Anda di halaman 1dari 8

Perlawanan Rakyat Bali

Oleh Dosen Pendidikan 2Diposting pada 15/08/2021

Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841 dan seluruh raja di Bali dipaksa untuk
menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali mengakui dan tuntuk kepada pemerintah
Belanda. Sikap Belanda yang sewenang-wenang ini mendapat perlawanan dari rakyat Bali.

Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih bersifat konservatif
(masih berlaku adat atau tradisi), yaitu hak tawan karang yang dianggap oleh Belanda sangat merugikan.
Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng dan dikenakan hukum tawan karang.
Pihak Belanda menolak dan menunjukkan sikap tidak terpuji, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan
di Bali dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut:

1. Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.


2. Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.
3. Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.
4. raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial Belanda.

Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bali ditolak sehingga pada tahun
1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani
perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai berikut:

1. Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.


2. Belanda ditempatkan di Buleleng.
3. perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan beberapa kerajaan telah
bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata
dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti
Jelantik diserahkan kepada Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai seluruh pantai
Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali melakukan perlawanan habis-habisan (puputan)
tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat dikuasai oleh Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng,
perjuangan rakyat Bali makin lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih
berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905) – Di Bali timbulnya perlawanan rakyat
melawan Belanda, setelah Belanda berulang kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak
tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang
terdampar di pantai wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.

Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan mengadakan
perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja
Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan
sehingga Belanda memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.

Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan ekspedisi militer
secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846) dengan kekuatan 1.700 orang
pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali. Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan
yang lebih besar dari yang pertama dan disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang
telah mempersiapkan pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I.
Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.

Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, menyebabkan pemerintah Hindia
Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang
pasukan, kemudian menimbulkan Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam
(tanggal 15 dan 16 April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.

Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang terbagi dalam tiga
kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2 dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan
kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke
tangan Belanda. Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan
diri.

Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol mengangkat senjata
melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di
bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan
baru pada awal abad ke-20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.

Sejarah Perang Bali 1846-1849


Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica (perdamaian di bawah
Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan seluruh jajahannya atas Indonesia
termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan
Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah satu isinya bebunyi:

Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada di bawah pengaruh Belanda. Perjanjian
ini merupakan bukti keinginan Belanda untuk menguasai Bali.

Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada
kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di perairan wilayah kerajaan tersebut.

Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem besarta
Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan membantu
Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan
semestinya.

Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali Barat) dan
Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan
karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian tersebut dijadikan alasan oleh
Belanda untuk menyerang Buleleng.

Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai. Satu persatu daerah
diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah kemudian
perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik. Perang Buleleng disebut juga pertempuran
Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang
Puputan, Kenapa dikatakan dengan Perang Puputan?, Karena perang dijiwai oleh semangat puputan
yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:

1. Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan
kehormatan.
2. mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal istilah
menyerah kepada musuh.
3. ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.

Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi dengan parit dan ranjau
untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar
dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15000 orang.
Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan
memimpin kaum wanita untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265 serdadu
mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit
lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.

Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000 orang lebih
terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan
Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun laskar Buleleng
yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang
bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara.
Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung dan
daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.

 Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Penjajahan Belanda


Meskipun Bali merupakan pulau kecil dengan wilayah yang sempit, tetapi pulau ini memiliki beberapa
kerajaan seperti Kerajaan Buleleng dan Karangasem sehingga pemerintah Belanda ingin menguasai
sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Bali.

Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841 dan seluruh raja di Bali dipaksa untuk
menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali mengakui dan tuntuk kepada pemerintah
Belanda. Sikap Belanda yang sewenang-wenang ini mendapat perlawanan dari rakyat Bali.

Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih bersifat konservatif
(masih berlaku adat atau tradisi), yaitu hak tawan karang yang dianggap oleh Belanda sangat merugikan.
Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng dan dikenakan hukum tawan karang.
Pihak Belanda menolak dan menunjukkan sikap tidak terpuji, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan
di Bali dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut:

1. Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.


2. Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.
3. Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.
4. raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial Belanda.

Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bali ditolak sehingga pada tahun
1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani
perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai berikut:

1. Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.


2. Belanda ditempatkan di Buleleng.
3. perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan beberapa kerajaan telah
bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata
dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti
Jelantik diserahkan kepada Belanda.

Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai seluruh pantai
Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali melakukan perlawanan habis-habisan (puputan)
tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat dikuasai oleh Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng,
perjuangan rakyat Bali makin lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih
berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.

 Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905)

Di Bali timbulnya perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda berulang kali memaksakan
kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-
kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan kerajaan yang
bersangkutan.

Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan mengadakan
perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja
Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan
sehingga Belanda memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.

Raja-Klungklung
Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan ekspedisi militer
secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846) dengan kekuatan 1.700 orang
pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali.

Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan disambut dengan
perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah mempersiapkan pasukannya di Benteng Jagaraga
sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I. Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.

Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, menyebabkan pemerintah Hindia
Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang
pasukan, kemudian menimbulkan Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam
(tanggal 15 dan 16 April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.

Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang terbagi dalam tiga
kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2 dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan
kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke
tangan Belanda. Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan
diri.

Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol mengangkat senjata
melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di
bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan
baru pada awal abad ke-20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.

 Perlawanan Di Bali
Bali adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali belum banyak menarik
perhatian orang-orang. Baru tahun 1830 pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya.
Perkembangan dominasi belanda menyulut api perlawanan rakyat bali “perang puputan”.

Mengapa terjadi perang puputan di bali?


Abad ke 19 bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan berdaulat. Contohnya Kerajan Buleleng dll. Pada
masa Gubernur Jenderal Daendels ada kontak dengan kerajaan bali menyangkut hubungan dagang dan
sewa. Tapi Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di bali. Pertama G.A Granpre
moliere misi ekonomi, kedua huskus koopman misi politik. Misi ekonomi jauh lebih berhasil dari pada
misi politik namun terus di usahakan dan di capai perjanjian antara raja bali dan belanda.perjanjian
kontrak antara raja-raja bali dengan belanda seputar hukum tawan karang agar di hapuskan.

Karena kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi penghapusan
hukum tawan karang.tahun 1844 raja Buleleng dan Karang Asem belum melaksanakan perjanjian
tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal belanda yang terdampar dipantai sangsit
(Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) . belnda memaksa raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian
tersebut,benda juga memaksa untuk membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak
dengan tegas tuntutan tersebut yang menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut Jelantik mempersiapkan
pos-pos dan prajurit.

Buleleng juga mendapat dukungan dari kerajaan karang asem dan klungkung. Tanggal 27 juli 1846 1.700
pasukan barat menyerbu kampung-kampung tepi pantai ada juga pasukan laut dengan kapal selam.
Karena persenjataan belanda lebih lengkap dan modern pejuang buleleng demakin terdesak dan jebol .
ibu kota singaraja dikuasai belanda. Kemudian belanda mendesak untuk menandatangani perjanjian
tanggal 6 juli 1846 yang isinya 1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng harus menghancurkan semua
benteng buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru, 2.raja buleleng
harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah 75.000
gulden,dan raja harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah belanda,3. Belanda
diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.

Tipu daya dilakukan oleh rakyat bali untuk berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Tapi dibalik itu raja
dan patih ketut jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun pertahanan yang kuat bagaikan
gelar-supit urang. Rakyat juga mempertahankan hukum tawan karang. Tahun 1847 kapal-kapal asing
terdampar dipantai kusumba Klungkung,dirampas oleh kerajaan, hal itu menimbulkan amarah
Belanda.belanda memaksa untuk melaksanakannya tapi raja-raja bali tidak menghiraukan rakyat justru
dipersiapkan untuk berperang.

Tanggal 7 dan 8 juni 1848 mendarat bala bantuan belanda. Tanggal 8 juni serangan di jagaraga dimulai.
Sebagai pemimpin tentara belanda J.van Swieten, Letkol Sutherland benteng jagaraga dimulai namun
dengan pertahanan gelar-supit urang berhasil menjebak Belanda. Pasukan Belanda ditarik mundur.
Kekalahan itu menyakitkan perasaan pimpinan belanda, kemudian terjadi serangan balasan awal april
1849 datang serdadu belanda dalam jumlah belanda besar. Tanggal 15 april 1849 seranggan Belanda
dimulai di jagaraga ,tanggal 16 April Jagaraga berhasil dilumpuhkan belanda.

Terbunuhnya raja buleleng dan Patih Ketut Jelantik jatuhlah Kerajaan Buleleng. Menyusul karang asem
yang ditakhlukan 18 mei 1849. Pertempuran terus terjadi. Tahun 1906 perang puputan terjadi di
Bandung, tahun 1908 perang Puputan di Klungkung.

Anda mungkin juga menyukai