Anda di halaman 1dari 37

BAB I

LAPORAN PEDAHULUAN

1. Anatomi Abdomen

Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas
diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian –
abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis
yaitu rongga sebelah bawah dab kecil. Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di
bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot
abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang
punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus,
dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi
lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas
terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan
kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui
abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan
sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.Pembuluh limfe dan kelenjar
limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
Seperti nyeri pada region yang lainnya, nyeri abdomen muncul dengan berbagai cara
dan mempunyai banyak penyebab yang berbeda. Kita harus menentukan letaknya, radiasi,
keparahan, karakter, frekuensi, durasi, faktor pemicu dan yang mengurangi gejala dan
gejala lain yang berhubungan.
[1]
Letak / lokasi
Seperti kebanyakan organ, nyeri pada abdomen tidak dapat dirasakan secara
langsung, nyeri dipancarkan n(dialihkan) kedinding abdomen sesuai dengan asal
embriologi organ tersebut. (nyeri viseral)
Nyeri visceral dimediasi terutama oleh serat aferen C pada dinding lumen organ
visceral dan pada kapsul solid organ. Tidak seperti nyeri kutaneus nyeri visceral dielisitasi
oleh distensi, inflamasi atau iskemik yang merangsang reseptor neuron atau keterlibatan
langsung saraf sensoris ( infiltrasi keganasan) Minta pasien untuk menunjukkan lokasi
nyeri. Mereka akan kesusahan yang mengindikasikan bahwa area nyeri yang luas. Dalam
keadaan ini minta pasien untuk menggunakan satu jari dan tunjuk daerah dengan intensitas
nyeri yang maksimum. Lokasi nyeri perut dan asal embriologinya, yaitu :
- Epigastrik : Foregut (lambung, duodenum, hati, pancreas, empedu)
- Periumbilikal : Midgut ( usus halus dan usus besar termasuk apendiks)
- Suprapubik : Hindgut ( rectum dan organ urogenital)
- Nyeri yang sangat terlokalisasi dapat berasal dari peritoneum parietal(nyeri somatik). 
Nyeri parietal di mediasi oleh serat saraf delta C dan A, yang bertanggung jawab atas
tranmisi nyeri yang sangat akut, tajam, sensasi nyeri yang lebih terlokalisir. Iritasi
langsung inervasi somatic peritoneum parietal (khususnya bagian atas dan anterior)
oleh pus, urine atau secret gastrointestinal mengarahkan ke keadaan nyeri yang sangat
terlokalisir. Contoh : apendiksitis dapat berawal sebagai nyeri umbilical (referred
pain) lalu berpindah ke fossa iliaka kanan sejalan dengan penyebaran inflamasi ke
peritoneum yang menutupi apendik.
2. Definisi Nyeri Abdomen
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri adalah suatu keadaan individu mengalami dan melaporkan adanya rasa
tidak nyaman yang berat atau perasaan tidak menyenangkan. (Diagnosa keperawatan
Lynda Juall 1998, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).Nyeri adalah pengalaman
sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkatkan akibat adanya
[2]
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith M. Wilkinson 2002, yang
dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).
Nyeri Abdomen Akut
Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen dapat
terjadi karena masalah bedah atau non bedah. Secara definisi pasien akut abdomen datang
dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam.
Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera
maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus ditangani segera.
Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang di hadapi ini suatu kasus bedah atau
non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan. Nyeri abdomen
akut biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri dengan onset mendadak, dan/durasi
pendek. Nyeri alih (referred pain) adalah persepsi nyeri pada suatu daerah yang letaknya jauh
dari tempat asal nyeri.
Keluhan yang menonjol dari pasien dengan abdomen akut adalah nyeri perut. Rasa
nyeri perut dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan di abdomen atau di luar abdomen seperti
organ-organ di rongga toraks. Nyeri abdomen dibedakan menjadi dua yaitu nyeri visceral dan
nyeri somatik.

1. Nyeri Viseral
Nyeri visceral terjadi karena rangsangan pada peritoneum yang meliputi organ
intraperitoneal yang dipersarafi oleh susunan saraf otonom. Peritoneum viseral tidak sensitif
terhadap rabaan, pemotongan atau radang. Kita dapat melakukan sayatan atau jahitan pada
usus tanpa dirasakan oleh pasien, akan tetapi bila dilakukan tarikan, regangan atau kontraksi
yang berlebihan dari otot (spasme) akan memberi rasa nyeri yang tumpul disertai rasa sakit.
Pasien biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat lokalisasi nyeri, digambarkan
pada daerah yang luas dengan memakai seluruh telapak tangan. Karena nyeri ini tidak
pengaruhi oleh gerakan, pasien biasanya bergerak aktif tanpa menyebabkan bertambahnya
rasa nyeri.
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga
perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut
dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan.
Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada
pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi
[3]
yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang
pada appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga
nyeri sentral (Sjamsuhidajat et all,2004).
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional organ
yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum, sistem
hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian
saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon
transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang
lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid
yang menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan
peritoneum nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak(Sjamsuhidajat , dkk., 2004).

