3. Periode 1950-1959
a) Partai politik tumbuh dengan pesat dengan berbagai
ideologi.
b) Adanya kebebasan Pers.
c) Pemilu mulai pada tanggal 17 Oktober 1955
berlangsung secara demokratis, bebas dan fair.
d) Parlemen mulai menunjukkan kelasnya sebagai
wakil rakyat serta mengontrol pemerintah dimana
terjadinya kabinet jatuh bangun.
4. Periode 1959-1966
a) Hak asasi manusia direstriksi di mana Soekarno
kembali ke sistem presidensial dan demokrasi
terpimpin.
b) Soekarno menata kembali sistem politik, sesuai
dengan demokrasi terpimpin.
5. Periode 1966-1998
a) Tahapan Represi dan pembentukan jaringan 1966-
1998, karena represi orde baru, korban meminta
bantuan masyarakat internasional.
b) Tahapan penyangkalan menghadapi tekanan
internasional oleh Soeharto. Beliau menyangkal
dengan alasan hak asasi manusia produk barat yang
tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa yang disusun
oleh Universitas dan Partikularitas.
c) Tahapan konsesi orde baru kian mendesak ketika
bantuan luar dipersyaratkan dengan kondisi hak
asasi manusia. Orde baru diberi konsesi taktis
dengan pembatasan Undang-Undang Sobversi,
Komnas HAM didirikan, pemantauan Pemilu
diizinkan dan mulai dikenal dengan era
keterbukaan.
DEKLARASI UNIVERSAL
HAK-HAK ASASI MANUSIA
Mukadimah
Majelis Umum,
Pasal 1
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan
yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada
kekecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul
kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun
kedudukan lain.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
(2) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil
dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan
yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun
keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan
sosial lainnya.
Pasal 24
Pasal 25
(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya,
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan,
dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita
sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau
keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
1. Instrumen Nasional
a) Pembunuhan.
b) Pemusnahan.
c) Perbudakan.
d) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
e) Peampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas pokok hukum
internasional.
f) Penyiksaan.
g) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa dalam bentuk –
bentuk kekerasan seksual lainnya yang setara.
h) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
i) Penghilangan orang secara paksa, dan
j) Kejahatan apartheid.
275
landasan pembentukan pengadilan HAM. Beberapa pertimbangan yang
tercantum di dalam undang-undang tersebut secara eksplisitdisebutkan
sebagai berikut:
a) Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada dirimanusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena
itu harus dilindungi, dihormati,dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
b) Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin
pelaksanaan hakasasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian,
keadilan, dan perasaan amankepada perorangan ataupun masyarakat,
perlu segera dibentuk suatu Pengadilan HakAsasi Manusia untuk
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuaidengan
ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
276
batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara
Indonesia.
277
Dalam melaksanakan kerja KKR Aceh berasaskan keislaman, Ke-
Acehan, Independensi, Imprasi, non diskriminasi, demokratisasi, berkeadilan
dan kesetaraan, serta adanya kepastian hukum. Adapun maksud dari pada
azas-azas sebagaimana disebutkan adalah sebagai berikut:
278
Tujuan Rekonsiliasi yang di muat pada Pasal 33 Qanun Aceh Nomor
17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Aceh adalah
sebagai berikut:
279
Pasal 34 Qanun Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran
Aceh menyebutkan mekanisme rekonsiliasi pada tingkat Gampong atau
Kecamatan dalam rangka mengungkapkan kebenaran, pengakuan dan
pengampunan yang berbasis kearifan lokal di Aceh adalah sebagai berikut:
280
RANGKUMAN
Sedangkan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) pada tingkat nasional terdiri
atas: (1). TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. (2). UUD 1945. (3).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (4).
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. (5).
281
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
(6). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional. (7). Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi. (8). Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. (9). Undang-Undang No. 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban. (10). Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. (11). Undang-
Undang Nomor19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. (12). Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. (13). Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (14). Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh. (15).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
282
1) Merajut kembali persaudaraan yang terpecah dan menghilangkan dendam antara korban,
keluarga korban dan pelaku dalam rangka memperkuat keutuhan masyarakat dan bangsa.
2) Membangun kebersamaan untuk menjaga keberlanjutan perdamaian.
3) Mencegah berulangnya konflik, dan
4) Menjaga keutuhan wilayah Aceh.
283