Anda di halaman 1dari 32

Perlawanan Masyarakat terhadap kolonialisme

dan imperialisme
1) Perlawanan terhadap bangsa portugis

Perlawanan Bangsa Indonesia mengusir bangsa Barat


dilakukan sejak kedatangan bangsa Portugis di Indonesia
yang mengalahkan Kerajaan Malaka tahun 1511.
Perlawanan dilakukan oleh rakyat Aceh, Johor, dan rakyat
dari kerajaan-kerajaan lain terhadap kedudukan bangsa
Portugis di Pelabuhan Malaka. Perlawanan rakyat Maluku
terhadap bangsa Portugis dipimpin oleh Sultan Hairun dan
Sultan Baabullah (1575). Rakyat Maluku tidak suka
dengan kedatangan para pedagang Portugis yang ingin
menguasai sumber rempah-rempah dari Maluku. Melihat
tanda-tanda bahwa bangsa Portugis ingin memonopoli
perdagangan, perlawanan dilakukan sejak 1512. Oleh
karena peralatan perang bangsa Portugis lebih lengkap
serta tidak adanya kerja sama di antara kerajaan-kerajaan
di Maluku, perlawanan mengalami kegagalan.
Kerajaankerajaan,
. ada kata sepakat tentang cara mengusir bangsa Portugis
dari wilayah mereka.

2) perlawanan terhadap bangsa


Belanda
Setelah Belanda menang dalam pertempuran di
Maluku, Belanda kembali berkuasa yang
mengakibatkan penurunan kesejahteraan
masyarakat Maluku. Dalam menanggapi hal
tersebut, sejumlah tokoh dan pemuda Maluku
mengadakan pertemuan rahasia di Pulau Haruku.
Kemudian, pertemuan lain diadakan pada 14 Mei
1817 di Hutan Kayu Putih, Pulau Sapura. Melalui
pertemuan-pertemuan ini diputuskan untuk
melawan penjajahan Belanda yang penuh
keserakahan dan kekejaman.

Pada 15 Mei 1857, tembak-menembak terjadi


ketika Thomas Matulessy, yang lebih dikenal
sebagai Pattimura, memimpin perlawanan
melawan Belanda untuk merebut Benteng
Duurstede di Saparua. Perlawanan ini juga
meluas ke wilayah lain, termasuk penyerangan
Benteng Zeelandia di Pulau Haruku.

Belanda memobilisasi pasukan dari Ternate dan


Tidore untuk menghadapi perlawanan ini, yang
menyebabkan kekalahan bagi Pattimura.
Pattimura ditangkap dan dihukum mati,
sementara Martha Christina Tiahahu yang
melanjutkan perlawanan pun juga ditangkap
serta diasingkan ke Pulau Jawa yang akhirnya
meninggal pada 2 Januari 1818 karena mogok
makan dan penolakan membuka mulut.

A) perlawanan pada masa VOC


Karena monopoli perdagangan yang dilakukan
VOC serta usahanya untuk memperluas
daerah jajahan. Perang terhadap VOC
diantaranya adalah :1.

