Pembimbing :
Dr. Gatot Sugiharto, Sp. B
Oleh:
Aqmarina Ajrina
2015730013
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat
dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan
pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan,
peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena
peradangan alat pencernaan seperti pada apendisitis atau sekunder melalui suatu peritonitis
karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer’s patch,pada typhus abdominalis atau
perforasi akibat trauma.
Akut abdomen meliputi 20-40% dari pasien rawat inap, dan 50-65% dari kasus akut abdomen
tidak memiliki diagnosis awal yang akurat (Dombal and Margulies, 1996). Dalam sebuah
penelitian, diperoleh data bahwa penyebab terbanyak akut abdomen adalah nyeri abdomen
non spesifik (33,0%), diikuti dengan apendisitis akut (23,3%) dan kolik bilier (8,8%). Nyeri
abdomen non spesifik banyak terdapat pada wanita muda, sedangkan apendisitis akut banyak
pada pria muda, dan kolik bilier pada wanita tua. Hampir separuh kasus akut abdomen
memerlukan tindakan operatif.
Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut
pada daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma
abdomen berupa vulnus abdominis penetrans namun kadang-kadang diagnosis akut abdomen
baru dapat ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang
ketat. Pasien akut abdomen dapat jatuh pada kondisi yang mengancam nyawa. Oleh karena
itu, dalam penanganannya diperlukan diagnosis awal, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan yang tepat.
BAB II
AKUT ABDOMEN
2.1 Definisi dan Epidemiologi
Istilah akut abdomen merupakan tanda dan gejala yang disebabkan penyakit intra
abdominal dengan nyeri sebagai keluhan utama, timbul mendadak, dan biasanya
membutuhkan terapi pembedahan. Banyak penyakit yang menimbulkan gejala di perut,
beberapa di antaranya tidak memerlukan terapi pembedahan, sehingga evaluasi pasien
dengan nyeri abdomen harus cermat. Manajemen yang benar dari pasien dengan akut
abdomen memerlukan keputusan yang tepat terkait dengan waktu tentang perlunya untuk
melakukan operasi pembedahan.
Keputusan ini membutuhkan evaluasi dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, data
laboratorium, dan tes pencitraan. Sindrom acute abdominal pain menyebabkan sejumlah
besar kunjungan ke rumah sakit dan dapat terjadi pada mereka yang sangat muda, sangat tua,
laki-laki maupun perempuan, dan semua tingkatan sosioekonomi.
Semua pasien dengan nyeri abdomen harus menjalani evaluasi untuk menegakkan
diagnosis sehingga pengobatan tepat waktu dan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau 5
sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat.
Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat
mengeluh nyeri perut. Diagnosis bervariasi sesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan
geriatri. Sebagai contoh nyeri perut pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh apendisitis ,
sedangkan penyakit empedu, usus diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada
bayi.
Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada
pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang
pada appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga
nyeri sentral. Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional
organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum, sistem
hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian
saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon
transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus.
Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon
transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada bagian perut
bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak dipengaruhi oleh
gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak.
Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam
garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum setempat. Pasien
akan merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan duodenum
mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon ascendens sampai sekitar
caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh nyeri
berpindah dari ulu hati pindah ke kanan bawah.proses ini berbeda dengan yang terjadi pada
appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perforasi
duodeum akan mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani dengan baik.
2.3.1.4 Permulaan nyeri dan intensitas nyeri
Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan sumber
nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi dapat pula
bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ berongga, rangsangan
peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan proses inflamasi.
Demikian juga intensitas nyerinya. Sesorang yang sehat dapat pula tiba-tiba langsung
merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran.
Nyeri yang bertahap biasanya disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau
pankreatitis.