2. Nyeri somatik :
Terjadi karena rangsangan pada peritoneum parietale yang dipersarafi oleh saraf tepi
diteruskan ke susunan saraf pusat. Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk atau disayat dengan pisau
yang dapat ditunjukkan secara tepat oleh pasien dengan menunjukkannya memakai jari.
Rangsanagn dapat berupa rabaan, tekanan, perubahan suhu, kimiawi atau proses peradangan.
Pergeseran antara organ viseral yang meradang dengan peritoneum parietal akan
menimbulkan rangsangan yang menyebabkan rasa nyeri. Baik akibat peradangannya sendiri
maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan rasa nyeri atau perubahan
intensitas rasa nyeri. Keadaan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pasien dengan
apendisitis akut. Setiap gerakan dari pasien juga akan menambah rasa nyeri, baik itu berupa
gerakan tubuh maupun gerakan pernafasan yang dalam atau batuk. Hal inilah yng
menerangkan mengapa pasien dengan abdomen akut biasanya berusaha untuk tidak bergerak,
bernafas dangkal dan menahan batuk.
Lokalisasi nyeri, sifat nyeri serta hubungannya dengan gejala lain memungkinkan kita
dapat lebih mendekati diagnosis kemungkinan.
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi,
misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan
seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri.
[4]
Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau proses
radang (Sjamsuhidajat dkk., 2004).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum dan
dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum
dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri
kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun
gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri sehingga
penderita pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan
batuk (Sjamsuhidajat, dkk., 2004, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).

Nyeri Abdomen Kronis


Nyeri abdomen kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri berlanjut, baik yang
berjalan dalam waktu lama atau berulang/hilang timbul. Nyeri kronis dapat behubungan
dengan ekserbasi akut.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik

Nyeri akut Nyeri kronik

[5]
- Lamanya dalam hitungan menit - Lamanya sampai hitungan
- Ditandai  peningkatan BP, nadi, bulan, > 6bln
dan respirasi - Fungsi fisiologi bersifat normal
- Respon pasien:Fokus pada - Tidak ada keluhan nyeri
nyeri, menyetakan nyeri - Tidak ada aktifitas fisik sebagai
menangis dan mengerang respon terhadap nyeri
- Tingkah laku menggosok
bagian yang nyeri

Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

[6]
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis
yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian
numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,
1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang
diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu menegakkan
diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri pankreatitis
dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan
pada diafragma (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa
embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan
akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada
daerah ujung belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau
[7]
trauma pada permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu. Kolik
ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti
labia mayora pada wanita atau testis pada pria (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris
akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom
setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang saraf pada
herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum gejala
tau tanda herpes menjadi jelas (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada
rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis
setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada
tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat
lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk
serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai
hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien akut abdomen dapat berupa
nyeri kontinyu atau nyeri kolik (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus
karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang
meraadang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat (Sjamsuhidaja, dkk.,
2004).
 Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu
ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka
kolik dirasakan hilang timbul (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

[8]
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan,
penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri
perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak paksa.
 Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan
tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih
lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang
jelek dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
 Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap
awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral
dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual. Setelah radang mencapai diseluruh
dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan yang
merupakan nyeri somatik. Nyeri pada saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang
meradang, yaitu perut kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan
ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri yang hebat menetap dan tidak mereda.
Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.
Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam
garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum
setempat. Pasien akan merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa
saat cairan duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon
ascendens sampai sekitar caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran.
Pasien sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke kanan bawah.proses
ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini,
appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan mengakibatkan general peritonitis
jika tidak segera ditangani dengan baik.

Permulaan nyeri dan intensitas nyeri


Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan sumber nyeri.
Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi dapat pula
bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ berongga, rangsangan
peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan proses inflamasi.
Demikian juga intensitas nyerinya. Sesorang yang sehat dapat pula tiba-tiba langsung
[9]
merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran.
Nyeri yang bertahap biasanya disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau
pankreatitis.
Posisi pasien
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut
pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut.
Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan
abses hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas
seakan-akan menggendong absesnya.
Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong penderitanya untuk berbaring
dengan fleksi pada sendi panggul sehingga melemaskan otot psoas yang teriritasi. Gawat
perut yang menyebabkan diafragma teritasi akan menyebabkan pasien lebih nyaman pada
posisi setengah duduk yang memudahkan bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun
umum tidak dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak
karena nyerinya (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

3. Etiologi (Penyebab)
Kegawatan abdomen yang datang kerumah sakit bisa berupa kegawatan bedah atau
kegawatan non bedah. Kegawatan non bedah antara lain pankreatitis akut, ileus, paralitik,
kolik abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah antara lain peritonitis umum akibat
suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu
trauma, sedang proses dari dalam misal karena apendisitis perforasi.
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, Appendiksitis
merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
Hiperplasia dari folikel limfoid, Adanya fekalit dalam lumen appendiks, Tumor appendiks,
Adanya benda asing seperti cacing askariasis. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti
E. Histilitica.
Kolik bilier, kolisistitis, diverkulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis,
peritonitis, salpingitis, adenitis mesentrika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang
menyebabkan abdomen akut antara lain : nekrosis hepatoma, infark klien, pneumonia, infark
miokard, ketoasidosis diabetikum, inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau
lambung dan Herpes zoster.

