Anda di halaman 1dari 12

Perlawanan di

Bali
Anggota Kelompok:
Akbar
Rafa
Zidan
Naufal Rafi
Latar Belakang

Perang Bali merupakan pertempuran antara kerajaan Bali dengan Pemerintah


Hindia Belanda sekitar tahun 1846 hingga 1849.

Perang ini melibatkan 3 kali pertempuran yaitu Perang Bali I, Perang Bali II dan
Perang Bali III.

Latar belakang terjadinya perang Bali diawali dengan kedatangan Cornelis de


Houtman.

Cornelis de Houtman merupakan seorang


penjelajah asal Belanda yang lahir di
tahun 1565.
Beliau berkeliling menjelajah dan
menemukan adanya jalur pelayaran dari
daerah Eropa menuju Indonesia.
Beliau pula yang akhirnya menemukan
bahwa Indonesia kaya akan rempah-
rempah dan memulai perdagangan
rempah untuk Belanda.

Ketika beliau singgah di pulau Bali,


masyarakat serta pemerintah kerajaan
masih menerima dengan baik.
Hingga suatu ketika di tahun 1841 dan
1843, sudah dapat ditebak bahwa
Belanda meminta suatu kesepakatan
dengan kerajaan-kerajaan di Bali.
Sayangnya masyarakat disana tidak
terima, hingga terjadinya Perang Bali I

Penyebab Perang Perlawanan Bali


Salah satunya adalah raja dari salah satu kerajaan di Bali yaitu kerajaan Buleleng.
Raja Buleleng seringkali melanggar kesepakatan sehingga pemerintah Belanda dibuat geram.
Pemerintah Belanda juga lelah karena adanya hukum tradisi Tawan Karang yang terjadi di Bali.
Tawan Karang merupakan suatu hak istimewa dari raja-raja di pulau Bali untuk dapat mengambil,
menyita atau merampas kapal apapun beserta muatannya yang terdampar di wilayah perairan
mereka.
Tradisi ini dibuktikan dengan adanya 2 prasasti yang ditemukan yaitu Prasasti Bebetin AI dan
Prasasti Sembiran.
Lantaran hal itulah, pihak Belanda melancarkan aksi perlawanan berupa Perang Bali I di tahun
1846.
Sayangnya Perang Bali I tidak membuahkan hasil hingga akhirnya berlanjut ke Perang Bali II di
tahun 1848 dan Perang Bali III di tahun 1849.
Ketiga perang Bali ini sama-sama dilatar-belakangi oleh pihak Belanda yang menginginkan tradisi
Tawan Karang untuk dihapuskan.
Perang Bali 1 Perang Bali I merupakan ekspedisi militer
pertama yang dilancarkan Koninklijk
Nederlandsch-Indisch Leger ke kerajaan
Buleleng, Bali pada tahun 1846. Perang
ini lahir sebagai langkah Hindia Belanda
mewujudkan Pax Netherlandica
(perdamaian di bawah Belanda) di
nusantara. Upaya tersebut melahirkan
perjanjian tahun 2022 dengan kerajaan
Klungkung, Badung dan Buleleng. Salah
satu isinya berbunyi: "Raja-raja Bali
mengakui bahwa kerajaan-kerajaan di
Bali berada di bawah pengaruh Belanda."
Perang Bali II disebut juga Perang Jagaraga terjadi
pada tahun 1848. Perang tersebut berlangsung antara
pasukan Belanda melawan pasukan Bali. Belanda
memanfaatkan isu hak tawan karang, di mana raja-raja
Bali dapat merampas kapal yang karam di perairannya,
yang tak dapat disetujui oleh hukum internasional.[1]
Perang Bali 3
Perang Bali III disebut
juga Perang Kusamba
merupakan perang yang
terjadi antara
Koninklijk
Nederlandsch-Indisch
Leger dengan Kerajaan
Bali pada tahun 1849.
SIAPA SIH RAJA
PERTAMA KERAJAAN
BULELENG?

I GUSTI ANGLURAH
PANJI SAKTI.
adalah raja pertama sekaligus pendiri
Kerajaan Buleleng. Dirinya mendirikan
kerajaan Buleleng pada tahun 1660 yang
kemudian semakin berkembang dan
dikenal sebagai Kerajaan Buleleng.
Setelah wafatnya I Gusti Panja Sakti, sejarah Kerajaan Buleleng dilanjutkan oleh
Gusti Panji Gede Danudarasta (1697-1732 M). Beliau adalah anak dari I Gusti
Anglurah Panji Sakti yang diberi mandat melanjutkan kepemimpinan ayahnya.
Sama seperti kerajaan pada umumnya, setiap pemimpin memiliki karakter yang
berbeda beda sehingga gaya kepemimpinannya juga berbeda.
Urutan raja yang memimpin Kerajaan Buleleng setelah Gede Danudarasta adalah
Gusti Alit Panji (1757-1757 M), Gusti Ngurah Jelantik (1757-1780 M), Gusti Made
Singaraja (1793 M), dan masih banyak lagi.
Para pemimpin Kerajaan Buleleng dilantik sesuai dengan urutan turun temurun.
Raja Buleleng terbaru yang menjabat pada tahun 2004 adalah Anak Agung Nguirah
Brawida.

Perjanjian itu menetapkan bahwa


administrasi
di kerajaan masing-

isi perjanjian kuta


masing
akan diserahkan sepenuhnya
kepada pangeran Bali dan
Belanda tidak akan menempatkan
pejabat atau tentara di sana.
Penandatanganan tersebut
dirayakan di Kuta dengan
perayaan akbar bagi ribuan
masyarakat Bali.
Sekian yang bisa kelompok kami
sampaikan, kami pamit undur diri
karena kalau maju saingannya temen
sendiri, Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai