Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEDUDUKAN FISIKA STATISTIK

DALAM FISIKA DAN HUKUM-HUKUM


TERMODINAMIKA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Fisika Statistik
Dosen Pengampu : Dr.Ridwan Abdullah Sani, M.Si

Disusun Oleh :
KENNY NATALIA (4153121031)
LUSI MARDIAH (4151121035)
MAIMUNAH AMELIYAH SIREGAR (4152121026)
NETTI NAINGGOLAN (4151121044)

FISIKA DIK C 2015

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1

1.3 Tujuan...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Fisika Statistik dalam Ilmu Fisika.............................................2

2.2 Pendekatan yang Digunakan dalam Fisika Statistik.....................................3

2.3 Fungsi Gamma dan Pendekatan Stirling.......................................................3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Kedudukan
Fisika Statistik dalam Fisika dan Hukum-Hukum Termodinamika dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterima kasih pada Bapak Dr.Ridwan Abdullah
Sani, M.Si selaku Dosen mata kuliah Fisika Statistik yang telah memberikan tugas ini.

       Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

      Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini
di waktu yang akan datang.

Medan, 09 Februari 2017

Tim Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fisika statistik adalah satu cabang ilmu fisika yang mengkaji system yang terdiri atas
banyak partikel dengan menggunakan pendekatan statistic. Konsep pada fisika statistik
dapat dipakai untuk menganalisis masalah interaksi antarsub-unit dengan jumlah sangat
besar, sementara interaksi individual antarsub unit itu sendiri sangat sulit untuk dijelaskan.
Alasan pengembangan mekanika statistik adalah untuk memberi landasan yang kokoh
bagi fenomena termodinamik. Mekanika statistik tidak seperti teori kinetik, tidak mengubah
secara detail anggapan tentang tumbukan molekul antar molekul atau molekung dengan
permukaan dinding. Akan tetapi megungkapkan bahwa molekul-molekul yang sangat
banyak dan sifat-sifat rata-rata sejumlah molekul yang besar yang dapat dihitung tanpa
informasi yang detail tentang molekul tertentu.
Berbeda dengan teori kinetik, untuk memahami gejala-gejala termodinamika dengan
pendektan yang lebih banyak memanfaatkan sifat-sifat statistik benda banyak. Molekul-
molekul gas misalnya sebagai kumpulan benda banyak tanpa menghiraukan perangai
masing-masing molekul satu persatu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah kedudukan fisika statistik dalam ilmu fisika ?
2. Apakah pendekatan yang digunakan dalam fisika statistik ?
3. Bagaimana bentuk fungsi gamma dan pendekatan stirling ?
4. Bagaimana hukum-hukum termodinamika?

1.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui kedudukan fisika statistik dalam ilmu fisika.
2. Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam fisika statistic.
3. Untuk memahami bentuk fungsi gamma dan pendekatan stirling.
4. Untuk mengetahui bagaimana hukum-hukum dalam besaran fisika.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Kedudukan Fisika Statistik dalam Ilmu Fisika


