbagai macam sekolah.
2.2 Karakteristik dan arah kebijakan-kebijakan dalam merdeka belajar
Karakteristik kebijakan merdeka belajar ada 5 yaitu :
1. Pendidikan Dasar (basic education)
2. Wajib Belajar (compulsory education)
3. Bebas Biaya (free basic education)
4. Public School (Public Investment)
5. Literacy & Numeracy
Ada 4 kebijakan pendidikan nasional “merdeka belajar“ di Indonesia diantaranya:
1. USBN menjadi asesmen oleh sekolah.
Menilai kompetensi siswa, melalui tes tertulis dan bentuk penilaian lain
yang komprehensif. Guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil
belajar siswa. Anggaran USBN dialihkan untuk pengembangan kapasitas
guru dan sekolah.
2. UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum & Survei Karakter.
Tidak mengukur penguasaan materi mapel dlm kurikulum seperti yang
diukur melalui UN selama ini. UN ke depan dilakukanuntuk pemetaan

3
kompetensi minimum literasi & numerasi siswa, dan memperkuat aplikasi
pembelajaran yang diukur oleh PISA dan TIMSS. Dilakukan di tengah
jenjang sekolah (kelas 4, 8, 11).
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Guru bebas memilih, membuat, mengembangkan, dan menggunakan
format RPP atas prakarsa dan inovasi sendiri. RPP dipersingkat yang
berisi tujuan, kegiatan dan asesmen pembelajaran. Penulisan RPP efisien
dan efektif agar guru punya waktu untuk menyiapkan dan evaluasi proses
pembelajaran secara terarah.
4. Sistem Zonasi PPDB dilaksanakan secara fleksibel.
mengatasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Ada
patokan standar PPDB antar-daerah, yaitu: jalur zonasi menerima siswa
minimal 50%, jalur afirmasi minimal 15%, jalur perpindahan maksimal
5%, dan jalur prestasi atau sisa 0-30%, sesuai dengan kondisi daerah.
"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah
zonasi.
Tugas yang harus dilakukan guru untuk mendukung pelaksanaan merdeka
belajar diantaranya :
a. Merdeka belajar perlu memperhatikan aspek keadilan & mutu pendidikan
sebagai dua bilah mata uang
1. Lifelong learning adalah tema sentral dalam era 4IR (Shwab, 2016);
basic educationyang bermutu dan berkeadilan adalah instrumen ampuh
untuk mewujudkannya.
2. Konsep keadilan: keadilan pendidikan memberikan kemungkinan yang
sama bagi semua siswa yang berasal dari berbagai latar belakang sosial
ekonomi & wilayah untuk memperoleh akses dan sukses dalam.
3. Free & compulsory basic education: adalah prasyarat untuk
mewujudkan layanan pendidikan yang adil dan bermutu,
4. Lirerasi dan numerasi semakin Perlu didukung oleh kapasitas Pemda
(fiscal & educational) yang memadai agar tidak secara terus-menerus
mengandalkanPemerintah.

4
b. Merdeka Belajar terkait dengan upaya sekolah dalam menenamkan
Lifelong Learning Capacity (LLC) sebagai Tema Sentral Revoluasi
Industri Ke-4
1. LLC akan berkembang cepat jika siswa menguasai literasi dan
numerasi dasar (basic literacy and Numeracy) aplikasinya melalui
literasidan numerasi digital.
2. Kemampuan penting artinya dalam lingkungan digital, namun sulit
dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran konten
(matapelajaran). Diperlukan proses pelatihan terus menerus selama
sekolah, yaitu:
 Membaca, memahami materi bacaan dengan cepat.
 Menulis, menuangkan gagasan melalui tulisan sederhana,
mudah difahami, dan santun
 Menyimak, menangkap isi pembicaraan orang lain secara cepat
dan tepat
 Menutur, mengungkapkan gagasan secara lisan secara
sederhana, mudah difahami, dan santun.
 Berhitung, memahami logika angka, bidang dan ruang untuk
mempertajam fikiran dalam praktek sehari-hari dan
 Dalam lingkungan digital perlu juga dikembangkan
mindsetdigital melalui aplikasi Literasi dan numerasi digital.
3. Penguasaan numerasi (matematik) dapat mempertajam analisis
seseorang terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan.
c. Merdeka belajar diperlukan untuk mewujudkan mutu pendidikan
berkelanjutan. Mutu Pendidikan dapat dikonsepsikan sebagai berikut:
 Inti dari mutu pendidikan adalah mutu kompetensi siswa, literasi
dan numerasi, mutu siswa masuk sekolah.
 Inti dari mutu pendidikan itu ditentukan oleh dua faktor besar,
yaitu Sekolah (mutu proses pembelajaran : kompetensi guru dan
KS, dukungan anggaran, fasilitas sekolah) sebagai faktor yang
dapat diubah (Maleable factors) dan lingkungan

