TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Abdomen
Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-
otot, fascia transversalis dan parietal peritoneum (Shaikh, 2014). Selain itu, posisi
abdomen ada diantara toraks dan pelvis (Moore, 2014)
Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari bagian midline
dan bagian transumbilical (Pansky, 2013)
12
Menurut Singh (2014), bagian-bagian abdomen terbahagi kepada :
1. hypocondriaca dextra
2. epigastrica
3. hypocondriaca sinistra
4. Lumbalis dextra
5. umbilicalis
6. Lumbalis sinistra
7. inguinalis dextra
8. pubica
9. inguinalis sinistra
Menurut Singh (2014),tempat organ abdomen adalah pada:
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung
empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan
dan kelenjar suprarenal kanan.
2. epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3. hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
13
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8. Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.
14
Persarafan organ abdominal
15
abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola
nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada
apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis dan nyeri akan
semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan
melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan
menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik
(Singh, 2014).
Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute
abdominal pain menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya),
nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan onset gradual/ bertahap dan
durasi yang lebih lama. Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari
usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal
cord. Saraf aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari
diafragma, kapsul lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3
sampai C5. Spinal cord dari T6 sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian
diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri
dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada
segmen T10 sampai L11.
Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis
memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon
rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek,
hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada
abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum akan
menghasilkan sensasi nyeri. Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri
viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal
pain jika mengenai saraf sensorik.
Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal pain, atau reffered pain.
Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan baik, biasanya di
epigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik. Pasien dengan nyeri
viseral mungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri
parietal atau nyeri somatik yang terkait dengan gangguan intraabdominal akan
menyebabkan nyeri yang lebih inten dan terlokalisir dengan baik.
16
3.2 Jenis Nyeri Perut
A. Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur
dalam rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale
yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan
tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan
atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada pasien.
Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjukkan
secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak
tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang
disebut juga nyeri sentral (Sjamsuhidajat et all,2010).
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu
lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan
nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari
midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon transversum
yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang
lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon transversum sampai
dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah.
Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak dipengaruhi
oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak(Sjamsuhidajat , dkk., 2010).
B. Nyeri somatik
17
3.3 Sifat Nyeri Perut
Berdasarkan letak atau penyebarannya, nyeri dapat bersifat nyeri alih dan
nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu meluasnya rasa nyeri dapat
membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke
arah belikat. nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri
pada bahu menunjukkan adanya rangsangan pada diafragma (Sjamsuhidajat
dkk., 2010).
1. Nyeri Alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu
daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3-5 pindah ke
bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh
perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu
2. Nyeri Proyeksi
3. Hiperestesia
18
4. Nyeri Kontinyu
5. Nyeri Kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut
(obstruksi usus. batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer).
Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh Jaringan dinding saluran.
Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal
gangguan pendarahan dinding usus juga berupa nyeri kolik.
Serangan kollk biasanya disertai perasaan mual bahkan sampai
muntah. Dalam serangan, pendeiita sangat gelisah kadang sampai berguling-
guling di tempat tidur atau di jalan. Yang khas Ialah trias kolik yang terdiri
atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau muntah dan gerak
paksa.
6. Nyeri Iskemik
19
Nyeri perut dapat Juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat. menetap,
dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang
terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum,
seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi toksin
dari Jaringan nekrosis.
