Anda di halaman 1dari 7

A.

Latar Belakang Perlawanan di Bali


Bali telah melakukan perlawanan terhadap Belanda berkali-kali. Salah satunya yaitu
Perang Puputan Jagaraga I, II dan III yang merupakan peperangan yang terjadi antara
Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger dengan Kerajaan Bali pada tahun 1848-1849.
Istilah perang puputan artinya adalah berperang sampai pada titik darah penghabisan.
Pada tanggal 8 Juni 1848, Belanda mulai mengadakan serangan terhadap daerah
Jagaraga dengan menghujankan tembakan-tembakan meriam dari pantai Sangsit. Bagi
Belanda pantai Sangsit harus dikuasai dan dipertahankan sebab Sangsit merupakan
salah satu pantai yang masih bisa digunakan sebagai penghubung antara Bali dengan
Batavia. Disamping itu penduduk Sangsit dengan mudah dapat dibina agar membantu
pemerintah Belanda. Dalam ekspedisi Belanda yang kedua ini, Belanda telah
mempersiapkan pasukannya secara matang. Dalam ekspedisi ini, pasukan militer
Belanda diangkut oleh kapal-kapal perang sebanyak 22 buah seperti : kapal perang
Merapi, Agro, Etna, Hekla, Anna, A.R. Falck, Ambonia dan Galen dan sebagainya.
Masing-masing kapal perang itu dilengkapi dengan persenjataan yang berupa meriam
dan persenjataan lainnya. 
Kekalahan Belanda dalam ekspedisinya yang pertama ke Bali benar-benar di luar
dugaan, Belanda menjadi marah dengan diundurkannya serangan balasan pada tahun
1848. Seorang perwira Belanda bernama Rochussen menulis kepada Jenderal Van der
Wijck, bahwa jika ia diharuskan menjabat terus pangkatnya yang sekarang, ia tidak
mau beristirahat sebelum dapat memusnahkan Jagaraga. 
Dengan gugurnya Patih Jelantik maka berhenti pulalah perlawanan Jagaraga terhadap
pasukan Belanda. Dalam serangan ini, dengan mengadakan pertempuran selama
sehari, Belanda telah berhasil memukul hancur pusat pertahanan dari laskar Jagaraga,
sehingga secara politis benteng Jagaraga secara keseluruhan telah jatuh ke tangan
pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 19 April 1849, dengan jumlah korban di
pihak Jagaraga kurang lebih sekitar 2200 orang, termasuk 38 orang pedanda dan
pemangku, lebih 80 orang Gusti, serta 83 pemekel, sedang di pihak Belanda
menderita korban sebanyak kurang lebih 264 orang serdadu bawahan maupun tingkat
yang lebih tinggi. 
B. Penyebab Terjadinya Perang
Di Bali terdapat hukum tawan karang. Yaitu hukum yang memberikan hak kepada
kerajaan di Bali untuk merampas kapal-kapal yang terdampar di perairan Bali dan
seluruh isinya termasuk anak buah kapal sebagai aset mereka. Hukum Tawan Karang
tetap saja dilakukan oleh rakyat Buleleng sepanjang pesisir. Bahkan sering
mengganggu pelayaran Belanda. 
Pada tahun 1841, Belanda mengadakan suatu perjanjian dengan raja Buleleng dimana
hukum Tawan Karang tersebut tidak berlaku kepada kapal-kapal Belanda. Pada tahun
1844 perjanjian tersebut dijalankan.
Adapun bunyi perjanjian itu adalah:
 Pasukan Belanda ditempatkan di wilayah Buleleng
 Benteng kerajaan Buleleng akan dibongkar oleh pasukan Belanda
 Biaya perang ditanggung oleh raja Buleleng

Pada tahun itu juga, ketika sebuah kapal milik Belanda terdampar di Bali, kapal itu
dirompak dan protes atas perlakuan itu diabaikan, yang berarti penguasa Bali
melanggar kesepakatan, sehingga pemerintah kolonial Belanda di Jawa tak bisa lagi
mentoleransi dan melancarkan ekspedisi. 
Patih Jelantik tetap pada pendiriannya semula yaitu bertekad mengusir Belanda dari
wilayah kerajaan Buleleng. Untuk mewujudkan keinginan ini, Patih Jelantik
mempersiapkan Desa Jagaraga sebagai pusat kegiatan untuk mencapai maksudnya.
Namun tindakan-tindakan serdadu Belanda merampas ibukotanya merampok rumah-
rumah rakyat menimbulkan dendam pada rakyat Buleleng. Maka Patih Jelantik secara
rahasia telah mengirimkan mata-mata untuk mengetahui kegiatan serdadu Belanda di
Pabean dan kemudian mengambil kesimpulan bahwa Belanda telah mempersiapkan
suatu penyerangan besar-besaran terhadap Jagaraga. Karena itu Patih Jelantik
memutuskan memperkuat Jagaraga dalam sistem pembentengan, kekuatan laskar, dan
persenjataan. 

