Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………….1
Daftar Isi……………………………………………………..2
A. Biodata……………………………………………………3
B. Riwayat Perjuangan……………………………………….4
C. Kesimpulan………………………………..........................5
2
A. BIODATA
3
B. RIWAYAT PERJUANGAN
4
kesempatan itu I Gusti Ketut Jelantik memberikan reaksi yang
keras, sambil menghunus keris lalu menusuk kertas perjanjian
dan mencerca orang Belanda: ”Hai kau si mata putih (utusan
Belanda) yang biadab, sampaikan pesanku kepada
pimpinanmu di Betawi agar segera menyerang Den Bukit”
(Bali Utara).
Peristiwa ini menunjukkan bagaimana kebesaran dan
keberanian Patih I Gusti Ketut Jelantik dalam
mempertahankan sikap, setia pada ucapan dan perbuatan,
tekad yang kuat menentang penjajah Belanda.
Pada tanggal 27 Juni 1846 pihak Belanda mengadakan
perlawanan terhadap pasukan Bali dan pertempuran tersebut
berlangsung sangat seru yang berakhir dengan jatuhnya
Buleleng ke tangan Belanda pada tanggal 29 1846. Raja
Buleleng dan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik mundur ke Desa
Jagaraga untuk menyusun kekuatan.
Dalam mempertahankan desa (benteng) Jagaraga Patih
Jelantik giat memperkuat pasukannya, dan mendapat
dukungan dari kerajaan lainnya seperti Karang Asem,
Klungkung, Badung dan Mengwi.
Patut kita catat disini bahwa Patih Agung I Gusti Ketut
Jelantik adalah orang yang ahli dalam strategis perang seperti
benteng Jagaraga dibuat dengan gelar “Supit Urang” selain itu
ia juga disegani oleh raja-raja di Bali karena keberanian dan
tekad bajanya menentang penjajah Belanda.
5
Pada tanggal 6 sampai dengan 8 Juni 1848 pihak Belanda
mengirim expedisi yang kedua dengan mendaratkan
pasukannya di Sangsit. Perlawanan dari pasukan Bali
dipimpin oleh Patih Agung I Gusti Ketut Jelantik. Ia memberi
komando dari Benteng Jagaraga yang merupakan benteng
paling kuat dari empat benteng lainnya. Dari pihak Belanda
dipimpin oleh Jenderal Van der Wijck, tetapi pasukan darat
Belanda tidak berhasil mendesak pasukan Bali, karena itu
iamemerintahkan pasukannya mundur ke panati. Di pihak Bali
hanya satu benteng saja yang jatuh ke tangan Belanda yaitu
benteng disebelah timur Sansit dekat Bungkulan.
Kekalahan Belanda ini menambah kepercayaan raja-raja
Bali akan kekuatan dan kepemimpinan Patih Agung I Gusti
Ketut Jelantik. Keberhasilan laskar Patih Jelantik sangat
mengagetkan orang-orang Belanda sehingga menggegerkan
Parlemen Belanda.
Kemenanagan laskar Buleleng menyebabkan pihak
Belanda mengirimkan expedisinya yang ketika pada tanggal
31 Maret 1849 di bawah pimpinan Jenderal Michiels. Mereka
melancarkan tembakan-tembakan meriam dari atas kapal,
mereka bergerak menuju Singaraja pada tanggal 2 April 1849.
Raja Karangasem dan Raja Buleleng mengirim utusannya
untuk menyerahan surat tetapi gagal. Kemudian pada tanggal
7 April 1849 Raja ‘ Buleleng I Gusti Ngurah Made
Karangasem dan Patih I Gusti Ketut Jelantik bersama 10-12
ribu orang prajurit berhadapan dengan tentara Belanda yang
dipimpin oleh Jenderal Michiels. Pihak Belanda tetap menun-
6
tut agar Raja Buleleng mengakui kekuasaan pemerintah
Hindia Belanda dan membongkar semua benteng yang ada di
Jagaraga.
Tuntutan Belanda tidak dilaksanakan oleh Patih Jelantik,
maka terjadilah perang dan akhirnya benteng Jagaraga jatuh
ketangan Belanda pada tanggal 16 April 1849.
Dari pihak Bali pasukannya terdesak mundur sampai ke
pegunungan Batur Kintamani, selanjutnya terus ke
Karangasem mencari bantuan.
Kemudian Karangasem diserang oleh pasukan Belanda
yang didatangkan dari Lombok. Pasukan Belanda terus
menyerang sampai kepegunungan Bale Punduk, akhirnya
Patih Jelantik gugur.
C. KESIMPULAN
7
Sikap politiknya yang tegas tampak dalam sikap dan
tindakannya yang menolak tuntutan bahwa kerajaan Buleleng
berada dibawah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.
Sikapnya konsisten dalam perjuangan melawan upaya
Pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan Hukum
Kolonial di Wilayah Kerajaan Buleleng. Hal ini menunjukan
semangat nasionalisme yang sangat tinggi. I Gusti Ketut
Jelantik sebagai tokoh perlawanan/perjuangan dalam
perjalanan hidupnya tanpa cacat.
Atas jasa dan perjuangannya, Pemerintah RI
menganugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK
Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993 tanggal 19 Agustus
1993.