Anda di halaman 1dari 6

Arsitektur Di Zaman Kekhalifahan Abbasyiah

Kekhalifahan Abbasiyah memindahkan ibukota Islam ke Baghdad. Di sinilah mereka


memulai arsitektur mereka. Ketika ibukota dipindahkan ke Baghdad, arsitektur lebih dipengaruhi
oleh timur. Mereka menggunakan pengaruh arsitektur kekaisaran Sasania yang merupakan kerajaan
terakhir sebelum datangnya Islam. Ibukota terakhir kekaisaran Sassania berada didekat Baghdad.
Kekaisaran Sassania merupakan Kekaisaran Persia pra-Islam dan dipimpin oleh Dinasti Sassania
pada tahun 224 hingga 651 M. Kekaisaran Sassania, yang menggantikan Kekaisaran Parthia atau
Kekaisaran Arkasid, diakui sebagai salah satu kekuatan utama di Asia Barat, Selatan, dan Tengah,
bersama dengan Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Bizantium, dalam periode selama lebih dari
400 tahun.

1. Masjid Al-Mutawakkil (Masjid Agung Samarra)

Masjid Agung Samarra terletak di kota Samarra, Irak, sekitar 120 km utara Baghdad, di tepi
sungai Tigris. Dibangun pada abad ke-9, atas perintah khalifah Abbasiyah Al-Mutawakkil, yang
pindah ke Samarra untuk melarikan diri dari konflik dengan penduduk lokal di Baghdad dan
kemudian tinggal di sana selama 56 tahun ke depan - periode di mana ia membangun banyak istana
termasuk masjid terbesar di seluruh dunia Islam saat itu.
Masjid ini memiliki tata letak persegi panjang dicakup oleh tembok bata panggang setinggi
10 meter dan tebal 2.65 meter. Masjid ini mempunyai 16 pintu masuk, dengan 17 buah lorong yang
terhubung dengan ruang shalat dan serambi masjid. Serambi masjid ini berhiaskan tiang-tiang pilar
rangkap tiga. Pada waktu shalat Jum'at, bagian serambi juga dipergunakan untuk menampung para
jamaah shalat Jum'at yang tidak tertampung di dalam masjid.
Desain bagian dalam ruang shalat Masjid Agung Samarra berhiaskan marmer yang
membentuk pola segi delapan pada bagian sudut-sudut ruangan. Sementara bagian mihrab, dihiasi
dengan mosaik kaca. Kini hanya sebagian kecil saja dari potongan-potongan mosaik tersebut yang
masih tersisa.
Di bagian belakang mihrab, terdapat sebuah bangunan kecil. Pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, bangunan tersebut biasa digunakan sebagai tempat untuk menerima kunjungan
khalifah, disamping sebagai tempat istirahat untuk para imam masjid.
27 meter dari utara sisi masjid berdiri Menara Malwiya dengan spiral kerucut yang tingginya
52 meter. Bagian dasar menara berbentuk empat persegi. Sedangkan pada bagian atas menara
terdapat sebuah paviliun yang difungsikan sebagai tempat muadzin mengumandangkan suara adzan.
Keseluruhan dinding pada ruang tempat muadzin ini terbuat dari material kayu. Dikisahkan,
Khalifah Al-Mutawakkil pernah mencapai bagian atas menara ini dengan menunggang keledai putih
miliknya.
2. Masjid Ibnu Tulun

