Anda di halaman 1dari 48

A.

PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA


Hak asasi manusia adalah hak yang lahir serta melekat
pada setiap insan manusia yang harus dijunjung tinggi,
dihargai, dihormati demi tercapainya hak tertinggi dari
harkat dan martabat, kesejahteraan kebahagiaan dan
kecerdasan serta keadilan bagi seluruh masyarakat di
Indonesia.
Menurut John Locke (29 Agustus 1632 –28 Oktober 1704,
umur 72 tahun) dalam Wirman Burhan (2016: 46)
menyatakan, hak asasi manusia merupakan hak dasar yang
bersifat kodrati dan diberikan langsung oleh Tuhan selaku
maha pencipta kepada setiap manusia. Mariam Budihardjo
dalam Wirman Burhan (2016: 46), menjelaskan pengertian
hak asasi manusia merupakan hak yang diperoleh dan dibawa
oleh tiap manusia secara kodrati, dan hak asasi manusia
tersebut diperoleh tanpa adanya perbedaan bangsa, ras, agama
serta jenis kelamin seseorang yang bersifat asasi dan universal
sehingga dengan adanya hak asasi manusia tiap orang berhak
untuk memperoleh kesempatan untuk terus berkembang
sesuai dengan bakat dan cita-citanya.
Sementara menurut Muladi (2002: 56), hak asasi
manusia sejatinya merupakan hak yang melekat secara
alami pada tiap jiwa manusia yang dibawa semenjak lahir,
serta tanpa adanya hak asasi manusia tersebut manusia
tidak dapat tumbuh dan berkembang secara utuh yang
dikarenakan dengan keberadaan hak asasi manusia
merupakan sangatlah penting dan tanpa adanya hak
tersebut manusia tidak dapat berkembang dalam
mendapatkan kebutuhan dan bakatnya.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekatpada hakikatnya dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA


Awal mula adanya hak asasi manusia ditandai dengan
timbulnya kesadaran masyarakat atas kesewenangan
pemerintahan pada masa lampau yang sudah tidak dapat di
apertahankan lagi, timbulnya rasa kesengsaraan, kepedihan
serta kesewenang-wenangan atas akibat dari tindakan-tindakan
pemerintah yang berada diluar batas kemanusiaan. Atas dasar
ketidakmanusiaan tersebut, masyarakat mulai sadar bahwa
setiap manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha
Esa mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun pengaturan atau yang mengatur
hidup sendiri.
Kesadaran terhadap pengakuan pada hak-hak asasi manusia
sudah mulai tumbuh semenjak 600 tahun sebelum Masehi
(zaman Mesir kuno). Saat itu, Socrates dan Plato selaku peletak
dan pelopor atas hak dasar pengakuan hak asasi manusia mulai
mengajarkan bagaimana cara untuk mengkritik
pemerintah/penguasa yang tidak berdasarkan perikemanusiaan,
keadilan serta kesejahteraan bagi masyarakat.
Perkembangan penting pada perumusan ide pokok dari hak
asasi manusia di dunia adalah sebagai berikut.Pertama, pada
15 Juni 1215 munculnya perjanjian Magna Charta, dalam
perjanjian ini merupakan bagian dari pemberontakan para
baron terhadap para raja. Adapun isi dari pada dokumen
adalah hendaknya raja tidak melakukan pelanggaran terhadap
hak milik dan kebebasan pribadi seorang pun dari rakyatnya.
Kedua,di tahun 1628 terbitnya Bill of Right pada dokumen
tersebut memuat tentang penegasan serta pembatasan
terhadap kekuasaan raja serta dihilangkannya hak raja untuk
melaksanakan kekuasaan terhadap siapa pun, atau untuk
memenjarakan, menyiksa dan mengirimkan tentara kepada
siapa pun tanda adanya dasar hukum.
Ketiga, lahirnya The Declaration of Independence atau
dikenal dengan istilah Deklarasi Kemerdekaan pada tanggal 6
Juli 1776. Dalam dokumen deklarasi kemerdekaan ini
memuat tentang penegasan bagi setiap orang yang
dilahirkan dalam persamaan dan kebebasan dengan
mendapatkan hak untuk hidup, mengejar kebahagiaan dan
mendapatkan keharusan mengganti pemerintahan yang
tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan dasar tersebut.
Keempat, munculnya Declaration of The Right of Man and
The Citizen (Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga
Negara) di Perancis pada tanggal 4 Agustus 1978 yang
menitikberatkan lima hak asasi, yaitu: hak atas kepemilikan
harta, hak atas kebebasan, hak atas persamaan, hak atas
keamanan dan hak atas perlawanan dan penindasan.
Perumusan Hak Asasi Manusia di Indonesia sudah dimulai
dari awal terbentuknya Badan Penyelidikan Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dipimpin
langsung oleh KRT Rajiman Widodiningrat dan
beranggotakan Soekarno, Muhammad Hatta, Soepomo,
Muhammad Yamin dan Abi Koesno.
Dari hasil keputusan atas pemikiran perumusan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
hak asasi manusia dianggap perlu untuk dicantumkan di
dalam Undang-Undang Dasar dengan pertimbangan dengan
adanya pencantuan hak asasi manusia nantinya Indonesia
tidak menjadi negara kekuasaan dan berdampak pada
penindasan kepada masyarakat.
Pencantuman atas hak asasi manusia di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:
a. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang memuat Hak atas
kesamaan kedudukan pada hukum dan pemerintahan.
b. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 memuat Hak atas
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
c. Pasal 28 UUD 1945 memuat hak berserikat dan
berkumpul.
d. Pasal 29 UUD 1945 memuat kebebasan beragama.
e. Pasal 30 UUD 1945 memuat kewajiban bela negara.
f. Pasal 31 UUD 1945 memuat hak mendapatkan
pendidikan
g. Pasal 33 dan 34 Uud 1945 memuat hak atas
kesejahteraan sosial
h. Selain itu pemuatan tentang hak asasi manusia juga
terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945.
Perkembangan pemikiran hak asasi manusia di
Indonesia terdiri dari beberapa periode diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Periode 1908-1945
a) Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908
memdirikan Perjuangan hak berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui Goeroe Desa.
b) Perhimpunan Indonesia mendirikan Perjuangan hak
menentukan nasib sendiri.
c) Serikat islam pada tahun 1911 menggagas
perjuangan hyak memperoleh kehidupan yang layak.
d) Partai Komunis Indonesia membentuk perjuangan
hak-hak yang bersifat sosial.
e) Indische Partij membentuk perjuangan hak untuk
mendapatkan kemerdekaan.
f) Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927
membentuk perjuangan hak untuk memperoleh
kemerdekaan dalam negara yang mencakup
demokrasi, ekonomi dan politik.
g) Pendidikan Nasional Indonesia melakukan
perjuangan hak untuk menentukan nasib sendiri, hak
berpendapat dan hak berserikat.
2. Periode 1945-1950
a) Maklumat Politik Pemerintah 1 November
1945 tentang Pengumuman Akan Dilaksanakan
Pemilu.
b) Maklumat Pemerintahan 3 November 1945 tentang
Memberi Keleluasaan Untuk Mendirikan Partai
Politik.
c) Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang
Mengubah Sistem Presidensial Menjadi Sistem
Parlementer.

