Hubungan politik antara raja-raja Bali dengan pemerintah Hindia Belanda baru
terjadi pada tahun 1841 tatkala raja Karangasem meminta bantuan dari
pemerintah Hindia Belanda guna memulihkan kekuasaanya di Lombok. Hal ini
memberi kesempatan kepada pemeirntah Hindia Belanda untuk mengikat negara
itu dengan suatu perjanjian yang akan membuka pintu untuk mengadakan
hubungan poilitik dengan negara-negara diseluruh Bali. Pada tahun 1841 juga
diaadakan perjanjian dengan raja-raja Klungkung, Badung, dan Buleleng.
Jika dilihat isi perjanjian, tampak bahwa pemerintah Hindia Belanda berusaha
untuk meluaskan daerah kekuasaannya. Dalam perjanjian tersebut antara lain,
dinyatakan bahwa raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaan-kerajaan Bali berada
dibawah kekuasaan negara Belanda, raja-raja Bali tidak akan menyerahkan
kerajaannya kepada bangsa Eropa lainnya, raja memberi izin pengibaran
bendera Belanda di daerahnya.
Meskipun dalam tahun 1843 raja-raja Buleleng, Karangasem, dan beberapa raja
lainnya telah menandatangani perjanjian penghapusan tawan karang, ternyata
mereka tidak pernah melaksanakannya dengan sungguh-sunggguh. Pada tahun
1844 di Pantai Prancak dan Sangsit terjaid pula perampasan terhadap kapal-
kapal Belanda yang terdampar. Percekcokan kemudian timbul diantara kerjaan-
kerajaan tersebut dengan Belanda. Raja-raja Bali dituntut agar mau
menghapuskan hak tersebut.
Patih Buleleng, Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas mengatakan bahwa tuntutan
tersebut tidak mungkin diterima. Gusti Jelantik yang terkenal sangat menentang
Belanda mengetahui akibat yang akan terjadi dengan penolakan tuntutan
pemerintah Hinida Belanda tersebut. Ia menghimpun pasukan, menggiatkan
latiahan berperang, serta menambah perlengkapan dan persenjataan guna
menghadapi hal-hal yang tidak diingkan.
Batas waktu ultimatum sampai 27 juni 1846 tidak dapat dipenuhi oleh raja
Buleleng. Untuk memikirkan masalah itu, raja membutuhkan waktu 10 hari. Gusti
Jelantik yang diutus oleh raja untuk merundingkan hal itu dengan Dewa Agung
dari Klungkung, telah menyatakan pendiriannya kerjaan Karangasem juga telah
menyatakan sikap menentang pemerintah Hindia Belanda.
1. Sebab Umum
Yaitu sebagai berikut:
2. Sebab Khusus
Faktor yang menyebabkan perang Bali antara tahun 1846-1849. Masalah
utamanya adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini
dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang
terdampar diperairan wilayah kerajaan tersebut. Antara Belanda dan kerajaan
Buleleng dengan rajanya yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem beserta
Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isisnya pihak
kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng
namun perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan semestinya.
Pada tahun 1844 kapal Belanda terdampar di wilayah Buleleng Timur (Sangsit)
dan Buleleng Barat (Prancah)., dengan adanya kejadian tersebut Belanda
menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai
perjanjian tahun 1843 itu namun di tolak. Kejadian tersebut dijadinkan alasan
oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.
1. Perang Jagaraga I
Yaitu Sebagai Berikut:
2. Perang Jagaraga II
Yaitu Sebagai Berikut:
1. 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa
Sangsit.
2. 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya
sekitar 10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding
dengan Jenderal Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk
Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, dengan korban yang besar di pihak
lascar Jagaraga.
3. 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda
yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan
korban besar di pihak Jagaraga.
4. 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang
bergerak dari pelabuhan padangbai.
5. 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda
diserang oleh pasukan istemewa yang sengaja dikirim dari
kelungkung.Dalam pernyebuan ini laskar kelungkung berhasil menembak
jendral Michiels.Letnan Kolonel Van Swieten memerintahkan seluruh
armada kembali ke Jawa.Kematian sang Jendral merupakan kemenangan
yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir
Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung.
Tokoh Perang Jagaraga
Berikut ini terdapat tiga tokoh perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:
1. Raja Buleleng
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan
adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek
Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki
kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I
Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I
Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke
desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan
Buleleng, yang pengaruhnya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa
(Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704,
Kerajaan Buleleng mulai goyah karena perebutan kekuasaan.
2. Raja Karangasem
1. Bidang Politik
3. Bidang Sosial
Yaitu sebagai berikut:
Sebagai hikmah yang dapat dipetik darin perang Jaga raga ini adalah, tercermin
bagi kita sekarng suatu jiwa kepahlawanan, patriotism bagi rakyat Bali. Hal ini
didorong karena dilandasi oleh ajaran ajaran keagamaan Hindu yang dianut oleh
masyarakat Bali, seperti ajaran satyam yaitu kebenaran atau nidihin kepatutan.
Di samping rasa kesetiaan kepada Tri Guru dalam hal ini kepada Guru Wisesa
yaitu Raja sebagai Kepala Pemerintahan.
Hikmah yang lain dari perang Jagaraga adalah mengilhami kejadian kejadian
berikutnya dimana nanti timbul perang puputan Badung, puputan klungkung, dan
puputan margarana. Disamping itu mendorong timbulnya jiwa nasionalisme
sebagai akibat timbulnya rasa harga diri, tidak ingin kedaulatannya dilanggar
oleh bangsa lain.