Masjid Ibn Thoulun dibangun pada masa dinasti Abbasiyah, dibangun oleh Ahmad Ibn
Thoulun yang merupakan gubernur pada masa itu dan berkuasa antara tahun 868-884 Masehi.
Masjid ini sebenarnya berada di atas sebuah bukit kecil yang bernama Gabal Yashkur, namun
karena saat ini sudah menjadi kawasan pemukiman padat maka bukitnya sudah tidak terlihat
lagi. Menurut sejarah masjid ini adalah masjid istana dan letaknya berdekatan dengan istana Ibn
Thoulun, tapi pada abad awal abad 10 bangunan istananya di runtuhkan sehingga peninggalan
dinasti Tulunid hanya berupa masjid yang sedang saya ceritakan ini. Ruangan masjid Ibn
Thoulun hampir tidak bersekat dan berdaun pintu, terdiri dari pilar-pilar dengan bentuk
melengkung. Bagian pilar masjid terdapat ragam hias berupa ukiran dan kaligrafi. Mimbar
untuk khutbah berada di atas, mirip sebuah panggung

3. Masjid Al-Mansur

Masjid ini dibangun oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur di Baghdad. Sang khalifah telah
mengumpulkan para insinyur, seniman dan dan teknokrat dari seluruh negeri untuk merancang
kota perdamaian yaitu kota Baghdad. Desain kotanya berbentuk lingkaran dengan istana
setinggi 39 meter dan Masjid Agung sebagai pusatnya. Disekitarnya terdapat beberapa tepat
pusat kajian. Salah satunya adalah perpustakaan. Perpustakaan ini dibangun atas dasar inspirasi
dari perpustakaan Persia yang lengkap. Terdapat buku-buku ilmu pengetahuan dari umat Hindu,
bangsa Persia dan Yunani Kuno dikumpulkan dan dikumpulkan untuk diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Pada tahun 800-an, ilmu pengobatan, matematika, sains, tumbuh subur diwilayah
ini.
4. Masjid Cordoba

Le Mezquita Cordoba atau Masjid Cordoba di Spanyol bisa menjadi saksi kejayaan Islam di
Eropa pada masa lalu. Dibangun pertama kali oleh Khalifah Muslim Abdurrahman I pada tahun
787 dan dilanjutkan oleh khalifah-khalifah selanjutnya. Bangunan masjid ini telah dinyatakan
sebagai salah satu tempat peninggalan yang sangat bersejarah dan penting di dunia oleh
UNESCO pada Desember 1994.
Masjid Cordoba memiliki ruangan dalam untuk sholat yang berbentuk persegi panjang yang
dikelilingi oleh lapangan terbuka, seperti model masjid-masjid peninggalan Umayyah dan
Abbasiyah yang dibangun di Suriah dan Irak. Interior masjid ini bernilai seni arsitektur yang
tinggi. Didominasi oleh kaligrafi ayat-ayat Alquran pada bagian dindingnya, masjid ini juga
ditopang oleh lebih dari 850 pilar yang kokoh. \
Dinding kiblat (mihrab) dan menara masjid ini dibangun sejak abad ke-10. Gabungan tiang-
tiang roman yang telah digunakan ditambahkan tiang berbentuk segi empat dan diletakkan di
tiang-tiang roman tersebut. Tiang tambahan inilah yang menyokong gerbang-gerbang bangunan
dan menjadi penopang atap-atap masjid.
Setiap gerbang yang ada di masjid ini terdapat batu-bata merah dan batu putih. Gabungan
unsur batu-batu tersebut belakangan banyak memengaruhi arsitektur bangunan di Spanyol.
Selain itu, hiasan dinding masjid mempunyai unsur flora, di samping tulisan ayat-ayat Alquran
yang sangat detail dalam bentuk ukiran kapur, kaca, marmer, dan mozaik emas. Ukiran-ukiran
yang sama terdapat pada mihrab tempat imam shalat.
Awalnya, bangunan masjid itu hanya berukuran 70 meter persegi di atas tanah seluas 5.000
meter yang berbentuk pelataran. Memiliki 11 ruangan besar. Tiap-tiap ruangan dipisahkan 11
deretan arcade yang atapnya mempunyai lengkungan. Setiap deretan mempunyai 11 tiang
kolom yang masing-masing ruangan seolah-olah memiliki 20 tiang kolom.
Dalam perkembangannya, panjang Masjid Cordoba mencapai 175 meter, memanjang dari
utara ke selatan, sedangkan lebarnya dari timur ke barat seluas 134 meter. Tingginya mencapai
20 meter. Dengan seni arsitektur yang sangat indah, menara Masjid Cordoba mencapai 40 yard.
Kubahnya terdiri atas kayu berukir. Setelah berkali-kali direnovasi, jumlah tiangnya mencapai
1.293 buah yang terbuat dari marmer.
Pada masa kejayaan Islam, aktivitas di masjid begitu semarak. Masjid Cordoba diterangi
4.700 lampu yang menghabiskan 11 ton minyak per tahun. Seluruhnya ada sembilan pintu yang
terbuat dari tembaga kuning, kecuali sebuah yang terbuat dari emas murni.
1. Istana Qashru al- Dzahab
Istana ini merupakan tempat tinggal keluarga Khalifah Abbasiyah. Istana ini dibangun di atas
tanah seluas 160 ribu meter persegi. Sebelum membangun istana, Khalifah terlebih dahulu
menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari kondisi geografis Baghdad.
Di bawah istana dibuatkan parit besar yang berfungsi sebagai saluran air dan sekaligus sebagai
benteng pertahanan istana. Posisi istana ini dibuat semudah mungkin untuk mengakses jalan di
perkotaan. Kiri dan kanan jalan dibuat gedung bertingkat, di luar Kota Baghdad dibangun seperti
Rushafah dan Karakh. Kedua kota tersebut dilengkapi dengan kantor, toko, rumah, taman, kolam,
dan lainnya.
Istana megah ini lalu diberi nama Qashru al- Dzahab atau Istama Keemasan yang luasnya
sekitar 160 ribu hasta persegi dan Masjid Jami'nya memiliki luas 40 ribu hasta persegi. Dua
bangunan ini menjadi simbol pusat kota. Keunikan dan kekhususan dari arsitektur bangunan istana
ini tampak pada penerapan hiasan muqamas atau stalaktit, seperti yang diterapkan pada bangunan-
bangunan kuburan. Susunan hiasan stalaktit ini digabungkan menjadi lengkung stalaktit yang lebih
besar.

Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.

2. Istana Al Ukhaidir

Baghdad adalah kota yang dibangun dalam bentuk bundar. Karena itu, ia sering disebut sebagai
kota bundar. Pada masa itu, pembangunan kota bundar merupakan gagasan baru yang terbilang
berani. Saat ini, hanya sedikit saja peninggalan di Baghdad yang bisa menunjukkan bahwa kota ini
dahulu merupakan kota bundar. Salah satu dari yang sedikit itu adalah sebuah istana berbenteng
yang dikenal sebagai Istana Ukhaidir.
Dibangun pada 775 di dekat Kufa, sebuah wilayah yang berjarak 200 km selatan Baghdad, istana ini
sedikit banyak memberi gambaran mengenai bentuk kota melingkar. Kompleks luas ini dikelilingi
tembok setinggi 19 meter dan berbentuk persegi agak memanjang, tepatnya berukuran 175 m x 169
m. Di dalamnya, terdapat sejumlah pekarangan, aula, sebuah masjid, dan permandian.
Mengelilingi bangunan dengan tembok tinggi mirip benteng merupakan salah satu ciri khas
Abbasiyah. Dengan tembok tinggi itu, mereka berharap bisa lebih aman tatkala melaksanakan
berbagai aktivitas, termasuk upacara-upacara megah di dalam istana.

