Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Sejarah Mode Tata Rias Dosen
Pengampu:
1. Delta Apriyani S.pd., M.Pd.
2. Sita Nurmasitah S.S.,M.Hum.
Disusun Oleh:
Amara Dwi Maharani NIM 5402422062
Alfina Najmul Falakh NIM 5402422075 Keken
Mayasari NIM 5402422009
Shalom Sihing Manah NIM 5402422072 Yulianda
April Riatin NIM 5402422007
Kelompok 8
Rombel 1
Kata Pengantar
Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Pembahasan
A. Sejarah tata rias Paes Ageng Yogyakarta
B. Makna simbolis Paes Ageng Yogyakarta
C. Bentuk riasan adat, busana, akseksoris dan hair do pada pengantin gaya
Yogyakarta Paes Ageng
Penutup
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Kata Pengantar
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat kepada kita semua, sehingga karena karunia-Nya dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sejarah
Mode Tata Rias dengan judul “Sejarah Pengantin Paes Ageng Yogyakarta ”. Dalam
penyusunan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
dipergunakan sebaik-baiknya.
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang
Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang beraneka ragam.
Budaya yang beraneka ragam itu seperti adat istiadat, bahasa, busana, tarian,
makanan, dan sebagainya. Salah satu hasil budaya jawa yaitu berkaitan dengan
busananya. Salah satunya dalam hal upacara pernikahan. Dalam masyarakat jawa,
perkawinan merupakan salah satu siklus penting dalam kehidupan manusia.
Manusia dianggap telah sempurna hidupnya jika telah menikah. Diharapkan
dengan menikah, maka akan terbentuk sebuah keluarga baru yang nantinya akan
mempunyai keturunan sebagai generasi penerus keluarga tersebut.
Salah satu kebudayaan perkawinan bangsa kita adalah upacara
perkawinan adat jawa gaya yogyakarta. Pada zaman dahulu perkawinan adat
yogyakarta masih sederhana dan belum teratur, karena sebelum indonesia
merdeka upacara perkawinan didassarkan pada kelompok/stratifikasi social
sehingga tidak mungkin seorang yang bukan keturunan kraton menggunakan
busana kraton. Tetapi tradisi kraton Yogyakarta Hardiningrat seperti perkawinan
sudah menjadi milik bersama. Siapapun yang ingin melaksanakan perkawinan
dengan tradisi kraton sudah tidak mengalami hambatan lagi.
Maka dari itu sebagai generasi muda kita wajib ikut melestarikan budaya
indonesia. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai adat istiadat perikahan
Yogyakarta, tata rias wajah, model rambut, dan aksesoris, serta busana pengantin
Yogyakarta. Dalam pernikahan Yogyakarta tentuya juga mengalami perubahan
dan perkembangan setiap tahunnya mulai dari tata rias wajah, baju pengantin
serta akseksorisnya.
Akhir-akhir ini juga rias dan busana pengantin adat Jawa gaya
Yogyakarta lebih banyak dibicarakan dari segi bentuk lahiriahnya sebagai
perkembangan mode atau unsur seni tata rias/ dekorasi. Sedangkan isi dan
kandungan makna yang terkandung di dalamnya jarang dibicarakan. Demikian
juga fungsi dan asal dari rias dan busana pengantin itu sendiri jarang dibicarakan.
Hal ini menimbulkan ketidakseragaman dalam menyusun kombinasi antara rias
dan busana pengantin dengan rangkaian upacara yang menyertainya. Misalnya,
rias dan busana pengantin adat Jawa gaya Yogyakarta dikombinasikan dengan
tata cara daerah lain. Padahal, dalam rias dan busana pengantin Paes Ageng gaya
Yogyakarta, yang bersumber dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sudah ada
aturan-aturan atau ketentuan yang baku, sehingga kandungan maknanya yang
prinsipil tidak mengalami perubahan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah tata rias Paes Ageng Yogyakarta?
2. Apa makna simbolis yang terdapat pada pengantin Paes Ageng Yogyakarta?
3. Bagaimana bentuk riasan adat, busana aksesoris
C. TUJUAN
1. Ingin mengetahui makna simbolis ynag terdapat pada pengantin gaya
yogyakarta Paes Ageng
2. Ingin mengetahui sejarah pengantin gaya Yogyakarta Paes Ageng
3. Ingin mengetahui bentuk riasan adat, busana, akseksoris dan hair do pada
pengantin gaya Yogyakarta Paes Ageng.
