Perannya itu
Melawan upaya Belanda menaklukkan pulau Bali
Jadi, pada tahun 1846, Ketut Jelantik melawan pasukan Belanda yang menyerang di Benteng Jagaraga.
Pada pertempuran ini, Belanda gagal mengalahkan pasukan Bali yang dipimpin oleh Ketut Jelantik.
Tetapi, pada tahun 1849 akibat serangan Belanda yang dibantu oleh tembakan meriam dari kapal
Belanda.
Ketut Jelantik akhirnya tewas diserang saat mengungsi ke Kintamani di Gunung Batur, di wilayah
Kerajaan Karangasem pada tahun 1849.
Karena atas jasanya melawan penjajah belanda, I Gusti Ketut Jelantik diberikan penghargaan oleh
pemerintah Indonesia dengan gelar Pahlawan Nasional menurut SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993,
oleh Presiden Suharto
Kisah heroik I Gusti Ketut Jelantik hingga kini masih lekat dalam ingatan sebagian besar warga
Kabupaten Buleleng, Bali. Sebab, ketika rakyat Bali menyatakan perang puputan (perang hingga titik
darah penghabisan), Gusti Ketut Jelantik memimpin pasukan di Kabupaten Buleleng untuk mengusir
penjajah.
Ia mengembuskan napas terakhir pada pertempuran perang puputan yang selalu dikenang publik Bali.
Kisah I Gusti Ketut Jelantik dirajut dengan apik oleh Yayasan Pelestarian Bali Utara. Beberapa
peninggalannya seperti keris yang digunakan untuk berperang, saat ini masih tersimpan dalam museum
yang terletak di Kabupaten Buleleng tersebut.
I Made Palija, pengelola museum menuturkan, kala perang puputan bergolak, I Gusti Ketut Jelantik
merupakan patih di Kerajaan Buleleng yang dipimpin oleh I Gusti Made Karangsem pada 1825.
Kala itu, imbuh Palija, Belanda menuntut agar Raja Buleleng mengganti kerugian atas kapal-kapal
Belanda yang dirampas. Perampasan tersebut sesuai dengan hukum Tawan Karang yang menyatakan
kapal-kapal yang memasuki wilayah Bali akan menjadi milik raja.
Ia menuturkan, Patih Gusti Ketut Jelantik tidak mau tunduk terhadap tekanan dan tuntutan Belanda.
Begitupun dengan Belanda. Belanda tetap berkeras hati untuk menuntut raja dan rakyat Buleleng.
Akibatnya, pada 27 Juni 1846 terjadilah pertempuran antara pasukan Buleleng dan tentara Belanda.
"Pasukan Buleleng kalah, sehingga pada 29 Juni 1846 Buleleng jatuh ke tangan Belanda," ujar Palija.
Akibat kekalahan tersebut, lanjut Palija, Raja Buleleng dan Patih Jelantik mengungsi ke Jagaraga. Dalam
pengungsian, Patih Jelantik menyusun strategi untuk melawan kekuasaan Belanda. Patih Jelantik dan
pasukan Buleleng membangun benteng di Jagaraga.
"Patih Jelantik dan pasukan Buleleng mendapat dukungan dan bantuan prajurit dari kerajaan-kerajaan
lainnya," ia menambahkan.
Menjelang akhir 1846, lanjut Palija, di Jagaraga telah berkumpul laskar atau pasukan perang yang
beranggotakan 7.000 sampai 8.000 orang dengan persenjataan lengkap. Akhirnya pada bulan Juni 1848,
terjadilah perang antara laskar Buleleng dengan tentara Belanda. Dalam peperangan ini, Belanda tidak
mampu merebut Benteng Jagaraga.
Benda-benda peninggalan Gusti Ketut Jelantik di museum yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali.
Pihak Belanda kehilangan 14 perwira dan 242 prajurit. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jagaraga
I. Lalu meletuslah perang Jagaraga II. Dalam perang ini, tentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Van
Der Wijk tidak mampu menahan serangan laskar Buleleng yang dipimpin oleh Patih Ketut Jelantik.
