Anda di halaman 1dari 3

Biografi I Gusti Ketut Jelantik: Asal,

Perjuangan, dan Kisah Hidup

Profil I Gusti Ketut Jelantik


 Nama : I Gusti Ketut Jelantik
 Perlawanan : 1846 – 1849
 Populer : Dinobatkan sebagai pahlawan nasional
 Ayah : I Gusti Ketut Banjar
 Ibu : Gusti Biang Kompyang Keramas
 Agama : Hindu
 Hal Favorit : Pemerintahan
 Anak  : I Gusti Ayu Jelantik, I Gusti Bagus Weda Tarka,
  I Gusti Ayu Made Sasih
 Masa Hidup : 49 tahun
 Alias : Ketut Jelantik
 Profesi : Patih Agung di Kerajaan Buleleng
 Kebangsaan : Indonesia
 Tempat Lahir : Bali, Buleleng
 Istri : I Gusti Ayu Kompyang, I Gusti Ayu Made,
 Jero Sekar, Gusti Biyang Made
 Tanggal Lahir : 1800
 Wafat : 1849
 Perang : Jagaraga

Biografi I Gusti Ketut Jelantik


I Gusti Ketut Jelantik di masa lampau pernah sangat bersusah payah mempertahankan
keutuhan Bali dari serangan Belanda. Perlawanannya dilakukan beberapa kali, mulai dari
tahun 1846 hingga puncaknya di tahun 1849. Perseteruan ini sebenarnya diawali dari sikap
Belanda yang sewenang-wenang di mana secara mendadak ingin melenyapkan aturan
kebijakan tawan karang.
Tawan karang merujuk pada hak para raja untuk kemudian membawa pulang kapal-kapal
yang kandas di area kekuasaannya. Belanda sengaja berusaha menghapuskan tawan karang
agar dapat memanipulasi kekayaan alam berupa rempah di Bali. Sebagai Patih Agung di
Kerajaan Buleleng, Ketut Jelantik menentang keras invasi tersebut.

Kala itu, dirinya bahkan sempat mengeluarkan pernyataan yang ikonik, di mana mengakui
tidak akan pernah menerima kekuasaan Belanda atas Pulau Bali. Namun memang,
perjuangan tersebut begitu sulit terutama karena penjajah berhasil membentuk persekutuan
dengan daerah tetangga yakni Lombok.

Akibatnya, di tahun 1849, dirinya harus lari dari serangan dari serangan Belanda hingga ke
Karangasem, setelah sebelumnya bersembunyi di Buleleng. Hanya saja, dia tetap dapat
dibunuh oleh pasukan Lombok yang bekerja sama dengan Belanda. Dalam momen tersebut,
rakyat setempat juga mati-matian mempertahankan daerah mereka hingga didera kekalahan.

Usai meninggalnya I Gusti Ketut Jelantik, perjuangan para raja Bali kala itu berangsur
mundur sehingga dengan mudah diakuisisi oleh Belanda. Secara umum, hanya kawasan Bali
Selatan yang tetap teguh mempertahankan kekuasaan dan terus melakukan perlawanan.
Namun demikian, meskipun gagal meraih kemenangan, dirinya diberikan gelar pahlawan
nasional Indonesia di tahun 1993.

Sekarang, Pula Bali menjadi salah satu daerah yang disinyalir memiliki toleransi dan
kebebasan tinggi di Bumi Pertiwi. Meskipun Ketut Jelantik, telah lama gugur di medan
perang, namanya masih menjadi salah satu kebanggaan Indonesia berkat perlawanannya yang
tidak kenal menyerah

Gusti Ketut Jelantik adalah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Bali. Seorang
patih agung dari kerajaan Buleleng yang merupakan putera dari I Gusti Nyoman Jelantik
Raya. Beliau diangkat sebagai patih di kerajaan Bulelemg pada tahun 1828 dan meninggal
pada tahun 1849.

