Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizni Rahma Kamila

Kelas : 8c
No Absen : 30

PERJUANGAN I GUSTI KETUT JELANTIK MELAWAN PENJAJAH BELANDA

            I Gusti Ketut Jelantik, terlahir di desa Tukadmungga pada  tahun 1850. Beliau adalah
generasi ke IX dalam silsilah keturunan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti. Pada usia 25 tahun, I
Gusti Ketut Jelantik ditinggal wafat oleh ayahandanya, I Gusti Ketut Banjar, yang pernah
menjabat Sedahan Agung semasih Bali di bawah raja I Gusti Made Karang.
Ibunya, Gusti Biang Kompyang Keramas berasal dari Banjar Penataran desa Buleleng, setelah
menjanda diambil sebagai isteri oleh I Gusti Bagus Jelantik, yang tidak lain adalah kakak
kandung I Gusti Ketut Banjar almarhum. I Gusti Bagus Jelantik waktu itu sebagai Punggawa
Penarukan (1860-1880) yang kemudian merangkap jabatan sebagai Patih Kerajaan Buleleng
(1872-1887). Mereka tinggal di Puri

Kanginan beserta seluruh sanak keluarga.


            Kini I Gusti Ketut Jelantik telah diangkat sebagai penguasa lokal, menjabat punggawa
district van Buleleng sejak 1898. Beliau bertugas dibawah asisten residen (pejabat) Schwartz.
Waktunya bertepatan dengan dimulainya politik luar negeri Belanda di Den Haag, dengan
"ethische politiek" atau politik ber-etika di Indonesia yang penerapan lebih lunak setelah
berlakunya "cultuurstelsel" yang mendapat kritik secara luas, baik di negeri jajahan maupun di
parlemen Belanda. Kebijakan baru ini memberi peluang lebih besar kepada tokoh "pribumi"
untuk mengatur pembangunan di wilayahnya. Demikian juga di Buleleng.
Kesempatan ini digunakan oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan membangun kehidupan yang lebih
baik bagi masyarakat.
            I Gusti Ketut Jelantik tentunya tidak bebas menjalankan kebijakan sendiri dalam
tugasnya. Diatas beliau ada kekuasaan Asisten residen. Maka kerap kali beliau mendampingi
perjalanan kerja (tourne) ke pelbagai wilayah kerajaan di Bali. Setelah menguasai Buleleng dan
Karangasem, sepertinya Belanda ingin menacapkan kukunya di wilayah Badung dan Tabanan.
Ini dialami langsung oleh I Gusti Ketut Jelantik dalam menjalankan tugasnya sebai seorang
punggawa yang diatur-atur oleh Belanda sebagai atasannya.
            I Gusti Ketut Jelantik mengikuti perjalanan Asisten residan Schwartz ke pelbagai daerah
di Bali. Pada tanggal 17 Juli 1899 muali perjalanan ke Tabanan dan Badung, dengan berkuda,
dari Singaraja. Ikut dalam rombongan itu Ida Bagus Gelgel. Juga ikut serta I Gusti Ketut Jiwa
sebagai juru bahasa. Setelah enam setengah sampailah rombongan d Pengastulan. Singgah di
Bubunan memeriksa sebuah pesanggrahan yang sedang dibangun.
            Tanggal 18 Juli, dilanjutkan ke desa Petemon, Ringdikit, Rangdu, Mayong,   Busugbiu
dan Kekeran. Penduduk di desa Bantiran waktu itu berjumlah 200 jiwa. Asisten residen mencatat
bahwa daerah ini juga seperti daerah lain di Buleleng sangatlah subur dan indah. Di Pupuan
terdapat kebun kopi yang saat itu sedang panen besar. Penduduk berjumlah 200 jiwa dengan 16
orang keturuna Cina. Selain itu Pupuan terdapat kegiatan penjualan candu selain di beberapa
tempat di Buleleng. Sedangkan di Pujungan berpenduduk 400 jiwa Sampailah  perjalanan
rombongan di perbukitan dengan hutan yang sangat lebat yang berada di perbatasan Buleleng
dan Tabanan. Beberapa "koelie" atau orang suruhan dikirim oleh Raja Tabanan menyongsong
dan membantu mengangkut barang bawaan para pejabat pemerintah.
            Ibukota Tabanan berbentuk hamparan memanjang dengan jalan lebar saling berpotongan
