Anda di halaman 1dari 5

1.

Materi

PERANG MELAWAN KOLONIALISME DAN IMPERALISME

A. Latar Belakang Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Bangsa Eropa

Latar belakang perlawanan rakyat Indonesia terhadap bangsa Eropa adalah kebijakan-kebijakan kolonial
yang diterapkan sangat merugikan pribumi pada saat itu. Eropa merujuk pada bangsa Portugis, Spanyol,
Belanda dan Inggris. Perang melawan kolonialisme dan imperalisme sebelum abad ke-20 yaitu perlawanan
secara fisik. Bangsa Portugis dan Belanda menjajah sangat lama sehingga kebijakan-kebijakan yang diterapkan
memiliki dampak signifikan yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat Indonesia serta pada akhirnya memicu
terjadinya perlawanan. Kebijakan-kebijakan yang memicu terjadinya perlawanan daerah, yaitu:

Portugis Belanda
1. Monopoli perdagangan 1. Monopoli perdagangan
2. Penyebaran agama katolik 2. Intervensi domestik atau
internal (campur tangan)
3. Sikap arogansi terhadap
pribumi
4. Diskriminasi
5. Penderitaan rakyat
6. Ekspansi wilayah

Karakteristik perjuangan rakyat Indonesia sebelum abad ke-20:


1. Bersifat lokal
2. Mudah terpecah belah (politik devide et impera)
3. Ketokohan
4. Perjuangan fisik

B. Perjuangan Daerah Terhadap Bangsa Portugis

1. Perlawanan Kesultanan Ternate


Perlawanan Ternate didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang sewenang-wenang dan
merugikan rakyat melalui aksi monopoli perdagangan dan tindakan intervensi atau campur tangan dalam
Kesultanan Ternate yaitu kedudukan Sultan Thabarij (1533) diganti Sultan Hairun. Perlawanan Ternate
dipimpin oleh Sultan Hairun. Portugis dengan segala tipu muslihatnya berhasil membunuh Sultan
Hairun (1570). Kesultanan Ternate kemudian dipimpin oleh Sultan Baabullah yang telah berhasil
mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1575. Portugis menyingkir ke daerah Timor Timur
(sekarang: Timor Leste).
2. Perlawanan Kesultanan Demak
Perlawanan Kesultanan Demak diakibatkan oleh dominasi Portugis di Malaka sebagai jalur
strategis perdagangan. Dominasi Portugis sangat merugikan kegiatan perdagangan orang-orang Islam,
selain itu kecemasan pihak Kesultanan Demak apabila Portugis menyebarkan agama nasrani di Kerajaan
Padjajaran yang masih menganut Hindu-Budha. Sultan Demak yaitu Raden Patah mengirim pasukan di
bawah Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Pati Unus melancarkan serangan pada tahun
1512 dan 1513, namun belum berhasil. Kesultanan Demak kembali melancarkan serangan kepada
Portugis yang mulai menanamkan pengaruhnya di Sunda Kelapa pada tahun 1527. Demak di bawah
pimpinan Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa yang kemudian menjadi Jayakarta
(sekarang: Jakarta).
3. Perlawanan Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan saingan terberat Portugis dalam dunia perdagangan. Portugis berusaha
menghancurkannya namun selalu mengalami kegagalan. Keberhasilan Aceh dalam mempertahankan diri
dari ancaman Portugis disebabkan:
a. Aceh berhasi menjalin hubungan baik dengan Turki, Persia dan Gujarat (India).
b. Aceh memperoleh bantuan berupa kapal, prajurit dari beberapa pedagang muslim di Jawa
c. Kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjatan cukup baik dan prajurit tangguh.
d. Meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Demak dan Makassar.
Raja-raja Kesultanan Aceh yang melakukan perlawanan, antara lain:
1. Sultan Ali Munghayat Syah (1514 – 1528)
Berhasil membebaskan Aceh dari upaya penguasaan bangsa Portugis.
2. Sultan Aludin Riayat Syah (1537 – 1568)
Berani menentang dan mengusir Portugis yang bersekutu dengan Johor.
3. Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636)
Sangat gigih dalam melawan Portugis. Iskandar Muda melakukan serangan terhadap Portugis di
Malaka pada tahun 1615 – 1629

