ESAI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam
Oleh :
Christopher Gunawan
2006212
KELAS A
2021
PERKEMBAGAN SENI RUPA ISLAM BANI ABBASIYAH SPANYOL
Seni Arsitektur
Perkembangan arsitektur Islam pada masa ini dapat dilihat terutama pada arsitektur
Masjid Cordoba dan Istana Granada. Masjid yang didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil
pada tahun 786 M ini mempunyai pola dasar bentuk masjid Arab asli dengan gaya Masjid
Umayyah. Pada masa selanjutnya masjid ini telah mengalami penyempurnaan selama tiga
kali berturut yakni pada tahun Pada masa selanjutnya masjid ini telah mengalami peningkatan
selama tiga kali berturut-turut yakni pada tahun 822, 976, dan 990.
Masjid Kordoba
Masjid Cordoba, juga dikenal sebagai Masjid-Katedral Cordoba atau Masjid Agung
Cordoba, merupakan masjid Islam di Cordoba, Spanyol yang diubah menjadi katedral Kristen
pada abad ke-13. Masjid-katedral tersebut merupakan bangunan yang memukai bagi dua
agama dan budaya yang membentuk Andalusia Islam dan Kristen.Sebab, bangunan tersebut
memiliki sebuah gereja Renaisans yang terletak tepat di atas bangunan yang dulunya
merupakan masjid paling penting di kerajaan Islam.
Struktur asli bangunan tersebut dibangun oleh Abd ar-Rahman I selaku penguasa
Dinasti Umayyah pada 784 – 786.Bangunan tersebut kemudian diperbesar pada abad ke-9
dan ke-10, membuat ukuran Masjid-Katedral Cordoba lebih besar dua kali lipat dan membuat
salah satu bangunan suci terbesar di dunia Islam. Saat memasuki pintu utama masjid, akan
kita temukan taman jeruk, menara jam, hingga mihrab yang didekorasi mosaik emas dan 856
kolam yang menghiasi ruang utama masjid.
Lokasi berdirinya Masjid Cordoba sebelumnya ditempati oleh sebuah gereja untuk
kaum Katolik Visigoth. Setelah Kerajaan Visigoth berada di bawah pengaruh Islam, fungsi
masjid ini dibagi sebagai tempat untuk untuk orang Islam dan Kristen. Pembagian fungsi ini
bertahan hingga tahun 784, ketika bagian yang ditujukan untuk ibadah orang Kristen dibeli
oleh Emir Abd al-Rahman I yang kemudian membangun Masjid Agung Cordoba di tanah
yang sudah ada. Bangunan Masjid Agung Cordoba terus mengalami renovasi dan perluasan,
termasuk dibangunnya minaret pada tahun 951. Masjid ini terus berfungsi sebagai tempat
ibadah umat Muslim hingga akhirnya Cordoba kembali berada di bawah pengaruh Kristen
pada tahun 1236 bersamaan dengan terjadinya Reconquista. Bangunannya pun diubah
menjadi gereja Katolik Roma dan hingga kini memegang fungsi utama sebagai gereja di
Diosese Cordoba. Arsitektur utama masjid ini mengambil inspirasi dari Maroko. Selain itu
ditemukan juga inspirasi arsitektur bergaya Moorish yang dapat dilihat dari lengkungan dan
kolom-kolom yang menghiasi bangunan utama.
Istana Granada
Secara garis besar, Istana Alhambra dibagi menjadi tiga bagian, yang ketiganya
dibangun pada era pemerintahan yang berbeda. Bagian pertama, atau yang tertua, dikenal
dengan nama Mexuar. Sebagian catatan sejarah meragukan asal usul bangunan tersebut.
1.Bagian maxuar
Bagian interior bangunan Maxuar sudah banyak ditambahkan dan dilakukan renovasi.
Namun, bagian dalamnya bangunan tersebut tampak masih utuh dan mengekspresikan cita
rasa arsitektur Islam. Seperti empat pilar dan kolum yang ada di dalamnya, kaligrafi dengan
tulisan kufi di dinding, serta corak marmer yang juga menempel di dinding Mexuar.
Bagian kedua, bernama Istana Comares (The Comares Palace). Ini merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan situs di komplek Alhambra. Karena di aula istana inilah
singgasana sultan berada. Sebagian besar pembangunan istana ini dilakukan dilakukan pada
masa pemerintahan Sultan Yusuf I, dan diselesaikan hingga sempurna oleh putranya yang
bernama Sultan Muhammad V.
Dari segi interior, terdapat dua ikon khas istana tersebut, yaitu kolam besar yang
terletak di tengah-tengah istana, bernama Arrayan (Patio de Los Arrayanes), dan Menara
Comares, yang merupakan menara terbesar dari keseluruhan menara yang ada di komplek
Alhambra. Menara Comares terletak di sisi utara Istana Comares. Tinggi menara ini
mencapai 45 meter yang strukturnya bersambung dengan benteng. Di dalam menara ini
terdapat sebuah aula terbesar dari semua ruangan yang ada di Alhambra bernama
“Embajadores”. Aula ini digunakan sebagai ruang kenegaraan untuk menerima tamu Negara.
