Anda di halaman 1dari 3

Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan
ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah
kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524
wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.

Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin,
yang kemudian berkuasa hingga tahun1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin
Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.

Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah
melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang
kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda
menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.

Pada tahun 1896 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang
telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, memberikan saran kepada
Belanda agar merangkul para ulama, dan hormat kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada
tahun 1898, Gubernur Jendral Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh,
mendapat pangkat Tuanku Tijan, dan bersama wakilnya, Hendrikus Colijn, yang mendepat pangkat
Tuanku Niman untuk menata Aceh.

Pada tahun 1903 Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah dua
istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya
berada dalam kegelapan pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

#NB

Muhammad Daud Syah merupakan Sultan Aceh terakhir atau Sultan ke-35. Sultan Daud dinobatkan
menjadi sultan di Masjid Indrapuri, Indrapuri pada tahun 1874 sampai menyerah kepada Belanda
pada tanggal 10 Januari 1903. Dimana kemudian ia diasingkan oleh Hindia Belanda ke Ambon dan
terakhir dipindah ke Batavia sampai wafatnya pada tanggal 6 Februari 1939. Sultan Daud merupakan
cucu dari Sultan Mansur Syah, dimana sampai tahun 1884 ia merupakan Wali dari Tuanku Hasyim,
anak dari Sultan sebelumnya yang juga merupakan pamannya yaitu Sultan Mahmud Syah.

Kemunduran
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641.
Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya
kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan
Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta
kesultanan.
Sejarah Perang Bali 1846-1849 Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax
Netherlandica (perdamaian di bawah Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan
seluruh jajahannya atas Indonesia termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui
perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah satu isinya
bebunyi:

Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada di bawah pengaruh Belanda. Perjanjian ini
merupakan bukti keinginan Belanda untuk menguasai Bali.

Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem
besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan
akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak
dapat berjalan dengan semestinya.

Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali Barat)
dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak
tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian tersebut dijadikan
alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.

Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai. Satu persatu
daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah
kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik. Perang Buleleng disebut juga
pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa Jagaraga. Perang ini
disebut pula Perang Puputan, Kenapa dikatakan dengan Perang Puputan?, Karena perang dijiwai
oleh semangat puputan yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan
dengan prinsip sebagai berikut:

 Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan
kehormatan.
 Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal
istilah menyerah kepada musuh.
 Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.

Benteng Jagaraga berada di atas bukit, dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk menghambat
gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung
juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15.000 orang. Semangat para
prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan memimpin
kaum wanita untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265
serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck
menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.

Pada tahun 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15.000 orang
lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V
Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun
laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri
Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda
dapat menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui
puputan Badung, Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali
jatuh ke tangan Belanda.

Anda mungkin juga menyukai