Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Abdominal pain

1. Definisi

Abdominal pain (nyeri abdomen) merupakan sensasi subjektif tidak

menyenangkan yang terasa di setiap regio abdomen. Nyeri abdomen akut

biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri dengan onset

mendadak, dan atau durasi pendek. Nyeri abdomen kronis biasanya

digunakan untuk menggambarkan nyeri berlanjut, baik yang berjalan

dalam waktu lama atau berulang/hilang timbul. Nyeri kronis dapat

berhubungan dengan eksaserbasi akut (Pierce A. Grace & Neil R. Borley,

2007).

2. Jenis nyeri perut

Nyeri perut dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat

berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut atau di

luar rongga perut, misalnya di rongga dada (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

1) Nyeri Viseral

Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ

atau struktur dalam rongga perut, misalnya karena cedera atau

radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut

dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap

perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau

penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan

12
13

tetapi bila dilakukan tarikan, regangan atau terjadi kontraksi yang

berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia, seperti pada kolik

atau radang akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral

biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga

biasanya menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk

daerah yang nyeri (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

2) Nyeri somatik

Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang

dipersarafi saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis,

dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau

disayat, dan pasien dapat menunjuk letak nyeri dengan jarinya secara

tepat. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan,

tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang (lihat Tabel 2.1)

(Sjamsuhidajat dkk, 2010).

Tabel 2.1 Letak nyeri somatik

Letak Organ
Abdomen kanan Kandung empedu*, hati, duodenum, pankreas,
atas kolon, paru, miokard
Epigastrium Lambung*, pankreas, duodenum, paru, kolon
Abdomen kiri Limpa*, kolon, ginjal, pankreas, paru
atas
Abdomen kanan Apendiks*, adneksa*, sekum, ileum, ureter
bawah
Abdomen kiri Kolon*, adneksa*, ureter
bawah
Suprapubik Buli-buli*, uterus, usus halus
Periumbilikal Usus halus
Pinggang/ Pankreas*, aorta, ginjal
punggung
Bahu Diafragma*
14

* Organ yang paling sering menimbulkan nyeri somatik


1) Mula nyeri dan beratnya

Bagaimana bermulanya serangan nyeri dapat

menggambarkan sumber nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau

secara cepat menjadi hebat, tetapi dapat pula secara bertahap

semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ yang berongga,

rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih

cepat dibandingkan proses inflamasi bakteri. Demikian pula

intensitas nyerinya (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

Seorang yang sehat tiba-tiba merasakan nyeri perut hebat

dapat disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi, atau

puntiran. Nyeri yang bertahap makin hebat biasanya disebabkan

oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis akut atau

pankreatitis akut (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

2) Letak nyeri perut

Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya

dengan asal organ tersebut pada masa embrional, sedangkan

letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ sumber nyeri

sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya (lihat Tabel

2.1, Gambar 2.1 dan Gambar 2.2). Nyeri pada anak prasekolah

sulit ditentukan letaknya, karena mereka selalu menunjuk daerah

sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya. Anak yang lebih


15

besar baru dapat menentukan letak nyerinya (Sjamsuhidajat dkk,

2010).

Gambar 2.1 Nyeri perut

(1) Nyeri viseral dari lambung, duodenum, system hepatobilier,

dan pankreas (foregut) dirasakan di ulu hati.

(2) Nyeri dari duodenum sampai pertengahan kolon transversum

(midgut) dirasakan di perut tengah, disekitar pusat.

(3) Kelainan pada saluran cerna dari pertengahan kolon

transversum sampai sigmoid (hindgut) menyebabkan nyeri

yang dirasakan diperut bagian bawah. Kolik empedu pada

mulanya mungkin dirasakan di epigastrium atau

hipokondrium kanan.

(4) Umumnya terdapat nyeri alih ke daerah ujung skapula di

punggung (titik Boas).

(5) Nyeri dari pelvis renalis dan kolik ureter biasanya dirasakan

di genitalia eksterna dan daerah inguinal.


16

(6) Kelainan organ dan struktur retroperitoneal seperti pankreas

dan ginjal lazim menyebabkan nyeri pinggang.

(7) Kelainan uterus dan rektum dirasakan di region sakrum.

(8) Nyeri alih dari diafragma dirasakan di bahu.

Gambar 2.2 Nyeri lokal disertai nyeri tekan lokal dan defans

muskuler lokal.

 Perut kanan atas : (1) abses amuba, (2) kolesistitis akut, (3)

perforasi tukak peptik.

 Perut kiri atas : (4) cedera atau abses limpa, (5) pankreatitis

akut.