[10]
Dilihat dari sudut nyeri abdomen, nyeri abdomen dapat terjadi karena rangsangan
viseral, rangsangan somatik dan akibat peristaltik. Pada anamnesis perlu dievaluasi mengenai
nyeri yang disampaikan pasien tersebut apakah nyeri yang disampaikan terlokalisir, atau
sukar ditentukan lokasinya. Kemudian adanya referred pain juga membantu untuk
mengetahui asal nyeri tersebut. Adanya nyeri tekan pada pemeriksaan fisik seseorang juga
menunjukan bentuk nyeri tersebut. Nyeri tekan biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan
serosa. Nyeri ini dapat terjadi akibat infeksi yang kontiyu (terus menerus) serta ulkus lanjut.
Nyeri somatik biasanya nyerinya terkolalisasi.

Sering Kurang Sering Jarang

[11]
Appendisitis Kolangitis Nekrosis
Kolik bilier Infark mesenterika Hepatoma
Kolisistitis Pielonefritis Infark lien
Divertikulitis Torsi kista ovarium, Pneumonia
Obstruksi usus testis, omentum Infark miokard
Perforasi Ruptur kista ovarium, Ketoasidosis
Viskus kehamilan ektopik, Diabetikum
Pankreatitis aneurisma ektopik, Inflamasi
Salpingitis aneurisma aorta Aneurisma
Adenitis mesenterika Prolaps diskus Volvulus sigmoid,
Kolik renal Abses caecum, lambung
Eksaserbasi ulkus Herpes zoster
Peptikum

Tabel Penyebab Akut Abdomen


Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh masalah disepanjang saluran pencernaan atau
diberbagai bagian abdomen, yang bisa berupa :
a. ulkus yang mengalami perforasi
b. irritable bowel syndrome
c. apendisitis
d. pankreasitis
e. batu empedu.
Beberapa kelainan tersebut bersifat relative ringan ; yang lain mungkin bisa berakibat
fatal. Berikut adalah daftar beberapa kondisi yang mendasari akut abdomen yang sering
terlihat dalam komunitas (Kavanagh, 2004) :
1. Acute cholecystitis.
2. Acute appendicitis atau Meckel‟s diverticulitis.
3. Acute pancreatitis.
4. Ectopic pregnancy.
5. Diverticulitis.

[12]
6. Peptic ulcer disease.
7. Pelvic inflammatory disease.
8. Intestinal obstruction, including paralytic ileus (adynamic obstruction).
9. Gastroenteritis.
10. Acute intestinal ischaemia/infarction or vasculitis.
11. Gastrointestinal (GI) haemorrhage.
12. Renal colic or renal tract pain.
13. Acute urinary retention
14. Abdominal aortic aneurysm (AAA).
15. Testicular torsion.

4. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdomen
2. Mual, muntah
3. Tidak nafsu makan
4. Lidah dan mukosa bibir kering
5. Turgor kulit tidak elastis
6. Urine sedikit dan pekat
7. Lemah dan kelelahan

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri
tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila
appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ;
bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau
ureter.Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.Nyeri tekan
lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis,
[13]
tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi
menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya
kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila
appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus
paralitik dan kondisi klien memburuk.

Tanda-tanda Penting
 Rovsing’s sign
Continuous deep palpation dimulai dari atas left iliac fossa (berlawanan arah
jarum jam sepanjang colon) menyebabkan nyeri di right iliac fossa, dengan
mendorong isi usus terhadap ileocaecal valve dan dengan demikian meningkatkan
tekanan di sekitar appendix (Rovsing, 1907).
 Psoas sign
Psoas sign atau “Obraztsova‟s sign” adalah nyeri right lower quadrant yang
dihasilkan dengan passive extension dari right hip pasien (pasien berbaring pada sisi
kiri dengan lutut fleksi) atau dengan active flexion dari right hip saat berbaring
terlentang. Nyeri didapat karena terjadi inflamasi peritoneum yang melapisi iliopsoas
muscles dan inflamasi pada psoas muscles. Meluruskan kaki menyebabkan nyeri
karena meregangkan otot-otot ini, sementara memfleksikan hip meregangkan
iliopsoas dan menyebabkan nyeri.
 Obturator sign
Jika appendix yang meradang berada dalam kontak dengan obturatorius internus,
spasme otot dapat ditunjukkan oleh rotasi meregangkan dan internal pinggul.
Manuver ini akan menyebabkan nyeri di hypogastrium vagina.
 Dunphy’s sign
Nyeri bertambah saat batuk di right lower testicle quadrant (Small, 2008).
 Kocher (Kosher)’s sign
Nyeri pada epigastric region atau sekitar gaster dengan pergeseran nyeri di right
iliac region.
 Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign

[14]
Nyeri bertambah di right iliac region saat pasien berbaring pada salah satu sisi
tubuhnya.
 Bartomier-Michelson’s sign
Nyeri bertambah saat palpasi di right iliac region ketika pasien berbaring pada
salah satu sisi tubuhnya dibandingkan saat pasien berada pada posisi terlentang.
 Aure-Rozanova’s sign
Nyeri bertambah pada palpasi dengan jari di right Petit triangle (bisa menjadi
tanda positif Shchetkin-Bloomberg‟s sign). Khas untuk posisi appendix retrocecal.
 Blumberg sign
Juga disebut sebagai nyeri rebound. Palpasi mendalam visera atas appendix
meradang diduga diikuti dengan pelepasan tiba-tiba tekanan menyebabkan nyeri
menunjukkan tanda Blumberg positif dan peritonitis.
 McBurney sign
Tenderness pada 2/3 jarak antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior.
 Murphy sign
Selama inspirasi, isi perut didorong ke bawah karena diafragma bergerak turun
(dan paru-paru membesar). Jika pasien berhenti bernapas (kantong empedu empuk
dan bergerak ke bawah, ada kontak dengan jari-jari pemeriksa) dan mengernyit
dengan „menangkap‟ napas, tes ini dianggap positif. Sebuah tes positif juga tidak
memerlukan rasa sakit pada melakukan manuver di sisi kiri pasien.
 Cullen sign
Perubahan warna kebiruan periumbilikalis.
 Grey-Turner sign
Perubahan warna pada area flank.
 Kehr sign
Nyeri berat pada bahu kiri.
 Chandelier sign
Manipulasi cervix menyebabkan pasien mengangkat panggulnya.

5. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat, kemungkinan
oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan

[15]
tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi berisi pus. (Smeltzer, Suzanne, C.,
2001).Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan
peradanganyang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri kanan bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren yang disebut apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan
appendiks dapat menjadi abses atau menghilang. Dari timbulnya massa lokal yang disebut
infaltrat apendikularis menyebabkan nyeri hebat pada appendiks yang berisi pus pada
abdomen kuadran kanan bawah. Sehingga dilakukan tindakan appendiktomy pengangkatan
appendiks melalui insisi bedah, post operasi appendiktomy dari insisi bedah : nyeri post op
appendiktomy, kelemahan fisik sehingga terjadi intoleransi aktivitas. Tindakan post operasi
appendiktomy dilakukan dari pembatasan makanan dan intake cairan karena pasien post op
harus melakukan puasa sebelum operasi dilakukan. Terjadinya nyeri hebat pada abdomen
kuadran bawah menyebabkan spasme abdomen penekanan pada bagian abdomen. Sehingga
menyebabkan distensi abdomen yang menekan gaster, distensi abdomen yang menyebabkan
penekanan pada gaster mengakibatkan peningkatan produksi HCL pada lambung yang
mengakibatkan mual muntah sehingga nafsu makan menjadi berkurang : resiko perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan.

Pathway
Etilogi Etilogi

Penyumbatan [16] atau benda asing


Tumor

Massa keras dari feses


Tekanan intraluminal
Edema
Penghambatan
aliran limfe
Diapedesis bakteri

Ulserasi mukosa Appendiks berisi pus

ndikstis
t fokal Nyeri abdomen pada
Sekresi mukus meningkat
kuadran kanan bawah

Peningkatan tekanan

Infark dinding appendiks

ganggrenosa

Massa lokal (infiltrat appendikularis)

Nyeri hebat appendiksitis

appendiktomy
Spasme abdomen

Insisi bedah
Distensi abdomen

Nyeri post op
Menekan gaster

Kelemahan fisik
Pembatasan intake cairan
Peningkatan produksi HCL

Resiko kurang vol cairan Intoleransi aktivitas

Peningkatan produksi HCL


6. Komplikasi
a. Perporasi gastrointestinal
Mual muntah

[17]
Nafsu makan berkurang

Resiko perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah
peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang
disebabkan karena kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam
bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme lainnya
karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal
memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri
yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah
gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster.
Kebocoran asam lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis
kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga
peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis
kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa
bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian distal dari
usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob
( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal atau luka
meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanaya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir proses peradangan,
mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang
diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu
aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas
fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga
membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi
abscess, dan diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani terjadi
bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.

