Anda di halaman 1dari 9

NAMA : RAFIFAH ASYLA

KELAS : VIII SHAFIYYAH


TUGAS : PKN

Perang Jagaraga Di Bali

Bali terdapat sejumlah wilayah, yaitu Buleleng, Karangasem, Klungkung,


Gianyar, Badung, Jembaran, Tabanan, Mengwi, dan Bangli. Wilayah-wilayah ini
masing-masing mempunyai kekuasaan sendiri dan merupakan negara merdeka.
Hubungan antara raja-raja di Bali dengan Belanda sebenarnya telah ada sejak
abad ke-17. Akan tetapi, hubungan ini bukanlah hubungan politik. Hubungan
raja-raja Bali pada tahun 1827 dan seterusnya sampai 1831 dengan pemerintah
Hindia Belanda hanyalah dalam bidang sewa-menyewa orang untuk dijadikan
bala tentara pemerintah Hindia Belanda.

Hubungan politik antara raja-raja Bali dengan pemerintah Hindia Belanda baru
terjadi pada tahun 1841 tatkala raja Karangasem meminta bantuan dari
pemerintah Hindia Belanda guna memulihkan kekuasaanya di Lombok. Hal ini
memberi kesempatan kepada pemeirntah Hindia Belanda untuk mengikat negara
itu dengan suatu perjanjian yang akan membuka pintu untuk mengadakan
hubungan poilitik dengan negara-negara diseluruh Bali. Pada tahun 1841 juga
diaadakan perjanjian dengan raja-raja Klungkung, Badung, dan Buleleng.

Jika dilihat isi perjanjian, tampak bahwa pemerintah Hindia Belanda berusaha
untuk meluaskan daerah kekuasaannya. Dalam perjanjian tersebut antara lain,
dinyatakan bahwa raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaan-kerajaan Bali berada
dibawah kekuasaan negara Belanda, raja-raja Bali tidak akan menyerahkan
kerajaannya kepada bangsa Eropa lainnya, raja memberi izin pengibaran
bendera Belanda di daerahnya.

Suatu masalah yang menyulitkan hubungan antara Belanda dan


kerajaan kerajaan di Bali adalah berlakunya hukun tawan karang, yaitu hak dari
Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaannya.
Hukum tawan karang ini telah menimpa kapal-kapal Belanda seperti yang
dialami pada tahun 1841 dipanati wilayah Badung.

Meskipun dalam tahun 1843 raja-raja Buleleng, Karangasem, dan beberapa raja
lainnya telah menandatangani perjanjian penghapusan tawan karang, ternyata
mereka tidak pernah melaksanakannya dengan sungguh-sunggguh. Pada tahun
1844 di Pantai Prancak dan Sangsit terjaid pula perampasan terhadap kapal-
kapal Belanda yang terdampar. Percekcokan kemudian timbul diantara kerjaan-
kerajaan tersebut dengan Belanda. Raja-raja Bali dituntut agar mau
menghapuskan hak tersebut.

Dalam tahun 1845 Raja Buleleng menolak pengesahan perjanjian penghapusan


hukum tawan karang yang diajukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara
itu, tuntutan Belanda agar Raja Buleleng melaksanakan isi perjanjian yang
mereka buat pada tahun 1841 dan 1843, yaitu mengganti kerugian atas kapal-
kapal Belanda yang dirampas dan menerima kekuasaan Hindia Belanda, telah
menimbulkan kegelisahan pada diri raja.

Patih Buleleng, Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas mengatakan bahwa tuntutan
tersebut tidak mungkin diterima. Gusti Jelantik yang terkenal sangat menentang
Belanda mengetahui akibat yang akan terjadi dengan penolakan tuntutan
pemerintah Hinida Belanda tersebut. Ia menghimpun pasukan, menggiatkan
latiahan berperang, serta menambah perlengkapan dan persenjataan guna
menghadapi hal-hal yang tidak diingkan.

Sikap menentang dari Buleleng mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk


mengeluarkan ultimatum pada tanggal 24 juni 1846 yang berakhir dalam waktu
3×24 jam. Isi ultimatum tersebut, antara lain menyebutkan agar Raja Buleleng
mengakui kekuasaan Belanda, menghapuskan hak tawan karang, dan memberi
perlindungan terhadap perdagangan Hindia Belanda.