Ikon dari seluruhan keindahan seni di istana ini adalah kolam air mancur atau Patio de
los Leones. Air mancur tersebut dihiasi dengan 12 patung singa yang melingkar. Dari mulut
patung-patung singa tersebut akan keluar air yang memancur. Di samping sebagai ikon
hiasan istana, air mancur dari mulut singa tersebut akan mengalir ke empat penjuru mata
angin yang berujung pada teras empat ruangan utama di Istana tersebut. Yaitu The Sala de las
Dos Hermanas (“Hall of the Two Sisters”) di bagian utara, The Hall of the Abencerrajes di
bagian selatan, The Hall of The Kings (The Sala de los Reyes) di bagian timur, dan The
Court of the Lions (Sala de los Mocdrabes) di bagian barat.
Seni Kaligrafi
Gerakan perkembangan seni khat telah mencapai masa keemasan pada masa ini
disebabkan motivasi para khalifah dan pedana menteri Abbasiyah, sehingga bermunculan
kelompok para kaligrafer yang jenius (Jaudi, 1998: 169). Gaya dan teknik menulis kaligrafi
semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir,
diantaranya Ad Dahhak Ibnu ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As Shaffah
(750-754 M), dan Ishaq Ibnu Muhammad pada masa Khalifah al Manshur (754-775 M) dan
al Mahdi (775-786 M).
Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Suluts dan Sulutsain
dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as Sijzi yang
belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari
sebelumnya. Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar
adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al Ahwal al Muharrir.
Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang
spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur
kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran.
Menurut Ibnu Muqlah, setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan
disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam
macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Suluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’,
dan Tauqi yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Suluts menjadi populer dipakai
karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi. Usaha Ibnu
Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya Muhammad Ibnu As
Simsimani dan Muhammad Ibnu Asad.
Dari dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu
Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal
dengan Al Mansub Al Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar
terhadap perbaikan khatt Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya
sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al Quran dan fragmen duniawi saja. Pada
masa berikutnya muncul Yaqut al Musta’simi yang memperkenalkan metode baru dalam
penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang
masyhur itu.
Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya
dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol. Pemakaian kaligrafi pada masa
Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan
dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali
penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-
karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen floral dan geometrik yang mendappat
pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania (Qalam, Wordpress)
Selain eratnya kaitan antara al Quran dan perkembangan gaya kaligrafi, ada beberapa
faktor lain yang menyebabkan kaligrafi dapat berkembang pesat dan menyebar demikian
merata di dunia Islam. Faktor tersebut mencakup tiga hal pokok: Pertama, pengaruh ekspansi
kekuasaan Islam. Setidaknya ada tiga hal berkaitan dengan ekspansi kekuasaan Islam, yang
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW segera meluas jauh ke luar jazirah Arabia. Tiga hal
tersebut adalah urbanisasi besar-besaran ke wilayah baru, pertemuan budaya antara Islam dan
budaya wilayah taklukan, dan proses arabisasi pada wilayah tersebut.
Para penulis di masa itu aktif dalam memperindah huruf Arab. Dukungan pihak istana
terhadap pertumbuhan kaligrafi Pada masa Daulah Abbasiyah dan pemerintahan berikutnya,
perhatian istimewa terhadap kaligrafi semakin kuat. Kitab al Fihrist karangan an Nadim (abad
ke-10), sebuah karya monumental ensiklopedis yang pantas dijuluki rekaman peradaban
dalam arti sesungguhnya, menunjukkan hal ini. An Nadim menyebutkan bahwa masa
pemerintahan Khalifah Ma'mun (197 H/813 M-218 H/833 M) merupakan kulminasi
perkembangan kaligrafi. Para penulis di masa itu aktif dalam memperindah huruf Arab.
Dukungan pihak istana terhadap pertumbuhan kaligrafi.
Tokoh terkemuka pada zaman Bani Abbasiyah
Tokoh terkemuka pada zaman ini adalah al- Ahwal (abad ksembilan), Ibnu Muqlah
(wafat 940 M) Ibnu Bauwab, dan Yaqut al-Musta’shimi. Pada kenyatannya ranting-ranting
tulisan yang tumbuh sampai zaman Ibnu Muqlah, tokoh terbesar dan bapak kaligrafi Arab,
berjumlah lebih dari 300 jenis. Melalui tangan Ibnu Muqlah, kaligrafi didesain menjadi
bentuk-bentuk yang geometris. Huruf-huruf diberi ukuran menurut kadar tipis tebal dan
panjang pendek serta lengkung goresan secara pasti, sehingga menghasilkan bentuk anatomi
yang seimbang. Rumus Ibnu Muqlah ini dinamakan al- Khath al-Mansub, terdiri atas
komponen alif, titik belah ketupat, dan standar lingkaran. Oleh karena itu, menurut Ibnu
Muqlah, bentuk tulisan barulah dianggap benar-benar jika memiliki kriteria berikut; taufiyah
(tepat), itmam (tuntas), ikmal (sempurna), isyaba (pada atau porposional), dan irsal (lancar
goresannya).