3. Periode 1950-1959
a) Partai politik tumbuh dengan pesat dengan berbagai
ideologi.
b) Adanya kebebasan Pers.
c) Pemilu mulai pada tanggal 17 Oktober 1955
berlangsung secara demokratis, bebas dan fair.
d) Parlemen mulai menunjukkan kelasnya sebagai
wakil rakyat serta mengontrol pemerintah dimana
terjadinya kabinet jatuh bangun.

4. Periode 1959-1966
a) Hak asasi manusia direstriksi di mana Soekarno
kembali ke sistem presidensial dan demokrasi
terpimpin.
b) Soekarno menata kembali sistem politik, sesuai
dengan demokrasi terpimpin.

c) Melalui Peraturan Presiden No 7 Tahun 1959


Soekarno menyederhanakan Partai Politik.
d) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960
Soekarno mengawasi dan membubarkan Partai
Politik.

5. Periode 1966-1998
a) Tahapan Represi dan pembentukan jaringan 1966-
1998, karena represi orde baru, korban meminta
bantuan masyarakat internasional.
b) Tahapan penyangkalan menghadapi tekanan
internasional oleh Soeharto. Beliau menyangkal
dengan alasan hak asasi manusia produk barat yang
tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa yang disusun
oleh Universitas dan Partikularitas.
c) Tahapan konsesi orde baru kian mendesak ketika
bantuan luar dipersyaratkan dengan kondisi hak
asasi manusia. Orde baru diberi konsesi taktis
dengan pembatasan Undang-Undang Sobversi,
Komnas HAM didirikan, pemantauan Pemilu
diizinkan dan mulai dikenal dengan era
keterbukaan.

C. INSTRUMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


1. Instrumen Internasional HAM
Setidaknya, terdapat sepuluh instrumen internasional
hak asasi manusia, yaitu:
a. Universal Declaration on Human Right (UDHR), atau
Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM).
b. International Convenant on Civil and Political Rights
(ICRP), atau Konvenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik (KIHSP).
c. International Convenant on Economic Social and Culture
Rights (ICESCR), atau Konvenan tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (KIHESB).
d. International Convention on the Elimination of All
Forms of Racial Descrimination (CERD), atau Konvensi
Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial .
e. Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women(CEDAW), atau
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan.
f. Convention Againts Torture and Other Cruel, In Human
or Degrading Treatment of Punishment(CAT), atau
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan
Merendahkan Martabat Manusia.
g. Convention on the Rights of the Child (CRC), atau
Konvensi tentang Hak Anak. Konvensi tentang Hak anak
disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20
November 1989 yang bertujuan agar adanya standar
universal bagi hak-hak anak, adanya perlindungan terhadap
anak- anak dari tindakan penyia-nyiaan, eksploitasi dan
penyalahgunaan.
h. Convention on the Protection for Migrant Workers and Their
Families(CMW), atau Konvensi tentang Perlindungan Pekerja
Migran dan Keluarga Mereka.
i. Convention on the Rights of Persons with Dissabilities (CRPD),
atau Konvensi tentang Penyandang Disabilitas. Dalam konvensi
ini bertujuan untuk merubah paradigma masyarakat terhadap
kaum disabilitas dari pendekatan pelayanan berdasarkan belas
kasihan (charity) menjadi pemenuhan HAM dengan pemberian
perlindungan secara menyeluruh dan tidak adanya tindakan
diskriminatif serta memberikan kesempatan bagi kaum disabilitas
untuk ikut berpartisipasi dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kehidupan masyarakat.
j. International Convention for Protection of All Persons from
Enforced Disappearence(CEO), atau Konvensi Internasional
tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Secara Paksa.

Buku ajar ini akan memaparkan 2 (dua) konvensi hak asasi


manusia internasional yang dianggap sangat penting untuk diketahui
mahasiswa, yaitu terkait dengan UDHR/DUHAM, CEDAW, dan
CRPD.

a. UDHR-Universal Declaration on Human Right

Instrumen UDHR diterjemahkan di Indonesia dengan Deklarasi


Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM merupakan
dokumen pengakuan internasional terhadap hak asasi manusia.
DUHAM dideklarasikan melalui Resolusi Majelis Umum PBB
(A/RES/217 (III) pada tanggal 10 Desember 1948.Atas tercapainya
deklarasi tersebut, maka selanjunya tanggal dan bulan tersebut
ditetapkan sebagai hari Hak Asasi Manusia Internasional.DUHAM
juga menjadi instrumen payung bagi instrumen hak asasi manusia
lainnya. Artinya keseluruhan instrumen HAM lain merujuk pada
DUHAM tersebut.

