Anda di halaman 1dari 4

TUGAS IPS

PERANG JAGAD RAYA

KELAS VIII-1

ANGGOTA KELOMPOK
1. AULIA ZIKRILLAH
2. FATARIB MAULANA AKBAR
3. NABIIL ANUGERAH PRATAMA
Puputan Jagaraga (1848-1849)

Perang Puputan Jagaraga yang juga disebut Perang Bali II ini terjadi pada 1848
hingga 1849. Perang ini dilakukan oleh Patih Jelantik bersama dengan rakyat Buleleng, Bali.
Puputan Jagaraga disebabkan oleh ketidaktaatan Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made
Karangasem dan Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik pada perjanjian damai kekalahan perang
Buleleng pada 1846. Mengutip dari situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, perjanjian tersebut
ditandatangani oleh Raja Buleleng serta Raja Karangasem yang membantu Perang Buleleng.
Berikut merupakan isi perjanjian damai tersebut:

1. Kedua kerajaan harus mengakui Raja Belanda sebagai tuannya serta berada di bawah
kekuasaan Gubernemen.
2. Tidak diperbolehkan membuat perjanjian dengan bangsa kulit putih lainnya.
3. Penghapusan peraturan Tawan Karang. Tawan Karang adalah hak raja-raja Bali untuk
merampas kapal yang karam di perairannya.
4. Harus membayar biaya perang sebesar 300 ribu Gulden. Raja Buleleng harus
membayar 2/3 dari biaya perang. Sedangkan Raja Karangasem membayar 1/3 biaya
yang harus dilunasi dalam jangka waktu 10 tahun.

Setelah Perang Buleleng berakhir, I Gusti Ngurah Made Karangasem, I Gusti Ketut
Jelantik bersama pasukannya memindahkan Kerajaan Buleleng ke Desa Jagaraga karena:

1. Letaknya yang berada di bukit dan banyak jurang, memudahkan mereka untuk
melakukan serangan mendadak.
2. Hanya ada satu jalan penghubung, yakni melalui Desa Sangsit. Hal ini memudahkan
mereka untuk mengintai musuh yang hendak menyerang.
3. Jarak antara Jagaraga serta Pabean tergolong pendek sehingga mereka mudah
mengawasi gerak gerik pasukan Belanda.
4. Istri dari I Gusti Ketut Jelantik berasal dari Desa Jagaraga.

Selama di Jagaraga, I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng dengan dibantu oleh Jro
Jempiring telah menyusun strategi perang, yakni:

1. Membangun berbagai benteng pertahanan di Desa Jagaraga.


2. Melatih seluruh prajurit Buleleng dan Jagaraga.
3. Membangkitkan semangat warga Jagaraga untuk berperang serta menggunakan rumah
mereka sebagai lokasi penyimpangan logistik perang.
4. Meminta dukungan kepada raja-raja di Bali dalam hal persenjataan.
5. Penggunaan strategi perang Supit Surang atau Makara Wyuhana.
6. Adanya Pura Dalem Segara Madu Jagaraga yang terletak di belakang tembok
benteng.

Belanda yang saat itu menguasai Buleleng, Bali, merasa terusik dengan strategi serta
persiapan yang telah dilakukan oleh I Gusti Ketut Jelantik bersama warga Jagaraga lainnya.
Beberapa kali, I Gusti Ketut Jelantik merampok kapal milik Belanda di Pelabuhan Pabean
serta memboikot bahan makanan para serdadu Belanda.  Pada 8 Juni 1848, Belanda
menyerang Pelabuhan Sangsit menggunakan 22 kapal perang dengan meriam. Aksi ini turut
diikuti dengan aksi serangan balik dari I Gusti Ketut Jelantik beserta pasukannya. Tewasnya
250 serdadu Belanda menandai kekalahan mereka pada Perang Jagaraga pertama. Semangat
patriotisme yang tinggi dari pasukan Jagaraga serta ketidaktahuan tentang medan perang
menjadi faktor penyebab utama kekalahan Belanda.

Pada April 1849, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia menyusun strategi dan
melakukan persiapan untuk perang kedua di Jagaraga. Strategi yang dilakukan oleh Belanda
diantaranya mencari informasi dari orang pesisir tentang sistem dan strategi perang yang
digunakan I Gusti Ketut Jelantik. Selain itu, pihak Belanda juga mencari petunjuk jalan yang
dapat digunakan sebagai area penyerangan Jagaraga. 14 April 1849, Belanda mendarat di
Pelabuhan Pabean dan Sangsit. Mereka bersiap untuk melakukan aksi serangan di Jagaraga.
Saat itu, I Gusti Ketut Jelantik berupaya untuk mengajak Belanda berdamai sebagai bentuk
strategi mengulur waktu agar bisa meminta bantuan dari para raja Bali lainnya. Usulan
perdamaian ini ditolak oleh Belanda. Saat akan kembali ke Desa Jagaraga, ternyata benteng
pertahanan milik Jagaraga telah diserang habis-habisan oleh Belanda. Setelah melihat hal ini,
I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng hendak pergi ke Karangasem untuk meminta
bantuan Raja Karangasem. Namun, saat di tengah perjalanan, tiba-tiba pihak Belanda
menyerang I Gusti Ketut Jelantik serta I Gusti Ngurah Made Karangasem yang menyebabkan
mereka gugur dalam pertempuran. Sedangkan di Jagaraga, Jro Jempiring yang dibantu oleh
Pan Kelab selaku pimpinan prajurit Jembrana, Gusti Nyoman Munggu selaku pimpinan
prajut Mengwi, serta Cokorda Rai Puri Satria selaku pimpinan prajurit gabungan Gianyar dan
Klungkung telah menyerukan perang puputan dengan menghunus dua keris.

Anda mungkin juga menyukai