Pada tahun itu juga, ketika sebuah kapal milik Belanda terdampar di Bali, kapal itu
dirompak dan protes atas perlakuan itu diabaikan, yang berarti penguasa Bali
melanggar kesepakatan, sehingga pemerintah kolonial Belanda di Jawa tak bisa lagi
mentoleransi dan melancarkan ekspedisi.
Patih Jelantik tetap pada pendiriannya semula yaitu bertekad mengusir Belanda dari
wilayah kerajaan Buleleng. Untuk mewujudkan keinginan ini, Patih Jelantik
mempersiapkan Desa Jagaraga sebagai pusat kegiatan untuk mencapai maksudnya.
Namun tindakan-tindakan serdadu Belanda merampas ibukotanya merampok rumah-
rumah rakyat menimbulkan dendam pada rakyat Buleleng. Maka Patih Jelantik secara
rahasia telah mengirimkan mata-mata untuk mengetahui kegiatan serdadu Belanda di
Pabean dan kemudian mengambil kesimpulan bahwa Belanda telah mempersiapkan
suatu penyerangan besar-besaran terhadap Jagaraga. Karena itu Patih Jelantik
memutuskan memperkuat Jagaraga dalam sistem pembentengan, kekuatan laskar, dan
persenjataan.
C. Kronologi Perang
Perang Puputan Jagaraga I
Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung, pemerintah
Belanda mengirim utusan ke Buleleng.
27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang terhadap
raja Buleleng.
6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di pantai Sangsit.
Ekspedisi ini diangkut oleh suatu kapal armada perang yang terdiri atas 22 buah kapal
perang. Masing-masing kapal dilengkapi meriam-meriam dan persenjataan lainnya.
8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus melakukan serbuan-
serbuan di bawah perlindungan tembakan meriam dari atas kapal. Serdadu Belanda
terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit di desa Bungkulan dan
sekitarnya.
9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa Jagaraga dan
bermaksud memukul langsung pusat pertahanan Patih Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa
serdadu Belanda berhasil mencapai pantai desa Sangsit dan langsung menuju ke
kapal.
20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan mutlak
berada di tangan laskar Jagaraga berkat kepemimpinan Patih Jelantik dan bersatunya
lakar dengan rakyat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemenangan I Gusti Ketut Jelantik, Raja Buleleng, dan
Jro Jempiring dalam perang Jagaraga pertama, yaitu:
Adanya jiwa patriotisme prajurit Jagaraga bersama sekutunya yang sangat tinggi.
Mentaati perintah perang I Gusti Ketut Jelantik, Raja Buleleng, dan Jro Jempiring
Melakukan serangan terpadu dengan tangguh dan kuat.
Dapat menggunakan senjata bus (bedil bus), berupa meriam tradisional yang
diletakkan di benteng utama.
Siasat perang berjalan sesuai rencana, dimana dapat menggiring pasukan Belanda
masuk perangkap ke benteng Supit Surang (Makara Wyuhana).
Belanda menganggap remeh prajurit Jagaraga serta sekutunya.
Belanda tidak mengenal medan pertempuran Jagaraga.
Belanda tidak mampu melakukan konsolidasi karena situasi politik, baik di Indonesia
maupun Eropa.
14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa Sangsit.
15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya sekitar
10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding dengan Jenderal
Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan Belanda,
dengan korban yang besar di pihak laskar Jagaraga.
16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda yang berada
di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan korban besar di pihak
Jagaraga.
24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang bergerak dari
pelabuhan Padangbai.
25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda diserang oleh
pasukan istimewa yang sengaja dikirim dari kelungkung. Dalam pernyebuan ini laskar
kelungkung berhasil menembak jendral Michiels. Letnan Kolonel Van Swieten
memerintahkan seluruh armada kembali ke Jawa. Kematian sang Jendral merupakan
kemenangan yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir
Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung.
Setelah Belanda mengalami kekalahan untuk kedua kalinya, mereka masih tetap kukuh
melakukan serangan pembalasan. Akhir peperangan menghasilkan kekalahan mutlak dari
pihak kerajaan Bali, kekuatan pasukan Belanda yang dilengkapi persenjataan modern
menyebabkan benteng Jagaraga kembali runtuh. Patih Jelantik dan Raja Buleleng berhasil
melarikan diri ke Batur namun dicegat oleh kerajaan Bangli. Alhasil
Raja Buleleng membunuh dirinya bersama 400 pengikutnya, pada puputan tahun 1849
Disini pihak Belanda menang dan menghasilkan beberapa keputusan diantaranya:
Daerah di seluruh Pulau Bali dikuasai oleh pihak Belanda secara bertahap dan
menghilangkan kekuasaan para raja di kerajaan mereka
Adanya monopoli dagang seperti yang sudah direncanakan Belanda sejak awal
datang.
Dihapuskan hak Tawan Karang agar Belanda dapat dengan mudah menguasai seluruh
Bali.
Dihapuskannya adat-adat yang dirasa pihak Belanda kurang pantas seperti adat Sute.
D. Tokoh
I Gusti Ketut Jelantik
Setelah kalahnya pasukan Bali melawan Belanda, terdapat beberapa dampak yang
dirasakan pasca perang:
Oleh kelompok 8:
Faqwinri Prisma Grizmaldy
Abdullah Habiha
Hafizah Aljufri
Rafa Mollyno Ananta Dalga