DUHAM memiliki 30 Pasal, sebagai berikut:

DEKLARASI UNIVERSAL
HAK-HAK ASASI MANUSIA

Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada


tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

Mukadimah

Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-


hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota
keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan
perdamaian di dunia,

Menimbang, bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-


hak manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis
yang menimbulkan rasa kemarahan hati nurani umat manusia,
dan terbentuknya suatu dunia tempat manusia akan mengecap
nikmat kebebasan berbicara dan beragama serta kebebasan dari
rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita
yang tertinggi dari rakyat biasa,

Menimbang, bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan


peraturan hukum, supaya orang tidak terpaksa memilih jalan
pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang
kelaliman dan penjajahan,

Menimbang, bahwa pembinaan hubungan bersahabat di antara


negara-negara perlu ditingkatkan,

Menimbang, bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-


Bangsa di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa telah
menegaskan kembali kepercayaan mereka pada hak-hak dasar
dari manusia, dan pada hak-hak yang sama dari laki-laki maupun
perempuan, dan telah memutuskan akan mendorong kemajuan
sosial dan tingkat hidup yang lebih baik dalam kemerdekaan yang
lebih luas,

Menimbang, bahwa Negara-negara Anggota telah berjanji untuk


mencapai kemajuan dalam penghargaan dan penghormatan

umum terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebesan


yang asasi, dengan perbaikan penghargaan umum terhadap dan
pelaksanaan hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan ini
hakiki, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menimbang, bahwa pemahaman yang sama mengenai hak-hak


dan kebebasan-kebebasan tersebut sangat penting untuk
pelaksanaan yang sungguh-sungguh dari janji tersebut, maka
dengan ini :

Majelis Umum,

Memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia


sebagai suatu standar umum untuk keberhasilan bagi semua
bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap oarng dan
setiap badan di dalam masyarakat, dengan senantiasa mengingat
Deklarasi ini, akan berusaha dengan cara mengajarkan dan
memberikan pendidikan guna menggalakkan penghargaan
terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan
jalan tindakan-tindakan yang progresif yang bersifat nasional
maupun internasional, menjamin pengakuan dan
penghormatannnya yang universal dan efektif, baik oleh bangsa-
bangsa dari Negara-negara Anggota sendiri maupun oleh bangsa-
bangsa dari wilayah-wilayah yang ada di bawah kekuasaan
hukum mereka.

Pasal 1

Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan


hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani
dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.

Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan
yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada
kekecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul
kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun
kedudukan lain.

Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar


kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari
negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari
Negara yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah perwalian,
jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

Pasal 3

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan


sebagai induvidu.

Pasal 4

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan;


perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun
mesti dilarang.

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam,


diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.

Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai


manusia pribadi di mana saja ia berada.

Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan


hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas
perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi
yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala
hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini.

Pasal 8

Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan


nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar
hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang
dasar atau hukum.

Pasal 9

Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan


sewenang-wenang.

Pasal 10

Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan


yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak
memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya
serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.

Pasal 11

(1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu


tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang
terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang
perlukan untuk pembelaannya.

(2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak


pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak
merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang
nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut
dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman
yang lebih berat daripada hukum yang seharusnya dikenakan
ketika pelanggaran pidana itu dilakukan.

Pasal 12

Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya,


keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan suart-
menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak
diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan
nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan
hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini.

Pasal 13

(1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam


di dalam batas-batas setiap negara.

(2) Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk


negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.

Pasal 14

(1) Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan suaka di


negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.

(2) Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang


benar- benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang
tidak
berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan
yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan
Bangsa-Bangsa.

Pasal 15

(1) Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan.

(2) Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut


kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk mengganti
kewarganegaraannya.

Pasal 16

(1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak


dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak
untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka
mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam
masa perkawinan dan di saat perceraian.

(2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan


bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.

(3) Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari


masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari
masyarakat dan Negara.

Pasal 17

(1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun


bersama-sama dengan orang lain.

(2) Tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan


semena-mena.
Pasal 18

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan


agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau
kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya,
beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan


mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan
menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk
mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan
dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang
batas-batas.

Pasal 20

(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan


berserikat tanpa kekerasan.

(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu


perkumpulan.

Pasal 21

(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan


negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang
dipilih dengan bebas.

(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk


diangkat dalam jabatan pemerintahan negeranya.

(3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah;


kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang
dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih
yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara
secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin
kebebasan memberikan suara.

Pasal 22

Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan


sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan
bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun
kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta
sumber daya setiap negara.

Pasal 23

Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas


memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang
adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari
pengangguran.

(1) Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan


yang sama untuk pekerjaan yang sama.

(2) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil
dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan
yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun
keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan
sosial lainnya.

(3) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-


serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Pasal 24

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk


pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari liburan
berkala, dengan tetap menerima upah.

Pasal 25

(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya,
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan,
dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita
sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau
keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan


istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam
maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan
sosial yang sama.
Pasal 26

(1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan


harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan
sekolah rendah dan pendidikan dasar.Pendidikan rendah
harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara
umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan
tinggi
harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang,
berdasarkan kepantasan.

(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi


yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan
terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar.
Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi
dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras
maupun agama, serta harus memajukan kegiatan
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.

(3) Orang tua mempunyai hak utama dalam memilih jenis


pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Pasal 27

(1) Setiap orang berhak untuk turut serta dalam kehidupan


kebudayaan masyarakat dengan bebas, untuk menikmati
kesenian, dan untuk turut mengecap kemajuan dan manfaat
ilmu pengetahuan.
(2) Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas
keuntungan-keuntungan moril maupun material yang
diperoleh sebagai hasil karya ilmiah, kesusasteraan atau
kesenian yang diciptakannya.

Pasal 28

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di


mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di
dalam Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.

Pasal 29

(1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat


tempat satu-satunya di mana dia dapat mengembangkan
kepribadiannya dengan bebas dan penuh.

(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya,


setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-
pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang
tujuannya semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasan-
kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat
yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
(3) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan
bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan
bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip Perserikatan
Bangsa-Bangsa.

Pasal 30

Tidak sesuatu pun di dalam Deklarasi ini boleh ditafsirkan


memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak
untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun, atau melakukan
perbuatan yang bertujuan merusak hak-hak dan kebebasan-
kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Deklarasi ini.