Batas waktu ultimatum sampai 27 juni 1846 tidak dapat dipenuhi oleh raja
Buleleng. Untuk memikirkan masalah itu, raja membutuhkan waktu 10 hari. Gusti
Jelantik yang diutus oleh raja untuk merundingkan hal itu dengan Dewa Agung
dari Klungkung, telah menyatakan pendiriannya kerjaan Karangasem juga telah
menyatakan sikap menentang pemerintah Hindia Belanda.

Penyebab Perang Jagaraga Di Bali


Berikut ini terdapat 2 penyebab perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:

1. Sebab Umum
Yaitu sebagai berikut:

1. Belanda hendak memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak-


hak kekuasan kerajaan-kerajaan di Bali atas daerahnya.
2. Raja-raja Bali dipaksa mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda
dan mengizinkan pengibaran bendera Belanda di wilayah kerajaannya.
3. Adat agama sute yang dianggap Belanda tidak berprikemanusiaan akan
dihapus oleh Belanda

2. Sebab Khusus
Faktor yang menyebabkan perang Bali antara tahun 1846-1849. Masalah
utamanya adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini
dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang
terdampar diperairan wilayah kerajaan tersebut. Antara Belanda dan kerajaan
Buleleng dengan rajanya yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem beserta
Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isisnya pihak
kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng
namun perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan semestinya.

Pada tahun 1844 kapal Belanda terdampar di wilayah Buleleng Timur (Sangsit)
dan Buleleng Barat (Prancah)., dengan adanya kejadian tersebut Belanda
menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai
perjanjian tahun 1843 itu namun di tolak. Kejadian tersebut dijadinkan alasan
oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.

Kronologi Perang Jagaraga Di Bali


Berikut ini terdapat dua kronologi perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:

1. Perang Jagaraga I
Yaitu Sebagai Berikut:

 Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung,


pemerintah Belanda mengirim utusan ke Buleleng.
 27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang
terhadap raja Buleleng.
 6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di
pantai Sangsit. Ekspedisi ini diangkut oleh suatu kapal armada perang
yang terdiri atas 22 buah kapal perang. Masing-masing kapal dilengkapi
meriam-meriam dan persenjataan lainnya.
 8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus
melakukan serbuan-serbuan di bawah perlindungan tembakan meriam
dari atas kapal. Serdadu Belanda terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi
pertempuran sengit di desa Bungkulan dan sekitarrnya.
 9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa
Jagaraga dan bermaksud memukul langsung pusat pertahanan Patih
Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa serdadu Belanda berhasil mencapai
pantai desa Sangsit dan langsung menuju ke kapal.
 20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan
mutlak berada di tangan laskar Jagaraga berkat kepemimpinan Patih
Jelantik dan bersatunya lakar dengan rakyat.

2. Perang Jagaraga II
Yaitu Sebagai Berikut:

1. 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa
Sangsit.
2. 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya
sekitar 10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding
dengan Jenderal Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk
Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, dengan korban yang besar di pihak
lascar Jagaraga.
3. 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda
yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan
korban besar di pihak Jagaraga.
4. 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang
bergerak dari pelabuhan padangbai.
5. 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda
diserang oleh pasukan istemewa yang sengaja dikirim dari
kelungkung.Dalam pernyebuan ini laskar kelungkung berhasil menembak
jendral Michiels.Letnan Kolonel Van Swieten memerintahkan seluruh
armada kembali ke Jawa.Kematian sang Jendral merupakan kemenangan
yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir
Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung.
Tokoh Perang Jagaraga
Berikut ini terdapat tiga tokoh perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:

1. Raja Buleleng

I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan
adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek
Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki
kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I
Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I
Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke
desa asal ibunya, Desa Panji.

