Anda di halaman 1dari 10

Perang Aceh

KELOMPOK 6 :

• ANANDA VIANNY
• FATIYA HUMAIRA YUNAZ
• FATIYA NAZHIFA
• HADI RIZQULLAH
• INSYIRA RIZKY
• ZAKIYATUL HIFZI
Perang Aceh
Perang Aceh–Belanda atau disingkat Perang Aceh adalah
perang Kesultanan Aceh melawan Belanda, dimulai pada 1873
hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada januari 1904, tapi
perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang


kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh
dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda
mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen
Rudolf Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya
Baiturrahman. Kohler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di
antaranya para perwira
Sebab Umum Terjadinya Perang Aceh
• Belanda menduduki Siak & membuat perjanjian Siak (1858) dimana
Sultan Ismail harus menyerahkan Deli, Langkat, Asahan & Serdang.
• Berakhirnya perjanjian London (1824) dimana perjanjian itu
merupakan batas antar kekuasaan dari Belanda & Inggris.
• Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand De Lessep yang berakibat
menjadi penting perairan di lautan Aceh.
• Adanya perjanjian Sumatera (1871) dimana perjanjian itu berisi hak
keleluasaan & kedaulatan Belanda mengambil tindakan di Aceh yang
membuat Belanda menjadi semena-mena.
• Belanda ingin menetapkan pelaksanaan Pax Netherlandica (Motto
Belanda yang ingin menguasai seluruh Hindia Belanda)
Sebab Khusus Terjadinya Perang Aceh
• Begitu ambisinya Belanda ingin menguasai Aceh, Belanda langsung
menuntut bahwa Aceh harus tunduk terhadap Belanda. Tuntutan
tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Mahmud Syah . Sultan
Aceh tersebut menolak semua tuntutan pemerintah Belanda . Sampai
akhirnya tanggal 26 Maret 1873, Belanda mendeklarasikan perang
terhadap Aceh akibat dari penolakan tersebut.
• Perang Aceh Pertama(1873-1874)
dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda
yang dipimpin Kohler. Kohler dengan 3000 serdadunya dapat
dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873. Sepuluh
hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat
merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa
kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan Bada,
sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan
dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.

• Perang Aceh Kedua(1874-1880).


Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten. Belanda berhasil
menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat
pertahanan Belanda. Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten
mengumumkan bahwa seluruh Ace jadi bagian dari Kerajaan Belanda . Ketika
Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku
Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indrapuri.
Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, dimana
pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-
pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
• Perang ketiga (1881-1896)
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah.
Di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1903.
Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama
Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan
mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur.
Tetapi Cut Nyak Dien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi
komandan perang gerilya.

• Perang keempat (1896-1910)


Adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan perlawanan,
penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari
pusat pemerintahan Kesultanan.
• Siasat Snouck Hurgronje
Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda
memakai tenaga ahli Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang menyamar
selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan
ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan
judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan strategi
bagaimana untuk menaklukkan Aceh.
Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer
Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya
golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala)
dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus
dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan
pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara
mendirikan langgar masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan
membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz
yang menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904).
Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasihatnya.
• Taktik perang

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, di


mana dibentuk pasukan maréchaussée yang dipimpin oleh Hans
Christoffel dengan pasukan Colone Macan yang telah mampu dan
menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh
untuk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara
penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel
menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902) Van der Maaten
menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah
pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van der Maaten
dengan diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat
meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima
Polim, Cut Po Radeu saudara perempuannya dan beberapa keluarga
terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim meletakkan senjata dan
menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903.
• Taktik perang

Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh


rakyat Aceh yang dilakukan di bawah pimpinan Gotfried Coenraad
Ernst van Daalen yang menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan
di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2.922 orang dibunuhnya, yang
terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nyak Dien istri Teuku Umar
yang masih melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut
Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Sumedang.
• Surat perjanjian tanda menyerah
Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat
pendek (korte verklaring, Traktat Pendek) tentang penyerahan yang
harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap
dan menyerah. Di mana isi dari surat pendek penyerahan diri itu
berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari
daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tidak akan mengadakan
hubungan dengan kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi
seluruh perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek
ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yang rumit dan
panjang dengan para pemimpin setempat.
Walau demikian, wilayah Aceh tetap tidak bisa dikuasai
Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi
perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok
orang (masyarakat). Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari
Nusantara dan diganti kedatangan penjajah baru yakni Jepang
(Nippon).

Anda mungkin juga menyukai