 Perut kanan bawah : (6) apendisitis akut, (7) adneksitis akut.

 Perut kiri bawah : (8) divertikulitis sigmoid, (9) adneksitis

akut.

3) Nyeri kolik

Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ

berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ


17

tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan

tekanan intralumen). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami

oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik

dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan pendarahan dinding

usus juga berupa nyeri kolik.

Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai

muntah. Saat serangan, pasien sangat gelisah, kadang sampai

berguling-guling ditempat tidur atau di jalan.Yang khas adalah trias

kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai

mual atau muntah dan gerak paksa (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

4) Nyeri iskemik

Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat,

menetap, dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya

jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda

intoksikasi umum, seperti takikardia, merosotnya keadaan umum,

dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis

(Sjamsuhidajat dkk, 2010).

5) Nyeri pindah

Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi.

Pada tahap awal apendisitis, sebelum radang mencapai permukaan

peritoneum, nyeri viseral dirasakan disekitar pusat disertai rasa mual

karena apendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi

diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat


18

rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat

ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang,

yaitu diperut kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami

nekrosis dan gangrene (apendisitis gangrenosa), nyeri berubah lagi

menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut,

kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis (lihat Gambar

2.3) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang

terdiri atas cairan asam hidroklorida dan empedu masuk ke rongga

abdomen yang sangat merangsang peritoneum setempat. Si sakit

merasa sangat nyeri ditempat rangsangan itu, yaitu diperut bagian

atas. Setelah beberapa waktu, cairan isi duodenum mengalir ke

kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon asendens sampai

ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah, sekitar sekum.

Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama

karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh bahwa nyeri

yang mulai di ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda

sekali dengan proses nyeri pada apendisitis akut. Akan tetapi kedua

keadaan ini, apendisitis akut maupun perforasi lambung atau

duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta umum jika

tidak segera di tanggulangi dengan tindak bedah (lihat Gambar 2.3)

(Sjamsuhidajat dkk, 2010).


19

Gambar 2.3 Nyeri yang pindah

Apendisitis akut awalnya nyeri bersifat difus dan berangsur

dirasakan di ulu hati atau sekitar pusat sebagai nyeri viseral, lalu

berubah menjadi nyeri lokal akibat rangsangan peritoneum setempat

kanan bawah yang terasa lebih hebat, menetap, dan dipengaruhi oleh

setiap gerakan peritoneum terhadap organ dan struktur sekitarnya.

Pada perforasi tukak peptik duodenum, awal nyeri sangat tajam dan

hebat nyeri ini berpindah ke fosa iliaka kanan bawah dan berangsur

berkurang karena cairan isi duodenum mengalami pengenceran.

3. Etiologi

Klasifikasi etiologi pada tabel berikut, membentuk dasar yang berguna

untuk evaluasi pasien dengan nyeri perut.

Tabel 2.2 Beberapa penyebab penting nyeri perut

Nyeri yang berasal dari perut


 Inflamasi peritoneum parietal
 Kontaminasi bakterial
 Apendisitis yang mengalami perforasi atau perforasi viskus
lainnya
20

 Penyakit radang pelvis


 Iritasi kimiawi
 Tukak yang mengalami perforasi
 Pankreatitis
 Mittelschmerz
 Obstruksi mekanis visera berongga
 Obstruksi usus kecil dan besar
 Obstruksi percabangan bilier
 Obstruksi ureter
 Gangguan vaskuler
 Embolisme atau trombosis
 Pecahnya vaskuler
 Tekanan atau penyumbatan akibat torsi
 Anemia sel sabit
 Dinding perut
 Distorsi dan traksi mesenterium
 Trauma atau infeksi otot-otot
 Distensi permukaan viseral
 Perdarahan hati atau kapsula ginjal
 Peradangan viskus
 Apendisitis
 Demam tiphoid
 Typhlitis
(Anthony S. Fauci, 2008)

4. Mekanisme nyeri

Menurut Andarmoyo (2013) ada beberapa tahapan dalam proses

terjadinya nyeri, yaitu :

a. Stimulasi

Persepsi nyeri reseptor, diantarkan oleh neuron khusus yang

bertindak sebagai reseptor, pendeteksi stimulus, penguat dan

penghantar menuju sistem saraf pusat. Reseptor khusus tersebut

dinamakan nociceptor. Terdapat tiga kategori resptor nyeri, yaitu

nosiseptor mekanisme yang berespons terhadap mekanisme

kerusakan, nosiseptor termal yang berespons terhadap suhu yang


21

berlebihan terutama panas, nosiseptor polimodal yang berespons

setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk

iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang berbeda

b. Transduksi

Transduksi merupakan proses ketika suatu stimuli nyeri (noxious

stimuli) diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima

ujung-ujung saraf.

c. Transmisi

Transmisi merupakan proses penerusan impuls nyeri dari nociceptori

safar perifer melewati cormu dorsalis dan corda spinalis menuju

korteks serebri.

d. Modulasi

Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf,

dapat menigkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.

e. Persepsi

Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls

nyeri yang diterima.

