Anda di halaman 1dari 8

I Gusti Ketut Jelantik

A. Biografi I Gusti Ketut Jelantik


I Gusti Ketut Jelantik menjadi pemimpin dalam perlawanan terhadap invasi Belanda ke Bali, perlawanan
tersebut terjadi beberapa kali di Bali utara selama tahun 1846, 1848, dan 1849. Perlawanan ini bermula
karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu
hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta
seluruh isinya. Pada kala itu, Belanda berusaha memanipulasi rempah rempah Bali dan melalui
pelayaran Hongi, kapal Belanda karam Di Bali. Kapal tersebut langsung ditawan oleh Kerajaan Buleleng.
Ucapannya yang terkenal ketika itu ialah "apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup, aku tidak akan
mengakui kekuasaan Belanda di negeri ini". Pada tahun 1849, ia melarikan diri dari serangan Belanda di
Buleleng. Dengan penguasa Buleleng, ia melarikan diri ke sekutu Karangasem, tetapi ia akhirnya
terbunuh oleh pasukan Lombok, sekutu Belanda. Perang ini berakhir sebagai suatu puputan, seluruh
anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah penghabisan.
Namun akhirnya ia harus mundur ke Gunung Batur, Kintamani dan pada pada saat inilah perjuangannya
harus gugur. Setelah ia wafat, perjuangan Raja-Raja Bali mulai mengalami kemunduran. Seluruh Bali
dapat dikuasai dengan mudah, hanya Bali Selatan saja yang masih melakukan perlawanan.

B. Perannya dalam NKRI

Perannya itu
Melawan upaya Belanda menaklukkan pulau Bali

Jadi, pada tahun 1846, Ketut Jelantik melawan pasukan Belanda yang menyerang di Benteng Jagaraga.
Pada pertempuran ini, Belanda gagal mengalahkan pasukan Bali yang dipimpin oleh Ketut Jelantik.

Tetapi, pada tahun 1849 akibat serangan Belanda yang dibantu oleh tembakan meriam dari kapal
Belanda.

Ketut Jelantik akhirnya tewas diserang saat mengungsi ke Kintamani di Gunung Batur, di wilayah
Kerajaan Karangasem pada tahun 1849.

Perlawanannya berakhir setelah dia kalah perang..

Karena atas jasanya melawan penjajah belanda, I Gusti Ketut Jelantik diberikan penghargaan oleh
pemerintah Indonesia dengan gelar Pahlawan Nasional menurut SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993,
oleh Presiden Suharto

C. Kebahasaan dalam teks cerita sejarah

Teks yang digunakan

Kisah Heroik Gusti Ketut Jelantik Perang Puputan Usir Belanda

Kisah heroik I Gusti Ketut Jelantik hingga kini masih lekat dalam ingatan sebagian besar warga
Kabupaten Buleleng, Bali. Sebab, ketika rakyat Bali menyatakan perang puputan (perang hingga titik
darah penghabisan), Gusti Ketut Jelantik memimpin pasukan di Kabupaten Buleleng untuk mengusir
penjajah.

Ia mengembuskan napas terakhir pada pertempuran perang puputan yang selalu dikenang publik Bali.
Kisah I Gusti Ketut Jelantik dirajut dengan apik oleh Yayasan Pelestarian Bali Utara. Beberapa
peninggalannya seperti keris yang digunakan untuk berperang, saat ini masih tersimpan dalam museum
yang terletak di Kabupaten Buleleng tersebut.

I Made Palija, pengelola museum menuturkan, kala perang puputan bergolak, I Gusti Ketut Jelantik
merupakan patih di Kerajaan Buleleng yang dipimpin oleh I Gusti Made Karangsem pada 1825.
Kala itu, imbuh Palija, Belanda menuntut agar Raja Buleleng mengganti kerugian atas kapal-kapal
Belanda yang dirampas. Perampasan tersebut sesuai dengan hukum Tawan Karang yang menyatakan
kapal-kapal yang memasuki wilayah Bali akan menjadi milik raja.

Ia menuturkan, Patih Gusti Ketut Jelantik tidak mau tunduk terhadap tekanan dan tuntutan Belanda.
Begitupun dengan Belanda. Belanda tetap berkeras hati untuk menuntut raja dan rakyat Buleleng.

Akibatnya, pada 27 Juni 1846 terjadilah pertempuran antara pasukan Buleleng dan tentara Belanda.
"Pasukan Buleleng kalah, sehingga pada 29 Juni 1846 Buleleng jatuh ke tangan Belanda," ujar Palija.

Patih Jelantik Susun Strategi

Akibat kekalahan tersebut, lanjut Palija, Raja Buleleng dan Patih Jelantik mengungsi ke Jagaraga. Dalam
pengungsian, Patih Jelantik menyusun strategi untuk melawan kekuasaan Belanda. Patih Jelantik dan
pasukan Buleleng membangun benteng di Jagaraga.

"Patih Jelantik dan pasukan Buleleng mendapat dukungan dan bantuan prajurit dari kerajaan-kerajaan
lainnya," ia menambahkan.

Menjelang akhir 1846, lanjut Palija, di Jagaraga telah berkumpul laskar atau pasukan perang yang
beranggotakan 7.000 sampai 8.000 orang dengan persenjataan lengkap. Akhirnya pada bulan Juni 1848,
terjadilah perang antara laskar Buleleng dengan tentara Belanda. Dalam peperangan ini, Belanda tidak
mampu merebut Benteng Jagaraga.

Benda-benda peninggalan Gusti Ketut Jelantik di museum yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali.
Pihak Belanda kehilangan 14 perwira dan 242 prajurit. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jagaraga
I. Lalu meletuslah perang Jagaraga II. Dalam perang ini, tentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Van
Der Wijk tidak mampu menahan serangan laskar Buleleng yang dipimpin oleh Patih Ketut Jelantik.

"Belanda tidak puas dengan kemenangan Laskar Buleleng. Kemudian pada 31 Maret 1849, tentara
Belanda yang dipipin oleh Jenderal Michels melancarkan tembakan meriam dari atas kapal. Akibatnya
pada 16 April 1849, Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, sehingga Patih Jelantik bersama
pasukannya mundur ke pegunungan Batur Kintamani," tutur Palija.

Namun, menurut Palija, Belanda tidak melepaskan Patih Jelantik begitu saja. Belanda terus menyerang
Patih Jelantik dan pasukannya hingga gugur. Perang ini dikenal dengan nama Perang Puputan Jagaraga
artinya perang sampai titik darah penghabisan.

Hingga kini, peninggalan I Gusti Ketut Jelantik masih tersimpan rapih di museum yang dikelola Yayasan
Pelestarian Bali Utara. Hanya saja di museum ini cuma ada beberapa benda bersejarah milik I Gusti
Ketut Jelantik. "Ada keris, ada beberapa barang lainnya milik beliau," ujar Palija.

Benda-benda peninggalan Gusti Ketut Jelantik di museum yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali.

Kendati demikian, ia mengungkapkan masih banyak benda bersejarah milik I Gusti Ketut Jelantik yang
berada di tangan masyarakat. Misalnya baju beliau, Palija mengaku masyarakat Buleleng banyak yang
memilikinya.

"Baju masih banyak yang terpendam di masyarakat. Di desa-desa, kalau mau cari butuh biaya. Kalau ke
sana ambil punya masyarakat, kita kan harus memberi pengganti dalam bentuk sumbangan," kata dia.

Yang membuat miris, tak ada upaya dari pemerintah untuk mendorong terkumpulnya benda-benda
bersejarah milik I Gusti Ketut Jelantik dari tangan masyarakat. Palija menilai selama ini yayasannya
bergerak sendiri mengumpulkan benda-benda berharga tersebut.

Kebahasaan berdasarkan teks cerita sejarah diatas:

1. Keterangan
Keterangan adalah fungsi kalimat yang mudah berpindah posisi.

Keterangan memiliki beberapa jenis yaitu

a. Keterangan tempat

Contoh dalam teks:

Hingga kini, peninggalan I Gusti Ketut Jelantik masih tersimpan rapih di museum yang dikelola Yayasan
Pelestarian Bali Utara.

b. Keterangan waktu

Contoh dalam teks:

I Gusti Ketut Jelantik menjadi pemimpin dalam perlawanan terhadap invasi Belanda ke Bali, perlawanan
tersebut terjadi beberapa kali di Bali utara selama tahun 1846, 1848, dan 1849.

c. Keterangan alat

Contoh dalam teks:

Menjelang akhir 1846, lanjut Palija, di Jagaraga telah berkumpul laskar atau pasukan perang yang
beranggotakan 7.000 sampai 8.000 orang dengan persenjataan lengkap.

d. Keterangan tujuan

Contoh dalam teks:

Patih Jelantik menyusun strategi untuk melawan kekuasaan Belanda.

e. Keterangan cara

Contoh dalam teks: -

f. Keterangan penyerta

Contoh dalam teks:

Akhirnya pada bulan Juni 1848, terjadilah perang antara laskar Buleleng dengan tentara Belanda.

g. Keterangan perbandingan

Contoh dalam teks:-

h. Keterangan sebab

Contoh dalam teks:


Perlawanan ini bermula karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan tawan karang
yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di
perairannya beserta seluruh isinya.

2. Kata sifat

Kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina atau kata benda. Contohnya, keras, ringan, cungkring,
kaya, dsb.

3. Bahasa kias

Kata kias adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai
sehari-hari, penyimpangan bahasa standar, atau penyimpangan makna suatu kata atau serangkaian kata
agar memperoleh beberapa arti khusus atau efek. Bahasa kias terbagi menjadi dua, yaitu makna
simbolik dan ungkapan

Contoh dalam teks yaitu:

Belanda tetap berkeras hati untuk menuntut raja dan rakyat Buleleng.

D. Nilai-nilai yang dapat kita ambil dari riwayat hidup I Gusti Ketut Jelantik dalam kehidupan sehari-hari
adalah

1.rela berkorban

2.semangat pantang menyerah

3.jiwa nasionalisme yang tinggi

4.cinta tanah air

5.bertangung jawab

E. Inspirasi nya” kita harus setia sepeti I Gusti Ketut Jelantik karena iya membela Bali sampai titik darah
terakhir sepeti kita harus setia kepada hal yang kita banggakan harus menjaga Indonesia dari Hilang
nya kesatuan dan kedamaian”

Anda mungkin juga menyukai