7. Nyeri Pindah
20
Kwandran kanan atas: Kwandran kiri atas:
1. Cholecystitis acute 1. Ruptur lienalis
2. Perforasi tukak duodeni 2. Perforasi tukak lambung
3. Pancreatitis acute 3. Pancreatitis acute
4. Hepatitis acute 4. Ruptur aneurisma aorta
5. Pleuritis 5. Perforasi colon (tumor/corpus
6. Pyelonefritis acute alineum)
7. Abses hepar 6. Pneumonia + pleuritis
7. Pyelonefritis acute
8. Infark miokard akut
Paraumbilical:
1. Ileus obstruksi
2. Appendicitis
3. Pancreatitis acute
4. Trombosis A/V mesentrial
5. Hernia Inguinalis strangulata
6. Aneurisma aorta yang pecah
7. Diverculitis (ileum/colon)
21
Diagnosis Banding Berdasarkan Nyeri Perut Kanan Atas;
1. Abses Hepar
a. Abses Hati Amoebik
Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul
dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan
yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk
– tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan.. Rasa
nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada
saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk – batuk. Keadaan
serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke
paru – paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu
memperkuat diagnosis yang dibuat (Price dan Wilson, 2005)
Gejala demam yang tidak terlalu tinggi merupakan tanda yang
paling sering ditemukan pada abses hepar. Gejala yang non spesifik
anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan
berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90
% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Pada perkusi
diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik,
tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses
teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari
terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri
tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di
interkostal bawah lateral. Ini menunjukkan tanda Ludwig positif dan
merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang besar tampak
sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Ikterus
jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan (Price dan Wilson, 2005).
Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis yang tinggi, anemia ringan sampai sedang, peningkatan
laju endapan darah (LED), peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan
bilirubin, SGOT, SGPT, berkurangnya kosentrasi albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati yang yang disebabkan AHP. Tes serologi
22
digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik (Krige, 2001).
b. Abses Hati Piogenik (AHP)
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik.
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan
dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan
keluhan paling utama dengan tipe remiten, intermiten atau febris kontinu,
keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68 %), mual dan
muntah (39%), berat badan menurun (46%).
Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis
AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati
piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi
atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu
makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan badan, ikterus, buang air
besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan
jelas (> 10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien. Laju endap darah
biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan pada 50-
80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100
pasien. Peningkatan serum aminotransferase apartat dan serum
aminotransferase alanin didapatkan pada 48-60% pasien (Krige, 2001).
2. Hepatitis
a. Hepatitis A
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 10-50 hari (rata-rata
25 hari), biasanya diikuti dengan demam, kurang nafsu makan, mual,
nyeri pada kuadran kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari
kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita biasanya berwarna kuning
23
gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya penyakit kuning. Terjadi
pembesaran pada organ hati dan terasa empuk (Wilson, 2001).
Banyak orang yang mempunyai bukti serologi infeksi akut hapatitis A
tidak menunjukkan gejala atau hanya sedikit sakit, tanpa ikterus
(anicteric hepatitis A). Infeksi penyakit tergantung pada usia, lebih sering
dijumpai pada anak-anak. Sebagian besar (99%) dari kasus hepatitis A
adalah sembuh sendiri (Wilson, 2001). Diagnosis spesifik hepatitis akut
A dibuat dengan menemukan anti-HAV Igm dalam serum pasien.
Pada pemeriksaan tes fungsi hati ditemukan peningkatan SGOT, SGPT,
Gamma GT, dan Bilirubin (Wilson, 2001).
b. Hepatitis B
3. Ruptur Hepar
Secara umum rupture bisa terjadi secara langsung maupun secara tidak
langsung. Secara langsung bisa terjadi karena adanya benturan benda keras
yang menyebabkan robekan pada otot. Secara tidak langsung, bisa terjadi
24
karena penarikan otot yang melampaui batas maksimal kemampuan otot
untuk memanjang. Trauma hepar lebih banyak disebakan oleh trauma tumpul.
biasa disebabkan karena kecelakaan motor, jatuh atau pukulan (Crawford,
2007).
Manifestasi klinis rupture hepar
a. Syok,
b. Iritasi peritoneum dan
c. Nyeri pada epigastrium kanan.
Adanya tanda-tanda syok hipovolemik yaitu
a. Hipotensi, takikardi,
b. Penurunan jumlah urine,
c. Tekanan vena sentral yang rendah, dan
d. Adanya distensi abdomen memberikan gambaran suatu trauma hepar.
Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan diikuti dengan
penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Ditemukan leukositosis lebih
dari 15.000/ul, biasanya setelah ruptur hepar akibat trauma tumpul. Kadar
enzim hati yang meningkat dalam serum darah menunjukkan bahwa terdapat
cidera pada hepar, meskipun juga dapat disebabkan oleh suatu perlemakan
hati ataupun penyakit-penyakit hepar lainnya.