5. Mengkaji Persepsi Nyeri

Tabel 2.3 Pengkajian Nyeri

Onset Kapan nyeri muncul? Berapa lama nyeri?


Berapa sering nyeri muncul?

Proviking Apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang


membuatnya berkurang?
Apa yang membuat nyeri bertambah parah?
22

Quality Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?


Bisakan di gambarkan?
Region Dimanakah lokasinya?
Apakah menyebar?
Severity Berapa skala nyerinya? (dari 0-10)
Treatment Pengobatan atau terapi apa yang digunakan?
Understanding Apa yang anda percayai tentang penyebab nyeri ini?
Bagaimana nyeri ini mempengaruhi anda atau
keluarga
anda?
Values Apa pencapaian anda untuk nyeri ini?

(BCGuidelines.ca, 2011)

a. Macam-macam pengukuran skala nyeri

Alat pengukur skala nyeri adalah alat yang digunakan untuk

mengukur skala nyeri yang dirasakan seseorang dengan rentang 0

sampai 10. Terdapat tiga alat pengukur skala nyeri, yaitu :

1) Numerical Rating Scale (NRS)

Gambar 2.4 Skala Pengukur Nyeri NRS

Merupakan skala yang digunakan untuk pengukuran nyeri pada

dewasa. Dimana 0 tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri

sedang, 7-9 nyeri berat, dan 10 sangat nyeri (National Precribing

Service Limited, 2007).


23

2) Skala Analog Visual (VAS)

Skala pengukur nyeri VAS merupakan skala berupa garis lurus

dengan panjang biasanya 10 cm. Interpretasi nilai VAS 0-3

merupakan nyeri ringan, 4-6 merupakan nyeri sedang dan 7-9

adalah nyeri berat dan 10 adalah nyeri terberat (National

Precribing Service Limited, 2007).

Gambar 2.5 Visual Analog Scale

3) Face Rating Scale (FRS)

Gambar 2.6 Skala Pengukur Nyeri Face Ratting Scale

Skala pengukur nyeri Wong Baker Face Scale banyak digunakan

oleh tenaga kesehatan untuk mengukur nyeri pada pasien anak.

Perawat terlebih dulu menjelaskan tentang perubahan mimik

wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai dengan rasa

nyeri yang dirasakan. Interpretasinya adalah 0 tidak ada nyeri, 2


24

sedikit nyeri, 4 sedikit lebih nyeri, 6 semakin lebih nyeri, 8 nyeri

sekali, 10 sangat sangat nyeri (National Precribing Service

Limited, 2007).

6. Faktor –faktor yang mempengaruhi nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2005)

yaitu :

a. Usia

Persepsi nyeri dipengaruhi oleh usia, yaitu semakin bertambah usia

maka semakin mentoleransi rasa nyeri yang timbul, kemampuan

untuk memahami dan mengontrol nyeri kerap kali berkembang

dengan bertambahnya usia

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor pernting dalam merespons adanya

nyeri. Umumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki

dalam merespon nyeri tetapi pada anak perempuan lebih cenderung

menangis bila mengalami nyeri dibandingkan anak laki-laki.

c. Lingkungan

Lingkungan akan mempengaruhi persepsi nyeri, lingkungan yang

ribut dan terang dapat meningkatkan intensitas nyeri.

d. Keadaan umum

Kondisi fisik yang menurun, misalnya kelelahan dan kurangnya

asupan nutrisi dapat meningkatkan intensitas nyeri yang dirasakan


25

klien. Begitu juga rasa haus, dehidrasi dan lapar akan meningkatkan

persepsi nyeri

e. Endorfin

Tingkatan endorphin berbeda-beda antara satu orang dan yang

lainnya. Hal inilah yang sering menyebabkan rasa nyeri yang

dirasakan oleh seseorang berbeda dengan yang lainnya.

f. Situasional

Pengalaman nyeri klien pada situasi formal akan terasa lebih besar

dari pada saat sendirian. Persepsi nyeri juga dipengaruhi oleh trauma

jaringan.

g. Status emosi

Status emosional sangat memegang peranan penting dalam persepsi

rasa nyeri karena akan meningkatkan persepsi dan membuat impuls

rasa nyeri lebih cepat disampaikan. Adapun status emosi yang sangat

mempengaruhi persepsi rasa nyeri pada individual antara lain:

kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran.

h. Pengalaman yang lalu

Adanya pengalaman nyeri sebelumnya akan mempengaruhi respons

nyeri pada klien. Contohnya, pada wanita yang mengalami kesulitan,

kecemasan dan nyeri pada persalinan sebelumnya akan

meningkatkan respons nyeri.