Sedangkan, tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut insinyur geometri ini,
menghendaki dalam empat hal; tasrif (rapat teratur), ta’lif (tersusun), tastir (selaras, beres),
dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing karena indahnya). Gelar insinyur dan
kedudukan Ibnu Muqlah yang tiga kali menjadi menteri untuk tiga Khalifah Abbasiyah
sangat berperan bagi pengembangan teorinya yang sampai saat ini masih digunakan dan
belum ditemukan teori alternatif yang lebih baik dari al-Khath al- Mansub. Menurut Yaqut
al-Musta’shimi, kaligrafi disebut indah bila karya tersebut membiasakan pengaruh
keindahannya kepada hati, jiwa, dan pikiran.
Uang Logam
1. Di sisi pertama koin tertulis: “Muhammad adalah utusan Allah” dan “Dengan
nama Allah, Dinar ini dcetak pada tahun (Tahun pembuatannya)”
2. Di sisi kedua koin, dengan kaligrafi yang lebih rapat, tertulis: “Tiada Tuhan
selain Allah, Dia tidak punya sekutu” dan “Muhammad adalah utusan Allah yang
dikirimkan atas petunjuk agama yang benar dan Dia akan membuatnya unggul atas
segala agama meskipun orang-orang musyrik menolaknya.”
Pada zaman kekuasaan Kalifah Harun al-Rashid di tahun 786, beliau mencetak
Dinar dengan nama dari gubernur Mesir. Di periode ini, setidaknya ada dua cetakan yang
beredar, satu jenis diedarkan di Baghdad dan satunya di Fustat, tempat di mana gubernur
Mesir berkuasa. Dinar Mesir yang dibubuhkan nama gubernur Mesir di atasnya harus dicetak
langsung di Mesir.
Kalifah selanjutnya, al-Ma’mun bin al-Rashid, bereksperimen pada jenis koin yang
lain. Di masa kekuasaan beliau tahun 813-833, beliau mengembangkan kaligrafi Kufi di koin
dengan lebih elegan lagi. Di koin jenis baru ini, ditambahkan satu jenis nama lagi, yaitu wazir
(jabatan menteri tingkat tinggi atau penasihat dalam sistem monarki Islam).
Di koin baru ini, perubahan dilakukan pada kaligrafi Kufi di sekeliling koin. Koin
ini permukaannya lebih luas dan tipis dari koin generasi sebelumnya, sehingga
memungkinkan kaligrafi Kufi ditulis dalam dua baris. Model koin inilah yang terus
digunakan selama beberapa abad kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Selama beberapa puluh tahun setelahnya, dari 833-946, tidak ada perubahan besar
pada kaligrafi atau model koin ini. Namun, akibat melemahnya otoritas Abbasiyah yang
mengakibatkan lalainya otoritas lokal yang memproduksi koin, Dinar Abbasiyah mengalami
penurunan kualitas dari standar tinggi pada awal kekuasaan Abbasiyah.
Akibat penurunan kualitas ini, para petinggi seperti wazir, gubernur, ahli waris
dinasti, komandan pasukan, hingga para saudara dari khalifah saat itu memaksakan agar
nama mereka dicetak di atas koin juga. Setelah itu, dinasti yang semi-independen seperti
Tulunid di Mesir, Saffar, Samaniyah di Iran, dan Ikhshidid di Mesir dan Palestina mencetak
koin mereka sendiri-sendiri, namun masih mengikuti model Abbasiyah sebagai pengakuan
mereka akan pengaruh sang Khalifah.
Dari tahun 946-1055, Khalifah saat itu hidup di Baghdad sebagai sandera dari
Buwayhiyah atau dinasti Buyid. Para Seljuk mengikuti mereka dan mengambil alih,
sementara di Mesir para Fatimiyah membangun dinasti mereka sendiri. Meskipun hanya
beberapa koin yang dicetak dengan nama khalifahnya tercetak di atasnya, namun koin aslinya
hanya bisa dicetak di Baghdad, satu-satunya kota di mana sang Khalifah memiliki otoritas
penuh. Kaligrafi yang tertera di koin sama seperti tulisan standar pada Dinar al-Ma’mun,
perbedaannya hanya pada tulisan pujian kepada Nabi Muhammad dan keluarganya di sisi
sebaliknya.
Betsky, Aaron. (1993). “Take Me to the Water, Dippingin the History of Water in
Architecture”, dalam Architecture Design Profile, Special issue: Water in
Architecture, Vol 65, 10-15.
Frishman, Martin dan Hasan Uddin Khan. (1994). The Mosque; History, Architectural
Develop-ment and Regional Diversity , Thames andHudson, London.
http://arsitektur-indonesia.com/arsitektur/sejarah-perkembangan-arsitektur-islam-
dari-masa-ke-masa/
https://media.neliti.com/media/publications/23739-ID-seni-kaligrafi-peran-dan-
kontribusinya-terhadap-peradaban-islam.pdf
http://aufklarungarea.blogspot.com/2016/02/arsitektur-pada-masa-
khulafaurrasidin.html