Pada inspeksi diperiksa apakah ada luka, goresan atau robekan, Pada
auskultasi dapat ditemukan gambaran ileus karena darah intraperitoneum
yang bebas dapat meyebabkan ileus, pada perkusi dapat ditemukan gambaran
peritonitis dan bunyi redup bila ada hemiperitoneum dan pada palpasi dapat
ditemukan nyeri lepas.
Pemeriksaaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan
multitrauma. Pada penderita yang hemodinamik normal maka pemeriksaan
ronsen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi
tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui uadara ekstraluminal
di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparatomi segera. Hilangnya bayangan pinggang (psoas
shadow) juga menandakan adanya cedera retroperitoneum. Bila foto tegak
25
dikontra-indikasikan karena nyeri atau patah tulang punggung, dapat
digunakan foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk mengetahui
udara bebas intraperitoneal. evaluasi USG untuk mencari cairan
intraperitoneal bebas. Hal ini dapat dilakukan secepatnya, dan ini sama
akuratnya dengan diagnostik peritoneal lavage untuk mendeteksi
hemoperitoneum.
4. Kolesistitis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut
di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang –
kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.(Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan
penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami
anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi. Pada pemeriksaan
fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran
kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti
(tanda Murphy) (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas
dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang
berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat
[kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima
kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 %
pasien dengan kolesistitis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu
tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema
26
dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan (Isselbacher, K.J, et al,
2009).
Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis
lokal (tanda Murphy). Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya
dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar,
bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra
hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun
gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan
perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda
sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis
(Roe J, 2009).
5. Kolangitis
Kolangitis akut biasanya didiagnosis secara klinis dengan adanya trias
Charcod : ( 1 ) demam dan / atau bukti inflamasi Tanggapan seperti
peradangan , ( 2 ) penyakit kuning dan Hasil tes fungsi hati yang abnormal
seperti kolestasis , dan ( 3 ) riwayat penyakit empedu , nyeri abnormal dan
empedu dilatasi , atau bukti etiologi seperti manifestasi empedu (Price dan
Wilson, 2005).
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali,
ikterus, gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi. Bukti
laboratorium adanya respons inflamasi (leukosit abnormal, meningkatnya
CRP atau perubahan-perubahan lain yang mengindikasikan adanya
inflamasi), test fungsi hati abnormal (peningkatan Alkali phospatase, gamma
glutamil transpeptidase, SGOT/SGPT) dan temuan-temuan pencitraan dilatasi
bilier atau bukti etiologi (misalnya adanya batu, striktur atau sten).
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensit)ifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik Price dan Wilson, 2005).
27
6. Kolelitiasis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik
(adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks
( menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80
% kolelitiasis adalah asimptomatik (Sjamsuhidajat, 2010).
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai
intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama
berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium.
Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya
nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-
tiba.Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas
(Sjamsuhidajat, 2010).
Pada kasus koledokolitiasis obstruksi bisanya menghasilkan peningkatan
SGOT dan SGPT, diikuti dengan peningkatan serum bilirubin setiap jamnya.
Beningkatan bilirubin mengindikasikan adanya obstruksi. Bila obstruksi
menetap akan mengalami penurunan vitamin K akibat dari absorbsi empedu.
Obstruksi pada ampula Vater akan memberikan hasil peningkatan serum
lipase dan amilase. USG merupakan pemeriksaan utama pada kasus batu
empedu; snsitivitas, spesifisitas, noninvasif, dan murah dapat mendeteksi
adanya batu empedu (Sjamsuhidajat, 2010).
7. Koledokolitiasis
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. Pada
28
batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis (Center, 2015)
Pada penderita-penderita yang diduga dengan obstruksi saluran empedu,
USG merupakan pemeriksaan pertama dari serangkaian prosedur pencitraan.
Saluran empedu intra hepatik akan mudah dilihat bila terjadi pelebaran karena
selaluberjalan periportal anterior. Hal ini menjadi sangat penting karena
pelebaran saluran empedu ini kadang-kadang sudah terlihat sebelum bilirubin
darah meningkat (Lesmana, 2000)
8. Pyelonefritis
Gejala klinis yang ditimbulkan karena terjadinya Infeksi saluran kemih
tidaklah khas dan bahkan pada beberapa pasien tidak timbul gejala. Gejala
yang paling sering timbul karena Infeksi saluran kemih adalah disuria,
polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan.