Deklarasi ini menjadi dokumen hak asasi manusia yang berlaku


umum untuk seluruh rakyat dan semua Negara.Deklarasi ini
menjadi dokumen hak asasi manusia paling pokok. Walaupun
deklarasi tidak mengikat secara hukum, namun ia dianggap
sebagai hukum kebiasaan internasional.
(4)
a. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women-CEDAW
International Convention on Elimination of All Form of
Discrimination Againts Women (CEDAW)atau (ICEDAW)konvensi
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan adalah suatu
instrument standar intenaional yang diadopsi pleh PBB pada tahun 1979.
Pemerintah telah meratifikasi Konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor
7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada 24 Juli 1984.
Konvensi memberi penekanan pada pengakuan atas kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan (gender), semua orang dilahirkan secara
bebas dan tidak dapat diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan
kelamin, dan kesepakatan bahwa Negara-negara PBB akan memajukan
persamaan antara laki-laki dan perempuan.

Konvensi ini memperkenalkan 3 (tiga) prinsip penting yaitu:


a. Prinsip non-diskriminasi.
Prinsip ini dimaknai sebagai larangan dalam melakukan
pembedaan, pengucilan atau pembatasn yang dibuat berdasarkan
status jenis kelamin untuk menikmati seluruh kategori hak asasi
manusia.
b. Prinsip tanggung jawab Negara
Prinsip ini dimaknai bahwa penanggung jawab utama dalam
pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak
perempuan adalah tangung jawab Negara.
c. Prinsip diskriminasi positif
Prinsip diskriminasi positif dimaknai sebagai memberikan peluang
dan fasilitas kepada perempuan agar mereka secara cepat dapat
menukmati kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

1. Instrumen Nasional

Pasca reformasi merupakan tahapan dari penentuan danpenataan


aturan secara konsisten yang bersesuaian dengan prinsip-prinsip Hak
Asasi Manusia (HAM) universal. Pada periode ini ditandai dengan
tumbuhnya pemahaman dan kesadaran semua elemen masyarakat bahwa
eksistensi HAM merupakan hak dasar yang melekat pada setiap manusia
tanpa diskriminasi, yang keberadaanya harus dihormati, dijunjung tinggi
dan dipenuhi oleh siapapun. Konsepsi umum ini terumuskan dalam
Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Terdapat beberapa instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) yang


terproduksi pasca reformasi, adalah sebagai berikut:

1. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM.

Ketetapan MPR ini merupakan instrumen HAM yang tercipta sebagai


akibat kuatnya tuntutan reformasi terhadap penyelesaian pelanggaran HAM.
Muatannya bukannya hanya tentang Piagam HAM,
tetapi juga memuat amanat kepada Presiden dan lembaga-lembaga
tinggi negara untuk memajukan perlindungan HAM, termasuk
mengamanatkan kepada mereka untuk meratifikasi instrumen-
instrumen internasional yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan
HAM.

2. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah amandemen.

Undang-Undang Dasar 1945 pasca reformasi mengalami


amandemen sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1999, tahun 2000,
tahun 2001 dan tahun 2002.Instrumentasi Undang-Undang Dasar 1945
pasca amandemen ini mengalami perubahan yang sangat berarti bagi
perkembangan perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Pasal
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) terletak pada bab tersendiri UUD
1945, yaitu Bab XA, di dalamnya terdapat 26 butir ketentuan yang
menjamin terhadap pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Selain pasal
28 UUD, pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 lainnya masih banyak
yang berdimensi perlindungan dan pemenuhan terhadap Hak Asasi
Manusia.Ini menunjukkan dari sisi instrumen perundang-undangan,
Negara sudah berpihak kepada Hak Asasi Manusia. Namun demikian,
dari sudut implementasi perlu terus dikawal dan dijaga.

Instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Undang-Undang


Dasar 1945 pasca amandemen, jika dibaca secara komprehensif telah
menampung perlindungan dan pemenuhan HAM dari generasi HAM
pertama yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, generasi HAM
kedua yang berkaitan dengan hak-hak sosial dan ekonomi dan generasi
HAM ketiga berkaitan dengan hak-hak kategori kolektif. Namun,
demikian amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 masih menuai
protes salah satunya pemuatan asas non retroaktif, yaitu asas tidak dapat
dituntut atas hukum yang tidak berlaku surut, padahal Indonesia saat itu
menghadapi tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu (Sri
Astuti, 2005: 21-23).
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


ini merupakan instrumen yang pokok yang menjamin semua hak yang
tercantum di berbagai instrumen internasional tentang Hak Asasi
Manusia (HAM).Undang-undang ini memuat pengakuan dan
perlindungan hak-hak yang sangat luas karena banyak ketentuannya
yang merujuk pada katagorisasi hak yang ada dalam UDHR, ICCPR,
ICESCR, CRC, dan beberapa Lainnya.Selain itu, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur soal kelembagaan
Komnas HAM. Namun demikian, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia juga memiliki kelemahan mendasar, yaitu
biasnya pendefinisian hak asasi manusia dan masih meletakkan
kewajiban asasi manusia yang semestinya menjadi area hukum pidana.
Konsepsi hak asasi manusia dalam undang-undang ini belum
membedakan secara tegas antara konsepsi hak asasi manusia dan hukum
pidana pada umumnya, sehingga berdampak pada pengkaburan
pertanggungjawaban hukumnya.

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Secara umum, di dalam undang-undang ini mengatur dua hal.


Pertama, pengaturan soal perbuatan pidana yang dikategorikan sebagai
pelanggaran berat atas hak asasi manusia danyang kedua, pengaturan
soal hukum acara proses pengadilan HAM. Pengaturan soal kategorisasi
pelanggaran berat HAM diatur dalam pasal 7 sampai dengan pasal 9 yang
secara umum rumusannya diambil dari Statuta Roma, sedangkan hukum
acara yang diatur meliputi penangkapan, penahanan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, syarat-syarat
pengangkatan hakim sampai pada ketentuan eksekusi hukuman
pelanggaran.
Undang-undang ini juga memiliki kelemahan mendasar,
dikarenakan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan
merupakan kategori kejahatan pidana internasional yang ditangani
secara langsung oleh Mahkamah Pidana Internasional, dan bukan
merupakan yurisdiksi pengadilan HAM (Enny Soeprpato, 2011: 6).
Pengadilan HAM berbeda secara konsepsional dengan Mahkamah Pidana
Internasional, sama halnya konsepsi HAM berbeda dengan konsepsi
pidana.