Perlawanan kerajaan MataramPerlawanan ini


disebabkan oleh usaha Sultan Agung
Hanyokrokusumo dari Mataram
untukmengembangkan kekuasaanya di seluruh
Jawa. Tetapi usaha ini terhalang oleh VOC yang
ada diBatavia. Untuk itu perlu dilancarkan
serangan ke Batavia guna menyingkirkan VOC
dari pulauJawa. Alasan Mataram adalah VOC
tidak mau mengakui kedaulatan kerajaan
Mataram dan berusaha memonopoli
perdagangan di Jawa.Serangan kerajaan
Mataram terjadi 2 kali, Tahun 1627 dipimpin
Tumeng gung Bahurekso, SuroAgul-Agul, Dipati
Uposonto, Dipati Mandurejo,dan Dipati Ukur.
Serangan pertama gagal
karena banyak persediaan
makanan pasukan Mataram di bakar
Belanda,jarak Mataram VOC yang jauhdan kalah
persenjataan perang. Pada serangan kedua
dipimpin Pangeran Puger dan PangeranPurboyo
berhasil mengepung Batavia berhari-hari dalam
serangan ini Gubernur Jenderal BelandaJ.P Coen
tewas terkena penyakit kolera.Sepeninggal
Sultan Agung, penggantinya yaitu Sultan
Amangkurat Mas I justeru bersedia bekerjasama
dengan Belanda. Hal ini menimbulkan
kemarahan rakyat khususnya
daerah Pantura,mereka bangkit melawan
Belanda dipimpin Trunojoyo yang dibantu
pasukan Makasar dipimpinKraeng Galesung dan
berhasil menguasai ibukota kerajaan
Mataram.Pengganti Amangkurat Mas I adalah
Amangkurat Mas II. Ibukota Mataram dipindah ke
Surakartaia berhasil menyingkirkan Trunojoyo
berkat bantuan Belanda. Tetapi Amangkurat Mas
II sadar,kerjasama dengan Belanda lebih banyak
ruginya maka ketika Untung Suropati melawan
Belandaia justeru mendukung dan kapten Tack
berhasil dibunuh. Belanda berusaha memecah
belahkerajaan Mataram, maka ketika terjadi
perang yang dipimpin Pangeran Mangkubumi dan
Raden Mas Saiddiselesaikan dengan perjanjian
Gianti dan perjanjian Salatiga. Perjanjian Gianti
berisi kerajaanMataram dibagi menjadi 2
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta. P.Mangkubumimenjadi raja di
Kasultanan Yogyakarta bergelar Sri Sultan
Hameng ku Buwono I, sedang perjanjian Salatiga
membagi kasunanan Surakarta mnjadi 2 yaitu
Kasuna nan Surakarta danMangkunegaran,
Raden Mas Said menjadi raja Mangkunegaran
bergelar Sri Mangkunegoro
kerajaan Mataram, maka ketika terjadi perang
yang dipimpin P.Mangkubumi dan Raden Mas
Saiddiselesaikan dengan perjanjian Gianti dan
perjanjian Salatiga. Perjanjian Gianti berisi
kerajaanMataram dibagi menjadi 2 Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
P.Mangkubumimenjadi raja di Kasultanan
Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hameng ku
Buwono I, sedang perjanjian Salatiga membagi
kasunanan Surakarta mnjadi 2 yaitu Kasuna nan
Surakarta danMangkunegaran, Raden Mas Said
menjadi raja Mangkunegaran bergelar Sri
Mangkunegoro

B) perlawanan pada masa hindia


Belanda
1) perang padri
Pada 1821, kelompok pembaharu Islam di
Sumatera Barat melakukan perlawanan terhadap
Belanda.
Kejadian ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol
(M. Syahab), Tuanku nan Cerdik, Tuanku
Tambusai dan Tuanku nan Alahan.
Perlawanan ini berhasil mendesak benteng-
benteng milik Belanda dan meminta negosiasi
untuk berdamai.
Namun Belanda kembali menyerang dan Tuanku
Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke
Priangan.
Akhirnya perang Padri berakhir dengan
kekuasaan Belanda yang semakin meluas.
2) Perang Aceh
Perang ini merupakan wujup perlawanan
kesultanan Aceh kepada Belanda.
Pertempuran yang berlangsung lebih dari tiga
dekade itu, muncul tokoh-tokoh perjuangan dan
pemimpin Perang Aceh.
Beberapa di antaranya adalah Sultan Mahmud
Syah, Teuku Umar, Cut Nyak Dien dan Cut Meutia.
Namun pada akhir masa perang, Sultan Alauddin
Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem
menyerah setelah tekanan yang bertubi-tubi.
Akhirnya pemerintah Belanda semakin
menanamkan kekuasaannya di seluruh wilayah
Kesultanan Aceh

3) Perang Dipenogoro
Perang ini meletus pada 20 Juli 1825 saat
Belanda datang ke Tegalrejo untuk menangkap
Pengerang Dipenogoro.
Namun, akhirnya perang besar terjadi dan
Tegalrejo berhasil dikuasai Belanda.
Setelah perang besar terjadi, Pangeran
Dipenogoro dibujuk untuk menyerah.
Akhirnya Pangeran Dipenogoro ditangkap dan
diasingkan ke Makassar.
Perang ini terjadi selama lima tahundan menjadi
perang terbesar yang pernah terjadi di masa
pemerintahan Hindia Belanda.

1) Perlawanan rakyat aceh


Penyebab Terjadinya Perang Aceh
Sejak abad ke-17, Belanda sudah berusaha
menanamkan kekuasaannya di Aceh. Hal itu
karena Aceh merupakan pusat perdagangan yang
ramai, maka Aceh adalah tempat yang strategis
Selain itu, Aceh juga memiliki banyak kekayaan
alam, seperti lada, hasil tambang, serta hasil
hutan yang melimpah sehingga Belanda sangat
ingin menguasainya untuk mewujudkan Pax
Neerlandica.

