Anda di halaman 1dari 2

PERLAWANAN RAKYAT ACEH

NAMA KELOMPOK

1. ANNISA RUWAIDAH ADANG


2. AYU LESTARI WIBOWO
3. DISAN BACO
4. FADILA EMA SINUN
5. INTAN NUR AMALIA RAMDHANI
6. NAZWA SANIA AKLIS
7. PURI EL FIZA

Dalam Traktat London tahun 1824 disebutkan bahwa Belanda setelah memperoleh kembali daerah
jajahannya yang selama perang direbut oleh inggris tidak dibenarkan mengganggu kemerdekaan
kesultanan Aceh. Kesultanan Aceh tetap merdeka dan bebas dalam menjalankan politik dalam dan
luar keadaan mulai berubah saat belanda dan inggris mencapai perjanjian traktat sumatra dalam
tahun 1871. Menurut perjanjian Traktat sumtra, Belanda diberi keleluasaan untuk mengadakan
perluasan di seluruh Sumatra, termasuk ke daerah Kesultanan Aceh yang selama ini tidak boleh
diganggu kedaulatannya. Dengan adanya Traktat sumtra kesultanan Aceh merasa terancam
kedaulatannya. Oleh karena itu, kesultanan Aceh segara melakukan usaha – usaha untuk
memperkuat diri dan mengdakan hubungan dengan Italia dan Amerika Serikat yang dapat
membantunya apabila Belanda menyarang Aceh. Bagi Belanda, tindakan Aceh tersebut sangat
mengkhawatirkan karena Belanda tidak menginginkanya adanya campurtangan negara asing.

Bantuan militer Amerika Serikat pada Aceh yang menurut desas desus akan datang pada permulaan
bulan Maret 1873 menggelisahkan Belanda. Said Tahir segera menyampaikan surat kepada Sultan
Aceh diminta untuk menuruti apa yang diinginkan oleh Belanda. Surat kedua yang disampaikan oleh
Belanda pada tanggal 24 Maret 1873 juga tidak tanggapi sultan Aceh. Pada bulan Desember 1873,
Belanda melancarkan serangan kembali dibawah pimpinan Mayor Jendral Van Swieten. Serangan
Belanda kali ini berhasil mengalakan para pejuang Aceh dan merebut Masjid Raya Aceh, dan
menduduki posisi di istana. Dan pada tanggal 14 april 1873 resmi di duduki oleh pasukan Belanda.

Selanjutnya, dengan di rebutnya masjid raya, kekuatan pasukan Aceh dipusatkan Aceh untuk
mempertahankan istana Sultan Mahmudsyah. Namun, usaha pasukan Belanda untuk mendekati
istana tidak berhasil karena di pertahan oleh para pejuang Aceh setelah pertempuran yang sengit
pada tanggal 16 April 1873. Dan pada tanggal 29 April 1873 belanda memutuskan untuk tidak
melakukan penyerbuan dan meninggalkan pantai Aceh. Suatu keadaan yang tidak disangka telah
terjadi pada tanggal 28 Januari 1874 yaitu sultan terserang wabah kolera dan meninggal dunia.
Selanjutnya rapat para panglima sagi sepakat memilih putra sultan almarhum, Muhammad Dausyah
sebagai penggantinya dan di bantu oleh dewan mangkubumiyang diketuai oleh Tuanku Hasyim.

Perang penjajah belanda masih terus berlangsung. Teuku Umar bersama istirnya, Cut Nyak Dhien,
memimpin perawanan di daerah pantai barat aceh. Pada tahun 1882 Teuku Umar, Cut Nyak Dhien
dan para pasukannya berhasil menguasai Meulaboh. Dalam perlawanan terhadap Belanda di daerah
Aceh barat, peran Teuku Umar sangat besar. Perlawanan yang mula – mula di kampungnya sendiri,
kendati meluas sampai seluruh daerah Meulaboh. Cut Nyak Dhien ikut andil dalam pertempuran
tersebut. Di medan pertempuran Aceh Timur, peranan nya cukup besar. Di wilayah tersebut ia
melakukan perlawanan, tepatnya pada Langkat dan Tamiang pada akhir tahun 1885.

