Anda di halaman 1dari 34

Hilman Suhaili

LBM 4 MODUL Enterohepatik Nyeri Perut Kanan Atas Menjalar Sampai ke Bahu Kanan

STEP 1 Murphys sign : pemeriksaan pada kandung empedu mengkaitkan ibu jari diantara MRA dengan arcus costa dextra jika pasien kesakitan maka positif.

STEP 2 1. Mengapa nyeri perut kanan atas dan mereda kurang lebih satu jam ? 2. Mengapa nyeri menjalar sampai bahu kanan ? 3. Apa hubungan mengkonsumsi pil KB dengan keluhan ? 4. Bagaimana hubungan kolesterol darah meningkat dengan penyakit diderita? 5. Apa hubungan berat badan meningkat dengan keluhan ? 6. Mengapa pemeriksaan murphys sign positif ? 7. Mengapa pada pasien didapatkan suhu yang meningkat ? 8. Pemeriksaan lain apa yang dilakukan selain murphys sign ? 9. DD ? 10. Komplikasi dari skenario ?

STEP 3 1. Mengapa nyeri perut kanan atas terus menerus dan tidak mereda selama kurang lebih satu jam ? Jawaban : Nyeri yang terjadi pada organ ini adalah jenis nyeri central(visceral) yang umumunya di sebabkan oleh rangsangan organ yang berada dalam rongga perut. Dalam hal ini nyeri di kaitkan dengan kelainan organ yang terjadi pada vesica fellea ( kandung empedu), akibat dari suatu peradangan yang terjadi atau adanya sumbatan pada ductus cysticus atau ductus biliernya.

Hilman Suhaili
Rasa nyeri yang terjadi terus menerus dan berhenti setelah satu jam di kaitkan dengan konsumsi makanan pada pasien. Saat terjadi sumbatan pada ductus cysticus maka akan terjadi peradangan yang menyebabkan terstimulasinya system saraf aferen oleh bradikinin yang di keluarkan akibat reaksi peradangan dan akan menimbulkan rangsangan rasa nyeri pada organ tersebut, nyeri ini dapat netral sendirinya oleh kompensasi yang di sebabkan dari system analgesia yang terjadi pada medulla spinalis, ini berkaitan dengan sekresi serotonoin yang dapat menghambat rangsangan rasa nyeri yang terjadi pada saraf dan alur masuk ke dalam medulla spinalis dan di sebut sebagai system penekan rasa nyeri ( Analgesia). Namun pada keadaan tertentu rangsangan nyeri dapat timbul kembali akibat terjadinya kontraksi pada organ ini yang sering di sebabkan oleh kontraksi dari kandung empedu untuk mngeluarkan cairannya yang berfungsi untuk mengemulsifikasi lemak yang masuk ke dalam duodenum. Sehingga ketika makanan dalam duodenum telah selesai di emulsifikasi, maka kontraksi kandung empedu akan terhenti dana rasa nyeri dapat nentral kembali. Sehingga dapat di hubungkan nyeri yang mereda setelah satu jam ada kaitannya dengan konsumsi makanan yang di makan oleh pasien. GUYTON and HALL (Buku Ajar Fisiologi )

Mekanisme Nyeri
Kapasitas jaringan menimbulkan nyeri apabila mendapat rangsangan yang mengganggu, bergantung pada keberadaan nosiseptor (saraf aferen primer untuk menyalurkan dan menerima rangsangan nyeri). Ujung-ujung saraf bebas nosireseptor berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan kimiawi yang menimbulkan nyeri. Distribusi nosireseptor bervariasi di seluruh tubuh, dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak di jaringan kutis , otot rangka dan sendi. Reseptor nyeri visera tidak terdapat di parenkim organ internal itu sendiri, tetapi di permukaan peritoneum, membran pleura, durameter dan pembuluh darah.