C. Kronologi Perang
Perang Puputan Jagaraga I 
 Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung, pemerintah
Belanda mengirim utusan ke Buleleng. 
 27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang terhadap
raja Buleleng. 
 6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di pantai Sangsit.
Ekspedisi ini diangkut oleh suatu kapal armada perang yang terdiri atas 22 buah kapal
perang. Masing-masing kapal dilengkapi meriam-meriam dan persenjataan lainnya. 
 8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus melakukan serbuan-
serbuan di bawah perlindungan tembakan meriam dari atas kapal. Serdadu Belanda
terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit di desa Bungkulan dan
sekitarnya. 
 9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa Jagaraga dan
bermaksud memukul langsung pusat pertahanan Patih Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa
serdadu Belanda berhasil mencapai pantai desa Sangsit dan langsung menuju ke
kapal. 
 20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan mutlak
berada di tangan laskar Jagaraga berkat kepemimpinan Patih Jelantik dan bersatunya
lakar dengan rakyat. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemenangan I Gusti Ketut Jelantik, Raja Buleleng, dan
Jro Jempiring dalam perang Jagaraga pertama, yaitu:
 Adanya jiwa patriotisme prajurit Jagaraga bersama sekutunya yang sangat tinggi.
 Mentaati perintah perang I Gusti Ketut Jelantik, Raja Buleleng, dan Jro Jempiring
 Melakukan serangan terpadu dengan tangguh dan kuat.
 Dapat menggunakan senjata bus (bedil bus), berupa meriam tradisional yang
diletakkan di benteng utama.
 Siasat perang berjalan sesuai rencana, dimana dapat menggiring pasukan Belanda
masuk perangkap ke benteng Supit Surang (Makara Wyuhana).
 Belanda menganggap remeh prajurit Jagaraga serta sekutunya.
 Belanda tidak mengenal medan pertempuran Jagaraga.
 Belanda tidak mampu melakukan konsolidasi karena situasi politik, baik di Indonesia
maupun Eropa.

Perang Puputan Jagaraga II 

 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa Sangsit. 
 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya sekitar
10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding dengan Jenderal
Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan Belanda,
dengan korban yang besar di pihak laskar Jagaraga. 
 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda yang berada
di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan korban besar di pihak
Jagaraga. 
 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang bergerak dari
pelabuhan Padangbai. 
 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda diserang oleh
pasukan istimewa yang sengaja dikirim dari kelungkung. Dalam pernyebuan ini laskar
kelungkung berhasil menembak jendral Michiels. Letnan Kolonel Van Swieten
memerintahkan seluruh armada kembali ke Jawa. Kematian sang Jendral merupakan
kemenangan yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir
Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung. 

Perang Puputan Jagaraga III

Setelah Belanda mengalami kekalahan untuk kedua kalinya, mereka masih tetap kukuh
melakukan serangan pembalasan. Akhir peperangan menghasilkan kekalahan mutlak dari
pihak kerajaan Bali, kekuatan pasukan Belanda yang dilengkapi persenjataan modern
menyebabkan benteng Jagaraga kembali runtuh. Patih Jelantik dan Raja Buleleng berhasil
melarikan diri ke Batur namun dicegat oleh kerajaan Bangli. Alhasil
Raja Buleleng membunuh dirinya bersama 400 pengikutnya, pada puputan tahun 1849
Disini pihak Belanda menang dan menghasilkan beberapa keputusan diantaranya:

 Daerah di seluruh Pulau Bali dikuasai oleh pihak Belanda secara bertahap dan
menghilangkan kekuasaan para raja di kerajaan mereka
 Adanya monopoli dagang seperti yang sudah direncanakan Belanda sejak awal
datang.
 Dihapuskan hak Tawan Karang agar Belanda dapat dengan mudah menguasai seluruh
Bali.
 Dihapuskannya adat-adat yang dirasa pihak Belanda kurang pantas seperti adat Sute.

D. Tokoh
 I Gusti Ketut Jelantik

 I Gusti Ngurah Made Karang Asem (raja Buleleng)


 Jero Jempiring
 Laskar Buleleng

E. Dampak Perlawanan di Bali

Setelah kalahnya pasukan Bali melawan Belanda, terdapat beberapa dampak yang
dirasakan pasca perang:

 Belanda yang bisa menguasai seluruh kawasan pulau Bali.


 Raja-raja yang ada pada pulau Bali yang menjadi bawahan Belanda sehingga
membuat pengaruh kerajaan di Bali menjadi melemah.
 Belanda yang bisa menguasai perdagangan di Bali dan menerapkan monopoli di
pulau tersebut.
 Dihapuskannya beberapa upacara adat di Bali karena pengaruh pemerintah
Belanda.
 Belanda yang bisa menguasai seluruh kawasan pulau Bali.
MAKALAH SEJARAH INDONESIA
PERLAWANAN BALI: PERANG PUPUTAN
JAGARAGA

Oleh kelompok 8:
Faqwinri Prisma Grizmaldy
Abdullah Habiha
Hafizah Aljufri
Rafa Mollyno Ananta Dalga

Anda mungkin juga menyukai