Kolelitiasis
Disusun Oleh:
Istiqomah Maximiliani, S.Ked.
71 2017 011
Pembimbing:
dr. Fahriza Utama, Sp.B., FINACS., FICS,
Oleh
Istiqomah Maximiliani, S.Ked
71 2017 011
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode
Juli 2018.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan Bed
Site Teaching, yang berjudul “Kolelitiasis” ini kepada Dr. Fahriza Utama, Sp.B.,
FINACS, FICS.
dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga referat ini
dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan
setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun isi laporan kasus. Karena itu, Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya laporan
kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit batu empedu merupakan salah satu penyakit abdomen paling banyak
yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Prevalensi batu kandung empedu
telah mengalami peningkatan setiap tahunnya. Banyak faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu empedu diantaranya pola hidup, genetik, dan infeksi.1 Penyakit
batu empedu sering terjadi di negara barat terutama di negara industri dengan angka
insidens mencapai 20%, sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di
klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.1,2
Kolelithisis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam di
dalam kandung empedu atau saluran empedu, atau kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi
batu saluran empedu (koledokolithiasis) dan disebut batu saluran empedu sekunder,
yang insidensinya mencapai 10-15% di negara Barat.1,2
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum begitu jelas, tetapi komplikasi
akan lebih sering terjadi dan semakin berat dibandingkan batu pada kandung empedu
asimptomatik. Komplikasi yang sering terjadi adalah radang kandung empedu
(kolesistitis), yang 90% disebabkan oleh batu kandung empedu, terutama yang
terletak di duktus sistikus. Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali
lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki, sehingga insidens kolesistitis
calculous juga lebih tinggi pada wanita.2,3
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama (Autoanamnesis dan Aloanamnesis pada 24/07/2018, pukul
18:30WIB)
Nyeri perut kanan atas dan ulu hati yang hilang timbul dan menjalar ke Bahu
sejak 1 tahun yang lalu
Kolelithiasis
Koledokolithiasis
Kolangitis
Ulkus peptikum
Abses hepar
Pankreatitis
Kanker kandung empedu
pyelonefritis
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian1,2,3,5,6
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus
choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu)
merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung
empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut,
diet tinggi lemak dan genetik.
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya
sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Duktus sistikus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2
cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali
membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur
pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri.
Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang
disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah
belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum
descendens. Dalam keadaan normal, duktus choledochus akan bergabung dengan
duktus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga
keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung
dulu. Pada pertemuan (muara) duktus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung
distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Gambar 2. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.
Air 97,5gm % 95 gm %
a. Garam Empedu1,3,4,5
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah:
Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat
dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah
menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan
vitamin yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat.
Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan
diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi
garam empedu tersebut terjadi di segmen distal dari ilium.
Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya
oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.
b. Bilirubin1,3,4,5
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan
globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi
bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat
oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi
pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka
bilirubin yang terbentuk sangat banyak.
Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi dan juga menguras garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu
4. Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan keluarga tanpa riwayat.
6. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.
2.6 Etiologi
a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol berhubungan dengan jenis kelamin wanita, ras Eropa,
penduduk asli Amerika, dan penambahan usia. Faktor risiko lainnya :
Obesitas, kehamilan, kandung empedu yang statis, obat, dan keturunan.
b. Batu Pigmen
2.7 Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20
kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan
statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk
di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan
fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,
bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu.
Kristal yang yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan
kristaltersebut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu empedu.
Simptomatik
Nyeri Epigastrium,
kuadran kanan atas,
kolik bilier mual
muntah
Murphy sign+/-
Koledokolitiasis Tidak menimbulkan USG
gejala dalam fase
tenang Pelebaran saluran
empedu
nyeri atau kolik di
epigastrium
3. riwayat
penyakit
empedu
Kolesistitis Kolik perut di Leukosit
sebelah kanan atas Alkaline fosfat
epigastrium dan SGOT, SGPT
nyeri tekan Bilirubin
USG
Murphy sign (+) penebalan dinding kandung
empedu, batu pada empedu
Demam
Riwayat penggunaan
NSAID jangka
panjang
Merokok
Riwayat penyakit
dengan keluhan yang
sama pada keluarga
USG
Nyeri pinggang
2.10 Diagnosis1,2,3,4,5,6
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
i. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.
ii. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang hati teraba dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
c. Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
2.11 Penatalaksanaan1,2,3,5,6
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak.
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi
berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu
penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
A. Penatalaksanaan Non-Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran
batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic
acid.Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat- obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian
obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan
kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih
kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi
ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk
menjalani operasi.
B. Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi.
Gambar 2.11: Tindakan kolesistektomi terbuka dan kolesistektomi
laparaskopy
c) Disolusi kontak
Penatalaksanaan Diet
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan
kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya
ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung
empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad
bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus
obstruksi.
2.13 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah,
karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu
(ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk
mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik,
pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan
bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan
kolesistektomi.
DAFTAR PUSTAKA
6. Swartz MH, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 1995