Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PERLAWANAN BALI TERHADAP BELANDA

Guru pengajar : Ibu Laili Maslinani S.Pd


Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas : XI MIA 1

Kelompok 8:
Almuktaribillah
Ricky Gunawan
Putri Maulida Rizqi
Raudhatul Jannah

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2


HULU SUNGAI UTARA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
Sejarah Indonesia . Dalam makalah ini membahas tentang " Perlawanan Bali terhadap
Belanda"

Kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami sendiri khususnya dan para
pendengar.

Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para
pendengar guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.
(A). Sejarah Perang Bali Melawan Belanda
Bali merupakan salah satu pulau di Kepulauan Sunda yang terletak di bagian Timur pulau Jawa.
Jarak bentang pulau Bali sepanjang 105 mil. Pulau Bali pernah dikunjungi oleh Cornelis de
Houtman secara baik – baik, namun dalam perkembangannya hubungan dengan Bali justru
memburuk.

Pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan setempat di Bali mengadakan perjanjian pada 1841
dan 1843 namun tidak berjalan dengan baik. Raja Buleleng berkali – kali melanggar perjanjian
dan pemerintah Hindia Belanda mempersoalkan tradisi tawan karang, yaitu tradisi Bali yang
mengklaim kapal beserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali.Pemerintah Hindia
Belanda menganggapnya tidak dapat diterima dalam hukum internasional dan tidak dapat
membiarkan perlawanan yang dilakukan rakyat Bali karena akan memancing wilayah lain juga
ikut melawan.

(B). Latar Belakang Perang Puputan Bali


Pada masa lampau, berbagai kerajaan di Bali masing – masing memiliki kekuasaan sendiri atas
wilayahnya. Terdapat Kerajaan Buleleng dan Karangasem di daerah pantai utara yang
memanjang sampai timur laut.

Sedangkan Kerajaan Klungkung dan Gianyar berada di pantai sebelah timur, Kerajaan Badung
berkuasa di ujung selatan pulau Bali, Jembrana dan Mengwi berada di sepanjang pantai barat
dan barat daya. Masih ada Kerajaan Bangli yang terletak di tengah – tengah pulau Bali.
Kontak antara kerajaan Bali dengan Belanda sebenarnya sudah terjadi sejak abad ke 17, ketika
para pedagang Belanda telah berusaha untuk mengadakan perjanjian dengan raja – raja Bali.
Usaha itu tidak berhasil.

Belanda pada waktu itu mendekati para raja Bali dengan motif perdagangan. Usaha Belanda
untuk mengikat perjanjian dengan raja – raja Bali baru mengalami keberhasilan pada 1841. Raja
Klungkung, Badung, Buleleng, dan Karangasem mengikuti perjanjian tersebut.

Melalui isi perjanjian, tampak jelas bahwa VOC sedang berusaha memperluas daerah
kekuasaannya berdasarkan PAX Netherlandica. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa para
raja Bali mengakui bahwa mereka berada di bawah kekuasaan Belanda, mereka tidak akan
menyerahkan kerajaannya kepada bangsa Eropa yang lain, dan bendera Belanda diizinkan
untuk dikibarkan di wilayah – wilayah kerajaan tersebut.

Belanda terutama keberatan dengan hukum tawan karang yang telah menimpa armadanya
yang menjadi penyebab perang Bali. Pada tahun 1843 raja – raja Bali kemudian
menandatangani perjanjian untuk menghapus tawan karang, namun mereka tidak sungguh –
sungguh menepatinya sehingga perselisihan dengan Belanda mulai muncul.

Pada tahun 1845 Belanda menekan Raja Buleleng, Klungkung dan Karangasem untuk
menghapus tawan karang namun ditolak. Raja Buleleng merasa gelisah karena Belanda
menuntut penggantian atas kapal – kapal yang dirampas, biaya perang dan mengakui
kerajaannya menjadi bagian dari wilayah Belanda.

Patih Buleleng I Gusti Ketut Jelantik mengatakan bahwa tuntutan tersebut tidak dapat diterima.
Ia kemudian menggalang kekuatan pasukan kerajaan, melatih prajuritnya berperang dengan
lebih intensif dan menambah perlengkapan serta persenjataan.

(C). Perang Buleleng(Ekspedisi Belanda


Pertama)
Pada Juni 1846 Belanda mengerahkan pasukan dan kapal yang dipimpin oleh Engelbertus
Batavus van den Bosch. Pasukan Belanda terdiri dari 1700 prajurit, diantaranya ada 400 prajurit
Eropa dipimpin oleh Letkol Gerhardus Bakker. Ultimatum kepada Raja Buleleng berakhir pada
17 Juni dan pada hari berikutnya pasukan Belanda dibawah Abraham Johannes de Smit van den
Broecke tiba dengan perlindungan senapan laut.