Bab II Pembahasan
1. Paes prada
Tata rias dahi adalah tata rias khas untuk pengantin adat Jawa yang
lazim disebut paes. Pada rias pengantin wanita Paes Ageng Jogja ini, tata rias
diawali dengan membuat cengkorongan atau riasan berbentuk runcing pada
dahi. Riasan ini kemudian dihitamkan dengan bahan yang disebut pidih.
Selanjutnya, di bagian tepi cengkorongan diberi ketep berwarna emas serta
serbuk emas yang disebut prada.
2. Cithak
3. Alis mejangan
Salah satu riasan yang mencolok dalam Paes Ageng Jogja adalah
bentuk alis yang ujungnya berukir seperti tanduk rusa atau yang dalam bahasa
Jawa disebut menjangan. Karena rusa adalah hewan yang cerdik, cerdas dan
anggun, artinya perempuan harus memiliki ketiga karakter tersebut. Selain
alis, yang tampak berbeda dari riasan ini terdapat pada mata yang diberi
celah-celah disebut jahitan mata. Fungsinya adalah agar mata tampak indah
dan memberi kesan redup.
4. Cunduk mentul
5. Pethat gunungan
6. Centhung
Aksesoris ini berjumlah dua buah yang bentuknya menyerupai gerbang
yang dipasang di sisi kanan dan kiri kepala. Keberadaan centhung memiliki
makna bahwa perempuan telah siap untuk menuju ke gerbang baru kehidupan
pernikahan bersama pasangannya. Selain itu centhung juga merupakan
simbol bahwa alam pikiran manusia seharusnya ditujukan kepada Allah.
Manusia dapat menjadi hamba Tuhan yang menyatu dengan Allah
(manunggaling kawula Gusti) dengan cara menunduk dan bersujud dahulu
kepada-Nya, kemudian menengadah untuk memohon ampunan dan
keselamatan.
7. Subang ronyok
8. Kalung susun
Kalung susun atau tanggalan merupakan hiasan leher yang terdiri tiga
lempengan yang diikat menjadi satu susunan. Kalung ini mengandung makna
adanya kemauan, adanya wujud, dan adanya kehidupan. Selain itu, hiasan
tersebut juga bemakna bahwa manusia mengalami tiga tahap dalam
kehidupan, yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Bentuk naga sebagai model kelat bahu dalam adat pernikahan Jawa
bukan tanpa alasan, ia menjadi simbol bahwa perempuan harus tetap kuat
untuk menghadapi liku-liku di dalam pernikahan. Sebagai perempuan, ia juga
diharapkan memiliki tekad sekuat naga, yang merupakan makhluk mitologi
dengan kekuatan yang besar
11. .Penunggul
12. Penggapit
Penggapit merupakan bentuk paes yang berada di kiri dan kanan
penunggul. Pengapit ini berbentuk ngudup kantil yaitu bunga kantil yang
belum mekar dan dibagian ujung berbentuk sedikit runcing. Dalam pola paes
lekukan ini mengapit penunggul. Pengapit mengandung arti pendamping
kanan dan kiri. Kadang walaupun manusia menjadi manusia sempurna yaitu
baik segalanya, namun apabila terpengaruh oleh sifat buruk dari
pendampingnya sebelah kiri yaitu istrinya atau suminya maka akan tersesat
juga. Oleh karena itu pendamping kanan sebagai suami harus berperan
sebagai penyeimbang dan pemomong setia yang selalu mengingatkan melalui
suara hati agar kebaikan seseorang tetap kuat dan teguh sehingga tidak
terpengaruh.
13. Penitis
Penitis merupakan bentuk paes yang berada diatas godheg atau terletak
disebelah kiri dan kanan pengapit. Dalam pola paes lekukan ini berada paling
luar. Bentuk penitis ini seperti potongan daun sirih tetapi lebih kecil ujungnya
sedikit melengkung. Penitis merupakan simbol kearifan dan harapan agar
kedua mempelai mencapai tujuan yang tepat.
14. Godhe
Godhe merupakan bentuk paes yang memperindah cambang. Godheg
berbentuk melengkung kebelakang menyerupai ujung pisau ( mangot ) yang
mengandung arti bahwa seseorang harus mengetahui asal usulnya. Manusia
harus mengetahui darimna dia datang dan kemana dia harus pergi ( sangkan
paraning dumadi ). Ketika manusi sudah paham tentang asal usulnya dan
selalu mengasah mingising budi, maka manusia diharapkan dapat kembali ke
asal dengan sempurna dengan tidak mengutamakan keduniawian.
