Anda di halaman 1dari 9

KLIPING

PERANG PUPUTAN MARGARANA BALI

Disusun untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia


Kelas VI D Tahun Pelajaran 2022/2023

Disusun Oleh :
Khumaira Khanza Aliasman
Kelas VI D

SD NEGERI 034 TAMBANG


2022
PERANG PUPUTAN MARGARANA

Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang terkenal
dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan Jagaraga yang dipimpin
oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan yang diterapkan ketika
itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi laut imprealis Belanda yang
bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng,
Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah
Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari
1917.
Puputan Margarana dianggap banyak pihak sebagai perang sengit yang pernah bergulir di
Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa versi yang melatarbelakangi meledaknya Puputan
Margarana. Namun, jika kembali membalik lembaran sejarah Indonesia, maka dapat ditarik
sebuah benang merah bahwa perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang lahir pasca
Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu terjadi pada 10 November 1945, antara Belanda dan
pemerintahan Indonesia. Salah satu poin Linggarjati membuat hati rakyat Bali terasa tercabik
hatinya adalah tidak masuknya daerah Bali menjadi bagian dari daerah teritorial Indonesia.

A. LATAR BELAKANG TERJADINYA PERANG PUPUTAN


Latar belakang munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan
Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan perundingan
linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Linggar jadi sangat menguntungkan
Belanda. Melalui Linggarjati Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa dan Madura
sebagai wilayah teritorial Indonesia secara de facto, sementara tidak untuk pulau
seribu idaman, Dewata, Bali.
Dan selanjutnya Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling
lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda
mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-
tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali sendiri
adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu
Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan Resiman
Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan
Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda
tersebut.
Niat menjadikan bali sebagai Negara Indonesia Timur, Belanda menambah
kekuatan militernya untuk menacapkan kuku imprealis lebih dalam di Bali. Pasca
Linggarjati sejumlah kapal banyak mendarat di pelabuah lepas pantai Baling. Ini
juga barangkali yang menyebabkan meletusnya Puputan Jagarana yang dipimpin
oleh Kerajaan Buleleng.
Keadaan ini membuat suhu perpolitikan dalam negeri sedikit tidak stabil, goyah
Sebagian pihak menilai perjanjian Linggarjati merugikan RI. Rakyat bali kecewa
karena berhak menjadi bagian dari kesatuan RI. I Gusti Ngurah Rai yang saat itu
menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara ‘digoda’ oleh Belanda.
Sejumlah tawaran menggiurkan disodorkan untuk meluluhkan hati Sang Kolonel
agar membentuk Negara Indonesia Timur. Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29
tahun lebih memilih Indonesia sebagai Tanah Airnya.
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik
di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat
perundingan Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah
Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi
perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih lagi ketika Belanda berusaha
membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara
Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti
Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18
November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung
Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di
Tabanan. Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di
Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat
Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata
pasukan Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan
Ngurah Rai yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali.
Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian
Belanda berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.

B. TUJUAN PERANG PUPUTAN


Memepertahankan pulau Bali dari kolonialisme Belanda.

C. KRONOLOGI TERJADINYA PERANG PUPUTAN


16 April
Bermula dari patroli keamanan Belanda di wilayah Klungkung pada 13—16 April
1908. Patroli ini sudah ditolak Raja Klungkung karena dianggap melanggar
kedaulatan Kerajaan Klungkung. Belanda berdalih patrol ini untuk memeriksa dan
mengamankan tempat-tempat penjualan candu sebagai konsekuensi monopoli
perdagangan candu yang dipegang Belanda. Kerabat Raja, Cokorda Gelgel yang
berada di barisan penentang ini, mempersiapkan suatu penyerangan terhadap patroli
Belanda. Benar saja, serangan terhadap patroli Belanda terjadi di Gelgel. Serangan
mendadak ini membuat Belanda menderita kekalahan; 10 orang serdadu gugur
termasuk Letnan Haremaker, salah seorang pemimpin serdadu Belanda. Di pihak
Gelgel kehilangan 12 prajurit termasuk I Putu Gledeg.

