Anda di halaman 1dari 5

PAHLAWAN KEADILAN

Oleh : Yemima Sipayung


“Hei, semuanya sini berkumpul di lapangan!” seru Belanda
menggunakan toa.
Semua rakyat Banjar yang awalnya sibuk dengan aktivitas masing-
masing pun berbondong-bondong berlarian menuju sumber suara di
lapangan. Di sana, tampaklah orang-orang Belanda yang berbadan besar
dan tegap dengan seorang pria yang berasal dari Banjar.
“Seperti yang kita ketahui, Sultan Adam telah wafat. Sebagaimana
sudah tertulis di dalam wasiat Sultan sebelumnya, bahwa yang diberi
kuasa selanjutnya adalah Pangeran Tamjidillah,” ucap Belanda.
Seorang pria Banjar yang berdiri di sebelah Belanda itu pun maju
sambil membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada seluruh
rakyatnya.
Pangeran Tamjidillah telah dikenal oleh seluruh rakyat Banjar.
Bagaimana tidak, dia adalah Pangeran yang terkenal akan sifat-sifat
jeleknya, seperti suka bermabuk-mabukan, dan tidak patuh dengan aturan
yang ada di Kerajaan.
Suasana lapangan menjadi riuh dengan kemarahan rakyat Banjar.
“Tidak! Bukankah Sultan selanjutnya adalah Pangeran
Hidayatullah? Selain itu, sebelum Sultan Adam wafat, Ia pernah
menyampaikan hal ini pada kami,” teriak salah satu pemuda Banjar.
“Tetapi yang tertulis dalam disini adalah Pangeran Tamjidillah,”
Belanda menunjukkan kertas yang telah ditulis dan ditandatangani oleh
Sultan Adam.
“Bagaimana mungkin Sultan kami dapat mempercayai kalian untuk
memberikan wasiatnya?” sahut seorang pemuda dan diikuti sorakan dari
rakyat lain yang mendukungnya.
Belanda tidak memedulikan perkataan orang-orang di sana, Ia
bersama Pangeran Tamjidilah meninggalkan lapangan dan masuk ke
mobil mewah milik mereka. Semua rakyat Banjar melihatnya kesal dan
memutuskan untuk meninggalkan lapangan.
Setelah mendengar pengumuman dari Belanda tadi, sekumpulan
pemuda Banjar pergi menuju warung makan. Mereka berkumpul untuk
berdiskusi mengenai tindakan Belanda yang dianggap lancang itu.
“Apa kalian yakin, Sultan Adam benar-benar memberikan
wasiatnya pada Belanda?” salah satu pemuda menghidupkan rokoknya.
“Kau seperti tidak tahu saja, Belanda yang licik itu pasti hanya
mengada-ada. Terlebih lagi, tidak mungkin Sultan Adam memilih
Tamjidillah yang juga sama liciknya dengan Belanda,”
“Iya, benar sekali, ini sangatlah di luar dugaan jika benar Sultan
Adam menuliskan nama Pangeran Tamjidillah sebagai penggantinya,”
lanjut pemuda yang lain.
“Apa jadinya Kerajaan ini jika dia menjadi Sultan?” keluh pemuda
lain.
Pemuda-pemuda itu pun terdiam lesu sambil memikirkan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika Pangeran Tamjidillah
benar akan menjadi Sultan. Tak lama kemudian, datanglah seorang
wanita paruh baya membawa piring, nasi beserta lauknya.
“Apa yang sedang kalian diskusikan, nak?” tanya wanita yang
merupakan pemilik warung tersebut. Ia membagikan piring ke masing-
masing pemuda itu.
“Kami berdiskusi tentang pengumuman dari Belanda, Bu. Apa Ibu
tadi tidak ikut berkumpul ke lapangan?”
“Pengumuman apa itu? Iya, nak. Tadi Ibu tidak sempat ke sana
karena sedang masak,”
“Belanda tadi mengumumkan isi wasiat dari Sultan Adam, dari yang
tertulis di wasiat itu bahwa Pangeran Tamjidillah yang akan menjadi
pengganti Sultan Adam,”
Sama seperti reaksi rakyat Banjar lain, Ibu tersebut juga tidak
percaya. Tetapi, dikarenakan warung tersebut ramai oleh pembeli, Ia tak
melanjutkan diskusi tersebut. Para pemuda juga mulai menghabiskan
makan siang mereka.
Setelah menghabiskan makan siang, mereka pun kembali ke