3. Istana Emas

Istana dengan pola arsitektur persia ini dikenal dengan Istana Khalifah. Lokasi istana ini
berada di tengah-tengah Kota Baghdad. Istana ini dilengkapi beberapa fasilitas privat untuk
penghuninya. Karenanya, di sana ada masjid, ruang pengawal istana, kantor polisi, dan puri-
puri tempat tinggal keluarga khalifah.
Istana ini diapit oleh empat pintu gerbang, yakni Bab Al-Kufah yang terletak di sebelah
daya. Bab al-Syam di barat laut, Bab al-Bashrah di tenggara, dan Bab al-Khurasan di timur
Laut. Di antara masing-masing pintu gerbang ini dibangun 28 menara sebagai tempat pengawal
yang bertugas mengawasi keadaan di luar kota.

4. Qashrul Khuldi
Dalam waktu yang relatif singkat, Baghdad menjadi kota yang ramai dikunjungi oleh berbagai
lapisan masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, sekitar tahun 157 H, Khalifah
al-Manshur membangun istana baru di luar kota yang diberi nama Istana Abadi (Qashrul
Khuldi). Khalifah al-Manshur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang masing-
masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap daerah diberi
hak mengurusi wilayah sendiri, yaitu daerah yang otonom.
5. Kota Melingkar Bagdad

Kota Baghdad didirikan pada abad ke-8 sebagai ibukota Kekhalifahan Abbasiyah, oleh Khalifah Al-
Mansur. Al-Mansur menginginkan pusat pemerintahan sendiri untuk tempatnya memimpin.
Akhirnya dia memilih sebuah situs sekitar 30 km ke arah utara ibukota Sassania di Ctesiphon, di
sepanjang tepian Tigris, dan mulai menyusun rencana untuk desain dan konstruksinya.
Mansur ingin Baghdad menjadi kota yang sempurna, menjadi ibukota kerajaan Islam di bawah
Abbasiyah. Untuk itu, dia membawa ribuan arsitek, insinyur, surveyor, tukang kayu, pandai besi
dan lebih dari seratus ribu buruh dari seluruh kerajaan Abbasiyah. Dia berkonsultasi dengan
astrolog, dan menurut saran mereka, adalah baik jika meletakkan batu bata seremonial pertama pada
tanggal 30 Juli 762.
Kota asli ini dirancang berbentuk bundaran 2 km. Lingkaran tersebut merupakan penghormatan
khalifah terhadap ajaran geometris Euclid, yang telah dia pelajari dan kagumi. Di tengah kota
berdiri dua bangunan terbaik: Masjid Agung dan kediaman khalifah, Istana Golden Gate. Di sekitar
istana dan masjid ada lapangan terbuka dan bangunan tepi pantai, dimana hanya khalifah yang
diizinkan menunggang kuda di sana.
Di tepi kota ini ada istana anak-anak khalifah, rumah bagi staf kerajaan dan pelayan, dapur khalifah,
barak untuk penjaga kuda dan kantor-kantor kenegaraan lainnya. Daerah pusat ini dilindungi oleh
sebuah dinding tebal.
Tempat tinggal dan bangunan komersial terkonsentrasi di sebuah cincin antara dinding luar kota dan
tembok bundar. Terdapat dinding perimeter eskterior setinggi 30 meter dan setebal 44 meter di
dasar. Itu dimahkotai dan diapit oleh benteng, serta dikelilingi oleh parit yang dalam.
Kota ini dibagi menjadi empat dengan dua jalan saling berpotongan lurus yang membentang dari
ujung ke ujung dinding perimeter luar dan berakhir di empat gerbang. Masing-masing dari gerbang
tersebut mengarah ke sebuah kota yang berbeda - Basra, Kufah, Khurasan, dan Damaskus.
Sayangnya, sekarang ini tidak ada lagi yang tersisa dari kota tersebut. Jejak terakhir Kota Melingkar
Al-Mansur dihancurkan pada awal 1870-an ketika Midhat Pasha menjadi Gubernur Ottoman di
Baghdad. Midhat Pasha mungkin tidak tertarik untuk melestarikan sejarah, dia membuat reformasi
besar dan mengubah wajah Kota Baghdad dan Irak.

Anda mungkin juga menyukai