Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TENTANG

PERLAWANAN RAKYAT BALI TERHADAP KOLONIALISME


DAN IMPREALISME

DISUSUN OLEH :

1. RENI ANGGRIANI
2. NUR HIDAYATUL USFATUN

MAN 1 BIMA
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.

Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, kita telah menikmati kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang kita
nikmati sekarang tidak diperoleh secara cuma-Cuma. Melainkan melalui proses
perjuangan yang panjang dan dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Bali, telah
terjadi beberapa kali proses perjuangan melawan penjajah di beberapa tempat. Antara
lain perang Jagaraga, perang Puputan, perang Margarana, dan lain sebagainya. 
Di dalam Indonesia kesadaran masyarakatnya akan sejarah negaranya sendiri
masih terbilang rendah, seakan melupakan petuah dari Presiden Indonesia yang pertama
kita yaitu Ir. Soekarno, ia mengatakan "Jas Merah" Jangan sekali sekali melupakan
sejarah. Disamping itu pula sangat dirasakan bahwa penulisan sejarah yang ada
kebanyakan masih merupakan hasil penulisan orang-orang asing terutama Belanda.
Disadari bahwa Indonesia ini tumbuh dari kebinekaan sifat, corak, bentuk, budayanya
yang tercermin jelas pada bentuk geografisnya dan suku-suku bangsa yang ada, dan
masing-masing dari suku itu dengan caranya sendiri didalam perjuangan melawan
penjajahan Belanda telah menunjukkan bentuknya dengan satu tujuan adalah bebas dari
belenggu penjajahan. 

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perlawanan Rakyat Bali ?
2. Bagaimana Sejarah Perang Bali 1846-1849 ?
3. Bagaimana Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Penjajahan Belanda ?
4. Bagaimana Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905) ?
5. Bagaimana Perlawanan Di Bali ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlawanan Rakyat Bali


Bali merupakan pulau kecil dengan wilayah yang sempit, tetapi pulau ini
memiliki beberapa kerajaan seperti Kerajaan Buleleng dan Karangasem sehingga
pemerintah Belanda ingin menguasai sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841 dan seluruh
raja di Bali dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali
mengakui dan tuntuk kepada pemerintah Belanda. Sikap Belanda yang sewenang-
wenang ini mendapat perlawanan dari rakyat Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih
bersifat konservatif (masih berlaku adat atau tradisi), yaitu hak tawan karang yang
dianggap oleh Belanda sangat merugikan. Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di
Pantai Buleleng dan dikenakan hukum tawan karang. Pihak Belanda menolak dan
menunjukkan sikap tidak terpuji, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan di Bali
dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut:
 Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.
 Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.
 Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.
 Semua raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial Belanda.
Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bali ditolak
sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa Raja
Buleleng untuk menandatangani perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai
berikut:
 Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.
 Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.
 Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.
Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan
beberapa kerajaan telah bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos pertahanan
Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini
menimbulkan kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti Jelantik diserahkan kepada
Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan
menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali
melakukan perlawanan habis-habisan (puputan) tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat
dikuasai oleh Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali
makin lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih
berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Sejarah Perlawanan  Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905) – Di Bali
timbulnya perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda berulang kali
memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang
yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai
wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.
Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes
dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak
berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja
Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda
memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.
Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan
ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846)
dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali.
Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan
disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah mempersiapkan
pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I. Ekspedisi
Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.
Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua,
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan
kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian menimbulkan
Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16
April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.
Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang
terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2
dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah
terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Prajurit
Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan diri.
Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol
mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya,
tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga
mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada awal abad ke-20
(1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.