(pempatan) yang kelihatannya kurang terawat, berpenduduk sekitar 1000 orang. Di pusat kota
terdapat beberapa puri, di antaranya Puri Agung sebagai istana Raja (Cokorda), Puri Kaleran
sebagao istana (Wakil Raja) Gusti Ngurah Made Kaleran. Juga terdapat Puri Oka, Puri Anyar
dan Puri Dangin yang menjadi tempat tinggal sanakkeluarga Raja. 22 Juli 1899. Pada pagi hari
setelah kedatangan kami, diisi dengan kunjungan resmi ke Puri agung menghadap kepada
Cokorda. Waktu perjamuan ditentukan oleh putra-putranya, dan sewaktu rombongan memasuki
puri, para Pedanda dan Punggawa menyongsong kedatangan rombongan tamu pembesar dari
Singaraja, diantar ke kediaman Raja. Melihat suasana penyambutan Tuan Schwartz kelihatan
sangat puas. Apalagi, tinggi di atas tiang terlihat bendera Belanda tigawarna berkibar dengan
megahnya.
            Kedatangan para pembesar dari Singaraja sebagai ibu kota Bali disongsong oleh Wakil
Raja Tababan Gusti Ngurah Made Kaleran. Sedangkan Cokorda Gusti Ngurah Agung, berumur
sekitar 80 tahun, menuggu di dalam Puri. Ketika kami memasuki halaman dalam, Cokorda Gusti
Ngurah Agung turun menyongsong rombongan dengan tergopoh-gopoh, seraya menunjukkan
jalan ke ruangan tamu yang disebut Bale Petandakan.
            Kerajaan Tabanan memang sudah menandatangani kontrak dengan Belanda tahun 1844.
Namun Belanda akhirnya memakai kekerasan perang, melalui tiga kali penyerbuan, yang
akhirnya berhasil menaklukkan kerajaan Buleleng sehingga kekuasaan Belanda di Bali sudah
menjadi kenyataan. Setelah itu kembali pihak Belanda menyodorkan surat kontrak pada tahun
1849. Kenyataan inilah yang menimbulkan kekecewaan para raja di Bali. Maka dalam kegiatan
pemerintahan banyak dilimpahkan kepada para wakilnya bilamana kemudian berhadapan dengan
pejabat pemerintah Belanda.
            Dalam pembicaraan antara para pembesar pemerintahan, secara garis besar berkesan
sepertinya pihak Belanda, melalui kontlir bidang politik Schwartz atas nama Residen Liefrinck
tidak lain berbasa basi dengan berbagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat di Tabanan.
Kemudian misi ini dilanjutkan ke Wilayah kerajaan Badung.
            I Gusti Ketut Jelantik adalah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Bali. Seorang
patih agung dari kerajaan Buleleng yang merupakan putera dari I Gusti Nyoman Jelantik Raya.
Beliau diangkat sebagai patih di kerajaan Buleleng pada tahun 1828 dan meninggal pada tahun
1849. I Gusti Ketut Jelantik dinobatkan sebagai salah satu pahlawan nasional karena
keberaniannya dalam melawan penjajah Belanda pada saat itu. Sikap dan tindakanya dinilai
berani karena menolak tuntutan Belanda dalam sebuah perundingan yang menuntut agar kerajaan
buleleng mengganti kerugian kapal yang dirusak dan mengakui kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda. Pada saat perundingan iitu pihak belanda diwakili oleh JPT Mayor Komisaris Hindia
Belanda, sedangkan Kerajaan Buleleng diwakili oleh raja Buleleng I Gusti Ngurah Mada
Karangasem dan Patih Agung I Gusti Ketut Jelantik. "Tidak bisa menguasai negeri orang lain
hanya dengan sehelai kertas saja tapi harus diselesaikan diatas ujung keris. Selama saya hidup
kerajaan ini tidak akan pernah mengakui kedaulatan Belanda". Seperti itulah kutipan perkataan I
Gusti Ketut Jelantik yang marah besar dengan tuntutan pihak Belanda.  
            Tak habis akal, pihak Belanda terus mencoba mencari cela untuk melawan I Gusti Ketut
Jelantik, salah satunya dengan memanfaatkan Raja Klungkung. Dalam pertemuan yang