C. Perlawanan Terhadap Kongsi Dagang Belanda (1602 – 1799)

1. Perlawanan Mataram
Pada awalnya, Mataram dan Belanda menjalin hubungan baik ditandai dengan diizinkannya
mendirikan loji untuk kantor dagang di Jepara. Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen
memerintahkan Van der Marcht untuk menyerang Jepara pada tanggal 8 November 1618. Peristiwa
tersebut yang memperuncing perselisihan Mataram dengan Belanda. Sultan Agung segera
mempersiapkan penyerangan terhadap kedudukan VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada
tahun 1628 namun tidak berhasil. Seragan pertama gagal dikarenakan: (1) Mataram kurang teliti dalam
memperhitungkan medan pertempuran; (2) kekurangan perbekalan; dan (3) kalah persenjataan. Serangan
kedua dimulai tanggal 1 Agustus – 1 Oktober 1629. Serangan kedua juga tidak berhasil karena lumbung-
lumbung padi sebagai persediaan pangan telah dihancurkan oleh Belanda.
2. Perlawanan Gowa
Gowa menjadi bandar atau lalu lintas perdagangan Malaka dan Maluku. Rempah-rempah dari
Maluku sebelum menuju ke Malaka harus singgah terlebih dahulu di Gowa. Kedudukan Gowa yang
sangat strategis membuat Belanda ingin menguasai. Usaha yang dilakukan oleh Belanda yaitu VOC
melakukan blokade terhadap pelabuhan Sombaopu, selain itu juga merusak dan merampas kapal-kapal
pribumi maupun asing. Kondisi yang seperti itu menyebabkan perlawanan antara Raja Gowa Sultan
Hasanuddin untuk menghadapi VOC yang sudah bekerja sama dengan Raja Bone yaitu Arung Palaka
(menerapkan politik devide et impera). Perang antara Gowa dan VOC terjadi pada 7 Juli 1667. Gowa
mengalami kekalahan dan perselisihan di akhiri dengan Perjanjian Bongaya berisi:
1. Gowa harus mengakui hak monopoli
2. Semua orang Barat kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah kekuasaan Gowa
3. Gowa harus membayar biaya perang
4. Makassar dibangun benteng-benteng
3. Perlawanan Banten
Puncak kejayaan Banten yaitu pada masa pemerintahan Abdul Fatah atau Sultan Ageng Tirtayasa
(1650 – 1682). Sultan Ageng Tirtayasa melakukan perlawanan terhadap VOC pada tahun 1651 karena
menghalangi kegiatan perdagangan di Banten. Strategi VOC dalam menghadapi Sultan Ageng Tirtayasa
yaitu menggunakan politik devide et impera atau mengadu domba dengan putranya yaitu Sultan Haji
yang dibantu oleh VOC. Sultan Ageng Tirtayasa saat pertempuran posisinya semakin terdesak sehingga
ditangkap. Kemudian Sultan Haji diangkat menjadi pemimpin menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa.
Gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Kyai Tapa dan Ratu Bagus terhadap pemerintahan Sultan Haji
terjadi pada tahun 1750. Perlawanan berhasil dipadamkan atas bantuan VOC. Imbalannya Sultan Haji
harus melakukan perundingan dengan VOC yang isinya:
a. Sultan Haji harus mengganti biaya perang
b. Banten harus mengakui di bawah kekuasaan VOC
c. Pedagang selain VOC dilarang berdagang di Banten
d. Kepulauan Maluku tertutup bagi pedagang Banten
D. Perlawanan Terhadap Pemerintahan Belanda (1814 – 1942)