B. Sejarah Perang Bali 1846-1849


Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica
(perdamaian di bawah Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan
seluruh jajahannya atas Indonesia termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara
lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng.
Salah satu isinya bebunyi:
Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada di bawah
pengaruh Belanda. Perjanjian ini merupakan bukti keinginan Belanda untuk menguasai
Bali.
Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak
ini dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di
perairan wilayah kerajaan tersebut.
Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti Ngurah Made
Karang Asem besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843
isinya pihak kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah
Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan semestinya.
Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai
Prancah (Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar
kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu
namun ditolak. Kejadian tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang
Buleleng.
Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai.
Satu persatu daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-
pura menyerah kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut
Jelantik. Perang Buleleng disebut juga pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya
adalah benteng di desa Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang Puputan, Kenapa
dikatakan dengan Perang Puputan?, Karena perang dijiwai oleh semangat puputan yaitu
perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai
berikut:
 Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran
merupakan kehormatan.
 Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak
dikenal istilah menyerah kepada musuh.
 Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.
Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi
dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka
raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan
sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15000 orang. Semangat para prajurit ditopang
oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum
wanita untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia
dengan 2265 serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor
Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan
Belanda dapat digagalkan.
Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah
15000 orang lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh
Jendral Mayor A.V Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam
dengan gencar. Tak ada seorangpun laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya
gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero
Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara.
Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung,
Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke
tangan Belanda.

C. Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Penjajahan Belanda


Meskipun Bali merupakan pulau kecil dengan wilayah yang sempit, tetapi pulau
ini memiliki beberapa kerajaan seperti Kerajaan Buleleng dan Karangasem sehingga
pemerintah Belanda ingin menguasai sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841 dan seluruh
raja di Bali dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali
mengakui dan tuntuk kepada pemerintah Belanda. Sikap Belanda yang sewenang-
wenang ini mendapat perlawanan dari rakyat Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih
bersifat konservatif (masih berlaku adat atau tradisi), yaitu hak tawan karang yang
dianggap oleh Belanda sangat merugikan. Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di
Pantai Buleleng dan dikenakan hukum tawan karang. Pihak Belanda menolak dan
menunjukkan sikap tidak terpuji, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan di Bali
dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut:
 Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.
 Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.
 Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.
 Semua raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial Belanda.
Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bali ditolak
sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa Raja
Buleleng untuk menandatangani perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai
berikut:
 Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.
 Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.
 Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.
Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Bali, bahkan
beberapa kerajaan telah bersiap-siap untuk menghadapi Belanda. Pos-pos pertahanan
Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini
menimbulkan kemarahan Belanda dan menuntut agar Gusti Jelantik diserahkan kepada
Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan
menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu Benteng Jagaraga. Pasukan Bali
melakukan perlawanan habis-habisan (puputan) tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat
dikuasai oleh Belanda. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali
makin lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih
berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.

D. Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905)


Di Bali timbulnya perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah Belanda berulang
kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan
karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di
pantai wilayah kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.
Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes
dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak
berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja
Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda
memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.
Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa mengerahkan
ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga kali. Ekspedisi pertama (1846)
dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali.
Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pertama dan
disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik, yang telah mempersiapkan
pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga dikenal dengan Perang Jagaraga I. Ekspedisi
Belanda ini pun juga berhasil digagalkan.
Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang kedua,
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi ketiga (1849) dengan
kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang pasukan, kemudian menimbulkan
Perang Jagaraga II. Perang berlangsung selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16
April 1849) dan menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.
Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat dan laut yang
terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan Van Swieten; kolone 2
dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah
terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Prajurit
Bali dan para pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan diri.
Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I Nyoman Gempol
mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil dipukul mundur. Selanjutnya,
tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga
mengalami kegagalan. Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada awal abad ke-20
(1905), seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.