I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan
Buleleng, yang pengaruhnya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa
(Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704,
Kerajaan Buleleng mulai goyah karena perebutan kekuasaan.
2. Raja Karangasem

Setelah Raja I Gusti Anglurah Ketut Karangasem wafat, pemerintahan Kerajaan


Karangasem dipegang oleh I Gusti Gede Karangasem (Dewata di Tohpati)
antara tahun 1801-1806. Pada saat itu wilayah Kerajaan Karangasem semakin
besar yang meluaskan kekuasaannya sampai ke Buleleng dan Jembrana
Setelah wafat, I Gusti Gede Ngurah Karangasem digantikan oleh putranya
bernama I Gusti Lanang Peguyangan yang juga dikenal dengan nama I Gusti
Gede Lanang Karangasem.
3. Patih I Gusti Ketut Jelantik

I Gusti Ketut Jelantik (w. 1849) adalah pahlawan nasional Indonesia yang


berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia
berperan dalam Perang Bali I, Perang Jagaraga, dan Perang Bali III yang terjadi
di Bali pada tahun 1849. Dalam perang terakhir ia gugur.

Dampak Perang Jagaraga


Berikut ini terdapat beberapa dampak perang jagaraga, yaitu sebagai berikut:

1. Bidang Politik

Yaitu sebagai berikut:

1. Dikuasainya seluruh pulau Bali oleh Belanda.


2. Berkurangnya kekuasaan raja pada kerajaannya bahkan raja dapat
dikatakan menjadi bawahan Belanda.
 Bidang Ekonomi

Yaitu sebagai berikut:

1. Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah


yang sangat strategis yang banyak dikunjungi bangsa asing.

3. Bidang Sosial
Yaitu sebagai berikut:

1. Banyaknya tatanan sosial yang dirubah oleh Belanda termasuk


dihapuskannya adat Sute pada upacara Ngaben.

Akhir Perlawanan Perang Jagaraga


Pada 1849, Belanda kembali mengirim ekspedisi militer di bawah pimpinan
Mayor Jenderal Michies. Mereka menyerang Benteng Jagaraga dan merebutnya.
Belanda juga menyerang Karang Asem. Pada 1906, Belanda menyerang
Kerajaan Badung. Raja dan rakyatnya melakukan perlawanan sampai titik darah
penghabisan. Perang yang dilakukan sampai titik darah peng habisan dikenal
dengan puputan.

Untuk memadamkan perlawanan rakyat Bali yang berpusat di Jagaraga, Belanda


mendatangkan pasukan secara besar-besaran, maka setelah mengatur
persiapan, mereka langsung menyerang Benteng Jagaraga. Mereka menyerang
dari dua arah, yaitu arah depan dan dari arah belakang Benteng Jagaraga.
Pertempuran sengit tak dapat dielakkan lagi, terutama pada posisi di mana I
Gusti Ketut Jelantik berada.

Benteng Jagaraga dihujani tembakan meriam dengan gencar. Korban telah


berjatuhan di pihak Buleleng. Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun laskar
Jagaraga yang mundur atau melarikan diri. Mereka semuanya gugur dan pada
tanggal 19 April 1849 Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Mulai saat
itulah Belanda menguasai Bali Utara.
Nilai-Nilai Luhur Di dalam Perang Jagaraga
Walupun Belanda pada akhirnya mendapatkan kemenangan dalam peperangan,
tetapi mereka mengagumi kepatriotan dan keikhlasan orang bali
mempertaruhkan nyawa dengan persenjataan yang amat sederhana dan tidak
seimbang.

Sebagai hikmah yang dapat dipetik darin perang Jaga raga ini adalah, tercermin
bagi kita sekarng suatu jiwa kepahlawanan, patriotism bagi rakyat Bali. Hal ini
didorong karena dilandasi oleh ajaran ajaran keagamaan Hindu yang dianut oleh
masyarakat Bali, seperti ajaran satyam yaitu kebenaran atau nidihin kepatutan.
Di samping rasa kesetiaan kepada Tri Guru dalam hal ini kepada Guru Wisesa
yaitu Raja sebagai Kepala Pemerintahan.

Hikmah yang lain dari perang Jagaraga adalah mengilhami kejadian kejadian
berikutnya dimana nanti timbul perang puputan Badung, puputan klungkung, dan
puputan margarana. Disamping itu mendorong timbulnya jiwa nasionalisme
sebagai akibat timbulnya rasa harga diri, tidak ingin kedaulatannya dilanggar
oleh bangsa lain.

Anda mungkin juga menyukai