Namun hal tersebut tidak semudah yang


dibayangkan Belanda. Sebab rakyat Aceh
menunjukkan segala upaya untuk
mempertahankan kedaulatannya. Pada masa itu,
Belanda juga memiliki kendala yaitu Traktat
London yang disetujui pada 17 Maret 1824.

Traktat London adalah kesepakatan antara


Inggris dan Belanda mengenai pembagian
wilayah jajahan Nusantara dan Semenanjung
Malaya. Berdasarkan traktat tersebut, Belanda
tidak bisa mengganggu Aceh, karena wilayah
tersebut telah masuk ke bagian jajahan Inggris.

Namun meskipun begitu, Traktat London rupanya


tidak menghentikan Belanda, mereka mulai
menguasai daerah Sibolga, pedalaman Tapanuli,
Tanah Batak, Singkit, Barus, Serdang, dan
Asahan.

Di tahun 1858, Belanda juga mengadakan


perjanjian dengan Sultan Siak dan sampai pernah
mengakui kedaulatan Belanda di Sumatra Timur.

Tidak berhenti sampai di situ, Belanda akhirnya


mengumumkan peperangan terhadap rakyat
Aceh. Dinilai mudah dikalahkan, ternyata Aceh
memiliki semangat tinggi untuk mendapatkan
Kembali tanah Aceh.

Dengan adanya barisan pemuda dan para


pemimpin Aceh, perang ini menjadi salah satu
perang terberat bagi Belanda dan dalam sejarah
perang Aceh.

Jalannya Perang Aceh


Perang dimulai pada 5 April 1857, di mana
pasukan Belanda di bawah kepemimpinan Mayor
Jenderal J.H.R Kohler mulai menyerang Aceh.
Dengan kekuatan yang ada, para pejuang Aceh
pun tidak tinggal diam dan mampu memberikan
perlawanan sengit.

Belanda sempat melakukan penyerangan ke


Masjid raya Baiturrahman, dan sempat
menginstruksikan anak buahnya untuk
menembakkan peluru ke arah Masjid. Akibatnya,
masjid mulai terbakar dan pasukan Aceh mulai
berbondong-bondong meninggalkan masjid.

Belanda akhirnya berhasil menguasai masjid


pada 14 April 1873. Namun Mayor Jenderal
Kohler diketahui tewas dalam sengitnya
pertempuran di masjid ini.

Setelah berhasil menguasai masjid, 9 Desember


1873 pasukan Belanda pun Kembali mendarat di
Pantai Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh Letnan
Jenderal J.van Swieten, seorang pemimpin baru
yang akan mengepalai pergerakan Belanda.

Melihat kedatangan Belanda, pasukan Aceh pun


tidak tinggal diam hingga akhirnya meluncurkan
berbagai serangan. Namun sayangnya pasukan
Aceh harus mengalah dan mundur karena
persenjataan Belanda jauh lebih lengkap.

Pada 24 Januari 1874, pasukan Belanda Kembali


menduduki istana. Sultan Mahmud Syah II
bersama para pejuang lain telah terlebih dahulu
meninggalkan istana hingga pada akhirnya 4 hari
setelahnya Sultan wafat akibat wabah kolera.

Setelah berhasil menguasai Masjid dan istana,


Belanda akhirnya mengangkat putra mahkota
Muhammad Daud Syah sebagai Sultan Aceh.
Namun karena beliau masih di bawah umur,
Tuanku Hasyim Banta Muda pun diangkat
sebagai walia atau pemangku sultan sampai
tahun 1884.

Tidak berhenti sampai di sini, Belanda pun terus


melanjutkan perang sampai ke daerah hulu.
Posisi Letnan Jenderal Van Swieten pun sudah
digantikan dengan Jenderal Pel. Setelah itu
mereka pun mulai membangun pos-pos
pertahanan di Kutaraja, Krueng Aceh, dan
Meuraksa dengan kekuatan sekitar 2.759
pasukan.
Melihat pertambahan pasukan Belanda, pejuang
Aceh pun tidak gentar dan tetap semangat. Di
Aceh Barat peperangan dipimpin oleh Teuku
Umar dan istrinya Cut Nyak Dien hingga meluas
sampai ke Meulaboh. Dengan semangat jihad,
mereka pun menerapkan strategi baru yang
disebut Konsentrasi Stelsel.