I Gusti Ketut Jelantik dinobatkan sebagai salah satu pahlawan nasional karena keberaniannya
dalam melawan penjajah Belanda pada saat itu. Sikap dan tindakanya dinilai berani karena
menolak tuntutan Belanda dalam sebuah perundingan yang menuntut agar kerajaan buleleng
mengganti kerugian kapal yang dirusak dan mengakui kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda. Pada saat perundingan iitu pihak belanda diwakili oleh JPT Mayor Komisaris
Hindia Belanda, sedangkan Kerajaan Buleleng diwakili oleh raja Buleleng I Gusti Ngurah
Mada Karangasem dan Patih Agung I Gusti Ketut Jelantik.

"Tidak bisa menguasai negeri orang lain hanya dengan sehelai kertas saja tapi harus
diselesaikan diatas ujung keris. Selama saya hidup kerajaan ini tidak akan pernah mengakui
kedaulatan Belanda". Seperti itulah kutipan perkataan I Gusti Ketut Jelantik yang marah
besar dengan tuntutan pihak Belanda.

Tak habis akal, pihak Belanda terus mencoba mencari cela untuk melawan I Gusti Ketut
Jelantik, salah satunya dengan memanfaatkan Raja Klungkung. Dalam pertemuan yang
berlangsung pada tanggal 12 Mei 1845 ini Belanda menuntut agar Buleleng mengganti rugi
kapal dan menghapuskan hak "tawan karang" yakni merampas perahu yang terdampar di
kawasan Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik pun naik pitam, bahkan beliau menghunuskan
sebilah keris pada kertas perjanjian. Beliau menantang Belanda untuk menyerang den Bukit
atau Bali Utara.

Pada tanggal 27 Juni 1846 Belanda benar-benar melakukan serangan ke kerajaan Buleleng.
Namun akhirnya kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 29 Juni 1846.
Kemudian raja buleleng dan patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke desa Jagaraga untuk
menyusun kekuatan.

Patih I Gusti Ketut Jelantik adalah seseorang yang ahli strategi perang dan menjadi sosok
yang disegani oleh raja-raja lain karena sikapnya yang teguh pendirian. Hal ini ditunjukkan
ketika mempertahankan desa Jagaraga patih I Gusti Ketut Jelantik terus memperkuat
pasukannya dan mendapat bantuan dari kerajaan lain seeperti klungkung, Karang Asem,
Badung dan Mengwi.

Pada tanggal 6 sampai 8 Juni 1848 pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan
mendaratkan pasukanya di sangsit. Pihak Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan
mengerahkan pasukan benteng Jagaraga yang merupakan benteng terkuat dibandingkan
dengan 4 benteng lainnya. Sedangkan pihak belanda dipimpin oleh Jendral Van Der Wijck.
Tetapi pihak Belanda gagal menembus benteng yang dipimpin oleh I gusti Ketut Jelantik dan
hanya mampu merebut satu benteng saja yakni benteng sebelah timur sansit yang berada
dekat Bungkulan.

Dengan adanya kekalahan ini semakin mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk semakin
mengerahkan kekuatan dalam melawan Belanda. Namun pasukan patih jelantik ini
menggegerkan parlemen Belanda yang kemudian melancarkan serangan besar-besaran yang
dipimpin oleh Jendral Michiels pada tanggal 31 Maret 1849. Belanda menyerang Bali dengan
menembakan meriam-meriamnya. Pada tanggal 7 April 1849 raja buleleng dan patih jelantik
bersama 12 ribu prajurit berhadapan dengan jendral michiels. Namun karena kalah
persenjataan bali terdesak dan mundur sampai pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga pun
jatuh ke tangan Belanda pada 16 April 1849. Akhirnya patih jelantik gugur pada serangan
karangasem oleh Belanda yang didatangkan dari Lommbok dan menyerang hingga
kepegunungan Bale Punduk.

Atas keberanian sikap dan mental perjuangan yang ditunjukkan oleh I gusti Ketut Jelantik
tentu tidak ada kata ragu untuk kita memberikan gelar Pahlawan Nasional. Pada tanggal 19
Agustus 1993 Pemerintah RI memberikan Gelar Pahlawan nasional pada Patih Jelantik
berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.
Sumber : www.sejarawan.com

Anda mungkin juga menyukai