5
(bekerja&berusaha dan multi stake holers) sebagai faktor yang
tidak dapat diubah (un-maleable factors)
Merdeka belajar perlu mengubah mindset tentang Anak :
Fixed Mindset Growth Mindset
Kemampuan yang dimiliki Setiaporang mempunyai kapasitas
Anak adalah mutlak dan potensial
tidak dapat dirubah,
Ada pinter ada bodoh yang Potensi itu selalu bisa dikembangkan
diukur hanya kemampuan melalui kemampuan berfikir kritis &
akademik kreatif terhadap permasalahan yang
nyata
Kecerdasan diturunkan Didukung“ lifelong learning capacity
secara genetik atau belajar seumur hidup”
Prestasi disimbolkan dengan
angka(grade)
Bentuk Kekeliruan Fixed Mindset yang Terjadi di Sekolah :
1. Menghafal teori atau konsep.
2. Belajar terlalu deduktif, (hanya menyampaikan teori & konsep).
3. Penilaianyang terlalu vertical (minus horizontal)
4. “Teacher Centered learning” kurang mampu membangkitkan motivasi
belajar anak
5. Image yang keliru: Matematika/IPA itu sulit?; Ilmu Sosial itu hafalan?
6. Kemampuan literasi tidak dilatih sejak kecil secara optimal.

Untuk mewujudkan merdeka belajar perlu transforasi kurikulum sekolah dan


pembelajaran. Transformasi Kurikulum Sekolah Terkait dengan Kurikulum
Sekolah Sesuai dengan UUSPN No. 20/2003
1. Dalam UUSPN No. 20/2003 , pasal 36 ayat (3) Kurikulum disusun
dengan memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan.
2. Pasal 37 ayat (1) “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat keterampilan/kejuruan dan muatan lokal (muatan lokal bukan
hanya sekadar mata pelajaran yang hanya 2 jam tetapi semua konten
dan proses pendidikannya berorientasi wilayah).

6
3. PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 14
ayat (1): kurikulum SD/SMP/SMA dan/atau bentuk lain yang sederajat
memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
4. Pemberdayaan potensi lokal yang terintegrasi dengan program
pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan suatu bentuk
demokratisasi dan desenteralisasi pendidikan sebagai salah satu
paradigma baru pendidikan nasional sesuai amanat UUSPN No.
20/20035.
5. UUPD No. 23/2014, Pendidikan menengah adalah urusan wajib
Provinsi, dan pendidikan dasar adalah urusan wajib Kab/kota yang
banyak menimbulkan masalah dalam pengelolaannya
Merdeka belajar memerlukan transformasi kurikulum sekolah kearah
kurikulum sekolah yang terdiversifikasi :
1. Standar Nasional disusun oleh pusat untuk dijabarkan lebih lanjut menjadi
standar provinsi dan standar Kabupaten/kota; standar pendidikan perlu
diukur dan diremajakan secara teratur.
2. Program pendidikan beragam tujuannya, maka pendidikan yang berbasis
kepentingan nasional melalui PPKN, Pend. Agama, Bhs Indionesia,
Matematik dan Pendidikan Global akan memjadi alat pemersatu bangsa.
3. Pendidikan dan pelatihan literasi dan numerasi dasar adalah inti dari
kurikulum sekolah menuju berkembangka kemampuan belajar sepanjang
hayat.
4. Beban pendidikan pengetahuan dasar (mata pelajaran) harus dikurangi
sebatas yang diperlukan untuk praktek, dan dilaksanakan melalui
pembelajarabn tematik.
5. Sebagian besar konten kurikulum sekolah adalah aplikasi literasi dalam
bentuk kecakapan hidup (life skills) sesuai dengan kebutuhan wilayah;
pemda perlu diberikan wewenang dan kemampuan untuk menyusun
kurikulum tersebut.
6. Sekolah diberikan kewenangan untuk membuat menu Pendidikan life
skills pilihan perorangan dan sekolah harus dapat menjamin
penyelenggaraannya