26

7. Pemeriksaan Anamnesis

Dalam anamnesis penderita gawat abdomen, perlu ditanyakan

dahulu permulaan timbulnya nyeri (kapan mulai, mendadak atau

berangsur), letaknya (menetap, pindah atau beralih), keparahannya dan

sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan, bersifat kolik),

perubahannya (bandingkan dengan permulaan), lamanya, apakah berkala,

dan faktor apakah yang mempengaruhinya (adakah yang memperingan

atau memberatkan seperti sikap tubuh, makanan, minuman, nafas dalam,

batuk, bersin, defekasi, miksi). Harus ditanyakan apakah pasien pernah

mengalami nyeri seperti ini (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada

obstruksi usus tinggi, muntah tidak akan berhenti, malahan biasanya

bertambah hebat. Sembelit (konstipasi) didapatkan pada obstruksi usus

besar dan pada peritonitis umum (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

8. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut

nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring. Gejala dan tanda

dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu

diperhatikan (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah

mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin dan feses.


27

Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan Roentgen atau endoskopi

(Sjamsuhidajat dkk, 2010).

Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai

hemoglobin dan hematokrit, untuk melihat kemungkinan adanya

perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya

proses peradangan. Hitung trombosit dan faktor koagulasi, selain

diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan

kemungkinan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat

perut (Sjamsuhidajat dkk, 2010).

Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen

untuk memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau

paralisis usus (Sjamsuhidajatdkk, 2010). Pemeriksaan foto abdomen 3

posisi perlu dilakukan untuk menentukan adanya tanda perforasi, ileus

dan obstruksi usus. Selain itu, pada foto polos abdomen juga dapat

ditentukan adanya kalsifikasi pada pankreas, fraktur tulang belakang dan

adanya batu radiolusen pada kontur ginjal (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).

10. Tatalaksana

a. Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk

menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri

terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama

berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum

digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesic (Strong, Unruh,


28

Wright & Baxter, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga

jenis analgesik yakni:

1) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID):

menghilangkan nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat

berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek pendepresi

pernafasan.

2) Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya

diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri

pasca operasi. Efek samping dari opiad ini dapat menyebabkan

depresi pernafasan, sedasi, konstipasi, mual muntah.

3) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti

sedative, anti cemas, dan relaksan otot meningkatkan control

nyeri atau menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti

depresi dan mual (Potter & Perry, 2006).

2. Intervensi Keperawatan Mandiri (Non farmakologi)

Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan

dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres

hangat dan dingin, TENS, akupuntur dan akupresur) serta kognitif

dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam, relaksasi

progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi,

biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis,

humor dan magnet) (Blacks dan Hawks, 2009). Pengendalian nyeri


29

non farmakologi menjadi lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek

yang merugikan (Potter & Perry, 2005).

11. Peran Perawat

Peran perawat dalam menangani nyeri yang di alami pasien menurut

Doctherman dan Bulecheck dalam buku Nursing Interventions

Classification (2004).

a. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya nyeri yang

dialami pasien

b. Mengevaluasi riwayat nyeri pasien dan keluarga dalam menghadapi

nyeri

c. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian nyeri yang telah di

lakukan pada masa lalu

d. Membantu memberi dukungan pada pasien dan keluarga

e. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan pemantauan

kenyamanan pasien

f. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri pasien seperti

penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berlangsung dan prosedur

yang akan dilakukan

g. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang memicu atau

menyebabkan nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, kurangnya

pengetahuan)

h. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeri pasien


30

i. Berkolaborasi dengan pasien dan profesionalisme kesehatan lainnya

untuk memilih dan menerapkan farmakologi yang sesuai

j. Mengevaluasi efektifitas langkah-langkah control nyeri yang

digunakan melalui penilaian yang berkelanjutan

k. Menyarankan pasien untuk istirahat dalam mengurangi nyeri

l. Mendorong pasien untuk mendiskusikan rasa nyeri yang dialaminya

m. Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta anggota

keluarga mengenai strategi managemen nyeri non farmakologi

n. Menggunakan pendekatan multidisiplin untuk managemen nyeri

o. Pertimbangkan kesediaan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan

pasien berpartisipasi untuk memilih strategi nyeri

p. Mengajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri

q. Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi (misalnya

relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi aktifitas, akupresur, terapi es

dan panas, masase dll).