Hilman Suhaili
Saraf perifer terdiri dari akson toga tipe neuron yang berlainan: neuron aferen atau neuron sensorik primer, neuron simpatik dan neuron pascaganglion simpatis. Serat pascaganglion simpatik dan motorik adalah serat aferen (membawa impuls dari medula spinalis ke jaringan organ efektor). Badan sel dari neuron aferen primer terletak di akral dorsal N. Spinalis. Setelah keluar dari badan selnya di ganglion akral dorsal (GAD), akson saraf aferen primer terbagi mnejadi dua prosesus: satu masuk ke kornu dorsalis medula spinalis, dan yang lain mempersarafi jaringan. Serat serat aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat mielinisasi, dan kecepatan penghantaran. Serat aferen Aalfa dan A-beta berukuran paling besar dan bermielin serta memiliki kecepatan hantaran tertinggi. Serta serat ini berespon terhadap sentuhan, tekanan, dan sensasi kinestetik, namun seratserat ini tidak berespon terhadap rangsangan yang mengganggu sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai nosiseptor. Sebaliknya serat serat aferen primer A-delta yang bergaris tengah kecil dan sedikit bermielin serta serat aferen primer C.

(Price and Wilson, 2001)

Nyeri visceral Nyeri viseral kadang disebut nyeri sentral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam

rongga perut.
Peritoneum viseral yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya kolik atau radang, akan timbul nyeri. Nyeri ini tidak dapat ditunjukkan secara tepat letak nyerinya.. Terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya dalam keadaan cedera atau radang.

Hilman Suhaili
Pola nyeri biasanya khas sesuai dengan persarafan embrionalnya, yaitu : o Foregut ( lambung, duodenum, hepatobilier dan pankreas ) nyeri di ulu hati atau epigastrium o Midgut ( usus halus, usus besar sampai pertengahan kolon transversum ) nyeri di umbilikus o Hindgut ( pertengahan kolon transversum sampai kolon sigmoid ) nyeri di perut bagian bawah.

Nyeri somatik Nyeri ini terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi

oleh saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietal dan luka pada dinding perut.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat nyeri dapat ditunjukkan secara tepat letaknya dengan jari, biasanya dekat dengan organ sumber nyeri. Proses nya : Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang. Gesekan antara visera yang meradang rangsangan peritoneum nyeri. Peradangannya + gesekan antara kedua peritoneum perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendicitis akut. Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri.

Letak nyeri perut : Nyeri visceral sesuai letaknya dengan asal organ tersebut pada masa embrional Nyeri somatik dekat dengan sumber nyeri.

Sifat nyeri :

Hilman Suhaili
Nyeri alih Terjadi jika satu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Nyeri proyeksi Disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cedera atau peradangan saraf. Eg : nyeri fantom setelah amputasi, nyeri perifer setempat pada herpes zoster. Hiperestesia atau hiperalgesi Sering ditemukan pada kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. Eg : pada pasien peritonitis. Nyeri kontinu Nyeri yang dirasakan terus menerus. Nyeri kolik Merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut. Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Yang khas adalah adanya TRIAS KOLIK : nyeri perut kumatan yang disertai Mual, Muntah, dan Gerakan paksa. Eg : obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer. Nyeri iskemik Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Nyeri pindah Kadang, nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Eg : pada apendisitis. ( Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Wim de Jong, EGC ) Stimulus yang dapat mencetuskan nyeri visceral yaitu : Iskemia terbentuknya produk metabolik akhir yang asam atau produk yang dihasilkan oleh jaringan degeneratif, sperti bradikinin, enzim proteolitik atau bahan lain yang merangsang ujung serabut nyeri.