Berbagai kegagalan dalam pertempuran melawan


rakyat Aceh akhirnya membuat Belanda mulai
geram dan menugaskan Dr. Snouck Hurgronje
untuk menganalisis kelemahan dari pasukan
Aceh. Akhirnya, ia pun mengusulkan beberapa
cara untuk menaklukkan Aceh, yaitu:

Memecah belah persatuan dan kekuatan


masyarakat Aceh karena dalam lingkungan
masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara
kaum bangsawan, ulama dan rakyat.
Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam
memimpin perlawanan harus dengan kekerasan,
yaitu dengan kekuatan senjata
Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan
keluarganya dengan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk masuk ke dalam korps
pamong praja di pemerintah kolonial.
Untuk melaksanakan usulan-usulan tersebut,
pada 1898 Kolonel J.B van Heutsz diangkat
sebagai Gubernur Sipil dan Militer Aceh. Dengan
berbagai macam persiapan akhirnya mereka pun
melancarkan beberapa serangan untuk
menggempur Aceh.

Di bagian Aceh Barat, Teuku Umar juga


merencanakan penyerangan besar-besaran ke
Meulaboh. Namun ternyata rencana ini berhasil
diketahui Belanda dan malah terjadi serangan
balik yang sengit pada 1899.

Dalam pertempuran tersebut akhirnya Teuku


Umar pun gugur, sedangkan pasukan Cut Nyak
Dien terus melakukan perlawanan.

Di bawah kepemimpinan Muhammad Daud Syah


dan Panglima Polem perang gerilya terus
dilakukan, sampai akhirnya Muhammad Daud
menyerah. Sementara Panglima Polem ditangkap
bersama istri dan keluarganya.

Akhir Perang Aceh


Perang mulai mereka setelah Cut Nyak Dien
berhasil ditangkap lalu diasingkan oleh Belanda
sampai akhirnya wafat pada 8 November 1908.
Perang selanjutnya dilanjutkan oleh Cut Nyak
Meutia dan Pang Nanggroe.
Sampai pada akhirnya Oktober 1910, keduanya
gugur dan perang resmi berakhir secara massal
pada tahun tersebut.

2) Perlawanan rakyat Sumatra


utara
Perlawanan rakyat Tapanuli melawan belanda
disebabkan oleh agama Batak kuno yang dianut
masyarakat terancam oleh kehadiran agama
Kristen Sisingamangaraja XII sebagai raja Batak
menolak adanya upaya penyebaran agama
Kristen yang dilakukan oleh misionaris Belanda
di wilayah Batak. Hal tersebut dilakukan karena
Sisingamangaraja khawatir kepercayaan dan
tradisi animisme rakyat Batak akan terkikis oleh
perkembangan agama Kristen

Jalannya perang

Menanggapi tindakan pengusiran oleh


Sisingamangaraja, para misionaris meminta
perlindungan dari pemerintah Kolonial Belanda.

Pada 6 Februari 1878 pasukan Belanda tiba di


Pearaja (pedalaman Sumatra Utara) dan
bergabung dengan kaum misionaris Belanda.
Kedatangan tentara Belanda di wilayah Batak
telah memprovokasi Sisingamangara sehingga ia
mengumumkan perang pada 16 Februari 1878
dengan melakukan penyerangan ke pos-pos
Belanda di Bahal Batu.

Dalam buku Sejarah Nasional Jilid IV (1984)


karya Marwati Djoened Poesponegoro dkk,
pasukan Sisingamangaraja bergabung dengan
pejuang Aceh pada Desember 1878 untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda Aliansi
Sisingamangaraja dan Aceh mampu menduduki
wilayah pedalaman Sumatera Utara, namun saat
masuk wilayah kota pasukan ini dapat dipukul
mundur oleh Belanda.

Perang Batak antara pasukan Sisingamangaraja


dan Belanda berjalan seimbang selama tahun-
tahun 1880-an. Serangan Sisingamaraja pada
Agustus 1889 mampu meduduki daerah Lobu Talu
dan membunuh beberapa tentara Belanda.

Namun pendudukan Lobu Talu tidak berlangsung


lama karena Belanda kembali mendatangkan
bantuan dari Padang untuk merebut kembali
Lobu Talu dari tangan Sisingamangaraja.
Akhir perang Batak

Perlawanan Sisingamagaraja dalam Perang


Batak mulai meredup semenjak wilayah Huta
Paong diduduki oleh Belanda pada September
1889.

Pasca pendudukan Huta Paong, Belanda terus


memburu Sisingamangaraja dan pasukannya
hingga terjadi pertempuran di daerah Tamba.
Dalam pertempuran tersebut pasukan Batak
mengalami kekalahan dan melarikan diri menuju
daerah Horion.