b. Obstruksi gastrointestinal
[18]
Obstruksi dapat diklasifikasikan sebagai obstruksi sederhana dan strangulasi.
Obstruksi sederhana menyebabkan kegagalan gerak maju aliran isi lumen menjauhi
mulut. Obstruksi strangulasi disertai dengan kerusakan aliran darah ke usus di samping
obstruksi aliran isi lumen, jika tidak cepat diperbaiki dapat menimbulkan infark usus
dan perforasi. Gejala-gejala klasih obstruksi adalah mual, muntah, perut kembung, dan
obstipasi. Obstruksi letak tinggi pada saluran usus melibatkan duodenum atau jejunum
proksimal mengakibatkan muntah yang banyak, sering dan mengandung empedu.
Nyerinya hilang timbul dan biasanya sembuh setelah muntah. Nyeri terlokalisasi di
daerah epigastrium atau daerah periumbilikalis dan perut sedikit kembun. Obstruksi
dibagian bawah distal usus halus menyebabkan kembung perut, sedang atau berat,
dengan emesis yang semakin kotor. Nyeri biasanya merata diseluruh perut.
1. Obstruksi Duodenum
Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah
fase padat pada perkembangan usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dam ke-5.
Insidens atresia duodenum adalah 1:10.000 kelahiran. Setengah dari penderita
dilahirkan prematur. Atresia duodenum mempunyai beberapa bentuk, yang meliputi
obstruksi lumen oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung
kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung
duodenum yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah
jaringan “windsock”, yakni suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang
terjadi karena anomali saluran empedu. Bentuk atresia membranosa adalah yang
paling sering, obstruksinya terjadi di sebelah distal ampula Vateri pada kebanyakan
penderita. Obstruksi duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik
seperti pankreas anulare atau oleh pita-pita Ladd pada penderita dengan malrotasi.
Sindrom down terjadi pada 20%-30% penderita atresia duodenum. Anomali bawaan
lain yang disertai atresia duodenum adalah malrotasi (20%), atresia esofagus (10-
20%), penyakit jantung bawaan (10-15%), dan anomali anorektal serta ginjal (5%).
Manifestasi Klinis. Tanda obstruksi duodenum adalah muntah yang
mengandung empedu tanpa perut kembung, biasanya terjadi pada hari pertama
kelahiran. Gelombang peristaltik mungkin terlihat pada awal proses penyakit ini.
Ada riwayat polihidroamnion pada pertengahan kehamilan dan ini disebabkan oleh
kegagalan penyerapan cairan amnion di bagian distal usus. Ikterik tampak pada
sepertiga bayi. Diagnosis pada foto rontgen polos terlihat adanya gambaran tanda
[19]
gelembung ganda. Gambaran ini disebabkan oleh karena lambung dan duodenum
proksimal mengembang terisi udara.
Tatalaksana. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi
dekompresi naso- atau orogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.
Ekokardiogram dan foto rontgen dada serta tulang belakang harus dilakukan untuk
mengevaluasi anomali yang lain. Operasi perbaikan atresia duodenum yang biasa
adalah duodenoduodenostomi. Usus proksimal yang melebar dapat diperkecil
secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltik. Pipa gastrostomi dipasang
untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas. Dukungan nutrisi
intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan sampai bayi mulai makan
per oral. Prognosis terutama tergantung pada adanya anomali penyerta.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan DL
c. Amilase :Kadar serum >3x batas atas kisaran normal merupakan diagnostik
pankreatitis.
d. β-HCG(serum) : Kehamilan ektopik (kadar β-HCG dalam serum lebih akurat daripada
dalam urine)
e. Gas darah arteri :Asidosis metabolik(iskemia usus, peritonitis, pankreatitis)
f. Urin porsi tengah (MSU):infeksi saluran kemih
g. EKG:Infark miokard
h. Rotgen thorak:Viskus perforasi(udara bebas),Pneumonia
i. Rotgen Abdomen :Usus iskemik(dilatasi,usus yang edema dan
menebal),Pankreatitis(pelebaran jejunum bagian atas ’sentimel),Kolangitis(udara dalam
cabang bilier),Kolitis akut(Kolon mengalami dilatasi,edema dan gambaran
menghilang),obstruksi akut(Usus mengalami dilatasi,tanda ’string of pearl’) Batu
Ginjal (Radioopak dalam saluran ginjal )
j. Ultrasonografi
k. CT scan : merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk inflamasi peritonium yang
tidak terdiagnosis (terutama pada orang tua yang didiagnosis bandingnya luas,pada
pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan laparotomi dan diagnosis belum
pasti,,pankreatitis,trauma hati/limpa/mesenterium,divertikulitis,aneurisma
[20]
l. IVU (urografi intravena) : batu ginjal,obtruksi saluran ginjal

Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan


berupa Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan
untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan
pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads
hepar. Pemeriksaan urine rutin menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai
hematuria. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital. Pemeriksaan radiologi foto thorak Selalu harus diusahakan pembuatan foto thorak
dalam posisi tegak untuk menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads
thoraks. Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya
gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
Plain abdomen akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran usus.
Intravenous Pyelogram karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal. Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna sebagai pemeriksaan
tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar
dan retroperitoneum. Pemeriksaan khusus abdominal paracentesis Merupakan pemeriksaan
tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100-200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi. Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen
untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu
dilakukan rektosigmoidoskopi. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan
yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data yang diperoleh melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus dapat
diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah sampingan
yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita
dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan (Sjamsuhidajat et
all, 2004).
[21]
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan
berupa :
1. Pemeriksaan laboratorium
a.) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
b.) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
2. Pemeriksaan radiologi
a.) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus juga
diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam
rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
b.) Plain abdomen
foto tegak Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran usus.
c.) IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
d.) Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

3.Pemeriksaan khusus
a) Abdominal paracentesis
[22]
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan
NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml larutan
NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. b) Pemeriksaan
laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
c) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data
yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan
pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja
dan masalah-masalah sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat
ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan pengobatan.

8. Penatalaksanaan medis
 Penatalaksanaan nyeri
a. Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri meliputi
1) Mengidentifikasi tujuan dan penatalaksanaan nyeri
2) Membina hubungan perawat klien
3) Memberikan perawatan fisik
4) Mengatasi kecemasan pasien yang berhubungan dengan nyeri.
5) Melakukan intervensi farmakologis
6) Melakukan intervensi non farmakologi
7) Melakukan penyuluhan
8) Melakukan evaluasi keefektifan strategi intervensi nyeri.
b. Tindakan noninvasif untuk mengurangi nyeri dan alasannya.
Banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif yang dapat
membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis
biasanya mempunyai risiko yang sangat rendah. Tindakan nonfarmakologis
bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan tersebut mungkin

[23]
diperlukan, atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung
hanya beberapa detik atau menit.
1) Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik
menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama
seperti reseptor nyeri, tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem
kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot. Teori gate control telah menjelaskan,
bertujuan untuk menstimulasi serabutserabut yang menstransmisikan
sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri.
2) Terapi es (dingin) dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada
tempat cedera segera setelah terjadi cedera, (Cohen, 1989 dalam
Suddart dan Brunner, 1997). Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun
penggunaan panas kering dengan lampu pemanas tidak seefektif
penggunaan es. Diduga es dan panas bekerja dengan menstimulasi
reseptor. Diduga es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor
tidak nyeri (non nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti
pada cedera.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve
stimulation (TENS)
Tens menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode
yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan,
menggetar atau mendengung pada area nyeri. Tens digunakan baik pada
menghilangkan nyeri akut dan kronik. Tens diduga dapat menurunkan
nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam
area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisi nyeri.
Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate kontrol
[24]
4) Distraksi
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
pada nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari keluarga dan teman-
teman pasien. Melihat film layar lebar dengan suara surround. Tidak
semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui distraksi Distraksi
diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak.
5) Tehnik relaksasi
Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap ekshalasi dan
inhalasi. Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.
6) Imajinasi terbimbing
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi
terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana efeknya
hampir sama dengan penggunaan tehnik relaksasi dengan metode yang
berbeda.
7) Hipnosis
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri
terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hiposis
tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak tampak diperantaraioleh sistem
endorfin (Moret et.all, 1991 dalam Suddart and Brunner, 1997).

c. Macam-macam obat pengurang rasa nyeri, farmakodinamika,


farmakokinetika serta efek sampingnya.
1) Opioid (narkotika)
Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri
berat lainnya.
2) Farmakodinamika

[25]
Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf pusat dan
organ yang mengandung otot polos. Opioid menimbulkan analgesia, rasa
mengantuk eforia, depresi pernapasan terkait dosis, gangguan respons
adrenokorteks terhadap stres (pada dosis tinggi), dan penurunan tahanan
perifer (dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa efek
terhadap indeks jantung. Efek terapiutik opioid pada edema paru
merupakan akibat sekunder dari peningkatan pada dasar kapasitansi. Efek
konstipasi opioid timbul akibat induksi dari kontraksi non propulsif
melalui traktus gastrointestinal. Opioid dapat menyebabkan spasme traktus
biliaris dan peningkatan tekanan duktus biliaris komunis diatas kadar pra
obat. Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung terhadap pusat
batuk dalam medula. Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan tekanan
intra kranial.Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktifasi
zona pemicu kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat
menyebabkan pruritus setelah pemberian oral atau sistemik. Perubahan
modulasi sensorik sebagai akibat sekunder pengikatan langsung opioid
pada reseptor opiatdalam medula oblongata dapat merupakan mekanisme
terjadinya pruritus setelah pemberian epidural / intratekal. Analgesia intra
artikuler terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan opioid dengan reseptor
opiat dalam sinovium.
3) Farmakokinetika
Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral 15-60
menit dan epidural spinal 15-60 menit. Efek puncak; IV 5-20 menit, IM
30-60 menit, SK 50-90 menit, oral 30-60 menit dan epidural / spinal 90
menit. Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural / spinal
90 menit. Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi
oleh alkohol, sedatif, antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor MAO
dan antidepresan trisiklik. Dapat mengurangi efek diuretik pada pasien
dengan gagal jantung kongestif. Anelgesia dipertinggi dan diperpanjang
oleh agonis alfa-2. Penambahan epineprin dan morpin intratekal / epidural
menimbulkan peningkatan efek samping dan perpanjangan blok motorik.
Efek samping

[26]
- Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia,
kekakuan dinding dada.
- Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme.
- SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia.
- Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter.
- Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia,
mual, muntah dan penundaan pengosongan lambung.
- Mata; miosis
- Muskuloskletal; kekakuan dinding dada.
- Alergi; pruritus dan urtikaria.

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ABDOMINAL PAIN

1. Pengkajian
1. Pasien mengeluh nyeri perut.
2. Nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. RR meningkat
5. Pasien tampak meringis.
6. Pasien mengatakan nyeri ringan – sedang
7. Pasien mengatakan nyerinya bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit
dilokalisasi
8. Pasien hanya minum < 8 gelas sehari
9. Pasien muntah-muntah
10. Pasien tampak lemah.
11. Lidah dan mukosa bibir pasien kering.
12. Turgor kulit tidak elastis.
13. Urine sedikit dan pekat.
14. Pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan.
15. Pasien hanya makan sedikit dari porsi yang diberikan.
16. Berat badan pasien turun

[27]
17. Pasien tampak lemah dan kelelahan
18. Kekuatan otot
4444 4444
4444 4444
19. Pasien tidak bisa melakukan aktivitas.

 Pemeriksaan fisik
Dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum penderita (status
generalis) untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim kardiovaskuler dan sistim
saraf yang merupakan sistim vital untuk kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan
keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada penderita dilaksapakan secara sistematis
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Tanda-tanda khusus pada akut
abdomen tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan, perforasi atau
obstruksi.
 Inspeksi
Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen adalah :
- Penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena nyeri didaerah
- abdomen. Penderita pucat, keringat dingin.
- Bekas-bekas trauma pads dinding abdomen, memar, luka,prolaps omentum
atau usus. Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen sukar ditemukan
tanda-tanda khusus, maka harus dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter
yang sama untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perubahan pada
pemeriksaan fisik.
- Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah,
dan bila orangnya kurus kadang-kadang terlihat peristalsis usus (Darm-
steifung).
 Palpasi
a) Akut abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui peradangan atau
iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang
terkena iritasi.
b) Palpasi akan menunjukkan 2 gejala :
1. Perasaan nyeri

[28]
Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan bertambah pads
waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis
lokal akan timbul rasa nyeri di daerah peradangan pads penekanan dinding abdomen
di daerah lain.
2. Kejang otot (defense musculaire, muscular rigidity)
Kejang otot ditimbulkan karena rasa nyeri pads peritonitis diffusa yang karena
rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.