Infeksi saluran kemih bagian atas secara klasik ditunjukan oleh demam,
nyeri pinggang, dan gejala saluran kemih bagian bawah (disuria, kencing
sedikit – sedikit dan sering). Pada beberapa pasien dapat mengalami nyeri
perut atau nyeri kuadran kanan atas, dan sebagian terutama yang berusia
lanjut mungkin tidak mengalami gejala sama sekali ). Pada pemeriksaan fiisk
dapat ditemukan nyeri tekan pada sudut kostovertebra (CVA) dan pada
pemeriksaan bimanual dapat teraba pembesaran ginjal (Smith et al, 2001).
Biakan urin aliran tengah dianggap positif ISK apabila jumlah bakteri
≥100.000 bakteri/ml urin. pemeriksaan ultrasonografi sedapat mungkin
dilakukan pada semua pasien ISK. Pielografi intravena dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya pielonefritis kronik, kelainan kongenital,
maupun obstruksi. Dengan miksio sisto uretrigrafi (MSU) dapat ditemukan
tanda – tanda refluks vesiko ureter atau penyempitan pada muara uretra.
Data tambahan berupa peninggian laju endap darah (LED) dan kadar
protein C–reaktif, penurunan fungsi ginjal, serta adanya azotemia memberi
petunjuk adanya ISK bagian atas (Mansjoer,2007).
29
9. Pankreatitis
Pada pankreatitis akut, gejala berupa nyeri, biasanya hebat, hampir selalu
ada dan paling hebat di epigastrium dan menyebar ke punggung bisa juga
dirasakan pada seluruh perut atas. Nyeri tersebut dapat berkurang dengan
duduk membungkuk. Mual dan muntah juga sering terdapat (Hayes &
Mackay, 1993).
Mual muntah bersifat tidak spesifik. Mual muntah sering merupakan
akibat dari nyeri dan dapat memperburuk keadaan penderita. Syok dapat
timbul karena hipovolemia akibat dehidrasi ataupun karena neurogenik.
Demam sering pula ditemukan pada penderita pankreatitis akut. (Bakta &
Suastika, 2006).
Nyeri bisa ringan atau parah, tetapi biasanya menetap dan tidak bersifat
kram. Mual dan muntah sering timbul. Sering gejala ini timbul 1 sampai 3 hari
setelah meminum alkohol dalam jumlah yang banyak (Sabiston, 1994).
Nyeri berlangsung dengan onset mendadak (<30 menit), menjalar ke
punggung, menghilang dalam < 72 jam. Kemudian muntah yang juga
menyebabkan hipovolemia, dan intekrus yang menunjukkan adanya kolangitis
yang berhubungan dan meningkatkan kemungkinan batu empedu. Tiga gejala
ini disebut dengan trias klasik (Davey, 2006). 60-80% pankreatitis akut
berhubungan dengan pemakaian alkohol yang berlebihan dan batu saluran
empedu.
20% penderita pankreatitis akut mengalami beberapa pembengkakan
pada perut bagian atas. Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga
perut (asites). Pada pankreatitis akut yang berat (pankreatitis nekrotisasi),
tekanan darah bisa turun, mungkin menyebabkan syok. Terjadi peningkatan
kadar enzim pankreas (amilase dan lipase) di dalam darah atau urin.
Pada pankreatitis akut tipe hemoragik sering ada tanda-tanda
perdarahan berupa:
a. Tanda Cullen, suatu bercak kebiruan/ekimosis sekitar umbilikus.
b. Tanda Gray-Turner, suatu bercak kebiruan atau ekimosis di pinggang
kanan dan kiri
30
10. Perforasi Tukak Duodeni
31
kanker dan membantu diagnosis kanker hati pada stadium awal (Lindseth dll,
2006).