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pengesahan undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak merupakan sebagai bentuk reaksi atas pelanggaran
yang dilakukan banyak oknum terhadap anak-anak. Dalam undang-
undang salah satunya diatur soal larangan pelibatan anak dalam berbagai
kegiatan orang dewasa. Anak harus dilindungi untuk tidak dilibatkan
dalam kegiatan politik seperti kampanye, sengketa bersenjata, kerusuhan
sosial dan beberapa lainnya.

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.

Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional ini mengatur soal fungsi dari pendidikan, prinsip-
prinsip penyelenggaran pendidikan, tanggung jawab negara terhadap
pendidikan dan lainnya. Didalam pasal 11 dinyatakan bahwa Pemerintah
dan Pemda wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggarannya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga tanpa
diskriminasi. Selanjutnya Pada ayat (2) ditegaskan bahwa pemerintah
dan Pemda wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai
dengan lima tahun, dan lain-lainnya.
7. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah


Konstitusi mengatur perihal kedududukan, susunan organisasi,
kewenangan Mahkamah Konstitusi, pengangkatan dan pemberhentian
hakim Mahkamah Konstitusi dan lainnya. Pada Pasal 10 ditegaskan
bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final terkait dengan pengujian
perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik
dan memutus perselisihan hasil Pemilu. Keberadaan Mahkamah
Konstitusi sangatlah penting bagi eksistensi perlindungan, penghormatan
dan pemenuhan HAM, karena banyak hak-hak masyarakat yang telah
dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 ternyata dilanggar oleh
berbagai ketentuan undang-undang.

8. Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan


Dalam Rumah Tangga.

Undang-Undang ini disahkan karena desakan aktifis perempuan


yang selama ini meneriakkan soal diskriminasi dan subordinasi hak-hak
kaum perempuan atas kaum laki-laki. Kelebihan dari Undang-Undang
ini ialah bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan rumah tangga
tidak hanya dibebankan kepada polisi tetapi juga diperbolehkannya
pertolongan oleh masyarakat. Korban kekerasan berhak untuk
mendapatkan perlindungan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial,
relawan, pendamping dan atau pembimbing rohani (Pasal 39).

9. Undang-Undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan


Korban.

PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN


267
Undang-Undang menjadi jaminan perlindungan keamanan
daripada saksi dan korban. Saksi dan korban dalam sejaranya seringkali
menjadi terancam hak-hak yang melekat pada dirinya, terutama hak
hidupnya. Pengesahan Undang-Undang ini menjadi penegas bahwa
negara mempunyai tanggung jawab untuk menjamin terhadap hak-hak
saksi dan korban.

10. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan


Diskriminasi Ras dan Etnis.

Undang-Undang ini memberi penegasan bahwa diskriminasi ras


dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi
hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian,
keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antara
warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan.
Diskriminasi ras dan etnis merupakan satu bentuk pelanggaran HAM
sehingga harus dihapuskan.

11. Undang-Undang Nomor19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Undang-Undang ini menjawab tentang pentingnya pengaturan


hak cipta dari karya setiap manusia. Undang-Undang ini mengatakan
bahwa negara memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya
serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-
pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap
kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
Pengaturan ini menegaskan soal penjiplakan dan berbagai pembalakan
satu karya.

12. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik.

PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN


268
Undang-Undang menjadi landasan tentang jaminan daripada hak
kebebasan informasi dan hak akses atas informasi publik. Undang-
Undang ini menjadi penguat bahwa tidak saatnya lagi informasi-
informasi yang ada di badan-badan publik ditutup-tutupi. Masyarakat
mempunyai akses untuk mengetahui terhadap informasi yang dibangun
untuk kepentingan publik.

13. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Instrumen ini menjadi penegasan bahwa negara mempunyai


tanggung jawab terhadap pelayanan setiap warga negara dalam rangka
pemenuhan hak-hak kebutuhan dasar mereka tanpa diskriminasi.
Undang-Undang-Undang ini sekaligus menegaskan keberadaaan dan
eksistensi Ombudsman (UU No. 39 tahun 2008 tentang Ombudsman RI)
yang ditetapkan sebaga lembaga negara yang ditugaskan untuk
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.

14. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau


Buruh.

Undang-Undang ini mengatur perihal kebebasan berpedapat,


berserikat, berkumpul dari serikat ataupun buruh. Berkaitan dengan ini
juga diatur berkaitan dengan ketenagakerjaan (UU No. 13 tahun 2003),
tentang penempatan tenaga kerja di luar negeri (UU No. 39 tahun 2004),
dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial (UU No. 2 tahun
2004). Secara umum, Undang-Undang ketenagakerjaan di atas
mendapatkan kritik yang substansial dari serikat pekerja.

15. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang ini menegaskan bahwa terbukanya pasar nasional


sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin
peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah

PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN


269
dan keamanan barang dan atau jasa yang diperolehnya di pasar. Undang-
Undang menjamin dengan jelas soal hak dan kewajiban daripada
konsumen, termasuk tata cara penyelesaian sengketa konsumen yang
bisa dilalui lewat jalur litigasi dan atau jalur non litigasi sesuai dengan
kesepakatan antar pihak bersengketa.

Selain berbagai instrumen hukum HAM di atas, masih banyak


peraturan hukum HAM lainnya yang menjadi media tanggung jawab
pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan HAM, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Perdagangan


Orang.
2. Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
3. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi.
4. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian,
5. Undang-Undang Nomor48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman,
6. Dan hampir semua undang-undang yang dibentuk di Indonesia
mengandung unsur-unsur penghormatan terhadap HAM.

Dalam konteks ini instrumen hukum HAM berarti sangat banyak


tergantung pada kategorisasi, pertama, ada atau tidaknya dimensi
perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM dalam instrumen hukum
tersebut.Pasca jatuhnya rezim Orde Baru, pemerintah Indonesia juga telah
meratifikasi beberapa hukum internasional yang berarti bahwa pemerintah
Indonesia telahmenyatakan kesediaannya untuk diikat oleh suatu perjanjian
internasional tersebut.Ratifikasi tidak berlaku surut, melainkan baru
mengikat sejak penandatangananratifikasi dilakukan oleh negara
bersangkutan (pasal 2 Konvensi Wina 1969). Berikut ini adalah tabel
konvensi internasional yang telah diratifikasi olehpemerintah Indonesia
pasca reformasi (Eko Prasetyo, 2008: 127-135):

PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN


270
No Konvensi Tanggal Instrumen Nasiona
Internasional Ratifikasi
1. Convention againts 28 Oktober UU No. 5 tahun 1998 tentang
Tortureand Other 1998 Pengesahan Konvensi
Cruel, Inhuman or Menentang
Degrading Treatment Penyiksaan dan Perlakuan
Punishment (10 atau
Desember 1984/12 Juni Penghukuman Lain yang
1987) Kejam,
Tidak Manusiawi atau
Merendahkan
Martabat Manusia
2. International 25 Juni 1999 UU No. 29 tahun 1999 tentang
Convention on Pengesahan Konvensi
the Elimination of All Internasionaltentang
Forms Penghapusan Segala Bentuk
of Racial Diskriminasi Rasial (25 Mei
Discrimination (21 1999)
Desember 1965/4
Januari
1969)
3. International Covenant (Aksesi) Undang-Undang Nomot 11
on Economic, Social 23 Februari Tahun 2005 tentang
and Cultural Rights 2006 Pengesahan Kovenan
(16Desember 1966/3 Internasional tentang Hak-
Januari 1976) hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (28 Oktober 2005)
4. International Covenant (Aksesi) Undang-Undang Nomor 12
on 23 Februari tentang Pengesahan Kovenan
Civil and Political 2006 Internasional tentang Hak
Rights (16 HakSipil dan Politik (28
Desember 1966/23 Oktober2005)
Maret
1976)
5. ILO Convention No. 87 (Ratifikasi) Keppres Nomor 83 Tahun
Concerning Freedom of 9 Juni 1998 1998tentang Pengesahan
Association and Konvensi Nomor 87 tentang
Protection of Kebebasan Berserikatdan
the Right to Organize Perlindungan Hak Untuk
(9 Juli Berorganisasi (22 Juni 1998)
1948/4 Juli 1950)
6. ILO Convention No. 105 (Ratifikasi) Undang-Undang Nomor 19
Concerning the 7 Juni 1999 Tahun 1999
Abolition tentangPengesahan Konvensi
of Forced Labor (25 ILO MengenaiPenghapusan
Juni Kerja Paksa (7 Mei1999)
1957/17 Januari 1959)
7. ILO Convention No. 138 (Ratifikasi) Undang-Undang Nomor 20
Concerning Minimum 7 Juni 1999 Tahun 1999
Age For Admission to tentangPengesahan Konvensi
Employment (26 Juni ILO MengenaiUsia Minimum
1973/19 Juni 1976) Untuk DiperbolehkanBekerja
8. ILO Convention No. 111 (Ratifikasi) Undang-Undang Nomor21
Concerning 7 Juni 1999 Tahun 1999 tentang
Discrimination in Pengesahan Konvensi ILO
Respect of Employment mengenai Diskriminasi dalam
and Accupation (25 Pekerjaan danJabatan (7 Mei
Juni 1958/15Juni 1960) 1999)
9. ILO Convention No. 182 (Ratifikasi) Undang-Undang Nomor 1
Concerning the 28 Maret Tahun 2000 tentang
Prohibition and 2000 Pengesahan II Konvensi No.
Immediate Action for 183Mengenai Pelarangan dan
the Elimination of the Tindakan Segera
Worst Forms of Child Penghapusan Bentuk-
Labor (17 Juni 1999/ BentukPekerjaan Terburuk
19 November Untuk Anak (8Maret 2000)
2000)
10. ILO Convention No. 81 (Ratifikasi) Undang-Undang Nomor 21
Concerning Labor 29 Januari tahun 2003 tentang
Inspection 2004 Pengesahan Konvensi ILO
in Industry and No.81 Mengenai
Commerce Pengawasan
(11 Juli 1947/7 April Ketenagakerjaan dalam
1950) Industri dan
Perdagangan (25 Juli 2003)
11. ILO Convention No. 185 Disahkan Undang-Undang Nomor 1
Concerning Revising 4 Januari2008 Tahun 2008 Konvensi ILO
The Seafarers’ Identity No.
Documents Convention, 185 Mengenai
1958 KonvensiPerubahan
Dokumen IdentitasPelaut,
1958
12. Protocol Against The Disahkan Undang-Undang Nomor 15
Smuggling Of Migrants 16 Maret2009 Tahun 2009 Tentang
By Land, Sea And Air, Pengesahan Protokol
Supplementing The Menentang Penyelundupan
United Nations Migran MelaluiDarat, Laut,
Convention Against Dan Udara,
Transnational MelengkapiKonvensi
Organized Crime Perserikatan Bangsa-
BangsaMenentang Tindak
PidanaTransnasional Yang
Terorganisasi
13. Instrument For The Ditetapkan Peraturan Presiden Republik
Amendment Of The 18 Maret Indonesia Nomor 17 Tahun
Constitution Of The 2010 2010 Tentang Pengesahan
International Labour Instrumen Perubahan
Organisation, 1997 Konstitusi Organisasi
Ketenagakerjaan
Internasional, 1997.
14. Convention on the Ratifikasi Undang-Undang Nomor 19
Rights of Person with Tahun 2011 tentang
Disabilities Pengesahan Konvensi Hak
Penyandang Disabilitas

A. BENTUK PELANGGARAN DAN PENGADILAN HAK ASASI


MANUSIA
1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia menjelaskan pengertian dari Pelanggaran hak asasi manusia
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.

Berdasarkan Ketentuann Pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun


2000 Tentang pengadilan Ham, penggolongan atas pelanggaran dari hak
asasi manusia terdiri atas kejahatan genosida kejahatan terhadap
kemanusiaan. Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan
untuk menghancurkan seluruh atau sebagian bangsa, ras kelompok dan
etnis dengan cara membunuh yang mengakibatkan penderitaan fisik dan
mental yang berat terhadap anggota kelompok.
Kejahatan genosida sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8
Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, adalah kejahatan yang dilakukan dengan cara:

a) Membunuh anggota kelompok.


b) Mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok.
c) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengekibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.
d) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran
di dalam kelompok, dan
e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kolompok lain.