Belanda terus melacak arah pelarian


Sisingamangaraja dan pasukannya. Bahkan,
pihak Belanda menggunakan orang-orang dari
Senegal, Afrika untuk membantu pelacakan.

Tahun 1907, Belanda mampu mengepung


Sisingamangaraja XII di daerah Dairi, namun ia
tak mau menyerahkan diri. Sisingamangaraja
beserta pasukannya bertarung hingga titik darah
penghabisan dan meninggal pada pengepungan
tersebut
3) Perlawanan rakyat Sumatra
barat
Sejarah Perang Padri
Pertentangan kaum Padri dan kaum Adat telah
ada sejak awal abad ke-19. Dalam pandangan
kaum Padri, kaum adat dianggap menjalankan
penyimpangan ajaran Islam, salah satunya
sabung ayam.

Hal tersebut yang melatarbelakangi kaum Padri


untuk segera memberantasnya. Sebaliknya,
kaum adat tetap ingin berpegang teguh dengan
pemahaman mereka dan menolak gerakan kaum
Padri.

Pertentangan ini dimanfaatkannya oleh Belanda


dengan mengangkat salah satu residennya di
Minangkabau, yaitu James Du Puy. Setelah hal ini
terjadi, Belanda pun berhasil menduduki
beberapa daerah dan ikut serta dalam Perang
Padri.

Perang Padri sendiri terbagi atas dua periode,


yaitu periode pertama 1821-1825 dan periode
kedua 1830-1837. Namun kemudian, Belanda
menghentikan perang sementara pada 1825-1830
karena terjadi Perang Diponegoro di Jawa.

Berikut kronologi sejarahnya.

Perang Padri Periode Pertama (1821- 1825)


Periode pertama, Perang Padri dipimpin oleh
Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, dan
Tuanku Imam Bonjol. Pada periode ini, kaum
Padri mulai menyerang pos-pos Belanda dan
melakukan pencegatan terhadap patroli-patroli
mereka.

Pada September 1821, pos-pos Belanda di


Simawang menjadi sasaran penyerangan dengan
menggerakkan sekitar 20 ribu hingga 25 ribu
pasukan. Sedangkan Belanda memiliki pasukan
sebanyak 200 serdadu Eropa ditambah dengan
pasukan kaum Adat sekitar 10 ribu orang.

Perang ini menghabiskan banyak korban jiwa. Di


dalam pasukan Tuanku, sebanyak lebih dari 350
prajurit gugur. Hal ini pun terjadi pada pasukan
Belanda, hingga sedikit sekali pasukan yang
tersisa.
Setelah beberapa peperangan berikutnya terjadi,
memasuki tahun 1825 Pemerintah Belanda mulai
kesulitan dengan meletusnya Perang Diponegoro
di waktu yang bersamaan.

Akhirnya Belanda dan kaum Padri pun membuat


perjanjian damai yang berisi bahwa mereka
akhirnya mengakui kekuasaan tuanku-tuanku fi
Lintau, IV Koto, Telawas, dan Agam.

Namun perdamaian keduanya malah


mengecewakan kaum Adat. Kaum Adat menilai
Belanda hanya mementingkan kepentingannya
sendiri dan ingkar janji.

10 Nama Pahlawan Nasional dan Asalnya, dari


Jawa hingga Aceh
Perang Padri Periode Kedua (1830-1837)
Belum berakhir sampai di situ, Perang Padri pun
kembali berlanjut dengan persatuan kaum Adat
dan kaum Padri. Akibatnya, kedudukan Belanda
di Sumatra Barat mulai terusik dan mendapatkan
banyak tekanan.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jenderal


Johannes van den Bosch akhirnya mengangkat
Kolonel G.P Jacob Elout sebagai pimpinan
tertinggi militer di Sumatera Barat. Salah satu
tugas pertamanya adalah menghalangi perluasan
kekuasaan oleh kaum Padri.

Setelah itu, Belanda pun kian menggencarkan


serangannya lantaran bantuan pasukan dari
Jawa di pihak kaum Padri sudah mulai
berdatangan.

Pada akhir tahun 1834, Belanda memusatkan


kekuatannya untuk menguasai Bonjol. Belanda
akhirnya mulai menguasai sebagian daerah dan
menutup jalan penghubung ke daerah lain. Hal ini
pun menyulitkan kaum Padri hingga akhirnya
terkepung.

Setahun setelahnya, Benteng Bonjol akhirnya


diserang meriam Belanda. Namun hal itu tidak
menghentikan peperangan hingga akhir 1836.

