Anda di halaman 1dari 6

PERLAWANAN KERAJAAN-KERAJAAN DI BALI TERHADAP BELANDA

Pendudukan Belanda di Nusantara identik dengan kesewenangannya dalam mengusik


adat dan peraturan daerah. Hal tersebut juga terjadi di Bali, Hak Tawan Karang yang telah
berlaku sebelum Belanda datang diusik eksistensinya oleh Belanda. Hak Tawan Karang
adalah tradisi Bali yang menyebutkan bahwa kapal beserta isinya yang karam dan terdampar
di pesisir Bali adalah hak milik raja setempat.

Latar belakang perlawanan Pemerintah kolonial Belanda menganggap tradisi Hak Tawan
Karang tidak dapat diterima dan mengajukan untuk menghapus Hak Tawan Karang. Atas
bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian untuk menghapus Hukum
Tawan Karang. Namun, sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem masih menolak
penghapusan tersebut dan masih menerapkan Hak Tawan Karang.

Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, latar
belakang perlawanan rakyat Bali terhadap Belanda adalah :

- Dipaksakannya penghapusan Hak Tawan Karang kepada kerajaan-kerajaan di Bali


Kerajaan Buleleng tidak terima atas tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Belanda
karena 2 kapal Belanda yang karam di perairan Bali diakuisisi oleh Kerajaan
Buleleng.
- Jalannya perlawanan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid IV (1975) karya
Sartono Kartodirdjo dkk, disebutkan bahwa Belanda datang untuk menyerang Bali
pada pertengahan 1846.
- Armada Belanda terdiri dari 1.700 prajurit gabungan dari Batavia dan Surabaya dan
dipimpin oleh komandan tertinggi Van Den Bosch.
- Selama 2 hari, pasukan dari kerajaan Buleleng, Karangasem dan Kalungkung
bertempur mati-matian mempertahankan kedaulatan Bali. Namun, karena
persenjataan Belanda yg lebih lengkap dan modern, maka para pejuang mengalami
kekalahan.

Kekalahan tersebut menyebabkan raja Buleleng I Gusti Ngurah Made dan Ketut
Jelantik mundur ke daerah Jagarag. Pihak Bali juga terpaksa menandatangani perjanjian
damai pada 6 Juli 1846. Penandatanganan perjanjian oleh pihak Bali merupakan salah satu
siasat untuk membangun kembali kekuatan demi melawan Belanda pada periode berikutnya.
Akhir perlawanan Belanda telah mengetahui pengingkaran perjanjian damai oleh Bali pada
1847. Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang
Jagaraga dari 2 sisi, depan dan belakang. Pertempuran di Jagaraga berlangsung selama 2 hari
dan kekuatan dari aliansi kerajaan Bali dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Raja Buleleng dan
Ketut Jelantik melarikan diri menuju Karangasem untuk meminta bantuan dari Raja
Karangasem. Namun, Belanda dan pasukannya tetap mengejar Raja Buleleng dan Ketut
Jelantik. Mereka terbunuh dalam upaya mempertahankan diri dari Belanda.

Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905) Di Bali timbulnya


perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda berulang kali memaksakan
kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi
kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan
kerajaan yang bersangkutan. Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun
Belanda memprotes dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang
pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan
Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda
memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.

Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda

- Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan


ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846)
dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat
Bali.
- Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan
disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah mempersiapkan
pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I.
Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.
- Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, menyebabkan
pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan kekuatan
yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian menimbulkan Perang
Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16 April
1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.
- Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang
terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2
dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah
terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda.
Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil
meloloskan diri.
- Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol
mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya,
tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga
mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada awal abad ke-
20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.
PAHLAWAN PAHLAWAN PERANG SAAT TERJADINYA PERLAWANAN
KERAJAAN DI BALI TERHADAP BELANDA

I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ketut Jelantik


I Gusti Ketut Pudja

Dr. Ida (Anak Agung Gede Agung )


I Gusti Ngurah Made Agung

Untung Suropati

Anda mungkin juga menyukai