1873-1914
Tanggal 1914-1942 (Perlawanan sporadis rakyat
Aceh sampai hengkangnya Belanda)
Lokasi Aceh, Sumatra Utara
Sultan Aceh menyerah dan Kesultanan
Aceh dihentikan
Belanda menguasai Aceh
Hasil Kekuasaan Uleebalang dipulihkan
Taklukannya
Komandan
Sultan Mahmudsyah
Tuanku Hasyim Banta Muda
Habib Abdoe'r Rahman Alzahier
J.H. Köhler - †
Panglima Polem
Van Heutsz
Sultan Muhammad Daud Syah
Teuku Umar
Teungku Chik di Tiro
Kekuatan
50.000 Tentara Eropa
100.000 Tentara KNIL (5.000 orang
200.000+
bugis, 10.000 Madura, 50.000
mujahidin Aceh
orang Jawa)
Pasukan elit Maréchaussée
Korban
60-70.000 tewas
100.000+ tewas 100.000 penduduk sipil tewas
(pembantaian Belanda)
JENDRAL KOHLER
PERANG
ACEH
Latar Belakang
Van Heutsz sedang
memperhatikan pasukannya
dalam penyerangan
ke Batee Iliek.
Dampak dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail
menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan
Serdang untuk Belanda, padahal daerah-daerah itu
sejak Sultan Iskandar Muda, hadir di bawah
kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian
Siak, karenanya berakhirlah perjanjian London
tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda
dan Britania Raya membuat kepastian tentang
batas-batas kekuasaan kedua kawasan di Asia
Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura.
Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh
menuduh Belanda tidak menepati akadnya,
sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan
Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh.
Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh
Ferdinand de Lesseps mengakibatkan
perairan Aceh menjadi sangat penting untuk
lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya
Perjanjian London 1871 selang Inggris dan
Belanda, yang isinya, Britania memberikan
keleluasaan untuk Belanda untuk mengambil
tindakan di Aceh. Belanda mesti menjaga
keamanan lalulintas di Selat Malaka.
Belanda mengizinkan Britania tidak terikat
jualan di Siak dan menyerahkan kawasannya
di Guyana Barat untuk Britania.
Dampak perjanjian Sumatera 1871, Aceh
menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan
Konsul Amerika Serikat, Kerajaan
Italia dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura.
Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani
pada tahun 1871.
Dampak upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda
menjadikannya sebagai pendapat untuk
menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia
Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan berkeinginan
keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang
apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu,
tetapi Sultan Machmud menolak untuk
memberikan keterangan.
Periode
TEUKU UMAR
SNOUCK HURGRONJE
pada tahun 1930.
Untuk mengalahkan pertahanan dan
perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga
pandai Dr. Christiaan Snouck
Hurgronje yang menyamar selama 2 tahun di
pedalaman Aceh
untuk meneliti kemasyarakatan dan
ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu
dibukukan dengan judul Rakyat Aceh
(De Acehers). Dalam buku itu diceritakan
strategi bagaimana untuk
menaklukkan Aceh.
Usulan strategi Snouck Hurgronje
untuk Gubernur Militer Belanda Joannes
Benedictus van Heutsz adalah, supaya
golongan Keumala (yaitu Sultan yang
bermarkas di Keumala) dengan pengikutnya
dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang
terus dan menghantam terus kaum
ulama. Jangan mau berunding dengan
pimpinan-pimpinan gerilya.
Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
Menunjukkan niat patut Belanda untuk rakyat
Aceh, dengan kegiatan yang dipekerjakan
mendirikan langgar, masjid, memperbaiki
jalan-jalan irigasi dan menolong pekerjaan sosial
rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima
oleh Van Heutz yang menjadi Gubernur militer
dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian
Dr Snouck Hurgronje diangkat
sebagai penasehatnya.
Taktik perang
Taktik terakhir
menangkap Cut Nyak
Dhien istri Teuku Umar yang
masih memainkan perlawanan
secara
gerilya, dimana kesudahanny
a Cut Nya Dien mampu
ditangkap dan diasingkan
ke Sumedang.
Surat
perjanjian
tanda
menyerah
Sultan Muhammad Daud Syah
ketika menyerahkan diri pada
Belanda pada tahun 1903
tentang
Selama perang penyerahan
Aceh, Van Heutz yang mesti di
telah membuat tandatangani oleh
surat pendek para pimpinan
(korte verklaring, Aceh yang telah
Traktat Pendek) tertangkap dan
menyerah.
Surat pendek tidak akan
penyerahan diri
menyelenggarakan
itu berisikan,
hubungan dengan
1. Raja (Sultan)
kekuasaan
mengakui
di luar negeri,
kawasannya
3. Berjanji akan
sebagai anggota
mematuhi seluruh
dari kawasan
perintah-perintah
Hindia Belanda,
yang ditentukan
2. Raja berjanji
Belanda.
Walau demikian, dilakukan oleh
wilayah Aceh sekelompok orang.
tetap tidak Hal ini berlaku
dapat diduduki sampai Belanda
Belanda seluruhnya, enyah dari
dikarenakan pada Nusantara dan
waktu itu tetap ditukar kedatangan
saja terjadi penjajah baru
perlawanan terhadap yakni Jepang
Belanda walaupun (Nippon).