Pada Karsinoma Pankreas dapat dijumpai tanda klinis seperti sakit perut
dan lokasi ulu hati atau pada kuadran kanan atas beratbadan turun, ikterus
(kaput pankreas), anoreksia, perut penuh, kembung, mual, muntah, intoleransi
makanan, konstipasi, dan badan lemah. Gizi kurang, pucat, lemah, ikterik,
pruritus, hepatomegali, kandung empedu membesar (Courvoisier’s sign),
masa epgastrium, splenomegali, asites, tromboplebitis (Trousseau’s
syndrome), edema tungkai (Lindseth dll, 2006).
Pada pasien kanker pankreas terdapat kenaikan serum lipase, amylase,
dan glukosa. Anemia dan hipoalbuminemia yang timbul sering disebabkan
karena penyakit kankernya dan nutrisi yang kurang. Pasien dengan ikterus
obstruktif terdapat kenaikan bilirubin serum terutama bilirubin terkonjugasi
(direk), alkali fosfatase, waktu protrombin memanjang, bilirubinuria positif.
Pada Kanker kandung Empedu Tumor empedu sering terdeteksi pada
stadium lanjut, karena penyakit ini sering asimtomatik pada tahap-tahap awal.
Ketika kanker empedu ditemukan lebih awal, seringkali karena pasien
diperiksa karena alasan lain. Bila sudah tertangkap lebih awal, ada
kemungkinan pemulihan yang lebih baik.
Biasanya, gejala utama adalah nyeri konstan di bagian atas perut yang
memancar ke arah belakang. Gejala lainnya meliputi:Jaundice (kulit
menguning tanpa rasa sakit dan di bagian putih mata), Kencing berwarna
kuning gelap, Nyeri di bagian atas atau tengah perut dan punggung,
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, Kehilangan selera
makanm Muntah, diare, Tinja putih dan gatal secara umum disebabkan oleh
penyumbatan pada saluran empedu mengukur jumlah bilirubin dan alkaline
phosphatase yang dilepaskan ke dalam darah oleh hati. Jumlah yang lebih
tinggi dari jumlah normal zat ini bisa menjadi tanda penyakit hati yang
mungkin disebabkan oleh kanker saluran empedu.
USG abdomen: USG digunakan untuk memindai struktur hati, kandung
empedu dan pankreas untuk mengkonfirmasi ukuran dan lokasi tumor. Tes ini
hanya akan memakan waktu selama beberapa menit dan pasien harus puasa
32
minum atau makan selama empat jam sebelum tes dilakukan. Biopsi
dilakukan untuk mengetahui apakah tumor bersifat ganas atau jinak (Lindseth
dll, 2006).
12. Pleuritis
Pleuritis atau radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/Pleuritic chest
pain) adalah suatu peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi
permukaan paru-paru) yang mengakibatkan rasa nyeri saat menarik napas
maupun mengeluarkan napas. Rasa nyeri dirasakan semakin bertambah
saat menarik napas dalam ataupun saat batuk (Price dan Wilson, 2005).
Nyeri dada dan nyeri perut bagian atas selama menghirup dan
menghembuskan nafas atau bersin dan batuk. Terdapat gejala seperti
demam, batuk dan sesak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara
lain suara napas bronchial, amorfik, suara napas melemah, ronkhi basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum (Price dan
Wilson, 2005).
Permukaan dari pleura parietal dan visceral yang biasanya halus
menjadi kasar karena peradangan. Seperti permukaan yang bergesekan
satu sama lain, suara menggaruk kasar, atau menggosok gesekan, dapat di
dengar saat inspirasi dan ekspirasi. Friction rub adalah gambaran khas dari
pleuritis. Hal ini juga dapat terjadi pada sekitar4 % pasien dengan
pneumonia dan4 % pasien dengan emboli paru. Temuan fisik tambahan
pada pemeriksaan paru mungkin termasuk suara napas menurun, rales,
danegophony, terutama pada pasien dengan penyebab pneumoni (Price
dan Wilson, 2005).
X-ray dada pada posisi tegak lurus dan ketika berbaring pada sisi
adalah alat yang akurat dalam mendiagnosa jumlah-jumlah yang kecil dari
cairan dalam ruang pleural. Adalah mungkin untuk memperkirakan jumlah
dari cairan ynag terkumpul dengan penemuan-penemuan pada x-ray.