1. Acute cholecystitis.
2. Acute appendicitis atau Meckel’s diverticulitis.
3. Acute pancreatitis.
4. Ectopic pregnancy.
5. Diverticulitis.
6. Peptic ulcer disease.
7. Pelvic inflammatory disease.
8. Intestinal obstruction, including paralytic ileus (adynamic obstruction).
9. Gastroenteritis.
10. Acute intestinal ischaemia/infarction or vasculitis.
11. Gastrointestinal (GI) haemorrhage.
12. Renal colic or renal tract pain.
13. Acute urinary retention.
14. Abdominal aortic aneurysm (AAA).
15. Testicular torsion.
16. Nonsurgical disease, e.g. myocardial infarction, pericarditis, pneumonia, sickle cell crisis,
hepatitis, inflammatory bowel disease, opiate withdrawal, typhoid, acute intermittent
porphyria, HIV-associated lymphadenopathy or enteritis.
Yang jarang terjadi diantaranya placenta percreta (Roca, 2009), phytobezoar (Andersson,
2009), dan thromboemboli (Reed, 2008).
Aneurisma aorta
Gastroenteritis
Crohn’s disease
Endometriosis
Tabel 1. Klasifikasi penyebab berdasar lokasi nyeri pada regio abdomen
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Dalam anamnesis penderita akut abdomen, perlu ditanyakan dahulu permulaan
nyerinya (kapan mulai, mendadak atau berangsur). Nyeri yang berangsur saat permulaan dan
bertambah berat disebabkan karena proses peradangan yang mendasarinya. Dari letaknya
(menetap, berpindah) dapat diperkirakan penyakit yang mendasarinya sesuai dengan asal
organ pada masa embrional atau sesuai dengan regio abdomen di mana organ itu berada.
Nyeri yang terlokalisasi di suatu tempat dan hilang timbul disebabkan kolik dari organ
berlumen. Keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan atau bersifat
kolik), seseorang yang sehat kemudian menderita nyeri perut yang hebat disebabkan oleh
adanya sumbatan, perforasi, atau puntiran. Perubahan nyeri (bandingkan dengan
permulannya) sesuai dengan perkembangan patologi dari penyekit yang mendasarinya.
Lama nyeri bisa memberikan gambaran apakah termasuk akut, subakut, atau kronis.
Dan faktor yang mempengaruhinya seperti memperingan atau memperberat nyeri, misalnya
sikap tubuh, makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin, defekasi, dan miksi.
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut
pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut.
Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan
abses hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas
seakan-akan menggendong absesnya.
Muntah sering didapatkan pada pasien akut abdomen. Pada obstruksi usus tinggi,
muntah tidak akan berhenti dan bertambah berat. Konstipasi didapatkan pada obstruksi usus
besar dan pada peritonitis umum. Nyeri tekan didapatkan pada iritasi peritoneum.
Jika ada radang peritoneum setempat ditemukan tanda rangsang peritoneum yang
sering disertai defans muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi daur haid, dan gejala
lain seperti keadaan sebelum serangan akut abdomen harus dimasukkan dalam anamnesis.
Pemeriksaan perut yang sukar dicapai seperti daerah retoperitoneal, regio subfrenik
dan panggul dapat dicapai secara tidak langsung dengan uji tertentu. Dengan uji iliopsoas
diperoleh informasi mengenai regio retroperitoneal, dengan uji obturator diperoleh informasi
mengenai panggul dan dengan perkusi tinju didapat informasi dari subfrenik. Dengan
menarik testis ke arah kaudal dapat dicapai daerah dasar panggul.
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum douglas kurang memberikan
informasi pada peritonitis murni, nyeri pada satu sisi menunjukan kelainan di daerah panggul.
Colok dubur dapat membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada
paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya
kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi kemungkinan kelainan di organ
ginekologis.
2.6 Manajemen
Keputusan untuk melakukan tindak bedah pada akut abdomen sangat bergantung pada
diagnosis. Jika sulit ditentukan apakah diperlukan operasi atau tidak, sebaiknya pasien
dipantau dengan seksama dan berulang-ulang diperiksa kembali. Sementara itu, saluran cerna
diistirahatkan dengan memuaskan pasien, dekompresi lambung dengan pemasangan pipa
lambung, dan pemberian infus.