17 April 1908
Belanda melakukan serangan balasan terhadap Gelgel. Untuk mendapat dukungan
pasukan, Belanda mengirim pasukan dari Karangasem dengan masuk dari arah Satria
pada 16 April 1908 malam. Laskar Klungkung memberikan perlawanan sengit hingga
mengakibatkan tiga orang pasukan Belanda tewas dan lima orang luka-luka. Pada 17
April 1908 pagi, pasukan Belanda mulai menyerang Gelgel. Raja Klungkung sempat
berusaha mencegah pertumpahan darah ini dengan mengirim saudara raja, Cokorda
Raka Pugog untuk berdamai dengan Belanda dan menekan Cokorda Gelgel agar tidak
melakukan perlawanan. Namun, usaha ini gagal. Cokorda Gelgel tetap pada
pendiriannya dan Belanda malah berbalik mencurigai Cokorda Raga Pugog. Perang
tak terhindarkan di Gelgel. Dalam perang inilah digunakan meriam pusaka kerajaan I
Bangke Bahi. Namun, perang di Gelgel ini berakhir dengan kekalahan Gelgel.
Bahkan, Cokorda Raga Pugog ikut gugur dalam pertempuran ini. Bantuan pasukan
yang dikirim Raja Klungkung di bawah pimpinan Ida Bagus Jumpung juga tak
mampu memukul pasukan Belanda. Malah, Ida Bagus Jumpung ikut gugur dalam
pertempuran. Cokorda Gelgel bersama sisa pasukan mundur ke Klungkung. Pada
malam hari, laskar Gelgel menyerang perkemahan pasukan Belanda yang
mengakibatkan banyak serdadu Belanda luka-luka. Belanda memutuskan mundur ke
Gianyar. Residen Bali-Lombok, F.A. Liefrinck tiba di Jumpai dengan membawa
empat buah kapal perang sebagai alat intimidasi. Residen mengultimatum raja dan
pembesar Kerajaan Klungkung menyerah tanpa syarat hingga 22 April 1908.

21 April 1908
Klungkung kini jelas-jelas dalam posisi perang dengan Belanda. Ekspedisi khusus pun
dikirimkan Belanda dari Batavia. Raja dan rakyat Klungkung diultimatum untuk
menyerah hingga 22 April 1908. Raja Klungkung tentu saja menolak tudingan
Belanda itu. Mulai 21 April 1908, Belanda memborbardir istana Smarapura, Gelgel,
dan Satria dengan tembakan meriam selama enam hari berturut-turut. Sebelum
melakukan serangan, Belanda mengeluarkan ultimatum yang isinya agar Buleleng :
a. Mengakui kekuasaan Belanda
b. Hak tawan karang harus dihapus
c. Memberi perlindungan kepada perdagangan Belanda
27 April 1908
Ekspedisi khusus dari Batavia tiba dengan kapal perang dan persenjataan lengkap  di
perairan  Jumpai pada 27 April 1908 malam. Dari atas kapal, Belanda kembali
memberi ultimatum agar sampai tengah hari, Raja Klungkung menyerah tanpa syarat.
Raja Klungkung menjawab ultimatum itu dan meminta penundaan waktu lima
hari  untuk berunding dengan para pejabat tinggi kerajaan. Belanda menolak
permintaan itu dan Klungkung terus ditembaki meriam dari atas kapal.

