Anda di halaman 1dari 8

Biografi

dan Perjuangan
I Gusti Ketut Jelantik
Anggota :
01 Evi

02 Srifah Indah

03 Viqih Aulia Rahma


01
Biografi Singkat
Nama : I Gusti Ketut Jelantik/ Ketut Jelantik

Tempat/tanggal lahir : Tukamungga, Buleleng, Bali


tahun 1800.

Asal daerah : Karangasem, Bali.

Meninggal : 1849, Jagaraga, Buleleng, Bali.

Pasangan : I Gusti Ayu Made Geria, I Gusti Ayu


Kompyang, Gusti Biyang Made Saji, Jero Sekar

Anak : I Gusti Ayu Jelantik, I Gusti Ayu Made Sasih, I


Gusti Bagus Weda Tarka
02
Perjuangan singkat
Perjuangan Singkat
I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan asal bali yang memimpin dalam
perlawanan terhadap invasi Belanda ke Bali pada tahun 1846, 1848, 1849. Perlawanan
ini terjadi karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan tawan
karang yang berlaku di Bali. Tawan karang yaitu
Pada saat itu kapal dagang Belanda terdampar di daerah Prancak, Jebrana yang hak bagi raja-raja
merupakan wilayah dari kerajaan Buleleng kemudian kapal tersebut disita oleh yang berkuasa di Bali
kerajaan Buleleng yang membuat pemerintah Belanda meradang. Tak setuju dengan untuk mengambil
adanya peraturan hak Tawan yang mengakibatkan kapalnya terkena Tawan Karang, kapal yang kandas di
pemerintah Belanda menuntut untuk penghapusan hukum tersebut dan menyarankan perairannya beserta
agar pihak kerajaan Buleleng mengakui kekuasaan Belanda di Hindia Belanda. seluruh isinya.

Bagi patih kerajaan Buleleng, Ketut Jelantik, tuntutan tersebut sangat meremehkan, akhirnya ia
menanggapinya dengan sikap meradang. Ia bahkan bersumpah selama hidupnya tidak akan pernah tunduk
pada kekuasaan Belanda demi apapun alasannya. Suami dari I Gusti Ayu Made Geria ini lebih memilih
untuk berperang dibandingkan mengakui kedaulatan dan kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam menghadapi pemerintah Belanda, Ketut Jelantik mengambil tindakan berani yakni dengan jalan memilih
jarang peperangan. Pada tahun 1943, ketika pemerintah Belanda berhasil meminta persetujuan beberapa raja dari kerajaan-
kerajaan Bali untuk menghapuskan hak hukum Tawan dan mengakui kekuasaan Belanda, kerajaan Buleleng tetap pada
pendiriannya. Mereka menolak untuk menghapuskan perjanjian yang bagi Ketut Jelantik akan merugikan warganya.
Karena penolakan itulah akhirnya pecah perang yang terjadi antara Buleleng dan Belanda pada tahun 1846 yang
menghasilkan kekalahan dari pihak Buleleng. Istana Buleleng berhasil dikuasai Belanda yang membuat raja Buleleng dan
patihnya melarikan diri ke daerah Jagaraga.
Pihak Belanda merasa kurang puas hanya merebut istana Buleleng, mereka berlanjut dengan mengejar Ketut
Jelantik dan raja ke daerah Jagaraga. Di sana, ayah dari tiga anak ini bersembunyi di benteng-benteng pertahanan yang
dibuatnya bersama dengan para prajurit. Siasat perang yang menyatakan bahwa daerah benteng mempunyai bentuk
bangunan yang sulit dijangkau oleh meriam, Ketut Jelantik memilih untuk bertahan dan menyusun strategi perang. Benar
saja, keteguhan sikap yang menolak adanya penghapusan hak hukum Tawan nyatanya mengantarkan Buleleng pada
peperangan yang cukup sengit.
Peperangan yang meletus pada bulan Juni 1848 ini tak hanya melibatkan tentara Belanda, tapi juga kerajaan-
kerajaan yang berhasil diberdaya Belanda untuk tunduk kepada Belanda. Berhasil memukul mundur tentara Belanda pada
perang Jagaraga I, pada tahun 1849 Belanda kembali menyerang wilayah Jagaraga. Dengan pengalaman strategi yang
pernah dipelajari, maka pada 16 April 1849, akhirnya Buleleng jatuh ke tangan Belanda. Kalah dalam berperang, Ketut
Jelantik melarikan diri ke pegunungan Batur Kintamani. Di sana, ia bertahan di perbukitan Bale Pundak sampai akhirnya
gugur dalam perjuangan ketika Belanda mengetahui gerak geriknya dan berhasil mengepungnya.

I Gusti Ketut Jelantik meninggal tahun 1849, berkat usahanya yang tetap teguh membela tanah kelahiran atas
kekuasaan Belanda kala itu, I Gusti Ketut Jelantik mendapatkan penghargaan berupa gelar Pahlawan Nasional menurut
SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.
“Sekiandan
Terimakasih.”

Anda mungkin juga menyukai