B. Relaksasi Autogenik

1. Definisi terapi relaksai autogenik

Relaksasi autogenik digunakan sebagai teknik atau usaha yang sengaja

diarahkan untuk menyebabkan perubahan dalam kesadaran melalui

autosugesti sehingga tercapailah keadaan rileks (Kusyati, 2006).

Autogenik memiliki makna pengaturan sendiri. Autogenik merupakan

salah satu contoh dari teknik relaksasi yang berdasarkan konsentrasi pasif

dengan menggunakan persepsi tubuh (misalnya, tangan merasa hangat


31

dan berat) yang difasilitasi oleh sugesti diri sendiri (Stetter, 2002).

Menambahkan bahwa relaksasi autogenik membantu individu untuk

dapat mengendalikan beberapa fungsi tubuh seperti tekanan darah,

frekuensi jantung dan aliran darah Widyastuti (2004).

2. Manfaat teknik relaksasi autogenik

Teknik relaksasi dikatakan efektif apabila setiap individu dapat

merasakan perubahan pada respon fisiologis tubuh seperti penurunan

tekanan darah, penurunan ketegangan otot, denyut nadi menurun,

perubahan kadar lemak dalam tubuh, serta penurunan proses inflamasi.

Teknik relaksasi memiliki manfaat bagi pikiran kita, salah satunya untuk

meningkatkan gelombang alfa (α) di otak sehingga tercapailah keadaan

rileks, peningkatan konsentrasi serta peningkatan rasa bugar dalam tubuh

(Potter & Perry, 2005).

3. Pengaruh teknik relaksasi autogenik bagi tubuh

Pengaruh Relaksasi autogenik untuk mengurangi nyeri dilakukan

dengan cara membayangkan diri sendiri berada dalam keadaan damai dan

tenang, berfokus pada pengaturan nafas dan detakan jantung. Respon

relaksasi tersebut akan merangsang peningkatan kerja saraf parasimpatis

yang akan menghambat kerja dari saraf simpatis. Relaksasi autogenik

akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui autosugesti

untuk rileks sehingga dapat mengendalikan pernafasan, tekanan darah,

denyut jantung serta suhu tubuh.


32

Tubuh merasakan kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer

yang mengalami vasodilatasi sedangkan ketegangan otot tubuh yang

menurun mengakibatkan munculnya sensasi ringan. Perubahan-

perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi

kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan yang

ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis

menjadi dominan sistem parasimpatis (Oberg, 2009).

4. Tahapan kerja teknik relaksasi autogenik

Langkah-Langkah Relaksasi Autogenik menurut Widyastuti (2004)

a. Persiapan klien

Terdapat tiga posisi dasar dalam melakukan relaksasi autogenik

yaitu duduk di kursi menyandar di atas kursi, atau berbaring. Pada

posisi berbaring prinsipnya sama dengan yang dikemukakan dalam

National Safety Council (2004) memungkinkan gravitasi untuk

mendukung. Posisi tidur merupakan posisi tubuh terbaik melakukan

relaksasi autogenik:

1) Sebaiknya dengan berbaring dilantai berkarpet atau tempat tidur.

2) Kedua tangan disamping tubuh dan telapak tangan menghadap

ke atas dan tungkai lurus sehingga tumit di permukaan lantai.

3) Bantal tipis diletakkan dibawah kepala atau lutut menyangga

dan punggung lurus.

b. Konsentrasi dan kewaspadaan


33

1) Ketika pertama kali melakukan latihan ini yang akan dirasakan

adalah bahwa pikiran menerawang ke hal-hal yang tampaknya

lebih penting.

2) Konsentrasi dalam latihan ini adalah hanya disini dan untuk saat

ini, terutama dalam keadaan tubuh saat itu.

3) Jika pada awalnya menemukan pikiran lain yang berusaha

mengalihkan pikiran tersebut, kemudian fokuskan kembali

pikiran pada kewaspadaan tersebut (National Safety Counsil,

2004).

c. Fase Relaksasi Autogenik

Latihan ini diawali dengan menarik nafas dalam dengan cara:

1) Memejamkan mata dan bernafas dengan pelan (menarik nafas

melalui hidung dan keluarkam melalui mulut)

2) Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung

dalam hati dengan lambat setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan

ekshalasi (“hembuskan, dua, tiga”)

3) menghitung dengan keras bersama klien pada awalnya akan

membantu klien untuk beradaptasi

4) Ulangi prosedur 3-5 kali.

d. Setelah nafas dalam, maka dilanjutkan untuk masuk enam fase

relaksasi autogenik.