Tertulis dalam sejarah Perang Padri, kaum Padri


terus berusaha mempertahankan wilayah
Minangkabau di bawah kepemimpinan Tuanku
Imam Bonjol.

Hingga akhirnya pada 10 Agustus 1837, Tuanku


Imam Bonjol sempat berunding dengan Belanda
tetapi mengalami kegagalan. Hal ini lantas
mencetus kembali peperangan antara kedua
pihak hingga Oktober 1837.

Namun, Benteng Bonjol dikepung dan berhasil


dikuasai oleh pasukan Belanda. Demi
menyelamatkan kaum Padri, Tuanku Imam Bonjol
dan beberapa pejuang lainnya akhirnya menyerah
pada 25 Oktober 1837.

Setelah resmi menyerah, Tuanku Imam Bonjol


menyerahkan diri hingga akhirnya dibuang ke
Cianjur, Ambon, dan Manado. Setelah itu, Tuanku
Imam Bonjol dinyatakan wafat di Manado pada 6
November 1864.

Perang Padri sendiri masih berlangsung sampai


tahun 1838, meskipun akhirnya tetap harus
menerima kenyataan bahwa mereka belum bisa
mengalahkan Belanda.

Demikian sejarah Perang Padri yang tercatat


dengan lengkap dalam catatan historis
Indonesia. Meski tidak membuahkan
kemenangan, ada begitu banyak pelajaran yang
bisa kita ambil dari terjadinya peristiwa
bersejarah ini.
4) Perlawanan rakyat Sumatra
Selatan
Perlawanan bangsa Indonesia terhadap
bangsa Belanda
Konflik Bermula karena Palembang memiliki arti
penting bagi pemerintah Hindia Belanda Karena
posisinya menghubungkan wilayah kekuasaan
Belanda di Jawa dan Sumatera serta memiliki
pertambangan timah di Bangka dan Belitung
yang ingin dikuasai oleh Belanda, Palembang
juga merupakan salah satu wilayah strategis di
Indonesia Palembang juga kaya akan sumber
Alamnya.Oleh karena itu kedatangan Belanda di
Palembang bertujuan untuk menguasai
perdagangan timah serta pemerintahan di
Kesultanan.

Perang Menteng adalah perang yang dimaksud


untuk mengusir orang-orang Belanda di bawah
pimpinan Herman Warner Muntinghe.

Latar belakang perang Menteng


Latar belakang perang Menteng didorong oleh
penemuan timah di Bangka pada pertengahan
abad ke-18.Sejak saat itu, Inggris dan Belanda
telah mengincar Palembang untuk menjadi
wilayah kekuasaan mereka.
Awal mula penjajahan ditandai dengan
penempatan Loji atau kantor dagang di
Palembang. Loji pertama milik Belanda terletak
di sungai Aur.
Thomas Stamford Raffles, sebagai perwakilan
Inggris, berusaha membujuk Sultan Baharudin
agar mengusir Belanda dari Palembang
Namun, Kesultanan Palembang dengan tegas
mengatakan bahwa mereka tidak ingin terlibat
dalam konflik antara Inggris dan Belanda.
Bersamaan dengan lepasnya Indonesia dari
tangan Belanda pada awal abad ke-16 Inggris
akhirnya berhasil menduduki Palembang dan
membentuk sebuah perjanjian pada 14 Mei 1812.
Lewat perjanjian ini Inggris terpaksa harus
menyerahkan Palembang kepada Belanda.
Belanda kemudian mengangkat Herman Warner
Muntinghe sebagai komisaris di Palembang.
Sebagai komisaris baru di Palembang,Muntinghe
mulai menjajah pedalaman wilayah Kesultanan
Palembang.
Muntinghe berdalih bahwa penjajahan
merupakan bagian dari bentuk inventarisasi
wilayah padahal untuk menguji kesetiaan Sultan
Baharudin.
Suatu hari di daerah Muara Rawas muntinghe
memaksa Kesultanan Palembang menyerahkan
putra mahkota sebagai jaminan supaya
Kesultanan Palembang selalu setia terhadap
Belanda. Mengetahui hal itu Sultan Baharuddin
semakin kesal, terutama setelah ada seorang
ulama yang ditembak mati belanda tanpa alasan
yang jelas.
Hal itulah yang menjadi penyebab Perang
Menteng pada 12 Juni 1819.

Kronologi pertempuran di mulai pada tanggal 12


Juni 1816 di mana sekitar 200 prajurit Belanda
dikirim untuk menyerang pertahanan Kesultanan
Palembang di Kuto besak.