1. Perlawanan Rakyat Maluku (1817)


Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, monopoli perdagangan masih terus dijalankan
di samping penyerahan wajib dan kerja paksa sehingga rakyat semakin merasakan penderitaan dan
kesengsaraan. Perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Thomas Matulesi yang dijuluki Pattimura pada
tahun 1817. Tokoh-tokoh lain dalam perlawanan yaitu Christina Martha Tiahahu, Anthon Rhebok,
Thomas Pattiwwail dan Lucas Latumahina. Perlawanan rakyat Maluku terus dikobarkan hingga tanggal
15 Mei 1817. Pada awalnya Belanda dapat dihancurkan, namun dengan segera mungkin pihak kolonial
mengirim bantuan lebih besar disertai kapal-kapal sewaan dari Inggris sehingga perlawanan dapat
dipatahkan.
2. Perlawanan Pangeran Diponegoro (1825 – 1830)
Sebab khusus berkobarnya Perang Diponegoro adalah pemasangan patok oleh Belanda untuk
pembangunan jalan yang melintasi tanah dan makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Sebab-
sebab umum, antara lain:
a. Wilayah Kesultanan Mataram semakin sempit dan para raja sebagai penguasa pribumi kehilangan
kedaulatan.
b. Belanda ikut campur tangan dalam urusan internal kesultanan seperti dalam pergantian raja.
c. Timbulnya kekecewaan di kalangan para ulama karena masuknya budaya Barat yang tidak sesuai
dengan Islam.
d. Sebagian bangsawan kecewa karena Belanda tidak mengikuti adat istiadat keraton.
e. Kehidupan rakyat yang semakin menderita.
Perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro (1825 – 1830) mampu menggerakan
kekuataan di seluruh Jawa sehingga sering kali disebut dengan Perang Jawa. Rakyat, bangsawan dan
para ulama bersatu untuk bergerak melawan kekejaman Belanda. Gerak pasukan pos pertahanan
Diponegoro berpindah-pindah sehingga menyulitkan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan ini,
Belanda menerapkan sistem Benteng Stelsel yang bertujuan mempersempit ruang gerak pasukan
Pangeran Diponegoro. Belanda juga memberikan hadiah sebesar 20.000 ringgit yang berhasil
menangkap Pangeran Diiponegoro. Strategi-strategi yang dilakukan oleh Belanda tidak berhasil,
sehingga menempuh cara lain yaitu mengajak berunding. Pada akhirnya, Pangeran Diponegoro
dikhianati dan berhasil ditangkap lalu dibuang ke Manado dan selanjutnya dipindahkan di Makassar
hingga meninggal pada tanggal 8 Januari 1855.