1) Langkah 1: Merasakan berat


34

 Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua

lengan terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan

bayangkan kedua lengan terasa kendur, ringan hingga terasa

sangat ringan sekali sambil katakan “ aku merasa damai dan

tenang sepenuhnya”.

 Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan

kaki

2) Langkah 2: Merasakan kehangatan

Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan

hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang

hangat, sambil mengatakan dalam diri “aku merasa tenang dan

hangat”.

3) Langkah 3: Merasakan denyut jantung

 Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri

pada perut.

 Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur

dan tenang sambil katakan “jantungku berdenyut dengan

teratur dan tenang”.

 Ulangi 6 kali.

 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang.

4) Langkah 4: Latihan pernapasan

 Posisi kedua tangan tidak berubah.

 Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”.


35

 Ulangi 6 kali.

 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”.

5) Langkah 5: Latihan Abdomen

 Posisi kedua tangan tidak berubah.

 Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan

teratur dan terasa hangat.

 Katakan dalam diri “darah yang mengalir dalam perut terasa

hangat”.

 Ulangi 6 kali.

 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”.

6) Langkah 6 : Latihan Kepala

 Kedua tangan kembali pada posisi awal.

 Katakan dalam hati “kepalaku terasa benar-benar dingin”.

e. Akhir latihan

1) Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan

mengepalkan lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang

napas pelan-pelan sambil membuka mata.

2) relaksasi autogenik menekankan pada pentingnya sugesti diri,

sehingga diperlukan latihan yang rutin untuk tubuh

menyesuaikan dan dapat mengikuti perintah dari apa yang telah

disugestikan.
36

C. Relaksasi stimulusi kutan dengan teknik kompres hangat

1. Definisi kompres

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi

kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,

mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat

pada daerah tertentu (Uliyah & Hidayat, 2008). Kompres hangat dapat

dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang diisi air hangat atau

handuk yang telah direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang

nyeri. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau pemijatan.

Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan

fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau

menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar aliran darah (Kompas,

2009). Kompres hangat bermanfaat untuk meningkatkan suhu kulit lokal,

melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasi pembuluh darah,

mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri,

menghilangkan sensasi rasa nyeri, serta memberikan ketenangan dan

kenyamanan (Simkin, 2005).

2. Tujuan pemberian kompres

a. memperlancar sirkulasi darah

b. mengurangi rasa sakit

c. memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada pasien

d. merangsang peristatik usus


37

3. Indikasi pemberian kompres

a. Kompres panas

1) pasien yang kedinginan (suhu tubuh yang rendah)

2) pasien dengan perut kembung dan nyeri

3) pasien yang punya penyakit peradangan, seperti radang

persendian

4) sepasme otot

5) adanya abses, hematoma

b. Kompres dingin

1) pasien dengan suhu tubuh yang tinggi

2) pasien dengan batuk dan muntah darah

3) pascatonsilektomi

4) radang, memar

4. Pengaruh relaksasi stimulusi kutan dengan teknik kompres hangat

Dalam stimulasi kulit dengan teknik kompres menggunakan air hangat

akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan

menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin,

dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan

merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls

nyeri ke medula spinalis dan ke otak dihambat (Potter & Perry, 2005).

5. Prosedur pelaksanaan

1. Persiapan alat :

1) kom berisi air hangat sesuai kebutuhan (37-40c)


38

2) bak seteril berisi dua buah kasa beberapa potong dengan ukuran

yang sesuai

3) kasa perban atau kain segitiga

4) pengalas

5) sarung tangan bersih di tempatnya

6) waslap 4 buah/tergantung kebutuhan

2. Prosedur

1) dekatkan alat-alat kedekat pasien

2) perhatikan privacy pasien

3) cuci tangan

4) atur posisi pasien yang nyaman

5) pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres

6) kenakan sarung tangan lalu buka balutan perban bila diperban.

Kemudian, buang bekas balutan ke dalam bengkok kosong

7) ambil beberapa potong kasa dengan pinset dari bak seteril, lalu

masukkan ke dalam kom yang berisi cairan hangat.

8) kemudian ambil kasa tersebut, lalu bentangkan dan letakkan

pada area yang akan dikompres

9) bila pasien menoleransi kompres hangat tersebut, lalu

ditutup/dilapisi dengan kasa kering. selanjutnya dibalut dengan

kasa perban atau kain segitiga

10) lakukan prasat ini selama 15-30 menit atau sesuai program

dengan anti balutan kompres tiap 5 menit


39

11) lepaskan sarung tangan

12) atur kembali posisi pasien dengan posisi yang nyaman

13) bereskan semua alat-alat untuk disimpan kembali

14) cuci tangan dan dokumentasikan tindakan ini beserta responnya.