E. Perlawanan Di Bali
Bali adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali
belum banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun 1830
pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya. Perkembangan dominasi
belanda menyulut api perlawanan rakyat bali “perang puputan”.
Mengapa terjadi perang puputan di bali? Abad ke 19 bali sudah berkembang
kerajaan-kerajaan berdaulat.
Contohnya Kerajan Buleleng dll. Pada masa Gubernur Jenderal Daendels ada
kontak dengan kerajaan bali menyangkut hubungan dagang dan sewa.
Tapi Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di bali. Pertama
G.A Granpre moliere misi ekonomi, kedua huskus koopman misi politik. Misi ekonomi
jauh lebih berhasil dari pada misi politik namun terus di usahakan dan di capai perjanjian
antara raja bali dan belanda.perjanjian kontrak antara raja-raja bali dengan belanda
seputar hukum tawan karang agar di hapuskan.
Karena kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk
meratifikasi penghapusan hukum tawan karang.tahun 1844 raja Buleleng dan Karang
Asem belum melaksanakan perjanjian tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2
kapal belanda yang terdampar dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) .
belnda memaksa raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga
memaksa untuk membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak
dengan tegas tuntutan tersebut yang menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut Jelantik
mempersiapkan pos-pos dan prajurit.
Buleleng juga mendapat dukungan dari kerajaan karang asem dan klungkung.
Tanggal 27 juli 1846 1.700 pasukan barat menyerbu kampung-kampung tepi pantai  ada
juga pasukan laut dengan kapal selam. Karena persenjataan belanda lebih lengkap dan
modern pejuang buleleng demakin terdesak dan jebol . ibu kota singaraja dikuasai
belanda. Kemudian belanda mendesak untuk menandatangani perjanjian tanggal 6 juli
1846 yang isinya 1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng harus menghancurkan semua
benteng buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru,
2.raja buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan
belanda,sejumlah 75.000 gulden,dan raja harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik
kepada pemerintah belanda,3. Belanda diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tipu daya dilakukan oleh rakyat bali untuk berpura-pura menerima isi perjanjian
itu. Tapi dibalik itu raja dan patih ketut jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga
dibangun pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang. Rakyat juga
mempertahankan hukum tawan karang. Tahun 1847 kapal-kapal asing terdampar
dipantai kusumba Klungkung,dirampas oleh kerajaan, hal itu menimbulkan
amarah Belanda.belanda memaksa untuk melaksanakannya tapi raja-raja bali tidak
menghiraukan rakyat justru dipersiapkan untuk berperang.
Tanggal 7 dan 8 juni 1848 mendarat bala bantuan belanda. Tanggal 8 juni
serangan di jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara belanda J.van Swieten, Letkol
Sutherland benteng jagaraga dimulai namun dengan pertahanan gelar-supit urang
berhasil menjebak Belanda. Pasukan Belanda ditarik mundur. Kekalahan itu
menyakitkan perasaan pimpinan belanda, kemudian terjadi serangan balasan awal april
1849 datang serdadu belanda dalam jumlah belanda besar. Tanggal 15 april 1849
seranggan Belanda dimulai di jagaraga ,tanggal 16 April Jagaraga berhasil dilumpuhkan
belanda.
Terbunuhnya raja buleleng dan Patih Ketut Jelantik jatuhlah Kerajaan Buleleng.
Menyusul karang asem yang ditakhlukan 18 mei 1849. Pertempuran terus terjadi. Tahun
1906 perang puputan terjadi di Bandung, tahun 1908 perang Puputan di Klungkung.
 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ditinju dari kedatangan orang-orang Belanda pertama kali di Bali yang dilakukan
oleh sebuah ekspedisi dibawah pimpinan Cornelis de Houtmanpada tahun1597, ternyata
kunjungan yang pertama itu memperlihatkan sifat-sifat persahabatan yang saling hormat
menghormati. 
Kemudian barulah dilanjutkan dengan hubungan yang bersifat politik yang dating
dari pihakBelanda, seperti yang terjadi pada tahun 1826, dimana Belanda secara licik
dengan tekanan-tekanan berat telah mengadakan ikatan perjanjian dengan raja-raja di
Bali yang bersifat mengurangi kekuasaan Belanda di Bali. 

B.
DAFTAR PUSTAKA

Https://www.dosenpendidikan.co.id/perlawanan-rakyat-bali/
Marwati Djoened Poesponegoro.Sejarah Nasional Indonesia III.Balai Pustaka:Jakarta,2008
Drs.Supardiono.sejarah untuk SMP/MTs.CV.Gema Nusa.2010
Kemala Ekspresi. SPd.Buku ajar sejarah.SMAN 1 Kec. Harau.2012
Sumber : http://sejarah-perang-bali.com/

Anda mungkin juga menyukai