Pertempuran terus berlanjut sampai hari esok


tetapi pertahanan Palembang masih sulit
ditembus sampai akhirnya Muntinghe kembali ke
Batavia dengan kekalahan.

Belanda merasa tidak terima dengan kekalahan


ini sehingga muntinghe berdiskusi dengan
gubernur jenderal Hindia Belanda Van der
capellen.
Hasilnya adalah Belanda akan melakukan
serangan balik dengan kekuatan berlipat
ganda.Belanda mengirim sebanyak 2000 pasukan
dan puluhan kapal tempur dengan tujuan
meluluhlantakan Kesultanan Palembang. Di saat
yang sama Sultan Baharudin juga sudah bersiap
Apabila ada serangan balik dari pihak Belanda.

Persiapan yang dilakukan adalah restrukturisasi


pemerintahan dan pembangunan perbentengan
di antara Pulau Kemaro dan Plaju, yang menjadi
jalur masuk ke kota Palembang.

Sultan juga memerintahkan pasukannya untuk


membuat pancang-pancang kayu yang berfungsi
untuk menahan kapal-kapal Belanda. Pada 21
Oktober 1819, pertempuran keduanya terjadi di
Sungai Musi yang kembali berakhir dengan
kekalahan Belanda.

Belanda yang dipimpin oleh Wolterback,


memutuskan untuk mundur ke Batavia tetapi
kembali ke Palembang pada 9 Mei 1821 di bawah
pimpinan Mayjen de Kock.

Di akhir pertempuran pada 21 Oktober 1819


Sultan Baharudin mengangkat
putranya,Pangeran Ratu, menjadi Sultan di
Palembang dengan gelar Ahmad Najamudin. Hal
ini sengaja dilakukan agar Bahrudin lebih fokus
memimpin perlawanan Kesultanan Palembang
untuk mengusir Belanda.

Baharudin memperkuat banteng-banteng di Pulau


Kembara dan Plaju dengan Maryam Maryam
serta menyiapkan sekitar 7000 hingga 8000
pasukan.
Pada 22 Mei 1821 Dekok dengan armadanya
sampai di Sungai Musi yang langsung disambut
dengan tembakan meriam.Meriam dari pasukan
Baharudin tidak hanya menghancurkan formasi
Armada decok tapi membuat mereka kewalahan
dan memilih mundur. Akan tetapi,langkah itu
ternyata hanya taktik dari pihak Belanda untuk
mengatur kembali strategi penyerangan.

Pada 24 Juni 1821 dini hari tiba-tiba Belanda


memberikan Serangan yang membuat Palembang
mengalami kekalahan.Penyebab kekalahan
Kesultanan Palembang dalam perang Menteng
adalah serangan mendadak dari Belanda yang
membuat berunding berhasil ditangkap. Barudin
bersama keluarganya termasuk Sultan Ahmad
najamuddin di bawah ke Batavia sebelum
akhirnya diasingkan ke Ternate pada 3 Juli 1821
hingga akhir hayatnya.

Akibat dari peperangan ini Palembang jatuh ke


tangan Belanda Kemudian pada 7 Oktober 1823,
Kesultanan Palembang resmi dihapus oleh
Belanda dan Kuto tengkuruk dihancurkan hingga
rata dengan tanah.

5) Perlawanan rakyat jawa


Perang Diponegoro diawali dari 20 Juli 1825,
dimana istana mengutus dua bupati senior untuk
memimpin pasukan Jawa – Belanda menangkap
Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di
Tegalrejo. Perjuangan Diponegoro dibantu oleh
Kyai Mojo yang merupakan tokoh spiritual
pemberontakan. Pada tahun 1829, Kyai Mojo
ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran
Mangkubumi dan Alibasah Sentot Prawirodijo.
Pada tanggal 21 September 1829, Belanda
membuat sayembara hadiah 50.000 gulden bagi
siapa saja yang dapat menangkap Diponegoro
dalam keadaan hidup atau mati. Pada tanggal 16
Februari 1830, melihat keadaannya yang
melemah, Pangeran Diponegoro setuju untuk
bertemu dengan utusan Jenderal de Kock,
Kolonel Baptist Cleerens. Pertemuan dilakukan
beberapa kali dengan Jenderal de Kock untuk
mengadakan gencatan senjata.