Pada dasarnya fisika statistik adalah sama kedudukanya di dalam ilmu fisika. Kedudukan
termodinamika dan fisika statistik ibarat pemahaman yang kontinu tentang suatu cabang ilmu
pengetahuan dimana terdapat hubungan kekerabatan yang sangat dekat sebab pokok bahasan dari
fisika statistik tidak lain adalah termodinamika lanjut.
Berkenaan dengan pemahaman kajian perbedaan termodinamika dan fisika statistik dimana
untuk pemahaman secara mikroskopik suatu sistem meliputi beberapa ciri khas seperti adanya
pengandaian bahwa sistem terdiri atas sejumlah molekul, dan kuantitas-kuantitas yang diperinci
tidak dapat diukur secara makroskopis. Contoh penerapan pandangan mikroskopik untuk cabang
ilmu fisika yaitu dalam fisika statistik itu sendiri. Bila kedua pandangan itu diterapkan pada
sistem yang sama maka keduanya harus meghasilkan kesimpulan yang sama. Ruang lingkup
fisika statistik meliputi dua bagian besar, yaitu teori kinetik dan mekanika statistik.
Cara pemahaman fisika statistik berbeda dengan mata kuliah fisika lain seperti gelombang,
termodinamika, dan mekanika. Dalam fisika statistik kita akan berangkat dari persoalan abstrak
yang sebenarnya merupakan bahan kajian orang matematika seperti permutasi dan kombinasi.
Fisika statistik dapat dipandang sebagai persoalan statistik matematik yang diberikan syarat
batas, sehingga persoalan matematika murni menjadi memiliki interpretasi fisika. Diperlukan
abstraksi yang cukup tinggi untuk memahami persoalan tersebut, dan tidak semua mahasiswa
bisa melakukannya. Sebenarnya ketika kita berhadapan dengan kumpulan partikel-partikel gas,
partikel atomik atau sub atomik lainnya, kita tidak bisa menghindari dari statistik. Sebab, jumlah
partikel yang kita kaji sangat besar, yaitu ordenya lebih dari 1020 partikel. Tiap partikel memiliki
enam variabel untuk mendeskripsikan dengan lengkap keadaan geraknya, yaitu tiga koordinat
ruang dan tiga komponen momentum. Sangat tidak mungkin menjelaskan dinamika partikel
tersebut satu per satu dengan jumlah partikel yang luar biasa banyak, meskipun menggunakan
semua komputer yang ada di dunia saat ini. Pendekatan yang diberikan oleh fisika statistik
adalah melihat sifat rata-rata dari partikel-paerikel tersebut tanpa kita harus melihat partikel
secara individual.

2.3 Pendekatan yang Digunakan dalam Fisika Statistik

2
Fisika statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat atau perilaku sistem yang
terdiri dari banyak partikel. Generalisasi perilaku partikel merupakan ciri pokok dari pendekatan
statistik. Sampai saat ini pendekatan statistik cukup memadai untuk merepresentasikan keadaan
sistem dan perilaku partikel penyusunnya. Oleh karena itu perlu disusun cara memahami
keadaan suatu sistem dan perilaku partikel pada sistem partikel yang memenuhi hukum-hukum
fisika klasik maupun fisika modern.
Sistem yang tersusun oleh partikel-partikel tidak identik (terbedakan) dan mematuhi
hukum-hukum fisika klasik dapat menggunakan pendekatan statistik klasik Maxwell-Boltzmann.
Sedangkan pada sistem yang tersusun oleh partikel-partikel identik (tidak terbedakan), hukum-
hukum fisika klasik tidak cukup memadai untuk merepresentasikan keadaan sistem dan hanya
dapat diterangkan dengan hukum-hukum fisika kuantum. Sistem semacam ini dapat didekati
dengan statistik modern, yaitu statistik Fermi-Dirac dan Bose-Einstein. Statistik Fermi-Dirac
sangat tepat untuk menerangkan perilaku partikel-partikel identik yang memenuhi larangan
Pauli, sedangkan statistik Bose-Einstein sangat tepat untuk menerangkan perilaku partikel-
partikel identik yang tidak memenuhi larangan Pauli.
Pendekatan statistik memiliki hubungan dekat dengan termodinamika dan teori kinetik.
Untuk sistem partikel di mana energi partikel bisa ditentukan, kita bisa menurunkan dengan
statistik mengenai persamaan keadaan dari suatu bahan dan persamaan energi bahan tersebut.
Pendekatan yang diberikan oleh fisika statistik adalah melihat sifat rata-rata dari partikel-
paerikel tersebut tanpa kita harus melihat partikel secara individual. Pemerian makroskopik suatu
system meliputi perincian beberapa sifat pokok sistem, atau sifat
skala besar dari sistem, yang dapat diukur berdasarkan atas penerimaan indera kita.
Termodinamika adalah contoh cabang ilmu fisika yang menerapkan pandangan makroskopik.
Sedangkan, pemerian mikroskopik suatu sistem meliputi beberapa ciri khas seperti adanya
pengandaian bahwa system terdiri atas sejumlah molekul, dan kuantitas-kuantitas yang diperinci
tidak dapat diukur. Contoh penerapan pandangan mikroskopik untuk cabang ilmu fisika yaitu
dalam fisika statistik. Bila kedua pandangan itu diterapkan pada system yang sama maka
keduanya harus meghasilkan kesimpulan yang sama. Ruang lingkup fisika statistik meliputi dua
bagian besar, yaitu teori kinetik dan mekanika statistik. Berdasarkan pada teori peluang dan
hukum mekanika, teori kinetik mampu menggambarkan sistem dalam keadaan tak seimbang,
seperti: proses efusi, viskositas, konduktivitas termal, dan difusi. Disini, molekul suatu gas ideal