Kejahatan terhadap manusia adalah salah satu perbuatan yang


dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
masyarakat sipil. Penggolongan kejahatan terhadap manusia terdapat di
dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:

a) Pembunuhan.
b) Pemusnahan.
c) Perbudakan.
d) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
e) Peampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas pokok hukum
internasional.
f) Penyiksaan.
g) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa dalam bentuk –
bentuk kekerasan seksual lainnya yang setara.
h) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
i) Penghilangan orang secara paksa, dan
j) Kejahatan apartheid.

1. Pengadilan Hak Asasi Manusia


Pengadilan Hak Asasi Manusia di bentuk berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa Pengadilan HAM adalah
salah satu sarana untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi
manusia.

Ilustrasi: Instrumen hukum sudah lengkap. Perlu upaya lebih dari


pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Sumber foto: Antara

Pada bagian pertimbangan dan penjelasan dari Undang-Undang Nomor 26


Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia memberikan

275
landasan pembentukan pengadilan HAM. Beberapa pertimbangan yang
tercantum di dalam undang-undang tersebut secara eksplisitdisebutkan
sebagai berikut:
a) Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada dirimanusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena
itu harus dilindungi, dihormati,dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
b) Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin
pelaksanaan hakasasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian,
keadilan, dan perasaan amankepada perorangan ataupun masyarakat,
perlu segera dibentuk suatu Pengadilan HakAsasi Manusia untuk
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuaidengan
ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang


Pengadilan Hak Asasi Manusia dinyatakan beberapa pokok pikiran yang
berkaitan dengan pembentukan pengadilan Ham, Yaitu:

a) Pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan


melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan
Pengadilanm HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
b) Bertitik tolak dari perkembangan hukum, ditinjau dari kepentingan
nasional maupun kepentingan internasional, maka untuk menyelesaikan
masalah pelanggaran hak asasi manusai yang berat dan mengembalikan
keamanan dan perdamaian di Indonesia perlu dibentuknya Pengadilan
HAM yang merupakan Pengadilan Khusus bagi pelanggaran HAM yang
berat.

Pengadilan Ham dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM


diberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan perkara
pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar

276
batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara
Indonesia.

A. KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILISI ACEH

Komisi Kebenaran dan Rekonsilisi Aceh yang disingkat KKR Aceh,


merupakan perwujudan Pasal 228 Ayat (1) Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang menyebutkan bahwa untuk
memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang terjadi sesudah Undang-Undang ini diundangkan
dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di Aceh.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka KKR Aceh adalah sebuah


lembaga independen yang dibentuk untuk mengungkapkan kebenaran, pola
motif atas pelanggaran HAM ringan dalam konflik bersenjata di Aceh
selama dua masa tahapan, tahapan pertama dimulai dari tanggal 4 Desember
1976 sampai dengan tanggal 15 Agustus 2005 dan, tahapan kedua sebelum
tanggal 4 Desember 1976. Jika adanya pelaporan selama perihal motif
pelanggaran HAM oleh masyarakat selama dua periode tersebut Pihak KKR
berhak untuk merekomendasikan, menindaklanjuti, merekomendasikan
reparasi dan melaksanakan rekonsiliasi.

Salah satu upaya KKRA mengungkapkan kasus pelanggaran HAM di Aceh


adalah dengan menggelar rapat dengar kesaksian dugaan pelanggaran HAM.

277
Dalam melaksanakan kerja KKR Aceh berasaskan keislaman, Ke-
Acehan, Independensi, Imprasi, non diskriminasi, demokratisasi, berkeadilan
dan kesetaraan, serta adanya kepastian hukum. Adapun maksud dari pada
azas-azas sebagaimana disebutkan adalah sebagai berikut:

1) Asas keislaman adalah Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi dalam proses


penungkapan kebenaran haruslah sesuai dengan tuntunan agama Islam.
2) Asas keacehan merupakan proses pengungkapan kebenaran harus
memperhatikan kearifan lokal dan menjunjung tinggi adat-istiadat Aceh.
3) Asas Imparsial adalah kemampuan KKR dalam menyelesaikan perkara
HAM di Aceh untuk bertindak secara utuh tanpa melakukan satu
pemihakan padasatu atau lain pihak.
4) Asas Non-diskriminasi adalah KKR Acehbekerja dengan tidak
melakukan pembedaan atau pengecualianatas dasar gender, ras,
keyakinan, agama, etnis dan pembedaanlainnya;
5) Asas Demokratisasi dalam menyelesaikan perkara HAM di Aceh harus
melindungi hak-hak dari para pihak demi kepentingan bersama.
6) Asas keadilan dan kesetaraan proses pengungkapan kebenaran yang
ada haruslahmemperhatikan keadilan dan kesetaraan semua pihak.
7) Asas kepastian hukum, dalampengungkapan kebenaran berdasarkan
landasan PeraturanPerundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.

Terdapat beberapa tujuan dari pembentukan Komisi Kebenaran


dan Rekonsilisi adlah sebagai berikut:

1) Memperkuat perdamaian dengan mengungkapkan kebenaran


terhadappelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
2) Membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM baik
itu perorangan maupun lembaga dengan para korban, dan
3) Merekomendasikan raparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM,
sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban.

278
Tujuan Rekonsiliasi yang di muat pada Pasal 33 Qanun Aceh Nomor
17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Aceh adalah
sebagai berikut:

1) Merajut kembali persaudaraan yang terpecah dan menghilangkan


dendam antara korban/keluarga korban danpelaku dalam rangka
memperkuat keutuhan masyarakat dan bangsa.
2) Membangun kebersamaan untuk menjaga keberlanjutan perdamaian.
3) Mencegah berulangnya konflik, dan
4) Menjaga keutuhan wilayah Aceh.

A. REKONSILIASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI ACEH

Rekonsiliasi berasal dari kata reconciliation yang artinya perdamaian,


perukunan kembali.Menurut Bristol dan Carol (1999: 159), berdamai
kembali berarti menyelaraskan atau menyelesaikan suatu
ketidakcocokan.Menurut Teuku Muttaqin Mansur (2017: 147) perdamaian
adat merupakan suatu proses suatu peristiwa atau perbuatan yang
memberikan dampak terhadap ganguan keseimbangan (reaksi) di dalam
kehidupan bermasyarakat dan dipulihkan kembali dengan cara merukunkan
kembali kedua belah pihak yang bersengketa melalui upacara adat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 Qanun Nomor 17 Tahun 2013


tentang Komisi Kebenaran Aceh, adalah:

a) Merajut kembali persaudaraan yang terpecah dan menghilangkan


dendam antara korban, keluarga korban dan pelaku dalam rangka
memperkuat keutuhan masyarakat dan bangsa.
b) Membangun kebersamaan untuk menjaga keberlanjutan perdamaian.
c) Mencegah berulangnya konflik, dan
d) Menjaga keutuhan Wilayah Aceh.

279
Pasal 34 Qanun Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran
Aceh menyebutkan mekanisme rekonsiliasi pada tingkat Gampong atau
Kecamatan dalam rangka mengungkapkan kebenaran, pengakuan dan
pengampunan yang berbasis kearifan lokal di Aceh adalah sebagai berikut:

1) Proses rekonsiliasi harus diperlihatkan dan disaksikan Keuchik, Teungku


Imum, Imum Mukim, Tuha Peut, Tuha Lapan, Aparatur Gampong,
Lembaga Adat setingkat Gampong atau Setingkat Mukim.
2) Mempertemukan dan Melakukan mediasi antara pelaku dan korban.
3) Jika para pihak sudah sepakat untuk berdamai, maka pelaku pelanggaran
HAM memohon maaf kepada korban terbuka. Dalam permohonan maaf
pelaku juga diharuskan utukk berjanji untuk tidak mengulangi
kesalahannya dan pelaku diharuskan untuk membayar biaya restitusi
sebagaimana telah diperjanjiakan oleh kedua belah pihak.
4) Penerimaan penyataan maaf oleh korban secara terbuka.

Pada umumnya metode penyelesaian sengketa yang dilakukan secara


turun-temurun dalam kearifan lokal masyarakat Aceh dilakukan melalui (1).
Di’iet atau diyat dalam istilah syariat Islam bermakna pengganti jiwa atau
anggota tubuh yang hilang atau rusak dengan harta, baik harta bergerak atau
harta tidak bergerak. (2). Sayam adalah bentuk kompensasi berupa harta
yang diberikan oleh pelaku pidana terhadap korban atau ahli waris korban.
(3). Suloh berasal dari kata Al-Shulhu atau Ishlah adalah upaya perdamaian
antar pihak yang bersengketa atau konflik. (4). Peusijuk adalah Tradisi ini
biasanya dilakukan untuk memohon keselamatan, ketentraman, dan
kebahagiaan dalam kehidupan. Dan (5). Peumat Jaroe merupakan suatu
kegiatan berjabat tangan antara para pihak yang bersengketa. Peumat Jaroe
biasanya dilakukan pada tahap akhir yang menandakan para pihak sudah
saling memaafkan.

280
RANGKUMAN

Hak Asasi Manusia adalah hak yang bersifat kodrati yang


diberikan oleh tuhan kepada manusia yang harus dijunjung tinggi,
dihargai, dihormati demi tercapainya hak tertinggi dari harkat dan
martabat, kesejahteraan kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan bagi
seluruh masyarakat di dunia.

Perkembangan penting pada perumusan ide pokok dari hak asasi


manusia di dunia adalah sebagai berikut. Pertama, pada 15 Juni 1215
munculnya perjanjian Magna Charta, Kedua, di tahun 1628 terbitnya Bill of
Right. Ketiga, lahirnya The Declaration of Independence.
Keempat,munculnya Declaration of The Right of Man and The Citizen
(Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga Negara).

Terdapat 10 dokumen penting di dunia internasional yang berkaitan


dengan hak asasi manusia yaitu: (1). Universal Declaration on Human Right
(UDHR). (2). International Convenant on Civil and Political Rights (ICRP). (3).
International Convenant on Economic Social and Culture Rights (ICESCR). (4).
International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Descrimination (CERD). (5). Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women(CEDAW. (6). Convention Againts Torture and
Other Cruel, In Human or Degrading Treatment of Punishment (CAT). (7).
Convention on the Rights of the Child (CRC). (8). Convention on the Protection
for Migrant Workers and Their Families(CMW). (9). Convention on the Rights
of Persons with Dissabilities(CRPD). (10). International Convention for
Protection of All Persons from Enforced Disappearence (CEO).

Sedangkan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) pada tingkat nasional terdiri
atas: (1). TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. (2). UUD 1945. (3).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (4).
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. (5).

281
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
(6). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional. (7). Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi. (8). Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. (9). Undang-Undang No. 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban. (10). Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. (11). Undang-
Undang Nomor19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. (12). Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. (13). Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (14). Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh. (15).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Penggolongan atas pelanggaran dari hak asasi manusia terdiri atas


kejahatan genosida dan kejahatan terhadapa kemanusiaan. Kejahatan
genosida merupakan perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
menghancurkan seluruh atau sebagian bangsa, ras, kelompok dan etnis
dengan cara membunuh yang mengakibatkan penderitaan fisik dan mental
yang berat terhadap anggota kelompok. Sedangkan kejahatan terhadap
manusia meliputi pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran
penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perbudakan
seksual, penghilangan orang secara terpaksa dan kejahatan apartheid.

Hadirnya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh merupakan


amanat dari Pasal 228 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh. KKR Aceh memiliki kewenangan untuk
melakukan rekonsiliasi, perkara pelanggaran yang bersifat ringan di Aceh.
Adapun tujuan dari rekonsiliasi tersebut adalah sebagai berikut:

282
1) Merajut kembali persaudaraan yang terpecah dan menghilangkan dendam antara korban,
keluarga korban dan pelaku dalam rangka memperkuat keutuhan masyarakat dan bangsa.
2) Membangun kebersamaan untuk menjaga keberlanjutan perdamaian.
3) Mencegah berulangnya konflik, dan
4) Menjaga keutuhan wilayah Aceh.

283

Anda mungkin juga menyukai