(Adakalaya, sebanyak 4-5 liter cairan dapat berakumulasi didalam ruang
pleural). Ultrasound adalah juga metode yang sensitif untuk mendeteksi
kehadiran cairan pleural (Price dan Wilson, 2005).
33
Tabel 3.1 Diagnosis Banding Nyeri Perut Kanan
34
P
Pe
35
Penyebaran & Ke Epigastrium menjalar ke nyeri di daerah Asimptomatis
Perjalanan kadang ke skapula belakang di epigastrium,
pundak dan bahu daerah skapula Kadang
Asimptomatis
36
Pem.Penunjang USG USG USG USG
penebalan dinding Batu kandung Batu kandung Batu kandung
kandung empedu, empedu empedu empedu
batu pada empedu Pelebaran
salurun empesu
37
Pem. bisa terjadi (+) Teraba Empedu Kembung Sesak
Bimanual Nyeri tekan benjolan Pucat (ronchi
Teraba Tipe (+) Ascites (+) Lemah basah)
pembesaran hemoragik: Takikardi Pruritus suara
ginjal Tanda Cullen Ileus Splenomega nafas
Tanda Gray- li lemah
Turner Asites (-) Friction
rub (+)
Pem. Lab LED Amilase Hb Alfa- Hb Alkaline
Ureum Lipase Ht fetoprotein Alkaline fosfat
Kreatinin (+) fosfat Bilirubin
BUN Bilirubin Hb
3.5 Anamnesis
38
Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstrukai usus
tinggi, muntah tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah hebat.
Sembelit (konstipasi) didapatkan pada obstruksi usus besar dan pada perito-
nitis umum. (Sjamsuhidayat, 2010).
Nyeri tekan didapatkan pada letak iritasi peritoneum. Jika ada radang
peritoneum setempat, ditemukan tanda rangsang peritoneum yang sering
disertai defans muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur haid.
dan gejala lain seperti keadaan sebelum diserang tanda gawat perut, harus
dimasukkan dalam anamnesis. (Sjamsuhidayat, 2010).
39
kelainan-kelainan seperti tanda bekas tindakan operasi (scars), kemungkinan
adhesi, hernia(jenis inkarserata atau strangulasi), Distensi kemungkinan adanya
obstruksi, mencari massa dengan menemukan distensi pada gallblader, abses
atau tumor. Ekimosis atau abrasi oleh karena tumor, tanda-tanda peningkatan
intraabdominal (eversi umbilikus), adanya aneurisma dan tanda peritonitis .
Langkah selanjutnya adalah melakukan auskultasi, bila dalam evaluasi
ditemukan bisisng usus negatif,menunjukkan suatu ileus paralitik, bila
hiperaktif atau hipoaktif sering merupakan suatu kondisi normal, dan apabila
didapatkan bisisng usus berupa metalik sound merupakan indikasi obstruksi
mecanical.
Langkah ketiga yaitu pemeriksaan perkusi, ditemukannya daerah
“dullnes” adanya cairan bebas, atau udara bebas dibawah dinding
abdomen.Timpany menunjukkan gambaran obstruksi atau perforasi usus.
Langkah terakhir adalah palpasi, harus dilakukan secara “gently”.Dimulai
dari area yang paling jauh dari regio nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.Tanda-
tanda seperti Rovsing sign (sesuai dengan akut appendisitis), Murphy sign
untuk akut kholecystitis.Begitu juga dengan ditemukannya Kehr
sign(diafragma iritasi).
Pemeriksaan yang tidak kalah pentingnya pada abdomen akut adalah rectal
examination,untuk menilai tonus sfingter ani, nyeri tekant erlokalisir, adanya
hemoroid,massa dan darah.
40
penderita yang bergerak) tidak ada rangsangan peritoneum
Ileus Paralitik Distensi, bunyi peristaltis kurang atau hilang, tidak ada
nyeri tekan lokal. Pada iskemia/strangulasi, distensi tidak
jelas, bunyi usus mungkin ada, nyeri hebat sekali, nyeri
tekan kurang jelas, jika kena usus mungkin keluar darah
dari rektum tanda toksis
Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut hika aneurisma
aorta, nyeri tekan lokal, pada kehamilan ektopik, cairan
bebas (pekak gaster), anemia
(Sjamsuhidayat, 2010).