3
tidak dianggap bebas sempurna tetapi ada antaraksi ketika bertumbukan dengan molekul lain
atau dengan dinding. Bentuk antaraksi yang terbatas ini diacukan sebagai antaraksi lemah atau
kuasi bebas. Ruang lingkup ini tidak membahas partikel berantaraksi kuat

2.4 Fungsi Gamma dan Pendekatan Stirling

2.4.1 Fungsi Gamma

Fungsi Gamma didefinisikan sebagai ;


Γ
( n+1 ) =∫ e−x xn dx dengan melakukan integrasi maka didapatkan,
0

Γ ( n+1 ) =n n yang apabila dituliskan lebih jauh

Γ ( n+1 ) =n . ( n−1 ) . ( n−2 ) . ( n−3 ) … 2.1 . ( 1 )=n ! ( 1 )

Dengan menggunakan persamaan Γ ( n+1 ) = ∫ e−x xndx dapat dihitung bahwa


0


Γ Γ
( n+1 ) =∫ e−x dx=1 sehingga dapat diperoleh ( n+1 ) =n !
0

1
2.4.2Fungsi Gamma untuk n kelipatan ganjil
2

Dengan menggunakan persamaan

∞ −1
1
Γ
() =∫ e−x x 2 dx
2 0

2.4.3 Fungsi Gamma Secara Umum

4
Secara umum dapat dituliskan bahwa

∞ −1 1
∫e
0
−λx 2
x dx =
λ
1
2
Γ
( 12 )= √ πλ
∞ ∞
2
1
Dan , ∫ x n e−a x dx= 2a ( n+1 ) / 2 ∫ y (n−1) /2 e− y dy
0 0

1
¿ ( n+1 ) / 2
Γ [ ( n+1 ) /2 ]
2a

2.4.3Aproksimasi striling
Aproksimasi strilingyang berguna untuk menyederhanakan factorial dan saat
menurunkannya adalah
n!≈ nn e−n √ 2 πn
atau

ln n!≈ n+ ( 12 ) ln n−n+ 12 ln (2 π )
2.4.4Aproksimasi dengan grafik
Aproksimasi lain untuk ln n!dapat diperoleh lewat grafik seperti ditunjukkn dalam
gambar. Dengan demikian dapat dituliskan bahwa aproksimasi untuk ln n! adalah
n n
1 1
Ln n! = ¿ ∑ lni ≈ ln n+∫ ln x dx= n+ ln n−n+1
i=1 2 1 2 ( )
2.4.5Aproksimasi Lain

Dengan melihat nilai yang besar dari n dimana umumnya merpakan daerah kerja
mekanika statistic dan umumnya yang dibahas adalahperubahan nilai atau turunan dari ln n!
maka aprosimasi lain digunakan yaitu :

ln n ! ≈ n ln n−n

2.5 Hukum-Hukum Termodinamika

Hukum-hukum termodinamika adalah ketetapan yang berlaku pada proses dan gejala
termodi-namik. Hukum-hukum ini bersifat fenomenologis (diturunkan langsung dari percobaan,
5
bukan melalui penelusuran hukum-hukum dasar mekanika). Terdapat empat hukum
termodinamika yaitu Hukum ke-nol, pertama, kedua, dan hukum ketiga.