"Belanda tidak puas dengan kemenangan Laskar Buleleng. Kemudian pada 31 Maret 1849, tentara
Belanda yang dipipin oleh Jenderal Michels melancarkan tembakan meriam dari atas kapal. Akibatnya
pada 16 April 1849, Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, sehingga Patih Jelantik bersama
pasukannya mundur ke pegunungan Batur Kintamani," tutur Palija.
Namun, menurut Palija, Belanda tidak melepaskan Patih Jelantik begitu saja. Belanda terus menyerang
Patih Jelantik dan pasukannya hingga gugur. Perang ini dikenal dengan nama Perang Puputan Jagaraga
artinya perang sampai titik darah penghabisan.
Hingga kini, peninggalan I Gusti Ketut Jelantik masih tersimpan rapih di museum yang dikelola Yayasan
Pelestarian Bali Utara. Hanya saja di museum ini cuma ada beberapa benda bersejarah milik I Gusti
Ketut Jelantik. "Ada keris, ada beberapa barang lainnya milik beliau," ujar Palija.
Benda-benda peninggalan Gusti Ketut Jelantik di museum yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali.
Kendati demikian, ia mengungkapkan masih banyak benda bersejarah milik I Gusti Ketut Jelantik yang
berada di tangan masyarakat. Misalnya baju beliau, Palija mengaku masyarakat Buleleng banyak yang
memilikinya.
"Baju masih banyak yang terpendam di masyarakat. Di desa-desa, kalau mau cari butuh biaya. Kalau ke
sana ambil punya masyarakat, kita kan harus memberi pengganti dalam bentuk sumbangan," kata dia.
Yang membuat miris, tak ada upaya dari pemerintah untuk mendorong terkumpulnya benda-benda
bersejarah milik I Gusti Ketut Jelantik dari tangan masyarakat. Palija menilai selama ini yayasannya
bergerak sendiri mengumpulkan benda-benda berharga tersebut.
1. Keterangan
Keterangan adalah fungsi kalimat yang mudah berpindah posisi.
a. Keterangan tempat
Hingga kini, peninggalan I Gusti Ketut Jelantik masih tersimpan rapih di museum yang dikelola Yayasan
Pelestarian Bali Utara.
b. Keterangan waktu
I Gusti Ketut Jelantik menjadi pemimpin dalam perlawanan terhadap invasi Belanda ke Bali, perlawanan
tersebut terjadi beberapa kali di Bali utara selama tahun 1846, 1848, dan 1849.
c. Keterangan alat
Menjelang akhir 1846, lanjut Palija, di Jagaraga telah berkumpul laskar atau pasukan perang yang
beranggotakan 7.000 sampai 8.000 orang dengan persenjataan lengkap.
d. Keterangan tujuan
e. Keterangan cara
f. Keterangan penyerta
Akhirnya pada bulan Juni 1848, terjadilah perang antara laskar Buleleng dengan tentara Belanda.
g. Keterangan perbandingan
h. Keterangan sebab
2. Kata sifat
Kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina atau kata benda. Contohnya, keras, ringan, cungkring,
kaya, dsb.
3. Bahasa kias
Kata kias adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai
sehari-hari, penyimpangan bahasa standar, atau penyimpangan makna suatu kata atau serangkaian kata
agar memperoleh beberapa arti khusus atau efek. Bahasa kias terbagi menjadi dua, yaitu makna
simbolik dan ungkapan
Belanda tetap berkeras hati untuk menuntut raja dan rakyat Buleleng.
D. Nilai-nilai yang dapat kita ambil dari riwayat hidup I Gusti Ketut Jelantik dalam kehidupan sehari-hari
adalah
1.rela berkorban
5.bertangung jawab
E. Inspirasi nya” kita harus setia sepeti I Gusti Ketut Jelantik karena iya membela Bali sampai titik darah
terakhir sepeti kita harus setia kepada hal yang kita banggakan harus menjaga Indonesia dari Hilang
nya kesatuan dan kedamaian”