Pendudukan Belanda di Nusantara identik dengan kesewenangan
dalam mengusik adat dan peraturan daerah. Hal tersebut juga terjadj di Bali, Hak Tawan Karang yang telah berlaku sebelum Belanda datang diusik ekstensinya oleh Be- landa. Hak Tawan Karang adalah tradisi Bali yang menyebutkan bahwa kapal karam beserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali adalah hak milik raja setempat. Latar Belakang Perlawanan Pemerintah kolonial Belanda menganggap tradisi Hak Tawan Karang tidak dapat diterima dan mengajukan untuk menghapus Hak Tawan Karang.
Atas bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima
perjanjian untuk menghapus Hukum Tawan Karang. Na- mun, sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem masib menolak penghapusan tersebut dan masih menerap- kan Hak Tawan Karang. Jalannya Perlawanan Belanda datang untuk menyerang Bali pada pertengahan 1846. Armada Belanda terdiri dari 1.700 prajurit gabungan dari Batavia dan Surabaya dan dipimpin oleh komandan tertinggi Van Den Bosch.
Selama 2 hari, pasukan dsri kerajaan Buleleng, Karangasem dan
Kalungkung bertempur matia-matian mempertahankan kedaulatan Bali. Namun, karena persenjataan Belanda yang lebih lengkap dan modern, maka para pejuang mengalami kekalahan.
Pihak Bali juga terpaksa menandatangani perjanjian damai pada 6 Juli
1846. Penandatanganan perjanjian oleh pinak Bali merupakan salah satu siasat untuk membangun kembali kekuatan demi melawan Belanda pada periode berikuynya. Akhir Perlawanan
Belanda telah mengetahui pengingkaran perjanjian damai oleh Bali
pada 1847. Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga dari 2 sisi, depan dan be- lakang.
Pertempuran di Jagaraga berlangsung selama 2 hari dan kekuatan
dari aliansi kerajaan Bali dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Raja Buleleng dan Ketut Jelantik melarikan diri menuju Karangasem un- tuk meminta bantuan dari Raja Karangasem.
Namun, Belanda dan pasukannya tetap mengejar Raja Buleleng dan
Ketut Jelantik. Mereka terbunuh dalam upaya mempertahankan diri dari Belanda.