 Perkusi
Perkusi pads akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal. 1) Perasaan nyeri oleh
ketokan pads jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok. 2) Bunyi timpani karena
meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas pads ileus obstruksi rendah.
 Auskultasi
Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi
perangsangan peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileus paralitik.
 Pemeriksaan rectal
Toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan pemeriksaan
rutin untuk mendeteksi adanya trauma pads rektum atau keadaan ampulla recti apakah
berisi faeces atau teraba tumor.

2. Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri akut berhubungan dengan post operasi ditandai dengan Pasien mengeluh
nyeri perut, nadi meningkat, tekanan darah meningkat, RR meningkat, Pasien
tampak meringis dan pasien mengatakan slaka nyeri ringan - sedang.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan intake cairan insisi
bedah ditandai dengan pasien tampak lemah, lidah dan mukosa bibir pasien kering,
turgor kulit tidak elastis, urine sedikit dan pekat, minum < 8 gelas.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri insisi bedah
ditandai dengan pasien lemah, tampak kelelahan.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah ditandai dengan Pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan, pasien
hanya makan sedikit dari porsi yang diberikan, dan berat badan pasien turun

[29]
3. Intervensi
1. Nyeri akut
Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam di harapkan nyeri dapat berkurang atau
terkontrol dengan kriteria hasil :
1. Nyeri pasien dapat berkurang
2. Skala intensitas nyeri berkurang 2 -3
3. Pasien tampak tenang
4. TTV tampak normal ( dalam batas normal )
Intervensi Rasional
1. Jelaskan kepada klien tindakan yang 1. klien mengetahui dan
akan di lakukan. dapat mengikuti tindakan
yang akan di lakukan

2. lingkungan tenang akan


2. Manajemen lingkungan: lingkungan menurunkan stimulus nyeri
tenang, batasi pengunjung, dan eksternal dan pembatasan
istirahatkan klien pengunjung akan
membantu meningkatkan
kondisi okisigen (O2)
ruangan

3. Dengan tehnik relaksasi nyeri


3. Ajarkan dan dorong pasien tehnik dapat mengurangi nyeri .
relaksasi napas dalam

4. untuk menurunkan ketegangan


atau spasme otot dan untuk
4. Bantu pasien untuk mendapatkan
mendistribusikan kembali
posisi yang nyaman, dan gunakan
tekanan pada bagian tubuh
bantal untuk membebat atau
menyokong daerah yang sakit bila
diperlukan .
5. Kolaborasi dengan pemberian

[30]
5. Kolaborasi pemberian analgetik analgetik sesuai indikasi dapat
memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri dapat
berkurang.

6. Observasi TTV 6. Peningkatan nadi menunjukkan


adanya nyeri.

7. Observasi skala nyeri 7. Untuk mengetahui intervensi


selanjutnya dan untuk melihat
skala nyeri.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan intake cairan insisi bedah
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam di harapkan volume cairan tetap adekuat
dengan kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital tetap stabil
2. Warna kulit dan suhu normal
3. Kadar elektrolit tetap dalam rentang normal
4. Pasien mempunyai turgor kulit normal dan membran mukosa lembab

Intervensi Rasional
1. Pantau dan catat tanda-tanda vital 1. Takikardia, dispnea, atau
setiap 2 jam atau sesering mungkin hipotensi dapat
sesuai keperluan sampai stabil. mengindikasikan
Kemudian pantau dan catat tanda- kekurangan volume cairan
tanda vital setiap 4 jam. atau ketidakseimbangan
elektrolit.

2. Untuk mencegah
2. Selimuti pasien hanya dengan kain
vasodilatasi, terkumpulnya
yang tipis. Hindari terlalu panas
darah di ektremitas, dan
berkurangnya volume

[31]
darah sirkulasi.
3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1
3. Haluaran urine yang
sampai 4 jam. Catat dan laporkan
rendah dan berat jenis
perubahan yang signitifikan
urine yang tinggi
termasuk urine, feses, muntahan,
mengindikasikan
drainase luka.
hopovolemia.

4. Berikan cairan, darah atau produk 4. Untuk mengganti cairan


darah, atau ekspander plasma dan kehilangan darah serta
mempermudah pergerakan
cairan ke dalam ruang
intravaskular, pantau dan
catat keefektifan dan
semua efek yang tidak
diharapkan.