Tanda dan hasil pemeriksaan yang memerlukan pertimbagan dilakukan laparotomi eksplorasi
diantaranya :
1. Pemeriksaan fisik
Pneumoperitoneum
Distensi usus hebat yang bertambah
Ekstravasasi bahan kontras
Tumor disertai suhu tinggi
Oklusi vena atau arteri mesenterika
3. Pemeriksaan endoskopi
Jika ditemukan tanda perforasi saluran cerna pada pemeriksaan endoskopi, perlu
dikerjakan laparotomi. Hal yang sama berlaku jika didapatkan darah segar, empedu, nanah,
isi usus, atau urin pada pemeriksaan parasentesis atau laparoskopi.
Berikut adalah beberapa contoh manajemen berdasar diagnosa :
Pasien dengan phlegmon atau abses kecil: Setelah intravena (IV) terapi antibiotik,
appendectomy interval dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian.
Pasien dengan abses yang didefinisikan dengan baik yang lebih besar: Setelah drainase
perkutan dengan antibiotik IV dilakukan, pasien dapat dipulangkan dengan kateter di
tempat. Appendectomy interval dapat dilakukan setelah fistula ditutup.
Pasien dengan abses multicompartmental: Pasien-pasien ini membutuhkan drainase bedah
awal.
Meskipun ada banyak kontroversi atas manajemen nonoperative apendisitis akut, antibiotik
memiliki peran penting dalam pengobatan pasien dengan kondisi ini. Antibiotik
dipertimbangkan untuk pasien dengan appendisitis harus memiliki jangkauan penuh aerobik
dan anaerobik.
Durasi administrasi terkait erat dengan tahap appendisitis pada saat diagnosis, baik
mempertimbangkan temuan intraoperatif atau evolusi pasca operasi. Menurut beberapa
penelitian, profilaksis antibiotik harus diberikan sebelum setiap appendectomy. Ketika pasien
menjadi afebris dan sel darah putih (WBC) count normal, pengobatan antibiotik dapat
dihentikan. Cefotetan dan Cefoxitin tampaknya menjadi pilihan terbaik dari antibiotic.
2.6.4 Sistitis
Pada sistitis tanpa komplikasi dapat diberikan antibiotik Cotrimoksasol 2 x
1, Ciprofloksasin 2 x 1, selama 5 hari terapi. Karena keadaan nyeri yang sangat menganggu
karena kontraksi buli – buli dapat diberikan antispasmodik seperti papaverin, atau hyoscine
butil-bromide. Jika nyeri tidak teratasi dapat diberikan analgetik. Pasien disarankan banyak
minum, jangan minum alkohol, kopi, soda, yang menyebabkan iritasi pada buli – buli.
Pilihannya adalah :
1. Kateterisasi
2. Sistostomi suprapubik (trokar; terbuka)
3. Pungsi suprapubic.
2.6.6 Dysmenorrhea
1) Dismenore Primer
a. Psikoterapi
b. Medikamentosa
– Analgetika:
– Sediaan hormonal: progestin, pil kontrasepsi (estrogen rendah dan progesteron tinggi).
– Antiprostaglandin.
2) Dismenore Sekunder
2.6.7 Endometriosis
Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi medik dan terapi
pembedahan.
1. Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin mempertahankan kesuburannya atau
yang gejala ringan
2. Terapi pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk mengangkat kista-
kista, melepaskan adhesi, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau elektrokauter.
Tujuan pembedahan untuk mengembalikan kesuburan dan menghilangkan gejala. Terapi
bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat dengan perlekatan hebat,
usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain meliputi pelepasan perlekatan, merusak
jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis sebaik mungkin.
– Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin membesar adalah
indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan kemungkinan untuk laparatomi
– Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat tanda vital dan
produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu pasang infuse P2
– Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal 48-72 jam
Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7 hari dan gentamisin 5 mg / kg BB / hari,
IV/im terbagi dalam 2×1 hari selama 5-7 hari dan metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau
kloramfinekol 50 mg / kb BB / hari, IV selama 5 hari metronidzal atau sefaloosporin generasi
III 2-3 x /1 gr / sehari dan metronidazol 2 x1 gr selama 5-7 hari
Pasien dengan obstruksi usus persisten dan abses yang tidak berespon pada antibiotic.
Operasi biasanya dilakukan dengan drainase pus dan reseksi segmen kolon yang
mengandung divertkulum, biasanya kolon sigmoid.
Pendarahan divertikulum persisten.
Komplikasi divertikulum pada kandung kemih, seperti infeksi saluran kemih berulang dan
keluarnya gas usus selama urinasi.
Pasien dengan serangan diverticulitis berulang yang sering dan menyebabkan penggunaan
berbagai antibiotic, kebutuhan rawat inap, dan cuti bekerja.
Operasi dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi untuk membatasi nyeri post
operasi dan waktu penyembuhan.
2.6.10 Kolesistitis
Kolesistitis akut dapat sembuh sendiri, namun pasien kolesistitis perlu rawat inap dan
pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi. Intake oral dihentikan dan diberikan cairan
intravena untuk mengistirahatkan pencernaan. Di samping itu, dapat diberikan obat-obatan
untuk mengatasi nyeri abdomen hebat. Sebagian besar pasien kolesistitis memerlukan
kolesistektomi. Karena kandung empedu bukan organ esensial, pasien masih dapat hidup
normal setelah kolesistektomi.
Perawatan di rumah sakit atau dengan isolasi diperlukan apabila penderita mengalami
komplikasi dari hepatitis ini.
Terapi suportif dilakukan dengan pembatasan aktivitas, pemberian makanan terutama harus
cukup kalori. Hindari obat hepatotoksik seperti paracetamol, INH, Rifampisin.
TERAPI MEDIKAMENTOSA :
Ursedeoksikolikasid (UDCA)
Obat anti virus : interferon, lamivudin, ribavirin.
Prednison khusus untuk VHA bentuk kolestatik.
Kolestasis berkepanjangan diberi vitamin larut dalam lemak dan terapi simptomatis untuk
menghilangkan rasa gatal yaitu kolestiramin.
Hepatitis fulminan dirawat intensif.
2.6.12 Pneumonia lobus bawah
Penderita yang tidak dirawat di RS:
Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
Minum banyak
Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :
Penatalaksanaan Umum
Pemberian Oksigen
Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan :
2.6.13 Gastroenteritis
Gastroenteritis terjadi secara akut dan dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
membutuhkan terapi farmakologi. Terapi objektif adalah mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit. Rehidrasi oral pada anak lebih dipilih dengan dehidrasi ringan sampai
sedang.Metoclopramide dan ondansentron dapat sangat berguna pada anak
1. Rehidrasi
Terapi primer gastroenteritis pada anak dan dewasa adalah rehidrasi yaitu mengganti
kehilangan air dan elektrolit. Hal ini dapat dicapai dengan terapi rehidrasi oral (oral
rehydration terapi/ORT), tetapi pemberian intravena diperlukan jika terdapat penurunan
kesadaran atau terdapat gangguan motilitas dari traktus gastrointestinal.21,22 Terapi rehidrasi
dengan karbohidrat kompleks yang terbuat dari gandum atau beras bisa lebih dibanding
dengan karbohidrat sederhana.Minuman bergula seperti softdrink dan jus buah tidak
direkomendasikan pada anak kurang dari 5 tahun karena dapat memperparah diare.Air putih
dapat digunakan apabila rehidrasi dengan karbohidrat sederhana tidak tersedia.