rumah masing-masing. Di jalan, Rasyid, yang merupakan salah satu
pemuda tadi bertemu dengan Pangeran Antasari bersama prajuritnya.
Rasyid sambil membungkukkan badan memberi hormat. Antasari
tersenyum ramah.
“Apakah Pangeran sudah mengetahui isi wasiat dari Alm. Sultan
Adam?”
“Sudah, pihak Kerajaan baru saja membahasnya. Kami juga telah
memanggil ahli tulisan tangan untuk membuktikan kebenaran wasiat
tersebut.”
“Kalau begitu baiklah, Pangeran. Semoga kebenarannya akan
terbukti.”
“Iya, terima kasih, Rasyid.”
Rasyid memberi hormat dengan membungkuk dan melanjutkan
perjalanan menuju rumahnya.
Keesokan harinya, pihak Kerajaan memanggil seluruh rakyat
Banjar untuk berkumpul di lapangan. Seorang Prajurit Kerajaan
mengumumkan bahwa surat wasiat yang ditunjukkan oleh Belanda adalah
palsu. Selain itu, mereka juga telah menemukan bukti bahwa surat wasiat
asli dari Sultan Adam telah dibakar oleh pihak Belanda.
Tak lama kemudian, Belanda bergabung dengan pihak Kerajaan di
hadapan rakyat Banjar.
“Kami mengakui bahwa surat ini memanglah palsu. Tetapi kami
juga tidak dapat mengatakan bahwa isi wasiat asli tersebut. Kami di sini
hanya menginginkan pemimpin yang akan lebih baik,” kata Belanda diikuti
sorakan tidak setuju oleh rakyat Banjar.
“Bagaimanapun juga, kami telah mengangkat Pangeran Tamjidillah
secara resmi dan sah sebagai Sultan. Kalian sudah seharusnya menerima
keputusan ini,” lanjut Belanda dengan liciknya.
Semua rakyat yang ada di lapangan itu protes dan merasa kecewa.
Belanda yang melihatnya hanya tertawa lalu meninggalkan lapangan
tersebut.
Di lapangan tersebut, hanya tersisa Pangeran Antasari, beberapa
Prajurit Kerajaan beserta pemuda yang masih tidak dapat menerima
keputusan sepihak Belanda.
“Pangeran, bukankah ini tidak adil? Apa kita hanya akan diam
menerima keputusan Belanda tadi?” protes salah satu pemuda.
“Tentu saja tidak, kita tidak boleh membiarkan mereka bersikap
seenaknya. Kita harus memperjuangkan keadilan untuk Pangeran
Hidayatullah!” seru Pangeran Antasari.
“Tetapi bagaimana caranya? Senjata kita sudah pasti kalah dari
mereka. Kita hanya akan membuang-buang tenaga, bahkan nyawa kita,”
“Jika seluruh rakyat Banjar bersatu pasti tidak akan sulit untuk
mengusir mereka dari tanah kita. Terlepas dari itu, Allah pasti akan
memberikan kemudahan bagi kita yang benar, karena Allah Maha
Mengetahui!”
Para pemuda bertepuk tangan menyetujui seruan bijak dari
Pangeran Antasari. Mereka memanggil seluruh rakyat Banjar yang ingin
ikut serta melakukan pemberontakan kepada Belanda. Di sana, mereka
menyusun strategi perang dengan Pangeran Antasari sebagai pemimpin
pemberontakan.
Keesokan harinya di Pengaron, berbekal strategi perang yang telah
dibahas, Pangeran Antasari bersama ratusan prajurit dan rakyatnya
menyerang tambang batu bara milik Belanda. Mereka menyerang pos-pos
Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong,
sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu. Meskipun begitu,
Belanda dengan tegas tidak mau menyerah dan sebaliknya membujuk
Pangeran Antasari menyerah. Pangeran Antasari bersama pasukannya
tetap pada pendirian. Hingga pada akhirnya, Pangeran Antasari wafat di
tengah-tengah pasukannya yang tanpa pernah menyerah.
Biodata Penulis
Nama lengkap : Yemima Sipayung
Tempat, tanggal lahir : Jambi, 18 Januari 2001
Nama sekolah : SMA Xaverius 1 Jambi
E-mail : yemimasipayung87@gmail.com
Instagram : @yemimaspyg
Facebook : Yemima Sipayung

Anda mungkin juga menyukai