Hilman Suhaili
Stimulus kimia seringkali bahan2 yang rusak dari gastrointestinal masuk ke dalam rongga peritoneum rasanya nyeri yang sangat hebat Spasme viskus berongga terangsangnya ujung serabut nyeri secara mekanis, atau sapsme yang mungkin menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot, dibarengi dengan kebutuhan otot untuk proses metabolisme sehingga menimbulkan nyeri hebat. Eg pada kram Distensi berlebihan pada viskus berongga Teregangnya jaringan ikat yang mengelilingi organ viscera

( Fisiologi Guyton Hall )

Letak nyeri perut

a. Nyeri viseral Pola nyeri khas dengan persarafan embrional organ yang terlibat yaitu : Asal organ usus depan (foregut) usus tengah (midgut) usus belakang (hindgut) Organ lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan prankreas jejenum sampai pertengahan kolon transversum pertengahan kolon transversum sampai kolon Lokasi nyeri nyeri di ulu hati atau epigastrium nyeri di sekitar umbilikus nyeri di perut bagian bawah

Hilman Suhaili
sigmoid retroperitonial ginjal, ureter Pelvis Adneksa punggung, lipat paha punggung, suprapubik

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah ed revisi. Jakarta: EGC

2. Mengapa nyeri menjalar sampai bahu kanan ? hPersyarafan

( Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Wim de Jong, EGC )

Karena n. phrenicus mensarafi diafragma bgn sentral ,nervus menyilang sampai bahu kanan penjalaran sampai bahu kanan. Karena saraf C3-C5, menjalarnya ke punggung tengah, scapula baru ke puncak bahu kanan. Secara embriologi n. prhenicus berasal dari kanan. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier

Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan

Hilman Suhaili
posisi yang nyaman. Nyeri akan dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang disertai rasa mual dan ingin muntah dan pada pagi hari karena metabolisme di kandung empedu akan Mekanisme nyeri dan kolik bilier tersumbat (saluran duktus sistikus) kartilago kosta IX dan X bagian kanan Batu empedu meningkat. Aliran empedu

Distensi kandung empedu

Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada Merangsang ujung-ujung saraf Impuls sekitar untuk mengeluarkan bradikinin dan serotonin

disampaikan ke serat saraf aferen simpatis Menghasilkan substansi P (di medula spinalis)Thalamus K orteks somatis sensori Bekerjasama dengan pormatio retikularis(untuk lokalisasi nyeri) Serat saraf eferen Hipotalamus Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan Penurunan daerah epigastrium terutama saat inspirasi dalam

pengembangan thorak Menjalar ke tulang belikat (sampai ke bahu kanan) Nyeri meningkat pada pagi hariKarena metabolisme meningkat di kandung empedu.

3. Apa hubungan mengkonsumsi pil KB dengan keluhan ? 4. Bagaimana hubungan kolesterol darah meningkat dengan penyakit diderita? 5. Apa hubungan berat badan meningkat dengan keluhan ? Rasio wanita terhadap pria 3:1 70 th 2:1 karena esterogen endogen yang menghambat konversi enzimatik dari kolesterol menjadi asam empedu sehingga menambah saturasi kolesterol dari cairan empedu.

Kehamilan menambah resiko batu empedu.


Progesterone menyebabkan gangguan pengosongan VF dan bersama esterogen meningkatkan litogenitas cairan empedu pada kehamilan. Estrogen endogen menghambat konversi ensimatik dr kolesterol mjd as.empedusupersaturasi kolesterol tdk dapat ditrasport oleh micell vesikel2kolesterol tertinggal beragregasi membentuk intikristal