Prajurit Bali sejumlah lebih dari 10000 orang mencegah pendaratan tersebut namun mereka
mengalami kegagalan. Pasukan Belanda dapat maju ke pesawahan yang dikelilingi oleh pasukan
Buleleng. Walaupun mendapatkan perlawanan sengit, pada hari berikutnya ibu kota Buleleng
yaitu Singaraja berhasil dikuasai Belanda.
Pantai Buleleng diblokade dan Belanda menembaki istana raja dengan meriam dari arah pantai.
Satu persatu wilayah berhasil diduduki dan istana jatuh ke tangan Belanda. Raja Buleleng
berpura – pura mengalah dan sebagai patih, I Gusti Ketut Jelantik melanjutkan perlawanannya.

(D). Perang Jagaraga I (Ekspedisi Belanda


Kedua)
Dalam sejarah perang Bali, perang ini juga dikenal sebagai Perang Jagaraga yang berlangsung di
tahun 1848. Pasukan Belanda berjumlah 2400 prajurit yang sepertiganya adalah orang Eropa
sementara sisanya adalah orang Jawa dan Madura.

Pasukan ditambahkan lagi dengan satu kompi prajurit kulit hitam Afrika yang kemungkinan
berasal dari koloni Belanda di Ghana (Pantai Emas). Mereka mendarat di Sangsit, Buleleng pada
7 Mei 1848 dengan dipimpin Mayjen van der Wijck. Orang Bali kemudian menarik diri ke
Jagaraga setelah orang Belanda mendarat.

Benteng Jagaraga terletak di atas bukit, bentuknya merupakan “Supit Urang” yang dikelilingi
parit dan ranjau untuk menghambat gerakan musuh. Selain laskar Buleleng yang ada disana,
kerajaan lain seperti Karangasem, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan
sehingga pasukan Bali seluruhnya berjumlah 15000 orang.

Istri patih Jelantik bernama Jero Jempiring juga menggerakkan para wanita untuk menyediakan
makanan bagi para prajurit yang berperang. Dalam serangan tersebut Belanda mengalami
kekalahan.

(E). Perang Jagaraga II (Ekspedisi Belanda


Ketiga)
Pada tahun 1849 dalam sejarah perang Bali, Belanda kembali mengerahkan pasukan yang lebih
besar lagi yaitu sebanyak 4.177 orang sehingga terjadi perang Jagaraga II. Perang antara rakyat
Bali dan Belanda berlangsung selama dua hari dua malam yaitu pada 15 – 16 April 1849.

Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang dibagi menjadi tiga kolone. Kolone 1
dipimpin Van Swieten, kolone kedua dipimpin La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin Poland.
Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda setelah terjadi pertempuran sengit.

Belanda kemudian berlayar ke Bali Selatan dan mendarat di Padang Bai untuk menyerang
Klungkung. Sementara itu Belanda juga bersekutu dengan Kerajaan Lombok untuk melawan
Karangasem yang sudah lama bermusuhan dengan Lombok.
Pasukan Lombok ikut ke kapal Belanda dan turut menyerang para pemimpin kerajaan Buleleng.
Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik terbunuh dalam pertempuran ini, sedangkan penguasa
Karangasem melakukan ritual bunuh diri. I Gusti Ketut Jelantik menjadi salah satu dari para
pahlawan nasional dari Bali.

Belanda melanjutkan serangan ke Klungkung, menduduki Goa Lawah dan Kusamba. Disana
pasukan Belanda terkena wabah disentri sehingga kekuatan pasukan menurun. Mayjen
Michiels tewas ketika Dewa Agung Istri Kanya memimpin serangan pada malam hari terhadap
Belanda di Kusamba.

Belanda mundur ke kapal mereka ketika menghadapi kekuatan 33.000 orang dari Badung,
Gianyar, Tabanan dan Klungkung. Kerajaan Karangasem dan Buleleng menawarkan penyerahan
diri sehingga akan disepakati perjanjian baru. Van Swieten kemudian kembali ke Padang Cove
dan pada tanggal 12 Juni tercapai persetujuan dimana Jembrana dinyatakan sebagai bagian dari
Hindia Belanda dan Kerajaan Bangli digabung dengan Buleleng.

Perjanjian tersebut kemudian menjadi dasar dari kekuasaan Belanda atas Bali. Setelah itu masih
terjadi berbagai perlawanan dalam sejarah perang Bali. Tahun 1858 I Nyoman Gempol
mengangkat senjata untuk berperang melawan Belanda, dan tahun 1868 terjadi perlawanan
yang dipimpin oleh Ida Made Rai, tetapi keduanya gagal.

Anda mungkin juga menyukai