2.5.1 Hukum Ke-Nol

Hukum ke-nol termodinamika adalah hukum kesetimbangan termal. Hukum ini


mengungkapkan bahwa jika dua buah sistem setimbang termal dengan sistem ketiga maka
keduanya juga setimbang termal satu dengan yang lain. Dari segi nama, hukum ke-nol
termodinamik tidak lazim sebab pada umumnya penomoran dimulai dari pertama, kedua, dst.
Hal ini berkaitan dengan kronologi bahwa hukum pertama, kedua dan ketiga telah dikenal lebih
awal. Hukum kesetimbangan termal meskipun baru ditemukan kemudian, tetapi karena sifatnya
lebih dasar, maka diberi nomor lebih awal dari hukum I, sehingga menjadi hukum ke-nol.
Berdasarkan hukum ke-nol, jika tiga buah sistem A, B dan C, masing-masing dengan
pasangan koordinat tekanan dan volume (PA, VA), (PB , VB) dan (PC , VC ). setimbang termal
maka akan ada fungsi bernilai tunggal T sedemikian
T = TA (PA , VA ) = TB (PB , VB ) = TC (PC , VC) (2.1)

Artinya ada hubungan fungsional antara P, V dan T , dengan perkataan lain ketiganya tidak
saling bebas sehingga dapat dituliskan sebagai
T = T(P,V) → f (P, V, T) = 0 (2.2)

Oleh karena ketiga peubah tersebut tidak saling bebas, maka kita dapat memilih tiga
kemungkinan pasangan koordinat, yaitu (P, V ), (P, T ) dan T , V . Hal ini ekivalen dengan
menyatakan bahwa ruang keadaan diproyeksi ke bidang keadaan. Misalkan dipilih pasangan (P,
V ), maka

dT = ( ∂∂ TP ) dP+( ∂∂ VT ) dV
V P
(2.3)

Dua pasangan yang lain menghasilkan

dP=( ∂∂ TP ) dT +( ∂∂VP ) dV
V T
(2.4)

∂V ∂V
dV =(
∂P )
dP+ (
∂T )
dT (2.5)
T P

2.5.2 Hukum Pertama

6
Hukum I termodinamika adalah pernyataan kuantatif hubungan antara kalor yang diserap
oleh sistem, kerja yang dilakukan dan perubahan energi dalam. Menurut Hukum I:. Hukum
pertama termodinamika mengatakan perubahan energi dalam dari suatu sistem adalah sama
dengan aliran panas ke dalam sistem ditambah kerja yang dilakukan pada sistem (konservasi
energi).
dU = dQ – dW (2.6)
Selisih antara kalor yang diserap dan kerja yang dilakukan selalu sama dengan perubahan
energi dalam. Dengan demikian terlihat bahwa tidak ada energi yang hilang. Itu sebabnya hukum
ini ekivalen dengan hukum kekekalan energi. Meskipun kalor dan kerja bukan merupakan fungsi
keadaan, selisih antara keduanya yaitu energi dalam merupakan fungsi keadaan.
Jika peubah bebas untuk dipilih P dan V, maka

dU = ( ∂∂ UV ) dV +( ∂∂UP ) dP
P V
(2.7)

Selanjutnya dari Hukum I dQ = dU + dW = dU + PdV , diperoleh:

dQ=( ∂∂VU ) dV +( ∂∂UP ) dP+ PdV


P V
(2.7)

∂U ∂U
[ ∂ V ] ∂ P ) dP
dQ= ( ) + P dV + (
P V
(2.8)

Jika peubah bebasnya adalah (T, P), sajian Hk. 1 menjadi

dQ= ([ ∂∂TU ) + P ( ∂∂ UT ) ] dT +[( ∂∂ UP ) + P ( ∂V


P P T ∂P) ]
dP
T
(2.9)

Sedangkan jika peubah bebasnya adalah (T, V) maka:

dQ= ( ∂∂ UT ) dT +[( ∂U
V ∂V ) ]
+ P dV
T
(2.10)

Dari persamaan diperoleh

CV=( ∂U
∂T ) V

∂H
C =(
P
∂T ) P

7
dimana CV dan CP masing-masing adalah panas jenis pada volume dan tekanan tetap, sedangkan
H = U + P V adalah entalpi sistem.