berlangsung pada tanggal 12 Mei 1845 ini Belanda menuntut agar Buleleng mengganti rugi
kapal dan menghapuskan hak "tawan karang" yakni merampas perahu yang terdampar di
kawasan Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik pun naik pitam, bahkan beliau menghunuskan sebilah
keris pada kertas perjanjian. Beliau menantang Belanda untuk menyerang den Bukit atau Bali
Utara.
            Pada tanggal 27 Juni 1846 Belanda benar-benar melakukan serangan ke kerajaan
Buleleng. Namun akhirnya kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 29 Juni
1846. Kemudian raja buleleng dan patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke desa Jagaraga untuk
menyusun kekuatan. Patih I Gusti Ketut Jelantik adalah seseorang yang ahli strategi perang dan
menjadi sosok yang disegani oleh raja-raja lain karena sikapnya yang teguh pendirian. Hal ini
ditunjukkan ketika mempertahankan desa Jagaraga patih I Gusti Ketut Jelantik terus memperkuat
pasukannya dan mendapat bantuan dari kerajaan lain seeperti klungkung, Karang Asem, Badung
dan Mengwi.
            Pada tanggal 6 sampai 8 Juni 1848 pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan
mendaratkan pasukanya di sangsit. Pihak Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan
mengerahkan pasukan benteng Jagaraga yang merupakan benteng terkuat dibandingkan dengan 4
benteng lainnya. Sedangkan pihak belanda dipimpin oleh Jendral Van Der Wijck. Tetapi pihak
Belanda gagal menembus benteng yang dipimpin oleh I gusti Ketut Jelantik dan hanya mampu
merebut satu benteng saja yakni benteng sebelah timur sansit yang berada dekat Bungkulan.
            Dengan adanya kekalahan ini semakin mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk
semakin mengerahkan kekuatan dalam melawan Belanda. Namun pasukan patih jelantik ini
menggegerkan parlemen Belanda yang kemudian melancarkan serangan besar-besaran yang
dipimpin oleh Jendral Michiels pada tanggal 31 Maret 1849. Belanda menyerang Bali dengan
menembakan meriam-meriamnya. Pada tanggal 7 April 1849 raja buleleng dan patih jelantik
bersama 12 ribu prajurit berhadapan dengan jendral michiels. Namun karena kalah persenjataan
bali terdesak dan mundur sampai pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga pun jatuh ke tangan
Belanda pada 16 April 1849. Akhirnya patih jelantik gugur pada serangan karangasem oleh
Belanda yang didatangkan dari Lommbok dan menyerang hingga kepegunungan Bale Punduk.
            Atas keberanian sikap dan mental perjuangan yang ditunjukkan oleh I gusti Ketut Jelantik
tentu tidak ada kata ragu untuk kita memberikan gelar Pahlawan Nasional. Pada tanggal 19
Agustus 1993 Pemerintah RI memberikan Gelar Pahlawan nasional pada Patih Jelantik
berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.
DAFTAR PUSTAKA
Asril. 2017. Sejarah Indonesia ZAMAN PENJAJAHAN BANGSA EROPA.
Sejarahri. Biografi I Gusti Ketut Jelantik, Pahlawan asal Bali.
(Online). http://sejarahri.com/biografi-i-gusti-ketut-jelantik-pahlawan-asal-bali/. Diakses 17
Desember 2017.
BaliSoulmate. 2013. I Gusti Ketut Jelantik. (Online).
          http://balisoulmate.com/profile/i-gusti-ketut-jelantik. Diakses 17 Desember.
I Gusti Ketut Jelantik. (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/I_Gusti_Ketut_Jelantik. Diakses 17
Desember.

Posted by Asril at 11:25 
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: PAHLAWAN NASIONAL
http://wartasejarah.blogspot.com/2017/12/perjuangan-i-gusti-ketut-jelantik.html

Anda mungkin juga menyukai