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin berupa, darah lengkap, kimia darah dan
pemeriksaan urin sebaiknya dikerjakan.Terjadi peningkatan sel darah
putih adalah indikasi proses inflamasi dengan ditemukannya pergeseran
hitung jenis ke kiri. Begitu juga bila leukosist menurun menandakan
adanya infeksi virus, gastroenteritis (Schwartz, 2000).
Serum elektrolit, Blood Urea Nitrogen dan kreatinin dipergunakan
untuk mengevaluasi kehilangan cairan .Gula darah dan kimia darah
sangat membantu dan test fungsi hepar sepertii serum bilirubin, alkali
fosfatase dan transaminase merupakan pemeriksaan untuk menilai
adanya kelainan hepatobilier.Kecurigaan adanya pankreatitis diperiksa
dengan amilase dan kadar lipase.Namun perlu diingat bahwa bisa terjadi
penurunan atau normal kadar amilase pada pasien dengan pankreatitis,
dan mungkin justru meningkat pada pasien dengan kondisi lain seperti
obstruksi intestinal, trombosis mesenterium, dan ulkus perforasi
(Schwartz, 2000).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien dengan abdomen akut ,pemeriksaan radiologi dengan
foto polos abdomen, dalam posisi supinasi dan posisi berdiri serta thoraks
41
foto. Tetapi apabila pasien tidak dapat berdiri dilakukan pemeriksaan
Left Lateral Decubitus.
Evaluasi terhadap hasil foto harus tetap didasari atau dikonfirmasi
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapat
sebelumnya.Bila ditemukan adanya gambaran udara bebas dan dilatasi
usus kemungkinan terjadi obstruksi intestinum, bila ada gambaran
“pneumoperitoneum” menunjukkan adanya perforasi, gambaran
kalsifikasi bila ditemukan batu pada sistem biliar, ginjal maupun uretra.
Adanya gambaran udara pada vena porta menunjukkan adanya kerusakan
dari mesenterium dan lain sebagainya (Schwartz, 2000).
3.8 Penatalaksanaan
42
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3
x 500-750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah
35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg
perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max.
99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena
ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah.
Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal,
dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan
dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak
ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis
yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut
di atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada
ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi
dilakukan dengan tuntunan USG.
3. Drainase Perkutan
43
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara
teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah
diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.
5. Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
Tujuan diet hepar pada pasien ini adalah mencapai dan
mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati
dengan cara meningkatkan regenerasi hati dan mencegah kerusakan lebih
lanjut dan/atau meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa, mencegah
katabolisme protein, mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan
berat badan bila kurang, mencegah atau mengurangi asites, varises
esofagus, dan hipertensi portal, serta mencegah koma hepatik.
44
generasi III dan klidamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48 – 72
jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotika yang
digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur
sensifitas aspirat abses hati. Pengobatan parenteral dapat dirubah menjadi
oral setelah pengobatan parenteral selama 10 – 14 hari, dan kemudian
dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian. Penatalaksanaan secara
konvesional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik
spektrum luas. Penatalaksanaan saat ini, adalah menggunakan drainase
perkutaneus abses intraabdominal, infeksi ataupun terjadi kesalahan
dalam penempatan kateter drainase, kadang – kadang pada HAP multipel
diperlukan reseksi hati (Nickloes, 2009).
3.9 Prognosis
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau
emetin, metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam.
Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di
rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang
kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan
tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba,
mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan
keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab
kematian biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis
penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia
lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya komplikasi. Kematian
terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi ektraintestinal, serta infeksi
peritonial dan perikardium.
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi
yang akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti
kultur anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan
atau drainase secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas
antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia
polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus atau
hipoalbuminemia. Prognosis buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun,
45
abses multipel, infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan
atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis
dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain (Sofwanhadi,
2007).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas terus menerus ± 5
jam SMRS. Nyeri telah dirasakan hilang timbul sejak ± 4 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan tembus hingga kebelakang. Pasien
mengatakan sampai tidak dapat melakukan aktifitas akibat nyeri yang dirasakan.
