KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2022/2023 A. Perlawanan Indonesia terhadap Portugis 1. Perlawanan Rakyat Aceh Sejak portugis datang di Malaka pada tahun 1511 M banyak pedagang muslim yang berpindah ke Aceh. Karena hal itu Aceh mengalami perkembangan yang pesat. Pesatnya perkembangan perdagangan Aceh mengakibatkan pada tahun 1523 dan 1524 portugis menyerang Aceh namun selalu mengalami kegagalan. Persaingan perdagangan antara Portugis dan Aceh berakhir dengan permusuhan. Bahkan kesultanan Aceh telah menyusun rencan mengusir Portugis seperti : • Melengkapi kapal dagang aceh dengan senjata, meriam dan prajurit • Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan para ahli dari turki pada tahun 1567 • Mendatangkan bantuan persejataan dari kalikut dan jepara. • Kemudian aceh melakukan penyerangan terhadap portugis di Malaka pada tahun 1568 M. Namun serangan ini mengalami kegagalan. Kemudian pada tahun 1569 M Portugis menyerang balik Aceh dan berhasil di gagalkan oleh Pasukan Aceh. Kemudian Pada Tahun 1629 Aceh menggepur Portugis di Malaka. Serangan ini membuat portugis kewalahan. Namun serangan ini berhasil digagalkan. • Selain melalui medan pertempuran Aceh juga melakukan langkah- langkah lain sebagai berikut : ➢ Blokade perdagangan ➢ Melarang wilayah kekuasaan Aceh menjual Lada dan Timah kepada Portugis • Langkah-langkah ini tidak berhasil karena terdapat raja-raja daerah yang sembunyi-sembunyi menjual lada dan timah ke Portugis. 2. Serangan Adipati Unus di Malaka Ketika malaka jatuh ke tangan portugis muncul solidaritas kerajaan- kerajaan Islam di Nusantara seperti: Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak. Mereka bersekutu untuk melawan Portugis. Sultan Demak Raden Patah mengirim putranya Adipati Unus untuk menyerang portugis di Malaka. Adipati Unus melakukan serangan pada tahun 1512 dan 1513. Dengan kekuatan tempur 100 Kapal Laut dan lebih dari 10.000 Prajurit. Namun mengalami kegagalan hal itu disebabkan oleh: a. Persiapan yang tidak matang b. Jarak terlalu jauh c. Kalah persenjataan 3. Perlawanan Fatahillah (1527-1570) Demak mengirim Fatahillah ke Sunda Kelapa untuk menggalkan kerjasama Portugis di Sunda Kelapa. Fatahillah mengadakan serangan dan berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. 4. Perlawanan Maluku Portugis melakukan kesewenangan-wenangan di Ternate. Banyak sikap-sikap portugis yang tidak disenengi ternate seperti : • Melakukan monopoli perdagangan • Ikut camput tangan dalam pemerintahan • Membenci pemeluk islam • Sewenang-wenang terhadap rakyat • Serakah dan sombong Akibat dari sikap tersebut setiap kehendak Portugis ditolak oleh Raja Ternate. Bahkan Rakyat ternate dipimpin Sultan Hairun bekerja sama dengan Tidore untuk melawan Portugis. Perlawanan ini membuat Portugis terdesak dan meminta bantuan Malaka. Pasukan dari malaka datang dengan dipimpin oleh Antonio Galvao. Pasukan ini berhasil mengalahkan ternate dan menduduki ternate selama 4 Tahun. Pada masa kepemimpinan Galvao Rakyat Maluku bersahabat dengan Portugis. Namun setelah Galvao diganti hubungan harmonis kembali sobek akibat nafsu serakah orang-orang portugis dan memaksa sultan Hairum menerima Kekuasaan Portugis dan hanya menjual cengkeh dan pala ke Portugis. Pada tahun 1565 M Portugis semakin terdesak dan harus menjalankan perundingan. Perundingan antara Portugis dan Ternate mulai berjalan. Akan tetapi dalam perundingan tersebut Sultan Hairun dibunuh secara licik. Tebunuhnya Sultan membuat amarah rakyat Maluku berkobar. Rakyat ternate dengan dipimpin Sultan Baabullah memimpin perlawanan rakyat. Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis. Selama lima tahun orang portugis mampu bertahan di dalam benteng akan tetapi pada tahun 1575 karena kehabisan bekal orang-orang portugis menyerah. Kemudian Portugis menetap di Timor-timur. B. Perlawanan Indonesia terhadap Belanda 1. Perang Padri Perang Padri diawali dengan konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat terkait pemurnian agama Islam di Sumatra Barat. Kaum Adat masih sering melakukan kebiasaan yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi dan mabuk-mabukan. Kaum Padri yang terdiri dari para ulama menasehati Kaum Adat untuk menghentikan kebiasaan tersebut, Kaum Adat menolaknya, sehingga terjadi perang yang berlangsung tahun 1803– 1821. Perang diakhiri dengan kekalahan Kaum Adat. Kondisi tersebut lalu dimanfaatkan Belanda untuk bekerja sama dengan Kaum Adat guna melawan Kaum Padri. Belanda memang bertujuan untuk menguasai wilayah Sumatra Barat. Salah satu tokoh pemimpin Kaum Padri adalah Tuanku Imam Bonjol. Fase perang ini berlangsung tahun 1821–1838. Sekitar tahun 1833 atau menjelang tahun- tahun terakhir perang, Tuanku Imam Bonjol mengajak Kaum Adat agar menyadari tipuan Belanda dan akhirnya bersatu melawan Belanda. Perang diakhiri dengan kekalahan di pihak Kaum Padri dan Kaum Adat karena militer Belanda yang cukup kuat. 2. Perang Pattimura Pada 1817, Belanda berusaha menguasai Maluku dengan monopoli perdagangan. Rakyat Maluku yang dipimpin Thomas Matulessy (Pattimura) menolaknya dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pertempuran sengit terjadi di Benteng Duurstede, Saparua. Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran, sehingga rakyat Maluku terdesak. Perlawanan rakyat Maluku melemah akibat tertangkapnya Pattimura dan Martha Christina Tiahahu. 3. Perang Diponegoro Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dialami Belanda. Perlawanan ini dipimpin Pangeran Diponegoro yang didukung pihak istana, kaum ulama, dan rakyat Yogyakarta. Perang ini terjadi karena Belanda memasang patok-patok jalan yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro. Perang ini terjadi tahun 1825–1830. Pada tahun 1827, Belanda memakai siasat perang bernama Benteng Stelsel, yaitu mendirikan benteng di setiap daerah yang dikuasai untuk mengawasi daerah sekitarnya. Antara satu benteng dan benteng lainnya dihubungkan pasukan gerak cepat, sehingga ruang gerak pasukan Diponegoro dipersempit. Benteng Stelsel belum mampu mematahkan serangan pasukan Diponegoro. Belanda akhirnya menggunakan tipu muslihat dengan cara mengajak berunding Pangeran Diponegoro, padahal sebenarnya itu berupa penangkapan. Setelah penangkapan, perlawanan pasukan Diponegoro mulai melemah. Pada akhirnya, Belanda dapat memenangkan perang tersebut, namun dengan kerugian yang besar karena perang tersebut menguras biaya dan tenaga yang banyak. 4. Perang Jagaraga Bali Perang ini terjadi akibat protes Belanda terhadap Hak Tawan Karang, yaitu aturan yang memberikan hak kepada kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas kapal asing beserta muatannya yang terdampar di Bali. Protes ini tidak membuat Bali menghapuskan Hak Tawan Karang, sehingga Belanda melakukan serangan dan terjadilah perang puputan (habis-habisan) antara kerajaan-kerajaan Bali yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik dengan Belanda. Belanda berhasil memenangkan peperangan tersebut dan menguasai Bali karena kekuatan militernya yang lebih unggul. 5. Perang Banjar Perang ini dilatarbelakangi oleh Belanda yang ingin menguasai kekayaan alam Banjar, serta sikap ikut campur pihak Belanda dalam urusan kesultanan. Akibatnya, rakyat yang dipimpin Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari melakukan perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1859. Serangkaian pertempuran terus terjadi hingga Belanda menambahkan kekuatan militernya. Pasukan Pangeran Hidayatullah kalah, karena pasukan Belanda lebih unggul dari segi jumlah pasukan, keterampilan perang pasukannya, dan peralatan perangnya. Perlawanan rakyat Banjar mulai melemah ketika Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Pulau Jawa, sementara itu Pangeran Antasari masih melakukan perlawanan secara gerilya hingga ia wafat. 6. Perang Aceh Perang Aceh dilatarbelakangi Traktat Sumatra (1871) yang menyebutkan bahwa Belanda bebas meluaskan wilayah di Sumatra termasuk Aceh. Hal ini ditentang Teuku Cik Ditiro, Cut Mutia, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Panglima Polim. Belanda mendapatkan perlawanan sengit dari rakyat Aceh. Rakyat Aceh berperang dengan jihad, sehingga semangatnya untuk melawan Belanda sangat kuat. Untuk menghadapinya, Belanda mengutus Snouck Hurgronje untuk meneliti budaya dan karakter rakyat Aceh. Ia menyarankan agar pemerintah Belanda menggempur pertahanan Aceh bertubi-tubi agar mental rakyat semakin terkikis, memecah belah rakyat Aceh menjadi beberapa kelompok, dan melemahkan perlawanan rakyat Aceh. Pada tahun 1903, Perang Aceh pun berakhir dan sejumlah tokohnya ditangkap. 7. Perlawanan Rakyat Batak Perlawanan rakyat Batak dipimpin Sisingamangaraja XII. Latar belakang perlawanan ini adalah bangsa Belanda berusaha menguasai seluruh tanah Batak dan disertai dengan penyebaran agama Kristen. Sisingamangaraja XII masih melawan Belanda sampai akhir abad ke-19. Namun, gerak pasukan Sisingamangaraja XII semakin menyempit. Pada akhirnya, Sisingamangaraja XII wafat ditembak serdadu Marsose, dan Belanda menguasai tanah Batak.