7
Mewujudkan Kemerdekaan Belajar buat Anak Pelaksanaan kemerdekaan
belajar tidak membutuhkan infrastruktur atau anggaran yang besar. Ada
beberapacara yang bisa dilakukan untuk membangun kemerdekaan belajar
buat anak, sebagai berikut:
a. Pada skala nasional, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bisa
mengadakan survey aspirasi dan keterlibatan (engagement) anak dalam
proses belajar di sekolah dan rumah. Setidaknya, dengarkan apa yang
ingin dipelajari anak atau apa kondisi yang terbukti mendukung anak
belajar lebih efektif. Hasil survey ini dijadikan umpanbalik dan
rekomendasi kepada para pelaku dalam ekosistem pendidikan.
b. Pada tingkat nasional dan daerah, tinjau kembali semua kebijakan
yang secara langsung atau tidak langsung membatasi kemerdekaan
belajar anak. Pada lingkup daerah, pemerintah daerah melepaskan
indikator capaian belajar siswa sebagai indikator untuk menilai kinerja
sekolah dan dinas pendidikan daerah. Tumbuhkan kemandirian dan
tanggung jawab sekolah dan guru sebagai satuan pendidikan yang otonom.
c. Pada lingkup komunitas, adakan dan perbanyak kegiatan non
kompetisi untuk anak seperti:forumbagi anak untuk menampilkan
hasil karyanya. Dengan kegiatan non kompetisi, anak lebih
merdeka mengekspresikan potensi dirinya tanpa harus takut kalah atau
dipermalukan.
d. Pada lingkup kelas dan rumah, guru dan orang tua dapat lebih
banyak mengajukan pertanyaan pada anak untuk mendapatkan
masukan dalam mengambil keputusan terkait proses belajar anak. Beri
stimulasi bacaan bermutu, beri kesempatan eksplorasi lingkungan sekitar,
beri kesempatan menganalisis bacaan dan lingkungannya tersebut.

2.3 Paradigma Pendidikan 4.0

8
Paradigma proses pembelajaran pada revolusi industri 4.0 adalah
personilized, big capacity computerizing, dan distance learning. Revolusi industri
4.0 turut memicu paradigma pendidikan baru yakni pendidikan 4.0, yang
memunculkan sebuah terminologi baru yaitu heutagogi. Dalam istilah lain,
heutagogi disebut sebagai self-determined learning (Blaschke, 2012), dimana
pembelajaran dilihat sebagai sebuah proses yang ditentukan sendiri secara murni
oleh pembelajar. Perbedaannya dengan andragogi adalah dalam andragogi masih
terdapat peran antara guru dan siswa atau antara peserta dan fasilitator. Dalam
heutagogi peran itu sudah lebur, karena dua pihak atau lebih dalam pembelajaran
secara bersama-sama menjadi pembelajar. Pihak-pihak yang terlibat saling
menimba ilmu dan saling belajar dengan yang lain. Peran guru/fasilitator tidak
sebatas sebagai pemberi ilmu, tetapi perannya lebih dari itu yaitu pembelajar
sepanjang hayat, pemimpin pembelajaran, pengarah sumber belajar, pengarah
pembentuk jaringan, manajer keberagaman jaringan, dan pembuka komunikasi.
Pada konsep heutologi, peran guru di sekolah sebagai pengontrol dan
pengarah diminimalisasi karena pembelajar/siswa memiliki otonomi penuh untuk
mengontrol dirinya sendiri menjadi pembelajar yang aktif dan proaktif terhadap
proses pembelajaran. Kemandirian ini mencakup strategi belajar, memilih mana
yang penting untuk dipelajari, dan sumber belajarnya. Pendekatan ini menantang
cara berpikir tentang “belajar dan belajar”, mendorong guru berpikir lebih pada
proses ketimbang isi. Memungkinkan pembelajar lebih memahami dunia mereka
daripada dunia gurunya. Memaksa guru pindah ke dunia pembelajar, serta
memungkinkan guru melampaui disiplin mereka dan teori-teori yang ada.
Heutagogi menempatkan pembelajar benar-benar bertanggung jawab pada yang
dipelajari dan kapan mereka belajar, serta menyediakan kerangka kerja bagi
pembelajaran yang menempatkan orang dewasa yang bertanggung jawab untuk
lebih maju.
Implementasi pendekatan heutagogi dalam pelatihan guru pada tahuntahun
mendatang diantaranya :
a. Penguatan Pembelajaran HOTS
Penerapan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills) pada semua aktivitas pembelajaran dan kegiatan akademik lainnya harus