2.5.3 Hukum Kedua

Hukum ini pada hakekatnya merupakan kriteria kelayakan berlangsungnya suatu proses
termodinamik. Ia berkaitan dengan arah waktu yang selalu maju dan tidak pernah mundur.
Sebagaimana dipahami, kita tidak pernah menyaksikan kalor diserap oleh benda panas dari
benda dingin kendati hal ini tidak bertentangan dengan Hk. I. Alasannya, perpindahan kalor
misalnya sejumlah 50 kkal, akan diterima sejumlah itu juga, jadi tidak ada kalor yang hilang,
dengan perkataan lain kalor kekal. Mengapa hal ini tidak berlangsung? Jawabnya karena
bertentangan dengan Hk. II termodinamika. Jika kalor diserap oleh benda yang bertemperatur
lebih tinggi maka itu artinya entropi mengecil, sementara suatu proses dapat berlangsung jika
entropi membesar.
Entropi merupakan besaran sentral dalam pembahasan Hukum II. Itu sebabnya Hk. II
biasa disebut sebagai Hk. entropi.
Pernyataan Hk. II dinyatakan dalam berbagai redaksi yang ekivalen, antara lain:
1. Kelvin: Tidak mungkin ada proses termodinamika dimana sistem hanya menyerap kalor dan
mengubah seluruhnya menjadi kerja.
2. Clausius: Tidak mungkin ada proses termodinamika dimana sistem hanya menyerap kalor
dari resevoir bertemperatur rendah dan membuangnya pada resevoir bertemperatur tinggi.
Pernyataan Kelvin menegaskan bahwa tidak mungkin membuat mesin yang efisiensinya
100% sedangkan Clasius secara tidak langsung mensyaratkan adanya kerja ekternal untuk
mengalirkan kalor dari resevoir bertemperatur rendah ke resevoir bertemperatur tinggi.
Kedua pernyataan Hk. II di atas setara. Pembuktian kesetaraan dapat dilakukan dengan
mengasumsikan bahwa kedua perntaan tersebut salah. Jika pernyataan Kelvin salah, maka dapat
membuat mesin yang menyerap kalor dari resevoir bertemperatur T 1. Kalor tersebut kemudian
diubah seluruhnya menjadi kerja dan memberikannya ke resevoir T 2, dimana T2 > T1. Implikasi,
kita telah membuat proses yang menyerap kalor dari resevoir T 1 dan memberikannya ke reservoir
T2, padahal T2 > T1. Artinya, kedua pernyataan tersebut salah.

8
Gambar 2.3 Siklus Carnot; dua proses isothermal, dua proses adiabatik

Siklus Carnot

Siklus Carnot adalah proses termodinamik yang dialami oleh zat kerja (working
substance) pada mesin Carnot. Siklus ini terdiri atas dua proses isotermal dan dua proses
adiabatik. Proses isoter-mal pertama terjadi pada temperatur tinggi, T h, dimana zat mengalami
ekspansi dan menyerap kalor Qh. Proses isotermal kedua terjadi pada temperatur rendah T c,
dimana zat mengalami kom-presi dan melepas kalor Qc. Dua kurva isotermal ini dihubungkan
oleh dua kurva adibatik dimana adiabatik pertama zat mengalami ekspansi, sedangkan adiabatik
kedua zat mengalami kompresi. Diagram siklus Carnot terdapat dalam Gambar 2.3.
Pada siklus Carnot kalor diserap dan kemudian sebagian dikonversi menjadi kerja
mekanik dan sebagiannya dilepaskan lagi sebagai kalor. Oleh karena perubahan energi dalam U
= 0 untuk proses tertutup (siklus), maka berdasarkan Hk. I termodinamika:
W = Qh − Qc
Efisiensi mesih Carnot adalah
W Q
η= =1− c (2.13)
Qa Qh

Kalor Qc dapat diperoleh dari Hk. I, yaitu dengan menghitung kerja oleh proses isotermal yaitu
sebagai berikut :

VB VB
nR T h V
W AB =∫ PdV =¿ ∫ dV =nR T h ln B ¿ (2.14)
VA VA
V VA

9
Untuk proses isotermal, ΔU = 0, sehingga Q = W . Perbandingan kalor yang dilepas dan kalor
yang diserap adalah
Qc T c
= ln ¿ ¿ ¿ ¿
Qh T h