3. Perlawanan Kaum Paderi (1821 – 1837)


Perang melawan kolonialisme di Sumatera Barat dikenal dengan Perang Paderi. Perlawanan
kaum Paderi dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu:
a. Perang Tahap Pertama (1821 – 1825)
Kaum Paderi menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap patrol-patroli Belanda.
Persenjataan yang digunakan oleh kaum Paderi sangat sederhana serta tidak sebanding dengan
senjata-senjata yang dimiliki Belanda. Pimpinan perlawanan yaitu Tuanku Pasaman di Lintau,
Tuanku Nan Renceh di Baso, Peto Syarif (Imam Bonjol) di Bonjol. Perlawanan kaum Paderi
berhasil mendesak benteng- benteng Belanda. Pada akhirnya, Belanda melakukan perdamaian di
Bonjol pada tanggal 15 November 1825.
b. Perang Tahap Kedua (1825 – 1837)
Belanda setelah mampu menundukan perlawanan Diponegoro kemudian kembali melakukan
penyerangan terhadap kedudukan kaum Paderi. Aceh mendukung perlawanan yang dilakukan kaum
Paderi. Untuk menghadapi perlawanan, Belanda menerapkan sistem pertahanan benteng stelsel.
Siasat tersebut membuat Belanda menang, ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di
Bonjol pada tahun 1937. Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Kemudian diasingkan ke Priangan, lalu di
Ambon dan terakhir di Manado hingga wafat tahun 1864.
4. Perlawanan Rakyat Bali (1844)
Kapal dagang Belanda kandas di daerah Prancak di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng yang
pada saat itu memberlakukan hak tawan karang. Kapal dagang Belanda yang karam menjadi hak
Kerajaan Buleleng, namun pihak pemerintah kolonial tidak terima sehingga memicu pecahnya Perang
Bali atau Perang Jagaraga. Belanda melakukan penyerangan terhadap Pulau Bali pada tahun 1846. Patih
I Gusti Ktut Jelantik beserta pasukan dengan gigih menghadapi serbuan Belanda. Pasukan I Gusti Ktut
Jelantik merasa terdesak karena Belanda melakukan serangan secara mendadak. Raja Buleleng dan patih
berhasil meloloskan diri dari kepungan Belanda menuju Karangasem. Perang Puputan pecah di mana-
mana, seperti Perang Puputan Kusamba (1849), Perang Puputan Badung (1906) dan Perang Puputan
Klungkung (1908) yang menyebabkan Belanda kewalahan.

5. Perlawanan Rakyat Banjar (1859 – 1905)


Intervensi Belanda dalam urusan pergantian kekuasaan di Banjar merupakan penyebab terjadinya
perpecahan. Sultan Adam Al Wasikbillah menduduki tahta kerajaan Banjar (1825 – 1857), putra
mahkota Sultan Muda Abdurrakhman meninggal dunia, dengan demikian yang melanjutkan kekuasaan
yaitu putranya atau cucu dari Sultan Adam. Permasalahannya Sultan Adam memiliki dua cucu yaitu
Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Tamjid. Sultan Adam cenderung memilih Pangeran Hidayatullah
karena memiliki sikap baik, taat beragama dan disukai rakyat. Sifat tersebut berbanding terbalik dengan
Pangeran Tamjid. Belanda menekan dan mengancam Sultan Adam supaya mengangkat Pangeran
Tamjid. Suara ketidakpuasaan muncul di mana-mana. Kebencian rakyat berubah menjadi bentuk
perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Perlawanan rakyat mulai berkobar sekitar tahun
1859. Akibat musuh yang terlalu kuat, beberapa pemimpin perlawanan ditangkap. Pangeran
Hidayatullah ditawan oleh Belanda pada tanggal 3 Maret 1862 dan diasingkan di Cianjur, Jawa Barat.

6. Perlawanan Rakyat Batak (1878 – 1907)


1. Sebab-Sebab Perlawanan:
a. Pemerintah Hindi Belanda berkali-kali mengirimkan ekspedisi militernya untuk menaklukan
daerah-daerah di Sumatera Utara.
b. Persitiwa terbunuhnya Tuan na Balon Sisingamangaraja X.
c. Adanya perluasan agama Kristen di daerah Batak.

2. Jalannya Perlawanan:
Pertempuran pertama terjadi di Toba Silindung. Rakyat Batak untuk menghadapi serangan
Belanda memiliki dua macam benteng pertahanan yaitu benteng alam dan benteng buatan.
Pertempuran terus menjalar ke Bahal Batu. Pasukan Sisingamangaraja XII semakin terdesak
kemudian menyingkir. Berturut-turut akhirnya daerah jatuh ke tangan Belanda yang mengakibatkan
wilayah kekuasaan Sisingamangaraja XII semakin kecil. Belanda berhasil menawan keluarga
Sisingamangaraja XII. Pada pertempuran di daerah Dairi, Sisingamangaraja tertembak dan gugur
pada tanggal 17 Juni 1907. Gugurnya Sisingamangaraja XII, menandai bahwa seluruh tanah batak
jatuh ke tangan Belanda.

Anda mungkin juga menyukai