9
terus diupayakan. Kompetensi abad 21: komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis,
dan kreatif. Hal ini hanya akan tercapai apabila metode pembelajaran
mengunggulkan penalaran dibanding sekedar menghafal. Lingkungan kerja,
perkembangan informasi, perkembangan teknologi digital yang sangat cepat
memerlukan respon dan adaptasi yang cepat juga. Pemutakhiran kompetensi diri
di masa depan akan dilakukan setiap saat, sehingga program pelatihan dalam
periode tahunan menjadi kurang relevan. Guru akan belajar setiap saat dengan
struktur program fleksibel. Hal ini ditentukan oleh keinginan dan kebutuhan untuk
mengatasi kesenjangan (gap) antara kompetensi yang dikuasainya dan tuntutan
ideal saat itu.
b. Penguatan Literasi Digital
Penguasaan literasi digital (TIK) berkorelasi dengan kinerja guru.
Sedangkan berdasarkan beberapa laporan tingkat literasi digital guru masih rendah
. Literasi digital juga berkorelasi signifikan terhadap self-directed learning. Untuk
ini diperlukan program peningkatan kemampuan literasi digital yang tidak sebatas
belajar MS Word dan MS Excel.
c. Mengembangkan LMS yang lengkap dan handal
Learning management system (LMS) akan mengarahkan pembelajar
menjalani alur belajar yang benar. Materi pembelajaran disajikan secara lengkap.
Materi pembelajaran ini harus sinkron dengan kebutuhan guru itu sendiri (tuntutan
standar kompetensi guru) dan kebutuhan siswa secara riil. Dalam LMS ini akan
tercatat semua aktivitas guru, progres pembelajaran, nilai yang dicapai, sumber
belajar minimal, dan lain-lain.
d. Penerapan pelatihan g uru denganpendekatan heutagogi secara masif.
Setelah ketiga langkah di atas dilakukan, pelatihan guru dengan
pendekatan heutagogi dapat diselenggarakan. Rekaman capaian guru pada diklat
sebelumnya (nilai, materi yang telah ditempuh, dan lain-lain) dapat
dipertimbangkan untuk digunakan sebagai titik awal rekaman selanjutnya,
sehingga mereka tidak benar-benar memulai dari dasar. Hal ini juga menjadi
komitmen pemerintah untuk peningkatan keprofesian berkel anju tan, sebagai
program yang berkesinambungan.

10
BAB III
KESIMPULAN
1. Dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu
bersifat tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain,
dan dapat mengatur diri sendiri”. Berdiri sendiri berarti kemerdekaan
belajar mengakui anak sebagai pemilik belajar. Anak mempunyai
kewenangan dan inisiatif untuk belajar. Anak belajar tidak harus
berhimpun dalam suatu kesatuan seperti kelas atau rombongan belajar.
Tidak tergantung pada orang lain berarti anak belajar tanpa
tergantung pada hadir atau tidak hadirnya orang dewasa.
2. Ada 4 kebijakan pendidikan nasional “merdeka belajar“ di Indonesia
diantaranya:
 USBN menjadi asesmen oleh sekolah.
Menilai kompetensi siswa, melalui tes tertulis dan bentuk penilaian lain
yang komprehensif.
 UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum & Survei
Karakter.
Tidak mengukur penguasaan materi mapel dlm kurikulum seperti yang
diukur melalui UN selama ini.
 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Guru bebas memilih, membuat, mengembangkan, dan menggunakan
format RPP atas prakarsa dan inovasi sendiri.
 Sistem Zonasi PPDB dilaksanakan secara fleksibel.
mengatasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
3. Heutagogi disebut sebagai self-determined, dimana pembelajaran dilihat
sebagai sebuah proses yang ditentukan sendiri secara murni oleh
pembelajar. Perbedaannya dengan andragogi adalah dalam andragogi
masih terdapat peran antara guru dan siswa atau antara peserta dan
fasilitator. Dalam heutagogi peran itu sudah lebur, karena dua pihak atau
lebih dalam pembelajaran secara bersama-sama menjadi pembelajar.
Pihak-pihak yang terlibat saling menimba ilmu dan saling belajar dengan
yang lain.

11
DAFTAR PUSTAKA
Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Palyono. 1997. M, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sa’dullah,Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:

AlFabeta.Syafril, dkk. 2017. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Prenada.

Usman, M.U. (2006). Menjadi guru profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wardani, R. (2018). Century educator: menyongsong transformasi. Seminar


Nasional Dinamika Informatika Senadi UPY.

Zamroni, M. (2009). Perkembangan teknologi komunikasi dan dampaknya


terhadap kehidupan.

http://apadefinisinya.blogspot.comhttps://nasional.kompas.com/read/2019/12/14/1
4154601/nadiem-beberkan-konsep-merdeka-belajar-ini-3-catatan-dari-
pgrihttps://nasional.tempo.co/read/1283493/nadiem-makarim-merdeka-belajar-
adalah-kemerdekaan-berpikir/full&view=ok

12

Anda mungkin juga menyukai