γ
Analisis proses adiabatik dimana berlaku P V = C menghasilkan
VB = VC
VA VD

Sehingga
Qc Tc
η=1− =1−
Qh Th
2.5.4 Hukum III Termodinamika

Hukum III Termodinamika diusulkan pertama kali oleh Nernst dalam Tahun 1906 M
berdasarkan hasil eksperimen yang berimplikasi pada mekanika kuantum. Dapat dikatakan
bahwa suatu sistem pada temperatur nol mutlak (0K) jatuh pada keadaan kuantum paling rendah
dan menjadi sangat teratur sehingga entropinya minimum.
Hukum III dapat dinyatakan dalam redaksi yang setara yaitu: tidak mungkin mencapai
temperatur nol mutlak melalui sejumlah proses dapat balik (reversibel) . Pernyataan ini dapat
dibuktikan lewat analisis entropi.

Dalam Gambar 2.4 ditunjukkan dua kurva yang bersesuaian dengan keadaan X = 0 dan X
=X1 untuk sembarang sistem. Sistem dapat didinginkan melalui sejumlah proses adiabatik dan
isotermal antara kedua kurva keadaan tersebut. Dengan menggunakan dalil diferensial, dapat

Gambar 2.4 Perubahan Temperatur terhadap S,


Tidak Mungkin Mencapai 0K.

10
dituliskan persamaan berikut

∂T
( ) ¿ ¿
∂ Y SN = +

Syarat stabilitas termal memerlukan (∂S/∂T )Y ≥ 0. Pers. (2.18) mengungkapkan bahwa jika T
berkurang akibat membesarnya Y secara isentropik, maka S harus mengecil akibat pengurangan
Y secara isotermal seperti dalam Gambar 2.4.

 Fungsi Energi Bebas Helmholtz
Bagi suatu perubahan kecil yang berlangsung tak reversibel pada temperatur T  berlaku: dS> δ q/T atau δ q -
T d S<0 kalau sistem hanya dapat melakukan kerja volume, maka persamaan (43) dapatdiubah menjadi
dU + pdV -T dS< 0 .. pada volume tetap, dV = 0, sehinggad U - T  d S < 0 atau d( U  —  TS ) T,p < 0
Fungsi U - TS, yang merupakan fungsi keadaan, disebut energi bebas Helmholtz,A,   A=U-TS
Bila persamaan dideferensiasi, diperolehd A = d U  - T  dS – Sd T  bagi proses yang berjalan reversibel dan
isotherm d  A = δ W .. jadi penurunan energi bebas helmholtz, - ∆  A , ialah kerja maksimum yang
dapatdihasilkan dan suatu proses yang dikerjakan secara isoterm.

Fungsi Energi Bebas Gibbs
Kebanyakan proses biasanya dikerjakan pada temperatur dan tekanan tetap.Pada kondisi ini, persamaan (44) dapat
ditulis dalam bentuk,d( U  —  pV  — TS)T,p< 0 .
Besaran U + PV  — TS
merupakan fungsi keadaan, disebut energi bebas Gibbs , G. G =U+PV   —  TS =H -TS =A + PV 
 Jadi, suatu proses yang berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap disertaidengan penurunan energi bebar
Gibbs, (d G) T,p < 0 (hanya kerja volume) Suatu persamaan penting yang mengkaitkan  ∆ H , ∆S dan ∆G
dapat diturunkan sebagai berikut,  ∆ G =  ∆  H - T   ∆ S

11
KESIMPULAN

1.

12
DAFTAR PUSTAKA

Tong, David. Statistical Physics, University of Cambrige,


http:\\www.damtp.cam.ac.uk/user/tong/statphys.html

Mikrajuddin, Abdullah. 2007. Pengantar Fisika Statistik untuk Mahasiswa. Bandung : ITB

Sparisoma, Viridi, dkk. 2010. Catatan Kuliah Fisika Statistik. Bandung : ITB

13

Anda mungkin juga menyukai