Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBAGAN SENI RUPA ISLAM BANI ABBASIYAH SPANYOL

ESAI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Islam

Dosen Pengampu : Dr. Taswadi, M.Sn.

Oleh :

Christopher Gunawan

2006212

KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA DAN KERAJINAN

FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
PERKEMBAGAN SENI RUPA ISLAM BANI ABBASIYAH SPANYOL

Islam di Spanyol di awali sejak masa Dinasti muawiyah di bawah kekhalifahan


Khalid bin walid (705-715 M) yang berpusat di Damaskus. Tiga tokoh Islam yang Di anggap
berjasa dalam penyebaran awl Islam di Spanyol, mereka ialah Tharif Bin Malik, Thariq bin
Ziyad dan Musa bin Nushair. Wilayah ekspansi Islam ada Zaman dinasti Umayah mncapai
maksimal. Kemajuan di zaman d inasti Abbasiyah lebih di bidang ilmu pengetahuan (hukum
Islam, filsafat, kedokteran, Astronomi, matmatika. Translitersai secara besar-besaran pun
terjadi pada zaman Ini karena kontak langsung secara intens dengan dunia Barat. Kemajuan
yang di Capai Barat sekarang tidak b isa lepasl dari peran serta Islam. Karena setelah
rangkaian panjang sejarah kegemilangan Islam di Spanyol, Barat mengalami Renaissance dan
menjadi kiblat dunia sampai sekarang.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa,
terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan
antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Al-Qairawan.
Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Iberia.
Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam
jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya
terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara
suku Berber asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan
yang terus-menerus bersaing, yaitu Quraisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan).
Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur
yang tangguh. Itulah sebabnya di Iberia pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.

Seni Arsitektur

Perkembangan arsitektur Islam pada masa ini dapat dilihat terutama pada arsitektur
Masjid Cordoba dan Istana Granada. Masjid yang didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil
pada tahun 786 M ini mempunyai pola dasar bentuk masjid Arab asli dengan gaya Masjid
Umayyah. Pada masa selanjutnya masjid ini telah mengalami penyempurnaan selama tiga
kali berturut yakni pada tahun Pada masa selanjutnya masjid ini telah mengalami peningkatan
selama tiga kali berturut-turut yakni pada tahun 822, 976, dan 990.

Masjid Kordoba
Masjid Cordoba, juga dikenal sebagai Masjid-Katedral Cordoba atau Masjid Agung
Cordoba, merupakan masjid Islam di Cordoba, Spanyol yang diubah menjadi katedral Kristen
pada abad ke-13. Masjid-katedral tersebut merupakan bangunan yang memukai bagi dua
agama dan budaya yang membentuk Andalusia Islam dan Kristen.Sebab, bangunan tersebut
memiliki sebuah gereja Renaisans yang terletak tepat di atas bangunan yang dulunya
merupakan masjid paling penting di kerajaan Islam.

Struktur asli bangunan tersebut dibangun oleh Abd ar-Rahman I selaku penguasa
Dinasti Umayyah pada 784 – 786.Bangunan tersebut kemudian diperbesar pada abad ke-9
dan ke-10, membuat ukuran Masjid-Katedral Cordoba lebih besar dua kali lipat dan membuat
salah satu bangunan suci terbesar di dunia Islam. Saat memasuki pintu utama masjid, akan
kita temukan taman jeruk, menara jam, hingga mihrab yang didekorasi mosaik emas dan 856
kolam yang menghiasi ruang utama masjid.

Lokasi berdirinya Masjid Cordoba sebelumnya ditempati oleh sebuah gereja untuk
kaum Katolik Visigoth. Setelah Kerajaan Visigoth berada di bawah pengaruh Islam, fungsi
masjid ini dibagi sebagai tempat untuk untuk orang Islam dan Kristen. Pembagian fungsi ini
bertahan hingga tahun 784, ketika bagian yang ditujukan untuk ibadah orang Kristen dibeli
oleh Emir Abd al-Rahman I yang kemudian membangun Masjid Agung Cordoba di tanah
yang sudah ada. Bangunan Masjid Agung Cordoba terus mengalami renovasi dan perluasan,
termasuk dibangunnya minaret pada tahun 951. Masjid ini terus berfungsi sebagai tempat
ibadah umat Muslim hingga akhirnya Cordoba kembali berada di bawah pengaruh Kristen
pada tahun 1236 bersamaan dengan terjadinya Reconquista. Bangunannya pun diubah
menjadi gereja Katolik Roma dan hingga kini memegang fungsi utama sebagai gereja di
Diosese Cordoba. Arsitektur utama masjid ini mengambil inspirasi dari Maroko. Selain itu
ditemukan juga inspirasi arsitektur bergaya Moorish yang dapat dilihat dari lengkungan dan
kolom-kolom yang menghiasi bangunan utama.

Istana Granada

Secara garis besar, Istana Alhambra dibagi menjadi tiga bagian, yang ketiganya
dibangun pada era pemerintahan yang berbeda. Bagian pertama, atau yang tertua, dikenal
dengan nama Mexuar. Sebagian catatan sejarah meragukan asal usul bangunan tersebut.
1.Bagian maxuar
Bagian interior bangunan Maxuar sudah banyak ditambahkan dan dilakukan renovasi.
Namun, bagian dalamnya bangunan tersebut tampak masih utuh dan mengekspresikan cita
rasa arsitektur Islam. Seperti empat pilar dan kolum yang ada di dalamnya, kaligrafi dengan
tulisan kufi di dinding, serta corak marmer yang juga menempel di dinding Mexuar.