2. Medikasi
1. Antiemetics
2. Antibiotics
3. Antimotility agents
4. antispasmotics
Pada pasien dengan trombosis vena mesenterika, pencarian keadaan yang mendasari
hiperkoagulasi penting untuk mencegah rekuren penyakit. Kehadiran tanda-tanda peritoneal
harus segera dilakukan eksplorasi bedah. Pada pasien asimptomatik, antikoagulan dapat
diberikan 3-6 bulan dengan evaluasi berulang. Beberapa studi menunjukkan bahwa
pemberian heparin diikuti warfarin meningkatkan survival. Pasien dengan kondisi medis
tertentu seperti kelainan pembekuan dan atrial fibrilasi memerlukan antukoagulan seumur
hidup.
Beberapa indikasi kolitis iskemi perlu dimanajemen (Kotak 3). Pada banyak kasus,
iskemi membaik saat hipoperfusi yang mendasarinya juga membaik. Banyak pasien
membutuhkan istirahat usus dan perawatan pendukung.Antibiotik profilaksis sering diberikan
tapi keuntungannya belum bisa dibuktikan. Kolitis iskemik fulminant terjadi dengan
gangrene atau perforasi jarang terjadi dan membutuhkan eksplorasi segera. Pada beberapa
kasus, kolitis iskemik tidak sepenuhnya membaik dan dapat berkembang menjadi striktur
kolitis segmental kronis. Jika gejala menetap lebih dari 2-3 minggu, merupakan indikasi
untuk kolektomy segmental. Jika striktur iskemi asimptomatik, observasi dikerjakan dengan
beberapa keadaan membaik dalam 12-24 bulan.
Biasanya tidak ada posisi antalgic untuk pasien (berbaring pada sisi non-sakit dan
menerapkan botol panas atau handuk untuk daerah yang terkena dapat membantu). Jika rasa
sakit tidak terlalu intens, rilis lebih cepat dari batu dapat dicapai dengan berjalan kaki. Batu
yang lebih besar mungkin memerlukan intervensi bedah untuk pengangkatan mereka, seperti
perkutan nephrolithotomy.
– Penghilang nyeri. Karena pancreatitis akut ringan dapat menimbulkan nyeri sedang hingga
berat, penghilang nyeri yang kuat digunakan untuk mengobati gejala tersebut. Mungkin juga
dibutuhkan obat untuk mengontrol mual dan muntah.
– Cairan intravena. Karena tubuh dapat mengalami dehidrasi selama pancreatitis akut, cairan
dimasukkan melalui selang yang dihubungkan dengan vena.
Jika tidak ada komplikasi, pankreatitis akut membaik dalam beberapa hari. Kebanyakan
pasien yang menderita pancreatitis akut ringan akan siap meninggalkan rumah sakit dalam 5-
7 hari.
Hal lain yang membahayakan dari pancreatitis akut berat adalah hilangnya cairan
yang banyak dari tubuh yang akan mengurangi jumlah darah dalam tubuh (syok
hipovolumik). Syok hipovolumik dapat mengancam jiwa karena tubuh membutuhkan darah
kaya oksigen untuk bertahan. Untuk mengatasinya maka perlu dimasukkan dalam ICU.
Penyuntikan antibiotic digunakan untuk menghindari jaringan yang mati dari infeksi.
Cairan intravena digunakan untuk mengganti kehilangan cairan dan mencegah syok
hipovolumik. Peralatan pernafasan digunakan untuk menilai pernafasan dan selang makanan
digunakan untuk nutrisi tubuh. Pembedahan mungkin dibutuhkan untuk mengambil jaringan
mati dari pancreas. Pasien tinggal di ICU sampai resiko infeksi, kegagalan organ dan syok
hipovolumik sudah teratasi. Hal ini bisa membutuhkan 14 hari rawat inap atau bisa lebih jika
pancreatitis akut memberat.
2.6.18 Gastritis
Obat-obatan yang mengurangi jumlah asam lambung dapat mengurangi gejala dari
gastritis dan membantu penyembuhan permukaan lambung. Obat-obatan tersebut adalah :
– Antasid, seperti Alka-Seltzer, Maalox, Mylanta, Rolaids dan Rio-pan. Banyak merk
dipasaran menggunakan kombinasi yang berbeda dari 3 dasar garam –magnesium, kalsium
dan aluminium- dengan hidroksida atau ion bikarbonat untuk menetralkan asam di lambung.
Obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping seperti diare atau konstipasi.
– Penghambat Histamin 2 (H2), seperti famotidine (pepcid ac) dan ranitidine (zantac 75).
Penghambat H2 menurunkan produksi asam.
Biasanya dokter akan menunggu sambil melihat perkembangan dari sumbatan usus
sebelum melakukan operasi. Sebagian pasien mungkin mebutuhkan operasi untuk
menghilangkan penyebab sumbatan dan mencegah sumbatan selanjutnya, tapi tidak semua
pasien membutuhkan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson P, Kvitting JP, Druvefors P; A phytobezoar in the acute abdomen. Am J
Brewer BJ, Golden GT, Hitch DC, et al: Abdominal pain: An analysis of 1,000
consecutive cases in a University Hospital emergency room. Am J Surg 131:219-223,
1999.
Buschard K, Kjaeldgaard A: Investigation and analysis of the position, fixation,
length, and embryology of the vermiform appendix. Acta Chir Scand 139:293-298,
1993.
Cordell WH, Keene KK, Giles BK, et al: The high prevalence of pain in emergency
medical care. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
Cornbluth A, Sachar DB, Salomon P. 1998. Crohn’s disease. Sleisenger &
Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. Vol 2. 6th. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co.
Craig, et al. 2011. Appendicitis Treatment and
Management. Emedicine.medscape.com.
D’Haens G, Baert F, van Assche G, et al. 2008. Early combined immunosuppression
or conventional management in patients with newly diagnosed Crohn’s disease: an
open randomised trial http://www.ncbi..nlm.nih.gov/pubmed/18295023
Diethelm AG, Stanley RJ, Robbin ML: The acute abdomen. In Sabiston DC
(ed): Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 15th ed.
Philadelphia, WB Saunders, 1997, pp 825-846.
Dombal FT, Margulies M. 1996. Acute Abdominal Pain. Gut.bmj.com
Graff LG, Robinson D: Abdominal pain and emergency department evaluation.
Emerg Med Clin North Am 19:123-136, 2001.
Gray SW, Skandalakis JE: Embryology for Surgeons: The Embryological Basis for
the Treatment of Congenital Defects. Philadelphia, WB Saunders, 1997).
Holder, Andre. 2011. Dysmenorrhea in Emergency
Medicine (http://emedicine.medscape.com/article/795677
Kavanagh S; The acute abdomen – assessment, diagnosis and pitfalls. UK MPS
Casebook 2004 Feb;12(1):11-17
Miettinen,et al.1996.Acute Abdominal Pain in
Adults. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8739926
Mudgil,Shikha.2009.TuboOvarianAbscess (http://emedicine.medscape.com/article/ 40
4537-overview, diakses pada tanggal 28 Juni 2011)
Panes J, Gomollon F, Taxonera C, et al. 2007. Crohn’s disease: a review of current
treatment with a focus on biologics (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18034589
Reed GL, Ibebuogu UN, Thornton JW,; An unrecognized cause of acute abdomen in
peripartum cardiomyopathy. South Med J. 2008 Apr;101(4):447-8.
Sjamsuhidajat, et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Surg. 2009 Feb;197(2):e21-2. Epub 2008 Sep 11. [abstract] Swierzewski, Stanley
J. 2011. Acute Urinary Retention http://www.healthcommunities.com/acute-urinary-
retention/overview-of-acute-urinary-retention.shtml
Tessy, Agus dkk. 2003. Sistitis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Thoreson R, Cullen JJ.2007. Pathophysiology of inflammatory bowel disease: an
overview(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17560413
Tierney LM. 2001. Crohn’s disease. Current Medical Diagnosis and Treatment.
40th ed. New York, NY: McGraw-Hill Professional Publishing.
Widjarnako,B.2009.Endometriosis. (http://obfkumj.blogspot.com/ Endometriosis.html