Anda di halaman 1dari 2

BIOGRAFI I GUSTI KETUT JELANTIK

Nama Lengkap : I Gusti Ketut Jelantik


Alias : Ketut Jelantik
Tempat/Tgl. Lahir : Bali, Tidak diketahui
Tempat/Tgl. Wafat : Bali, April 1849
Agama : Hindu

Istri : I Gusti Ayu Made Geria, I Gusti Ayu Kompyang, Gusti Biyang Made Saji, Jero Sekar
Anak : I Gusti Ayu Jelantik, I Gusti Ayu Made Sasih, I Gusti Bagus Weda Tarka

Pertengahan abad 19, Belanda berusaha mewujudkan wilayah kekuasaannya di seluruh nusantara.
Untuk itu, Belanda berupaya menguasai seluruh wilayah Bali. Pada tahun 1843, Belanda telah
mampu memengaruhi beberapa raja di Bali untuk bekerja sama dengannya, termasuk meminta
penghapusan Hukum Tawan Karang. Saat itu, Raja Buleleng pun terpaksa menandatangani
kesepakatan tersebut.
Satu tahun kemudian, sebuah kapal Belanda terdampar di pantai wilayah Buleleng. Belanda
memaksa raja mengembalikannya serta meminta pengakuan raja atas kekuasaan Belanda. I Gusti
Ketut Jelantik sebagai patih kerajaan (diangkat tahun 1828) sangat marah. I Gusti Ketut Jelantik pun
menyatakan tidak akan pernah mengakui kekuasaan Belanda selama masih hidup. Pada tahun 1845,
kembali sebuah kapal terdampar di wilayah Buleleng. Penolakan tegas I Gusti Ketut Jelantik untuk
mengembalikan kapal tersebut karena sikap Belanda yang tidak menghargai Kerajaan Buleleng
memicu perang. Memang, Belanda sebenarnya mempermasalahkan kapal yang terdampar ini hanya
sebagai dalih untuk melakukan serangan. Tepat pada Juni 1846, Belanda mengerahkan pasukan
besar untuk menyerang Buleleng. Di akhir Juni, benteng Kerajaan Buleleng jatuh ke tangan
Belanda. Raja dan Patih Jelantik kemudian mundur ke daerah Jagaraga untuk menyusun pertahanan.
Permintaan Belanda untuk menyerah tidak diabaikan.
Pada tahun 1848, pasukan Belanda menyerang Jagaraga dipimpin Jenderal Van der Wijk. Dua kali
serangan Belanda dapat digagalkan oleh pasukan Buleleng yang dibantu pasukan dan kerajaan lain
di Bali. Akhirnya, pada tahun 1849 Belanda mengerahkan kembali pasukan besar yang dipimpin
Jenderal Michels. Berbekal pemahaman mengenai kondisi Jagaraga dan pertempuran sebelumnya,
Belanda berhasil memenangi pertempuran. I Gusti Ketut Jelantik mundur ke Pegunungan Batur
Kintamani. I Gusti Ketut Jelantik kemudian menuju Perbukitan Bale Pundak. Belanda yang terus
mengejar kembali menyerang sisa pasukan I Gusti Ketut Jelantik yang melawan hingga beliau
gugur dalam pertempuran.
BIOGRAFI
I GUSTI NGURAH RAI

Nama : I Gusti Ngurah Rai


Lahir : Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda | 30 Januari 1917
Meninggal : Marga, Tabanan, Bali | 20 November 1946 (umur 29)
Makam : Taman Makam Pahlawan Margarana Bali
Agama : Hindu
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia

Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung,
Bali, tanggal 30 Januari 1917, Ayahnya bernama I Gusti Ngurah Palung yang berprofesi sebagai
manca (jabatan setingkat camat). Setelah menamatkan pendidikannya di HIS Denpasar dan MULO
di Malang, tahun 1936 beliau melanjutkan pendidikan di Sekolah Kader Militer di Gianyar Bali.
Selanjutnya mengikuti pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di
Magelang. Pada masa pendudukan Jepang, Ngurah Rai bekerja sebagai intel sekutu di daerah Bali
dan Lombok.
Setelah Indonesia Merdeka pemerintah Indonesia I Gusti Ngurah Rai membentuk TKR Sunda
Kecildan beliau menjadi komandannya dengan pangkat Letnal Kolonel. Ngurah Rai kemudian pergi
ke Yogyakarta untuk konsolidasi dan mendapatkan petunjuk dari pimpinan TKR. Sekembalinya
dari Yogyakarta, Bali ternyata sudah dikuasai Belanda. Ngurah Rai memiliki pasukan yang
bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan
Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti
"Pertempuran di Marga" Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten
Tabanan, Bali).
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik
Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda
Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat
disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994)
kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah
Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan
Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku
"Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri
(Denpasar: YKP, 1990).
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen
TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah
Rai.

Anda mungkin juga menyukai