6) perlawanan rakyat bali


Bali berada dalam masa kolonialisme
selama kurun waktu 37 tahun.
Sayangnya setiap perlawanan yg di
lakukan rakyat bali di akhiri dengan
kekalahan namun pada tanggal 1946
Pertempuran sengit kembali,
pertempuran itu di sebut dengan
Puputan margarana yg di pimpin oleh
kolonel i Gusti Ngurah Rai.pertempuran
itu terjadi sangat sengit. Namu
sayangan pertempuran tidak berakhir
cukup baik, di mana kolonel i Gusti
Ngurah Rai memutuskan untuk
melakukan Puputan atau perang habis
habisan,beliau pun gugur bersama 96
orang pasukan nya.
7) Perlawanan rakyat Kalimantan
Mengutip buku Sejarah Daerah
Kalimantan Selatan oleh Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan
Daerah Depdikbud (1977 : 53-55),
perlawanan rakyat Kalimantan
terhadap Belanda dipicu oleh beberapa
hal, yaitu:

Campur tangan Belanda terhadap


politik kerjaan.

Masuknya kegiatan ekonomi asing


dalam bentuk tambang modern.

Perkembangan missi dan zending.

Rencana Belanda untuk menghapus


pemungutan bea cukai dengan
mengganti dengan uang tahunan.

Campur tangan tersebut meresahkan


rakyat Kalimantan, khususnya
golongan kerajaan yang merasa bahwa
adat tradisinya dirusak. Sementara itu
rakyat juga kecewa karena politik
Belanda dipaksakan pada kraton.

Akhirnya, rakyat Kalimantan


melangsungkan Perang Banjar yang
dipimpin oleh Pangeran Antasari untuk
merebut hak-hak tradisional mereka.

Namun, perang di daerah Banjir-Hulu


Sungai ini selesai pada 1865. Setelah
sebelumnya Sultan Tamjid dibuang ke
Bogor, Pangeran Hidayat ke Cianjur,
Pangeran Aminullah ke Surabaya, dan
hukuman mati untuk beberapa
pimpinan.

Perlawanan rakyat Kalimantan tetap


berlanjut di hulu Barito. Kelompok
Pangeran Antasari melanjutkan tradisi
Banjar dengan cara lain, yaitu:
Menjadikan Pangeran Antasari sebagai
raja Kerajaan Banjar.

Melakukan perlawanan dengan


mengorganisasikan suku-suku Dayak
untuk melawan Belanda.

Pada 1862, Pangeran Antasari


meninggal dunia. Namun, perang dan
kerajaan Banjar baru berakhir pada
1905 setelah Menawing jatuh di tangan
pasukan Marsose.
8) Perlawanan rakyat Sulawesi
Selatan
Perlawanan rakyat Sulawesi menjadi
salah satu perjuangan yang dilakukan
bangsa ini sebelum mencapai
kemerdekaannya. Perlawanan tersebut
bermula dari adanya Perjanjian
Bongaya pada tahun 1667.Pada tahun
1824, Gubernur Jenderal van der
Capellen bergegas menuju Makassar
untuk memperbarui Perjanjian
Bongaya. Ia berpendapat bahwa isi dari
perjanjian tersebut tidak sesuai
dengan sistem imperialisme
pemerintahan Belanda.sayang nya
setelah banyak nya upaya kerajaan
Bone di Sulawesi berhasil di ambil alih
Belanda pada tahun 1825.
9) Perlawanan rakyat maluku
Latar belakang perlawanan rakyat
Maluku mengusir bangsa Belanda
karena adanya praktik monopoli dan
sistem pelayaran Hongi yang membuat
rakyat sengsara. Belanda
melaksanakan sistem penyerahan
wajib sebagian hasil bumi terutama
rempah- rempah kepada VOC.

Kompeni juga melangsungkan sistem


pelayaran Hongi (hongitochten).
Perlawanan rakyat Maluku muncul
pada tahun 1635 di bawah pimpinan
Kakiali, Kapitan Hitu. Saat Kakiali
tewas terbunuh, perjuangannya
dilanjutkan Kapitan Tulukabessy.
Perlawanan ini baru dapat dipadamkan
pada tahun 1646. Sampai akhir abad
ke-18 tak terdengar lagi perlawanan
pada VOC.
Tak sampai di situ, Belanda terus
membawa pasukan dari Ambon hingga
Jawa demi mengalahkan rakyat
Maluku. Peristiwa ini menjalar ke kota
lainnya di Maluku, seperti Ambon,
Seram, dan pulau lainnya agar rakyat
Maluku mundur.

Rakyat Maluku pun mundur karena


kekurangan pasokan makanan. Demi
menyelamatkan rakyat dari kelaparan,
Thomas Mattulessia atau Patimurra
menyerahkan diri dan dihukum mati.

Anda mungkin juga menyukai