Pada tahun 1884 Teuku Umar menyerah kepda Belanda, karena belanda mengubah strateginya
dengan cara mendekati para pemimpin Aceh untuk bergabung. Namun karena kecewa ata perlakuan
belanda ai kemudian melakukan perlawanan kembali. Belanda berupaya mendekati Teungku Cik Di
Tiro, panglima polim dan tokoh tokoh aceh lainnya. Teungku Cik Di Tiro dan Muhammad Saman
meninggal pada tahun 1891. Perlawanan rakyat Aceh di daerah -daerah terus berlangsung hingga
akhir abad ke- 20. Pada bulan Agustus 1893 Teuku Umar mengajukan pernyaan tunduk pada
Belanda. Dengan menyatakan sumpah setia di hadapan gubernur yang merangkap panglima Belanda
Aceh, Teuku Umar di terima masuk dalam dinas militer Belanda. Gelar Teuku Johan pahlawah telah
diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepda Teuku Uma.

Selama bekerja sama dengan Teuku Umar, belanda mendapatkan banyak kentungan. Namun,
pembesar pembaesar belanda tetap mencurigai Teuku Umar. Di kalangan para pejuang Aceh
terdapat kesangsian mengenai sikap Teuku Umar terebut. Sikap curiga dan penghinaan dari
pembesar belanda terhadap Teuku Umar dan keluarganya menyebabkan ia keluar dari dinas militer
Belanda tepatnya pada tanggal 30 Maret 1896. Pada bukan Mei 1898 kolonel J. B. Van Heutsz
menggantikan Van vliet sebagai gubernur sipil dan militer aceh dan mempunyai rencana untuk
menghancurkan kekuatan kaum pejuang Aceh yang bergerak di daerah pidie. Pada tahun 1899,
Belanda segara bergerak dan melancarkan serbuan ke pos – pos pertahanan dan perlawanan rakyat
Aceh. Pada saat Teuku Umar dangan pasukannya bersiap – siap akan mengadakan pengepungan
atas Meulaboh, ia terkena peluru an gugur, setelah gugurnya Teuku Umar, panglima polim dan
Sultan Muhammad Daudsyah tetap mengadakan perlawanan secara berpindah pindah.

Pada bulan Mei 1899 Panglima Polim dan Sultan Muhammad Dausyah berada di Kutasawang dan
melakukan perlawanan sengit terhadap pasukan Belanda yang akan mengusirnya.

Saat Sultan Muhammad dan panglima polim berada di Batee Ilie, Van Heutsz mengerahkan pasukan
besar dan menyerang pasukan Sultan Muhammad dan panglima polim yang mempertahankan
benteng Batee Ilie. Pertempuran tersebut terjadi sejak tanggal 1 – 3 fabruari 1901. Pada tanggal 3
Februari pasukan Sultan terdesak sehingga benteng tersebut jatuh ketangan Belanda. Sultan
terpaksa menyingkir kedearah lain dan berjuang dengan sisa – sisa pasukannya. Namun, penculikan
istri Sultan Muhammad Dausyah oleh Belanda dan tekanan – tekanan yang makin berat dari pasukan
Belanda menyebabkan Sultan mengambil keputusan untuk menyerah.

Upacara penyerahan Sultan kepada Belanda dilakukan pada tanggal 20 januari 1903. Situasi silit
tersebut memaksa panglima polim bersama 150 pengikutnya ikut menyerah pada tanggal 6
September 1903. Setelah penyerahan panglima polim, perlawanan rakyat Aceh menjadi sangat
lemah sehingga Belanda semakin mudah menanamkan kekuasaanya di seluruh daerah Aceh.
Namun, bukan berarti perlawanan rakyat Aceh sudah padam sama sekali. Pada abad ke – 20
perlawanan – perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintahan kolonial Belanda masih tetap
berlangsung di daerah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai