PERANG
KESULTANAN ACEH
DAN
SISINGAMANGARAJ
A XII
Disampaikan oleh Deswita Amanda, M. Ragil dan Novan kurniawan
MATERI
Yang akan kami sampaikan pagi ini
01 02
perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah. Di mana sistem perang
gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1903. Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di
bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi
serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku. Umar gugur. Tetapi Cut
Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.
Keempat
1896-1910
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas
perdagangan. Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan
kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan
Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan
Usmaniyah di Singapura. Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871. Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut,
Belanda menjadikannya sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2
kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu,
tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Strategi Snouck
Hurgronje
Strategi Snouck Hurgronje Untuk mengalahkan pertahanan Aceh, Snouck Hurgronje
menyamar selama dua tahun guna melakukan kajian tentang seluk beluk kehidupan dan
semangat juang orang-orang Aceh. Dari penelitiannya, Hurgronje, yang memakai nama
samaran Abdul Gafar, menyimpulkan bahwa kekuatan Aceh terletak pada peran para ulama.
Penemuannya ini dijadikan dasar untuk membuat siasat perang yang baru, termasuk dalam
pembentukan Korps Marchausse, yakni pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia
yang berada di bawah pimpinan opsir-opsir Belanda. Dengan pasukan ini, Belanda berhasil
mematahkan serangan gerilya rakyat Aceh. Pada 1899, Teuku Umar gugur dalam
pertempuran di Meulaboh.
Akhir dari Perang Aceh
Setelah kematian Teuku Umar, Sultan dan Panglima Polem memutuskan untuk
berpindah-pindah supaya tidak bernasib sama. Akan tetapi, mereka terpaksa
menyingkir setelah terdesak oleh besarnya pasukan musuh. Pada 1903, Sultan
Alauddin Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem juga menyerah setelah
tekanan yang bertubi-tubi. Peristiwa ini membuka jalan bagi pemerintah Belanda
untuk menanamkan kekuasaannya di seluruh wilayah Kesultanan Aceh. Meski
Kesultanan Aceh telah runtuh, semangat juang rakyatnya masih sulit untuk
dipadamkan hingga masa pendudukan Jepang.
Sisingamangaraja XII
Patuan Besar Ompu Pulo Batu atau yang lebih dikenal
Sisingamangaradja XII adalah raja serta pendeta terakhir
masyarakat Batak di Sumatera Utara. Ia turut menjadi
pejuang melawan penjajahan Belanda di Sumatera sejak
1878. Pada 1907, ia terbunuh dalam pertempuran oleh
pasukan Belanda. Ia pun dinobatkan sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia pada 1962 berkat perlawanannya
terhadap kolonialisme Belanda.
KEHIDUPAN
Sisingamangaradja XII yang bernama asli Patuan Besar Ompu Pulo Batu lahir di Bakkara, Tapanuli, pada
1849. Ia adalah penerus ayahnya, Sisingamangaradja XI, yang meninggal pada 1876. Gelar Si
Sisingamangaradja sendiri digunakan oleh dinasti keluarga Marga Sinambela, yang berarti "Raja Singa
Agung". Kehormatan Si dari bahasa Sansekerta Sri. Raja Agung (dari bahasa Sansekerta, maharaja).
Singa, karena orang Batak melihat diri mereka dalam mitologi sebagai keturunan dari darah dewa.
Sisimangaradja XII adalah tokoh terakhir yang menjadi Parmalim (pemimpin agama). Ia dianggap sebagai
raja dewa dan titisan Batara Guru, Dewa Siwa versi Jawa. Sisingamangaradja sendiri diyakini memiliki
kekuatan seperti kemampuan mengusir roh jahat, mengeluarkan hujan, dan mengendalikan penanaman
padi. Mulanya, Sisingamangaradja XII tidak dilihat sebagai tokoh politik. Tetapi, saat penjajah Belanda
datang ke Sumatera Utara sejak 1850-an, ia bersama Sisingamangaradja XI mulai fokus melakukan
perlawanan.
PERLAWANA
N
Perlawanan Pada Februari 1878, Sisingamangaradja XII mengadakan upacara keagamaan untuk menggalang orang Batak
di balik perang perlawanan melawan Belanda. Pasukannya menyerang pos-pos Belanda di Bakal Batu, Tarutung, namun
mengalami kekalahan. Ia pun berkumpul kembali dan melancarkan serangan baru pada 1883-1884 dengan mendapat
bantuan dari Aceh. Mereka menyerang Belanda di Uluan dan Balige pada Mei 1883, serta Tangga Batu pada 1884.
Belanda sendiri menyiksa dan membunuh orang Batak yang diduga menjadi pengikut dari Sisingamangaradja XII.
Pasukan Belanda juga membakar rumah serta mengenakan pajak hukuman. Pada 1904, pasukan Belanda di bawah Letnan
Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen menyerang Tanah Gayo dan beberapa daerah di sekitar Danau Toba untuk
mematahkan perlawanan Batak. Pasukan dari Sisingamangaradja XII sendiri melakukan perang gerilya serta menghindari
pasukan Belanda. Sebelum Belanda melancarkan serangan lagi pada 1907 terhadap sisa pasukan Sisingamangaradja XII di
wilayah Toba, mereka memperkuat pasukan dan senjata. Pertempuran selanjutnya antara Belanda dan pasukan
Sisingamangaradja XII pun terjadi di Pak-pak, pasukan Belanda dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel.
Perang Batak