17. Kinjengan
Tak dapat disangkal, ketika hadir dalam balutan busana pengantin Yogya Paes Ageng,
sang pengantin wanita pun seakan menjelma bak putri kraton. Balutan kampuh dodot
melapisi kain cinde yang melilit tubuh sang dara ayu. Pada dodot kampuh, motif Sido
Mukti yang mengandung harapan untuk kebahagian pengantin, atau Sido Asih yang
bermakna saling menyayangi, dipadukan dengan motif semen yang berisi harapan untuk
tumbuh subur. Kampuh sendiri merupakan simbol kesusilaan manusia. Kampuh yang
berupa lembaran besar sederhana dililit dan dilipat menjadi satu, membalut tubuh,
mengandung makna seseorang yang belum banyak tahu menjadi serba tahu dan
sempurna. Di bagian pinggang dililitkan udet cinde atau selendang kecil bercorak cinde
yang dibuat pita dan sisanya dibiarkan menjuntai, lalu ditutup dengan pending emas.
Perpaduan kain batik prada bermakna agung dengan paes prada, serta serta perhiasan
keemasan mulai dari aksesori rambut, gelang, juga kalung, menghadirkan keagengan atau
keanggunan yang sulit terbantahkan.
Kain kampuh dodot juga dikenakan oleh pengantin pria Yogya Paes Ageng. Dengan
bertelanjang dada, celana panjang cinde dikenakan dibalik dodot kampuh yang memiliki
motif yang sama dengan pengantin wanita. Busana pengantin pria dilengkapi dengan
amparan atau sisa dari kepanjangan sudut atau kunca sebelah kiri yang menjuntai ke
bagian depan bawah, serta lumajang sisa dari kepanjangan sudut atau kunca sebelah
kanan yang menjuntai dan jatuh di bagian samping. Ketika berjalan, pengantin pria
memegang amparan dengan tangan kiri
3. Bentuk Hair Do
BAB III
Kesimpulan
Kebudayaan selalu berubah dan berkembang supaya mengalami keberlanjutan, dengan
mendapat mendapat pengaruh dari luar maupun dari dalam kebudayaan itu sendiri.
Berdasar rumusan masalah yang telah diungkapkan di awal, yaitu mengenai proses
perkembangan yang terjadi pada busana pengantin gaya Yogyakarta dan nilai-nilai yang
bertahan dan berubah pada busana pengantin gaya Yogyakarta, maka dari penelitian yang
telah penulis lakukan diperoleh kesimpulan. Kontinuitas yang terjadi karena adanya
keinginan dan rasa kebangaan untuk menunjukkan identitas sebagai orang Jawa pada
acara pernikahan oleh para pengantin.
Secara visual, kontinuitas tatanan pengantin adat gaya Yogyakarta terdapat pada paes
yang terdiri dari penunggul, penitis, pengapit dan godheg dengan bentuk melengkung dan
ujungnya runcing. Warna hitam pekat selalu digunakan pada paes gaya yogyakarta,
namun ada kebaruan bahan pembuatan dengan kertas yang ditempel sebagai pengganti
pidih. Cengkorongan paes yang terbuat dari kertas tidaklah seindah yang diolesi pidih
karena rawan lepas saat digunakan. Ukuran lebar dan panjang paes juga mengalami
pergeseran tidak sesuai pakem dikarenakan faktor kemampuan dan pengetahuan juru rias
maupun permintaan calon pengantin. Kain motif batik sebagai bawahan busana selalu
digunakan sebagai padanan kebaya yang mengalami banyak perubahan. Motif yang
digunakan harus memiliki makna kebaikan seperti motif semen seperti semen rama, sido
mukti, sido asih, dan sido luhur. Meskipun senantiasa memakai kain motif batik, teknik
pembuatannya sudah beragam seperti batik cap dan batik printing. Busana pengantin
gaya Yogyakarta mengalam proses perubahan dari yang semula sesuai pakem dengan
ukuran dan aturan tertentu menjadi banyak variasi dan modifikasi. Dari munculnya
busana pengantin modifikasi merupakan kelanjutan dari proses perubahan yang ada di
Keraton sendiri
Perubahan yang ada pada pada busana pengantin gaya Yogyakarta justru berdampak
positif pada keberlanjutan penerapan pernikahan adat dalam dinamika masa kini.
Perubahan dan penggayan yang ada pada busana pengantin merupakan wujud kreatifitas
sebagai upaya regenerasi budaya. Hal tersebut tidak lantas mengambil alih posisi busana
pengantin gaya Yogyakarta yang pakem, karena suatu budaya yang klasik tidak dapat
lagi ditandingi. Keberadaan modifikasi busana pengantin di bawah busana pengantin
gaya Yogyakarta klasik.