Anda di halaman 1dari 3

Perlawanan Rakyat Aceh (1873 1912)

a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan


1)

Aceh adalah negara merdeka dan kedaulatannya masih diakui penuh oleh
negara-negara Barat. Dalam Traktat London 17 Maret 1824, Inggris dan
Belanda menandatangani perjanjian mengenai pembagian wilayah jajahan
di Indonesia dan Semenanjung Malaya. Dalam hal tersebut Belanda tidak
dibenarkan mengganggu kemerdekaan negara Aceh. Namun Belanda selalu
mencari alasan untuk menyerang Aceh dan menguasainya.

2)

Berdasarkan Traktat Sumatera, 2 November 1871, pihak Belanda oleh


Inggris diberi kebebasan memperluas daerah kekuasaannya di Aceh.
Sedangkan Inggris mendapat kebebasan berdagang di Siak. Hal ini
mengganggu ketenangan Aceh, untuk itu Aceh mempersiapkan diri
mengadakan perlawanan.

3)

Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada


tahun 1869. Lalu lintas pelayaran di Selat Malaka semakin ramai semenjak
Suez dibuka dan Aceh merupakan pintu gerbang ke Selat tersebut.

4)

Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh.


Maka tanggal 26 Maret 1873 pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan
perang terhadap Aceh.

Daerah pertempuran dalam Perang Aceh,


1873 1904
dan Perang Batak (Tapanuli), 1878 1807

b. Jalannya Perlawanan
Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih
3000 orang bala tentara, serangan terhadap masjid dilakukan dan berhasil
direbut, tetapi kemudian diduduki kembali oleh pasukan Aceh. Karena
ternyata bertahan sangat kuat, serangan ditunda kembali sambil menunggu
bala bantuan dari Batavia. Akhirnya penyerbuan tak diteruskan, malahan
ekspedisi ditarik kembali.
Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan ekspedisi kedua ke Aceh
yang berkekuatan 8.000 pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada
tanggal 9 Desember 1873 ekspedisi telah mendarat di Aceh, kemudian langsung
terlibat pertempuran sengit. Belanda menggunakan meriam besar, sehingga laskar
Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak.
Akibatnya, masjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda terus bergerak dan
menyerang istana Sultan Mahmud Syah. Pasukan Aceh terdesak dan Sultan
Mahmud Syah menyingkir ke Luengbata. Daerah ini dijadikan pertahanan baru.
Namun, tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat
pada tanggal 28
Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih kecil, Muhammad Daudsyah yang
didampingi oleh Dewan Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan
masih terus dilanjutkan di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak mampu
menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya menguasai sekitar kota Sukaraja
saja. Sementara itu, di seluruh Aceh dikobarkan suatu perlawanan bernapaskan
Perang Sabilillah. Ulama-ulama terkenal, antara lain Tengku Cik Di Tiro dengan
penuh semangat memimpin barisan menghadapi serbuan tentara Belanda.
Rakyat di daerah Aceh Barat juga bangkit melawan Belanda dipimpin oleh Teuku
Umar bersama istrinya Cut Nyak Dien.
Ia memimpin serangan-serangan terhadap pos-pos Belanda
sehingga
menguasai daerah sekitar Meulaboh pada tahun 1882. Daerah-daerah lainnya di
luar Kutaraja juga masih dikuasai pejuang-pejuang Aceh.
Mayor Jenderal Van Swieten diganti Jenderal Pel yang kemudian tewas dalam
pertempuran di Tonga. Tewasnya 2 perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Kohler dan
Jenderal Pel merupakan pukulan berat bagi Belanda. Oleh karena sulitnya usaha
untuk mematahkan perlawanan laskar Aceh maka pihak Belanda berusaha
mengetahui rahasia kehidupan sosial budaya rakyat Aceh dengan cara mengirim
Dr. Snouck Hurgronye, seorang misionaris yang ahli mengenai Islam untuk
mempelajari adat-istiadat rakyat Aceh.
Dengan memakai nama samaran Abdul Gafar, ia meneliti kehidupan sosial
budaya rakyat Aceh dari bergaul dengan masyarakat setempat. Hasil penelitiannya
menyimpulkan sebagai berikut:
1). Sultan aceh tidak mempunyai kekuasaan apa-apa tanpa persetujuan dari kepala-kepala yg
menjadi bawahannya
2). Kaum ulama sangat berpengaruh pada Rakyat Aceh

c.Akhir Perlawanan
Perlawanan rakyat Aceh yang merupakan perlawanan paling lama dan
terbesar di Sumatera akhirnya mendapat tekanan keras dari Belanda. Pada
tanggal 26 November 1902, Belanda
berhasil menemukan persembunyian
rombongan Sultan dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903.
Disusul menyerahnya Panglima Polim dan raja Keumala. Sedangkan Teuku Umar
gugur karena terkena peluru musuh tahun 1899. Pada tahun 1891 Tengku Cik
Di Tiro meninggal dan digantikan putranya, yaitu Teuku Mak Amin Di Tiro.
Dengan hilangnya pemimpin yang tangguh itu perlawanan rakyat Aceh mulai
kendor, Belanda dapat memperkuat kekuasaannya.

Anda mungkin juga menyukai