Hilman Suhaili
gangguan difusi dan inkorporasi kolesterol sel mukosa kandung empedu meningkat dan gangguan disfungsi VF kontraksi VF terganggu stasis empedu musin terakumulasi(protein yang berperan dlm nukleasi kolesterol) lamanya cairan empedu tertampung dalam VF musin smakin kentalviskositas tinggigangguan pengosongan VF Sumber : ILMU PENYAKIT HATI Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. http://www.scribd.com/doc/26152642/makalah-kolelitiasis o Pada sistem hati dan kandung empedu.Estrogen akan menyebabkan perubahan pada hasil tes faal hati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian estrogen akan meningkatkan insiden radang kandung empedu dan pembentukan batu empedu. Efek ini diduga diakibatkan oleh lambatnya pengosongan kandung empedu(hypotoni pada otot dinding kandung empedu), meningkatnya kadar kolesterol, dan menurunnya kadar asam empedu di dalam cairan empedu. o Pada metabolisme lemak. Perubahan metabolisme lemak pada pemakai pil KB disebabkan oleh estrogen dan progesteron, yang masing-masing mempunyai efek berbeda. Estrogen bersifat kardioprotektif (melindungi jantung) dan anti-aterogenik (anti pembentukan lemak), sedangkan progestron bersifat anti-estrogen. Pemakaian estogen tunggal antara lain pada hati, estrogen meningkatkan reseptor lipoprotein, akan menurunkan aktivitas enzim liporotein lipase, meningkatkan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), dan menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat). Efek progesteron justru berbanding terbalik dengan efek estrogen tersebut, dan efek ini tergantung pada potensi androgennya. Makin kuat potensi androgen-nya, makin besar efek buruknya pada metabolisme lemak. o Timbunan lemak itu memicu pembuatan hormon, terutama estrogen. Normalnya, pada usia reproduksi calon hormon estrogen ini berasal dari ovarium. Selain sebagai penghasil gamet atau ova, ovarium juga

Hilman Suhaili
berperan sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Hanya saja, pada perempuan obesitas, estrogen ini tidak hanya berasal dari ovarium tapi juga dari lemak yang berada di bawah kulit.Lemak bawah kulit itu berisi kolesterol, dan lemak yang merupakan prekursor dari estrogen. Maksudnya, estrogen yang berasal dari luar ovarium cukup banyak dibuat. Padahal dari dalam ovarium sendiri belum banyak estrogen yang terbentuk. Hal ini lalu menyebabkan keluarnya luitenizing hormone (LH) sebelum waktunya.LH yang keluar terlalu cepat akan merangsang keluarnya hormon progesteron dan androgen. Pada siklus normal, hal ini tidak terlalu masalah, karena hormon androgen akan diubah menjadi estradiol.Pada perempuan obesitas, androgen yang keluar terlalu cepat tidak akan diubah menjadi estradiol karena hormon androgen yang keluar itu yang tidak berikatan.

http://bidanriana.dagdigdug.com/tag/adaptasi-fisiologi/

Hilman Suhaili

Hilman Suhaili

Metabolisme Kolesterol Kolesterol diserap dari usus dan digabung ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa. Setelah kilomikron melepaskan Trigliseridanya di dalam jaringan

adiposus, maka sisa kilomikron membawa kolesterol ke dalam hati. Hati dan jaringan lain juga mensintesis kolesterol. Sejumlah kolesterol di dalam hati di ekskresikan di dalam empedu, keduanya dalam bentuk bebas dan sebagai asam empedu. Sejumlah kolesterol empedu diserap kembali dari usus. Kebanyakan kolesterol di dalam hati digabung ke dalam VLDL dan semuanya bersirkulasi di dalam komplek lipoprotein. Umpan balik kolesterol menghambat sintesisnya sendiri dengan menghambat hidroksi- metilglutaril - KoA reduktase, enzim yang mengubah -hidroksi--metilglutaril-KoA ke asam

mevalonat sehingga bila masukan kolesterol diet tinggi, maka sintesis kolesterol hati menurun serta sebaliknya tapi kompensasi umpan balik tidak lengkap, karena diet yang rendah dalam kolesterol dan lemak jenuh menyebabkan penurunan dalam kolesterol darah yang bersirkulasi (William F.Ganong, 1995). 6. Mekanisme Transport Kolesterol Dalam Tubuh Lemak dalam tubuh diangkut dari satu tempat ke tempat lain karena lemak bersifat tidak larut dalam air, maka untuk mengangkut lemak tersebut diperlukan suatu alat pengangkut Apo-Protein yaitu suatu jenis protein. Apoprotein dengan lemak yang diangkutnya membentuk suatu ikatan yang disebut lipoprotein.

Hilman Suhaili

6. Mengapa pemeriksaan murphys sign positif ? Jawaban : Murphy sign adalah suatu metode pemeriksaan fisik yang di lakukan pada pasien yang di duga menderita kolesistitis(peradangan yang terjadi pada kandung empedu). Teknik pemeriksaan yang di lakukan ialah dengan menekan bagian perpotongan tepi lateral dari m.rectus abdominus dengan pertengahan arcus costa sinistra terbawah dengan menggunakan ibu jari. Apabila terjadi kasus peradangan kandung emepedu, tekanan tersebut akan menimbulkan nyeri yang sangat spesifik seperti nyeri central, dan pasien akan merasakan rasa sakit . 7. Mengapa pada pasien didapatkan suhu yang meningkat ?
Mekanisme Demam

Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentaratentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari

Hilman Suhaili
termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. (Ref : Fisiologi Sheerwood)

. Patofisiologi Demam

Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set point. (Julia, 2000)
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zatasing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh

(pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).

Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas tentara tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2003) Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush. Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu baru. Krisis/flush. Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan kembali ke tingkat normal. (Guyton, 1999)

Etiologi

Hilman Suhaili
1. Penyebab Infeksi

1. Penyebab Non Infeksi


v v v v v

Parasit Bakteri Virus Jamur dll

v Neoplasma v Nekrosis Jaringan v Kelainan Kolagen Vaskular v Emboli Paru / Trombosis vena dalam v Obat , metabolism, dll

Demam = Fever Demam atau pireksia merupakan keadaan dimana suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh Interleukin-1 (IL-1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang interleukin-1 , sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1, Tumor Necrosis Factor (TNF), dan Interferon (INF) adalah pirogen endogen. Pirogen eksogen akan merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung pada hipotalamus. Beberapa contoh pirogen mikrobial, antara lain; bakteri gram negatif dan positif, virus, jamur. Sedangkan contoh pirogen non-mikrobial, antara lain; fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid, sistem monosit-makrofag, Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktifasi, interferon (INF), Interleukin-2 (IL2), dan Granulocyte-Macrophage Coloby-Stimulating Factor (GM-CSF). Daerah spesifik dari IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang mengandung

Hilman Suhaili
sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVTL) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel memproduksi PGE-2, secara difusi masuk kedalam preoptik/region hipotalamus untuk menyebabkan demam atau bereaksi pada serabut saraf dalam OVLT. Prostaglandin E2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan erat antara demam, IL-1, dan peningkatan kadar PGE2 di otak. Penyuntikan PGE2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang memproduksi demam beberapa menit, lebih cepat daripada demam yang diinduksi oleh IL-1.

Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan member isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkahlaku manusia yang bertujuan menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Kation Na+, Ca2+, dan cAMP berperan dalam mengatur suhu tubuh, meski mekanisme pastinya belum begitu jelas. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik yang menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin E2 diketahui mempengaruhi secara negative-feed back dalam pelepasan IL-1, sehingga mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, vasopressin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fevers. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan serabut simpatis.

Fisiologi Demam (Bagaimana Demam Terjadi) Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi 41 derajat selsius.

Hilman Suhaili
Demam Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal. Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia atau febris. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40C), demam disebut hipertermi. Demam dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik atau pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 ketika sampai di hipotalamus akan menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperature tubuh dalam waktu 8 10 menit. Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengan zat ini, yang selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase demam, meliputi fase awal, proses, dan fase pemulihan (defesvescence). Tanda-tanda ini muncul sebagai hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme pengaturan suhu tubuh. Fase-fase Terjadinya Demam Fase I: awal (awitan dingin atau menggigil) Peningkatan denyut jantung Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi Merasakan sensasi dingin Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi

Hilman Suhaili
Rambut kulit berdiri Pengeluaran keringat berlebihan Peningkatan suhu tubuh Fase II: proses demam Proses menggigil lenyap Kulit terasa hangat / panas Merasa tidak panas atau dingin Peningkatan nadi dan laju pernafasan Peningkatan rasa haus Dehidrasi ringan hingga berat Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf Lesi mulut herpetik Kehilangan nafsu makan ( jika demam memanjang ) Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein Fase III: pemulihan Kulit tampak merah dan hangat Berkeringat Menggigil ringan Kemungkinan mengalami dehidrasi Pada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri manusia bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan interleukin-1 yang akan mengaktifkan sel T. suhu tinggi ( demam ) juga berfungsi meningkatkan keaktifan ( kerja ) sel T dan B terhadap organisme pathogen. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolisme. Selain itu, pada keadaan tertentu demam dapat mengaktifkan kejang.