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri insisi bedah:


Setelah diberikan asuhan keperawatan pasien akan menunjukkan tingkat peningkatan
aktivitas optimal dengan kriteria hasil :
1. Pasien menyatakan keinginannya untuk meningkatkan aktivitas
2. Pasien mengindentifikasi faktor-faktor terkontrol yang menyebabkan kelemahan
3. Tekanan darah, kecepatan nadi dan respirasi, tetap dalam batas yang ditetapkan selama
aktivitas
4. Pasien menyatakan rasa puas dengan setiap tingkat aktivitas baru yang dapat dicapai

Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentang 1. Untuk
mengkomunikasikan
[32]
perlunya beraktifitas kepada pasien bahwa
aktivitas akan
meningkatkan
kesejahteraan fisik dan
psikososial

2. Untuk mrningkatkan
motivasinya agar lebih
2. Identifikasi aktivitas-aktivitas pasien
aktif
yang diinginkan dan sangat berarti
baginya 3. Partisipasi pasien dalam
3. Dorong pasien untuk membantu perencanaan dapat
merencanakan kemajuan aktivitas membantu memperkuat
yang mencakup aktivitas yang keyakinan pasien
diyakini sangat penting oleh pasien
4. Untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh
4. Intruksikan dan bantu pasien untuk
dan mencegah keletihan
beraktivitas diselingi istirahat
5. Untuk membantu
5. Identifikasi dan minimalkan faktor- meningkatkan aktivitas
faktor yang dapat menurunkan pasien
toleransi latihan pasien

6. Pantau dan respons fisiologis 6. Untuk meyakinkan bahwa


terhadap peningkatan aktivitas frekuensinya kembali
(termasuk respirasi, denyut dan
iramma jantung, tekanan darah)

4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh dapat tercukupi secara optimal dengan kriteria hasil :
1. Pasien makan secara mandiri tanpa di dorong
2. Berat badan pasien bertambah (kg) setiap minggu
3. Pasien dan anggota keluarga mengomunikasikan pemahaman kebutuhan diet khusus

[33]
Intervensi Rasional
1. Jelaskan kepada klien tindakan yang 1. klien mengetahui dan
akan di lakukan. dapat mengikuti
tindakan yang akan di
lakukan

2. untuk membantu
2. Beri kesempatan pasien mengkaji penyebab
mendiskusikan alasan untuk tidak gangguan makan
makan
3. untuk meningkatkan
3. Tentukan makanan kesukaan pasien
nafsu makan pasien
dan usahakan untuk mendapatkan
makan tersebut, tawarkan makanan
yang merangsang indra penciuman,
penglihatan dan taktil
4. untuk mengkaji zat gizi
4. Observasi dan catat asupan pasien yang di konsumsi dan
suplemen yang
diperlukan

5. Tindakan ini
memberikan data

5. Timbang berat badan pasien pada akurat dan memberikan

jam yang sama setiap hari. Beri pengendalian pada

penguatan penambahan berat badan pasien tentang

dengan pujian atau penghargaan makanan yang akan


dimakan dan pujian
atau penghargaan yang
di dapatkan

5. Implementasi
[34]
Adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995).

1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme abdomen

IMPLEMENTASI

1. Menjelaskan kepada klien tindakan yang akan di lakukan.


2. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan
istirahatkan klien
3. Mengajarkan dan dorong pasien tehnik relaksasi napas dalam
4. Membantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman, dan gunakan
bantal untuk membebat atau menyokong daerah yang sakit bila
diperlukan .
5. Berkolaborasi pemberian analgetik
6. Mengobservasi TTV
7. Mengobservasi skala nyeri

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah

IMPLEMENTASI

1. Memantau dan mencatat tanda-tanda vital setiap 2 jam atau sesering


mungkin sesuai keperluan sampai stabil. Kemudian pantau dan catat
tanda-tanda vital setiap 4 jam.
2. Menyelimuti pasien hanya dengan kain yang tipis. Menghindari kain
yang terlalu panas
3. Mengukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan
perubahan yang signitifikan termasuk urine, feses, muntahan, drainase
luka.
4. Memberikan cairan, darah atau produk darah, atau ekspander plasma

[35]
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri

IMPLEMENTASI

1. Mendiskusikan dengan pasien tentang perlunya beraktifitas


2. mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pasien yang diinginkan dan sangat
berarti baginya
3. Mendorong pasien untuk membantu merencanakan kemajuan aktivitas
yang mencakup aktivitas yang diyakini sangat penting oleh pasien
4. Mengintruksikan dan membantu pasien untuk beraktivitas diselingi
istirahat
5. Mengidentifikasi dan meminimalkan faktor-faktor yang dapat
menurunkan toleransi latihan pasien
6. Memantau dan merespons fisiologis terhadap peningkatan aktivitas
(termasuk respirasi, denyut dan iramma jantung, tekanan darah)

4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

IMPLEMENTASI

1. Menjelaskan kepada klien tindakan yang akan di lakukan.


2. Memberi kesempatan pasien mendiskusikan alasan untuk tidak makan
3. menentukan makanan kesukaan pasien dan usahakan untuk mendapatkan
makan tersebut, tawarkan makanan yang merangsang indra penciuman,
penglihatan dan taktil
4. Mengobservasi dan catat asupan pasien
5. Menimbang berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari. Beri
penguatan penambahan berat badan dengan pujian atau penghargaan

6. Evaluasi
1. Nyeri pasien berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Volume cairan seimbang.

[36]
3. Pasien dapat melakukan aktivitasnya kembali setelah dilakukan tindakan
keperawatan
4. Tidak terjadi kekurangan nutrisi

[37]

Anda mungkin juga menyukai