D. Penelitian Terkait

1. Nurhayati et.al. (2015) Relaksasi autogenik terhadap penurunan

nyeri pada ibu post operasi sectio saecarea.

 Tujuan : penelitian adalah mengidentifikasi pengaruh relaksasi

autogenik terhadap penurunan skala nyeri pada Ibu post operasi

Sectio Caesarea di Ruang Perawatan V/VI RS. TK.II Dustira

Cimahi.

 Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian

eksperimen dengan One Group Pretest Posttest Design dengan

jumlah sampel yang digunakan sebanyak 75 ibu post sectio caesarea

dalam waktu 1 bulan dengan tehnik pengambilan sampel

menggunakan Non Probability Sampling berupa tehnik Purposive

Sampling.

 Hasil : Terdapat pengaruh yang signifikan antara relaksasi autogenik

dengan penurunan skala nyeri. Hasil uji t menunjukkan 0,0001

artinya ada perbedaan skala nyeri antara sebelum dan sesudah

dilakukan relaksasi autogenik dengan nilai mean = 1,080 yaitu


40

terjadi kecenderungan penurunan skala nyeri sesudah perlakuan

dengan rata-rata penurunan skala nyerinya 1,080

 Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan antara relaksasi autogenik dengan penurunan skala

nyeri.

2. Syamsiah et.al. (2015) Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap

tingkat nyeri akut pada pasien abdominal pain di IGD RSUD

Karawang.

 Tujuan : penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tehnik

relaksasi (autogenik) terhadap tingkat nyeri akut pada pasien dengan

abdominal pain.

 Metode : Desain penelitian menggunakan metode analitik dengan

pendekatan quasi eksperiment, responden penelitian adalah pasien

yang datang ke IGD RSUD Karawang dengan diagnosa abdominal

pain sebanyak 30 responden. Tehnik pengolahan data dianalisis

dengan uji independent t-test.

 Hasil : penelitian menunjukkan terdapat pengaruh tehnik relaksasi

yang signifikan terhadap nyeri akut pada pasien dengan abdominal

pain di IGD RSUD Karawang. Hasil analisa diperoleh (Pv=0,000) <

α (0,005). Berdasarkan hal tersebut maka rekomendasi menerapkan

prosedur tehnik relaksasi autogenik sebagai salah satu alternatif

untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien khususnya abdominal

pain.
41

 Kesimpulan : dari penelitian ini yaitu terdapat pengaruh yang

signifikan terapi relaksasi autogenik terhadap tingkat nyeri akut pada

pasien abdominal pain.

3. Aji et.al. (2015) efektifitas antara relaksasi autogenik dan slow deep

breathing relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien post

orif di rsud ambarawa.

 Tujuan : penelitian untuk menganalisa perbedaan efektifitas antara

relaksasi autogenik dan slow deep breathing relaxation terhadap

penurunan nyeri pada pasien post ORIF di RSUD Ambarawa.

 Metode : Desain penelitian menggunakan pre test and post test

nonequivalent control group dengan jumlah sampel sebanyak 22

responden dengan teknik kuota sampling.

 Hasil : penelitian menunjukan penurunan intensitas nyeri responden

pada kelompok terapi relaksasi autogenik sebanyak 2,83 sedangkan

penurunan intensitas nyeri pada kelompok slow deep breathing

relaxation sebanyak 1,65. Hasil uji Mann Whitney Test menunjukan

p value 0,002 (p<0,05), relaksasi autogenik lebih efektifitas

dibandingkan slow deep breathing relaxation terhadap penurunan

nyeri pada pasien post ORIF di RSUD Ambarawa.

 Kesimpulan : Hasil penelitian ini merekomendasikan relaksasi

autogenik dan slow deep breathing relaxation dapat dijadikan

tindakan mandiri keperawatan non farmakologi yang dilakukan

perawat untuk menurunkan nyeri post ORIF.


42

4. khusniyah et.al. (2011) Efektifitas stimulasi kulit dengan teknik

kompres hangat dan dingin terhadap penurunan persepsi nyeri kala

1 fase aktif persalinan fisiologis.

 Tujuan : penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas stimulasi

kulit dengan teknik kompres hangat dan kompres dingin terhadap

persepsi nyeri kala 1 persalinan fisiologis.

 Metode : Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah Quasy

Experimental Design tipe Equivalent Time Sampel Design. Sampel

diambil dengan metode sampling Purposive Sampling yang terdiri

dari 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat dan

kompres dingin. Analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon

Sign Rank Test dan Mann Whitney U Test .