Hilman Suhaili
8. Pemeriksaan lain apa yang dilakukan selain murphys sign ?

Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan Laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. b. Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, flexura hepatica.

Hilman Suhaili

Gb 2. Foto Rongent pada kolelitiasis

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95%.

Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai : Memastikan adanya batu empedu Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya. Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau di dalam duktus.

Hilman Suhaili
Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan ultrasonografi, yaitu : Ultrasonografi transabdominal Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak

membahayakan pasien. Hampir sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi transabdominal, namun kurang baik dalam

mengidentifikasi batu empedu yang berlokasi di dalam duktus dan hanya dapat mengidentifikasi batu empedu dengan ukuran lebih besar dari 45 mm.

Ultrasonografi endoskopi Ultrasonografi endoskopik dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada ultrasonografi transabdominal. Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus biliaris lebih baik. Kekurangannya adalah mahal dari segi biaya dan banyak menimbulkan risiko bagi pasien. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam usus. Dengan ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Hilman Suhaili

Gb 3. Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gb 4. Hasil Kolesistografi

Hilman Suhaili
CT scan

Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

Gb 5. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah

diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

Hilman Suhaili

Gb 6. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang)

Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)

Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk

mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.

Gb 7. Hasil MRCP

Hilman Suhaili
9. DD ? 1. Defenisi Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Lesmana dkk,divisi hepatology FKUI 2009).1 Kejadian batu empedu di negara negara industri antara 10 15 %. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut Healthy Lifestyle Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi

tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.2,3 Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu

Hilman Suhaili
calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.1 Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Sedangkan patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.
1

Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung empedu, maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala gejala biasanya timbul bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang kadang sirosis bilier.4,5 Jika batu empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan pengobatan. Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut cholecystectomy. Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparoskopi atau bedah minimal. Karena hanya dengan sayatan kecil, proses pemulihannya pun lebih cepat. Bedah minimal juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan saja, tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kantong empedu diangkat. Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang bisa saja melanjutkan kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya

Hilman Suhaili
kantong empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani pengangkatan kantong empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan yaitu dengan membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak.6

Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.1,8 Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garamgaram empedu dan lesitin dari empedu, dan terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.6 Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam

Hilman Suhaili
duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.1,7,8

2.4 Patofisiologi
a. Batu Kolesterol Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain.
7

Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:

Supersaturasi empedu dengan kolesterol. Pembentukan nidus. Kristalisasi/presipitasi. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.

b. Batu Kalsium bilirubinat (pigmen coklat) Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya batu pigmen coklat ini

Hilman Suhaili
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. Batu pigmen coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia. Batu ini terbentuk akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan karena disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit. Pada infeksi empedu, kelebihan aktivitas -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.1 c. Batu pigmen hitam Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Batu empedu jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan yang kasar. Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol.10

2.5 Manifestasi klinis


2.5.1. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)

Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis,

Hilman Suhaili
nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dyspepsia atau mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.4 Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri post prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.1,7 Pasien dengan komplikasi batu empedu Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada

Hilman Suhaili
kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.4

2.5.2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma3. Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.7

Hilman Suhaili
Penatalaksanaan
7,9,10

2.7.1 Konservatif

a). Lisis batu dengan obat-obatan Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1. b). Disolusi kontak Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi2. c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL) Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat10.

Hilman Suhaili
2.7.2 Penanganan operatif

a). Open kolesistektomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %4. b). Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.16

c). Kolesistektomi minilaparatomi.

Hilman Suhaili
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah.

10.

Komplikasi dari skenario ?

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis: a. Asimtomatik b. Obstruksi duktus sistikus c. Kolik bilier d. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforasi e. Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung empedu Fistel kolesistoenterik Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Anda mungkin juga menyukai