Nyeri semakin bertambah saat berubah posisi dan batuk, pasien lebih nyaman
tidur terlentang.
Organ pada hipokondriaka dextra adalah lobus kanan hepar, kantung
empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan. Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale
akan dirasakan terus-menerus karena berlangaung terus. misalnya pada reaksi
radang. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk
46
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat. Nyeri lokal disertai Nyeri tekan lokal dan defans muskular lokal perut
kanan atas dapat disebabkan oleh Abses Hati Amoeba, Kolesistitis akut, Perforasi
Tukak Peptik (Sjamsuhidayat, 2010).
Pada bentuk akut, Abses hati amoebik gejalanya lebih nyata dan biasanya
timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu
rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk – tusuk dan panas,
demikian nyerinya sampai ke perut kanan.. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul
batuk – batuk. Abses hepar dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga
mengeluarkan mediator kimia (bradikinin) dan merangsang ujung saraf bebas
(nosiseptor) sehingga terasa nyeri (Price dan Wilson, 2005)
Keluhan sejak 4 hari yang lalu disertai demam yang tidak terlalu tinggi
tidak sampai menggigil serta mual dan muntah (+). Nafsu makan menurun akibat
nyeri yang dirasakan.
Gejala demam yang tidak terlalu tinggi merupakan tanda yang paling
sering ditemukan pada abses hepar. Gejala yang non spesifik anoreksia, mual dan
muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan
yang biasa didapatkan. Abses hepar dapat mengritasi GIT sehinga terjadi
rangsangan untuk mual dan muntah.
Pemeriksaan fisik ditemukan Nyeri Tekan di Regio Hipokondriaka dextra,
Defans muscular lokal (+), ludwig sign (+), BU (+). Hb 14,3, Leukosit 18.100,
SGOT 48 U/l SGPT 90/l.
Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya
kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses
teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa
nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu
jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini
menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis.
Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan
bawah. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan (Price dan Wilson, 2005).
47
Adanya abses pada hepar menyebabkan rasa nyeri saat dilakukan penekanan
hepar pada sela-sela iga.
Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis
yang tinggi, anemia ringan sampai sedang, peningkatan laju endapan darah
(LED), peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan bilirubin, SGOT, SGPT,
berkurangnya kosentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Tes serologi digunakan untuk
menyingkirkan diagnosa banding. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial
penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara
mikrobiologik (Price dan Wilson, 2005).
Dengan menyingkirkan diagnosis banding yang telah dibahas ditinjauan
pustaka, dapat diambil diagnosis kerja suspect Abses Hepar yang ditatalaksana
dengan antiamoeba yaitu Metronidazole 3x 500 mg/ hari (Sofwanhadi, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M., & Suastika, I.K. 2006. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Ben Pansky, Thomas R. Gest 2013. Illustrated Anatomy Thorax Abdomen.
Center SA. Diseases of the gallbladder and biliary tree. Vet Clin North Am Small
Anim Pract. May 2009;39(3):543-98. Diakses pada tanggal 14 Juni 2015
melalui (http://reference.medscape.com/medline/abstract/19524793)
Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran. Robbins.
Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. Hal 684.
Hayes, P.C., & Mackay, T.W., 1993, Buku Saku Diagnosis dan Terapi, Penerbit
Buku Kedokteran . Jakarta: EGC.
48
Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip
– Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia:
Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
Keith L. Moore, Arthur F.Dalley, Anne M.R. 2014. Anatomy of Abdomen.
Woiters and Kluwer
Lesmana, L. 2000. Batu empedu. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Netter. 2014.Anatomy Abdomen. Atlas Anatomy.Published Saunders. Elsevier
Inc,5.
Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23 th, 2009. November 1st,
2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-
overview#showall.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2005.
Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute
cholecystitis in adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3.
Singh, V. 2014. Surface Anatomy of The Abdominal Wall. Textbook of
Anatomy: Abdomen And Lower Limb.Published by Elsevier India Private
Sjamsuhidajat, Win de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. III. Jakarta: EGC
49
Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.
Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In : Beckingham,
I.J. ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain : GraphyCems,Navarra.
2001. Chapter 40-42
Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam :
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
50