28 April 1908
Perang pun dimulai. Karena persenjataan tidak seimbang, Belanda bisa menguasai
Kusamba dan Jumpai, meskipun rakyat di kedua desa itu melakukan perlawanan
sengit. Perlahan, pasukan Belanda pun merangsek menuju Klungkung. Istana
Smarapura terkepung. Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Gde Semarabawa gugur
dalam menghadapi serdadu Belanda di benteng selatan. Kabar inilah yang mendorong
Dewa Agung Istri Muter bersama putra mahkota, Dewa Agung Gde Agung turun ke
medan perang mengikuti ibu suri, Dewa Agung Muter. Semuanya berpakaian
serbaputih, siap menyongsong maut. Dewa Agung Muter bersama putra mahkota
akhirnya gugur. 
Mendengar permaisuri dan putra mahkota gugur di medan laga, tidak malah membuat
Dewa Agung Jambe menyerah, justru semakin bulat memutuskan berperang sampai
titik darah penghabisan. Dewa Agung Jambe keluar diiringi seluruh keluarga istana
dan prajurit yang setia maju menghadapi Belanda dengan gagah berani. Karena
persenjataan yang tidak imbang, mereka pun gugur dalam berondongan peluru
Belanda. Mereka menunjukkan jiwa patriotis membela tanah kelahiran dan harga diri.
Hari itu pun, 28 April 1908 sore, sekitar pukul 15.00 kota Klungkung jatuh ke tangan
Belanda. Sesudah Klungkung diduduki maka berarti seluruh Bali dikuasi oleh
pemerintah Belanda.

D. DAMPAK PERANG PUPUTAN


- Rakyat Indonesia bisa segera terbebas dari penjajahan Belanda. Perang
- Banyak memakan korban jiwa dari pihak Indonesia
- Memudahkan Belanda untuk membuat Negara Indonesia Timur.

E. NILAI NILAI YANG DAPAT DIAMBIL DARI PERANG PUPUTAN


 Sikap rela berkorban untuk kepentingan bersama
 Sikap pantang menyerah seperti yang dilakukan I Gusti Ngurah Rai
 Menghargai semua upaya yang telah mempertaruhkan nyawanya demi kemerdekaan
Negara

F. ASAL MULA KATA “PUPUTAN’


Puputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal dari kata puput.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput bermakna terlepas dan tanggal.
Adapun yang dimaksud dengan kata puputan versi pribumi bali adalah perang sampai
nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat dikatakan kalau puputan adalah perang
sampai game over atau titik darahterakhir. Istilah Margarana diambil dari lokasi
pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di daerah Marga, Tababan-Bali.
Perlu diketahui, istilah puputan berbeda dengan frasa “sampai titik darah
penghabisan”. Dan konon, perlawanan Pak Rai dan kawan-kawan yang “sampai titik
darah penghabisan” telah memberikan inspirasi kepada penyusunan Sumpah Prajurit
Sapta Marga nomor dua yang berbunyi: Kami patriot Indonesia, pendukung serta
pembela ideologi negara, yang bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.

Walaupun frasa “tidak kenal menyerah” tidak sama benar dengan “sampai titik
darah penghabisan”, namun jika itu dilaksanakan, hasilnya bisa sama. Contohnya, jika
sebuah pasukan atau seorang prajurit yang tidak kenal menyerah dapat meloloskan
diri. Tetapi dalam keadaan yang tak mungkin meloloskan diri dan tetap pantang
menyerah, mungkin dia atau mereka akan hancur. Itu sama saja dengan melawan
sampai titik darah penghabisan. Kedua frasa di atas tidak dapat disamakan dengan
puputan, karena ia mempunyai makna dan sejarahnya sendiri.

Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa atau Taman Pahlawan Margarana digagas oleh
tokoh veteran pejuang kemerdekaan bernama I Nengah Wirtha Tamu atau Pak Tjilik, pada
awalnya hanya dibangun sebuah candi yang juga merupakan budaya warisan kuno, untuk
mengenang dan mengagungkan jiwa-jiwa pahlawan yang telah gugur.
Taman Bahagia, terletak di sebelah Utara dan Timur Laut Candi Pahlawan Margarana, yang
terdiri dari 1372 nisan atau tugu pahlawan yang menunjukkan jumlah pejuang yang gugur di
medan laga selama revolusi fisik di Bali, sebagai pahlawan perang kemerdekaan RI,
termasuk sebuah nisan untuk pahlawan tidak dikenal.

Anda mungkin juga menyukai