Anda di halaman 1dari 11

Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda & VOC

Sejarah Perlawanan Rakyat Bali


Terhadap Belanda (18461905)
Meskipun Bali merupakan pulau kecil dengan wilayah yang sempit, tetapi pulau ini
memiliki beberapa kerajaan seperti Kerajaan Buleleng dan Karangasem sehingga
pemerintah Belanda ingin menguasai sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841 dan seluruh raja
di Bali dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali
mengakui dan tuntuk kepada pemerintah Belanda. Sikap Belanda yang sewenangwenang ini mendapat perlawanan dari rakyat Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih
bersifat konservatif (masih berlaku adat atau tradisi), yaitu hak tawan karang yang
dianggap oleh Belanda sangat merugikan. Pada tahun 1844, kapal Belanda
terdampar di Pantai Buleleng dan dikenakan hukum tawan karang. Pihak Belanda
menolak dan menunjukkan sikap tidak terpuji, yaitu selalu turut campur urusan
kerajaan di Bali dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut:

Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.

Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.

Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.

Semua raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial Belanda.

Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bali ditolak
sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa
Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian perdamaian yang isinya antara lain
sebagai berikut:

Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.

Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.

Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan
beberapa kerajaan telah bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos
pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh Gusti Jelantik.
Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti Jelantik
diserahkan kepada Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan
menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali
melakukan perlawanan habis-habisan (puputan) tetapi akhirnya Benteng Jagaraga
dapat dikuasai oleh Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat
Bali makin lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih
berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (18461905) - Di Bali timbulnya


perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda berulang kali memaksakan
kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak
bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai
wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.
Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes
dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak
berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja
Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda
memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.
Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan
ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846)
dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat
Bali. Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama
dan disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah
mempersiapkan pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang
Jagaraga I. Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.
Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua,
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849)
dengan kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian
menimbulkan Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam
(tanggal 15 dan 16 April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali
yang heroik dalam mengusir penjajahan Belanda.
Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang
terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2
dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland.
Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan
Belanda. Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil
meloloskan diri.

Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol
mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur.
Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai, ini
pun juga mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada
awal abad ke-20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.

Sejarah Perang Bali 1846-1849

Sejarah Perang Bali 1846-1849 Sahabat Pustakers, pada kesempatan kali ini Putsaka
Sekolah akan berbagi arikel yang berjudul Sejarah Perang Bali 1846-1849. Pada abad 19
sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica (perdamaian di bawah Belanda),
Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan seluruh jajahannya atas Indonesia
termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan
kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah satu isinya bebunyi:
Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada di bawah pengaruh
Belanda. Perjanjian ini merupakan bukti keinginan Belanda untuk menguasai Bali.
Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini
dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di
perairan wilayah kerajaan tersebut.
Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang
Asem besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak
kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun
perjanjian
itu
tidak
dapat
berjalan
dengan
semestinya.
Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali
Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng
melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian
tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.

Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai. Satu persatu
daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah
kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik. Perang Buleleng disebut
juga pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa Jagaraga.
Perang ini disebut pula Perang Puputan, Kenapa dikatakan dengan Perang Puputan?, Karena
perang dijiwai oleh semangat puputan yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali,
puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:

Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran


merupakan kehormatan.

Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak


dikenal istilah menyerah kepada musuh.

Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.

Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk Supit Urang yang dikelilingi dengan parit
dan ranjau untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja
Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah
seluruhnya mencapai 15000 orang. Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik
bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum wanita untuk
menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265
serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck
menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.
Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000
orang lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral
Mayor A.V Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar.
Tak ada seorangpun laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19
April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya
benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng,
perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung dan daerah lain
walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.

Perlawanan Rakyat Bali Terhadap


Penjajahan Belanda
Jejak Puisi
Sejarah Indonesia
Meskipun Bali merupakan pulau kecil dengan wilayah yang sempit, tetapi pulau ini memiliki
beberapa kerajaan seperti Kerajaan Buleleng dan Karangasem sehingga pemerintah Belanda
ingin menguasai sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841 dan seluruh raja di Bali
dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali mengakui dan tuntuk
kepada pemerintah Belanda. Sikap Belanda yang sewenang-wenang ini mendapat perlawanan
dari rakyat Bali.

Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih bersifat
konservatif (masih berlaku adat atau tradisi), yaitu hak tawan karang yang dianggap oleh
Belanda sangat merugikan. Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng dan
dikenakan hukum tawan karang. Pihak Belanda menolak dan menunjukkan sikap tidak
terpuji, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan di Bali dengan mengajukan tuntutan dengan
isi sebagai berikut:

Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.

Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.

Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.

Semua raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial Belanda.

Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bali ditolak sehingga
pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa Raja Buleleng untuk
menandatangani perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai berikut:

Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.

Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.

Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan beberapa
kerajaan telah bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos pertahanan Belanda di Bali
diserbu dan semua senjata dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini menimbulkan
kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti Jelantik diserahkan kepada Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai
seluruh pantai Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali melakukan
perlawanan habis-habisan (puputan) tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat dikuasai oleh
Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali makin lemah. Meskipun
demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih berusaha melakukan perlawanan
terhadap Belanda.

ejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap


Belanda (18461905)
#Sejarah_Kelas_11 Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846
1905) - Di Bali timbulnya perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda
berulang kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang.
Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu
yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.
Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan
mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak
berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja
Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda
memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.

Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak


Belanda terpaksa mengerahkan ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga
kali. Ekspedisi pertama (1846) dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal
dalam
usaha
menundukkan
rakyat
Bali.
Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan
disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah mempersiapkan
pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I.
Ekspedisi Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.
Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, menyebabkan
pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan kekuatan
yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian menimbulkan Perang
Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16 April
1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.
Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang
terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2
dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah
terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda.
Prajurit Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil
meloloskan diri.
Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol
mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur.
Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai,
ini pun juga mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada
awal abad ke-20 (1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.
Demikianlah Materi Sejarah Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846
1905), semoga bermanfaat.

Perlawanan di Bali

Perlawanan di Bali
Bali adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali belum
banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun 1830 pemerintahan Hindia Belanda aktif
menanamkan pengaruhnya. Perkembangan dominasi belanda menyulut api perlawanan rakyat
bali perang puputan.
Mengapa terjadi perang puputan di bali?
Abad ke 19 bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan berdaulat.
Contohnya Kerajan Buleleng dll. Pada masa Gubernur Jenderal Daendels ada kontak dengan
kerajaan bali menyangkut hubungan dagang dan sewa. Tapi Hindia Belanda ingin
menanamkan pengaruh dan berkuasa di bali. Pertama G.A Granpre moliere misi ekonomi,
kedua huskus koopman misi politik. Misi ekonomi jauh lebih berhasil dari pada misi politik

namun terus di usahakan dan di capai perjanjian antara raja bali dan belanda.perjanjian
kontrak antara raja-raja bali dengan belanda seputar hukum tawan karang agar di hapuskan.
Karena kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi
penghapusan hukum tawan karang.tahun 1844 raja Buleleng dan Karang Asem belum
melaksanakan perjanjian tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal belanda
yang terdampar dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) . belnda memaksa
raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga memaksa untuk membayar
ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak dengan tegas tuntutan tersebut yang
menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut Jelantik mempersiapkan pos-pos dan prajurit .
buleleng juga mendapat dukungan dari kerajaan karang asem dan klungkung. Tanggal 27 juli
1846 1.700 pasukan barat menyerbu kampung-kampung tepi pantai ada juga pasukan laut
dengan kapal selam. Karena persenjataan belanda lebih lengkap dan modern pejuang
buleleng demakin terdesak dan jebol . ibu kota singaraja dikuasai belanda. Kemudian belanda
mendesak untuk menandatangani perjanjian tanggal 6 juli 1846 yang isinya 1.dalam waktu 3
bulan,raja buleleng harus menghancurkan semua benteng buleleng yang pernah digunakan
dan tidak boleh membangun benteng baru, 2.raja buleleng harus membayar ganti rugi dari
biaya perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah 75.000 gulden,dan raja harus
menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah belanda,3. Belanda diizinkan
menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tipu daya dilakukan oleh rakyat bali untuk berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Tapi
dibalik itu raja dan patih ketut jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun
pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang. Rakyat juga mempertahankan hukum tawan
karang. Tahun 1847 kapal-kapal asing terdampar dipantai kusumba Klungkung,dirampas oleh
kerajaan, hal itu menimbulkan amarah Belanda.belanda memaksa untuk melaksanakannya
tapi raja-raja bali tidak menghiraukan rakyat justru dipersiapkan untuk berperang.
Tanggal 7 dan 8 juni 1848 mendarat bala bantuan belanda. Tanggal 8 juni serangan di
jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara belanda J.van Swieten, Letkol Sutherland
benteng jagaraga dimulai namun dengan pertahanan gelar-supit urang berhasil
menjebak Belanda. Pasukan Belanda ditarik mundur. Kekalahan itu menyakitkan perasaan
pimpinan belanda, kemudian terjadi serangan balasan awal april 1849 datang serdadu belanda
dalam jumlah belanda besar. Tanggal 15 april 1849 seranggan Belanda dimulai di jagaraga
,tanggal 16 April Jagaraga berhasil dilumpuhkan belanda
Terbunuhnya raja buleleng dan Patih Ketut Jelantik jatuhlah Kerajaan Buleleng. Menyusul
karang asem yang ditakhlukan 18 mei 1849. Pertempuran terus terjadi. Tahun 1906 perang
puputan terjadi di Bandung, tahun 1908 perang Puputan di Klungkung.

Anda mungkin juga menyukai