 Hasil : uji Wilcoxon Signed Rank Test pada kelompok kompres

hangat diperoleh ρ=0,003 dan pada kelompok kompres dingin

diperoleh ρ=0,001, sedangkan pada uji Mann Whitney Test diperoleh

ρ=0,005.

 Kesimpulan : Dalam penelitian ini adalah stimulasi kulit dengan

teknik kompres dingin lebih efektif dalam menurunkan persepsi.

5. Kurniawati et.al. (2011) Efektifitas kompres hangat terhadap

penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif.

 Tujuan : penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana efektifitas

kompres hangat terhadap penurunan nyeri persalinan kala I fase

aktif.
43

 Metode : penelitian adalah “Quasi Experiment” dengan rancangan

penelitian Non-Equivalen Control Group. Penelitian ini dilakukan di

Rumah Sakit Syafira Pekanbaru terhadap 30 ibu bersalin, yaitu 15

orang kelompok intervensi dan 15 orang kelompok kontrol. Analisa

yang digunakan adalah Uji Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney.

 Hasil : penelitian menunjukkan adanya perbedaan secara bermakna

terhadap perubahan intensitas nyeri pada kelompok intervensi

setelah diberikan kompres hangat dan kelompok kontrol yang tidak

diberikan kompres hangat dengan nilai p (0,000)<α(0,05).

 Kesimpulan : penelitian ini merekomendasikan pemberian kompres

hangat pada ibu yang akan bersalin sebagai bentuk terapi alternative

yang efektif dalam mengurangi nyeri persalinan.

6. Krowa et.al. (2012) pengaruh pemberian teknik kompres hangat

terhadap skala nyeri pasien pasca operasi sectio caesarean di rsud

sleman.

 Tujuan : penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas

pemberian teknik kompres hangat terhadap skala nyeri pasien pasca

operasi sectio caesarean.

 Metode : Quasy-eksperimen dengan pre-test and post-test with

control group design digunakan dalam penelitian ini. 15 responden

yang masuk dalam kriteria inklusi diambil untuk masing – masing

kelompok. Pengukuran skala nyeri menggunakan Numerical Rating

Scale, dimana nyeri diukur pada sebelum dan setelah intervensi


44

diberikan selama 3 hari. Analisis data menggunakan Independent

Sample t-test dengan p < 0.05.

 Hasil : Hasil uji Independent Sample t-test antara kelompok

intervensi dan kontrol diperoleh (t = -3.445, p = 0.002). Rata – rata

skala nyeri kelompok intervensi sebesar 5.80 lebih rendah

dibandingkan kelompok kontrol sebesar 6.87 (skala 1- 10).

 Kesimpulan : Teknik kompres hangat secara signifikan dapat

menurunkan skala nyeri pasien pasca operasi sectio caesarean. Oleh

karena itu, penerapan teknik ini untuk populasi tersebut sangat

penting untuk dilakukan sebagai salah satu terapi komplementer di

rumah sakit.
45

E. Kerangka teori

1.1 skema

Penyebab nyeri
1. Trauma Penatalaksanaan
2. Kontaminasi bakterial Abdominal pain Nyeri
3. Iritasi kimiawi
4. Obstruksi usus
5. Gangguan vaskuler Peningkatan Tanda-
tanda vital sign Non Farmakologi

Mekanisme Nyeri
1. Stimulasi Kondisi mungkin akan Teknik Teknik Stimulusi
2. Transduksi terjadi relaksasi kutan teknik
3. Transmisi 1. Gelisah autogenik kompres hangat
4. Modulasi 2. merintih
3. nafas panjang
5. Persepsi
4. mengeluh sakit
5. Keringat berlebihan merangsang menyingkirkan
peningkatan produk-produk
kerja saraf inflamasi, seperti
parasimpatis bradikinin,
Intensitas Nyeri Vas
yang akan histamin, dan
1. 0-3 nyeri ringan menghambat prostaglandin
2. 4-6 nyeri sedang kerja dari saraf yang
3. 7-9 nyeri berat simpatis menimbulkan
4. 10 nyeri terberat nyeri

Sehingga
Sehingga
mengedalikan
meningkatkan
vital sign
aliran darah, dan
meredakan nyeri

Sumber : (Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007; Anthony S. Fauci, 2008 ;

Andarmoyo, 2013 ; Potter & Perry, 2005; National Safety Council

(2004) ; Widyastuti, 2004 ; Kusyati, 2006 ; Oberg, 2009).

Anda mungkin juga menyukai