2.Bagian istana comares

Bagian kedua, bernama Istana Comares (The Comares Palace). Ini merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan situs di komplek Alhambra. Karena di aula istana inilah
singgasana sultan berada. Sebagian besar pembangunan istana ini dilakukan dilakukan pada
masa pemerintahan Sultan Yusuf I, dan diselesaikan hingga sempurna oleh putranya yang
bernama Sultan Muhammad V.

Dari segi interior, terdapat dua ikon khas istana tersebut, yaitu kolam besar yang
terletak di tengah-tengah istana, bernama Arrayan (Patio de Los Arrayanes), dan Menara
Comares, yang merupakan menara terbesar dari keseluruhan menara yang ada di komplek
Alhambra. Menara Comares terletak di sisi utara Istana Comares. Tinggi menara ini
mencapai 45 meter yang strukturnya bersambung dengan benteng. Di dalam menara ini
terdapat sebuah aula terbesar dari semua ruangan yang ada di Alhambra bernama
“Embajadores”. Aula ini digunakan sebagai ruang kenegaraan untuk menerima tamu Negara.

3.Bagian Istana Singa atau Palacio de los Leones

Istana ini dibangun oleh Sultan Muhammad V sebagai rumah peristirahatnnya.


Letaknya tepat bersebelahan dengan Istana Comares. Pada masa Islam berkuasa, tidak ada
jalan yang menghubungkan kedua bangunan ini. Barulah ketika Katholik berkuasa, dibuat
jalan yang menghubungkan keduanya. Dinding Istana Singa dipenuhi dengan dekorasi
kaligrafi bercorak Kufi. Kaligrafi tersebut berisi puisi-puisi karya tiga penyair terkenal
Alhambra, yaitu Ibn al-Yayyab (1274-1349), Ibn al-Jatib (1313-1375) dan Ibn Zamrak (1333-
1393).

Ikon dari seluruhan keindahan seni di istana ini adalah kolam air mancur atau Patio de
los Leones. Air mancur tersebut dihiasi dengan 12 patung singa yang melingkar. Dari mulut
patung-patung singa tersebut akan keluar air yang memancur. Di samping sebagai ikon
hiasan istana, air mancur dari mulut singa tersebut akan mengalir ke empat penjuru mata
angin yang berujung pada teras empat ruangan utama di Istana tersebut. Yaitu The Sala de las
Dos Hermanas (“Hall of the Two Sisters”) di bagian utara, The Hall of the Abencerrajes di
bagian selatan, The Hall of The Kings (The Sala de los Reyes) di bagian timur, dan The
Court of the Lions (Sala de los Mocdrabes) di bagian barat.

Seni Kaligrafi

Gerakan perkembangan seni khat telah mencapai masa keemasan pada masa ini
disebabkan motivasi para khalifah dan pedana menteri Abbasiyah, sehingga bermunculan
kelompok para kaligrafer yang jenius (Jaudi, 1998: 169). Gaya dan teknik menulis kaligrafi
semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir,
diantaranya Ad Dahhak Ibnu ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As Shaffah
(750-754 M), dan Ishaq Ibnu Muhammad pada masa Khalifah al Manshur (754-775 M) dan
al Mahdi (775-786 M).

Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Suluts dan Sulutsain
dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as Sijzi yang
belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari
sebelumnya. Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar
adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al Ahwal al Muharrir.
Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang
spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur
kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran.

Menurut Ibnu Muqlah, setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan
disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam
macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Suluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’,
dan Tauqi yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Suluts menjadi populer dipakai
karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi. Usaha Ibnu
Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya Muhammad Ibnu As
Simsimani dan Muhammad Ibnu Asad.

Dari dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu
Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal
dengan Al Mansub Al Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar
terhadap perbaikan khatt Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya
sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al Quran dan fragmen duniawi saja. Pada
masa berikutnya muncul Yaqut al Musta’simi yang memperkenalkan metode baru dalam
penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang
masyhur itu.

Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya
dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol. Pemakaian kaligrafi pada masa
Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan
dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali
penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-
karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen floral dan geometrik yang mendappat
pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania (Qalam, Wordpress)

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kaligrafi Berkembang Pesat.

Selain eratnya kaitan antara al Quran dan perkembangan gaya kaligrafi, ada beberapa
faktor lain yang menyebabkan kaligrafi dapat berkembang pesat dan menyebar demikian
merata di dunia Islam. Faktor tersebut mencakup tiga hal pokok: Pertama, pengaruh ekspansi
kekuasaan Islam. Setidaknya ada tiga hal berkaitan dengan ekspansi kekuasaan Islam, yang
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW segera meluas jauh ke luar jazirah Arabia. Tiga hal
tersebut adalah urbanisasi besar-besaran ke wilayah baru, pertemuan budaya antara Islam dan
budaya wilayah taklukan, dan proses arabisasi pada wilayah tersebut.

Pada masa Daulah Abbasiyah dan pemerintahan berikutnya, perhatian istimewa


terhadap kaligrafi semakin kuat. Kitab al Fihrist karangan an Nadim (abad ke-10), sebuah
karya monumental ensiklopedis yang pantas dijuluki rekaman peradaban dalam arti
sesungguhnya, menunjukkan hal ini. An Nadim menyebutkan bahwa masa pemerintahan
Khalifah Ma'mun (197 H/813 M-218 H/833 M) merupakan kulminasi perkembangan
kaligrafi.

Para penulis di masa itu aktif dalam memperindah huruf Arab. Dukungan pihak istana
terhadap pertumbuhan kaligrafi Pada masa Daulah Abbasiyah dan pemerintahan berikutnya,
perhatian istimewa terhadap kaligrafi semakin kuat. Kitab al Fihrist karangan an Nadim (abad
ke-10), sebuah karya monumental ensiklopedis yang pantas dijuluki rekaman peradaban
dalam arti sesungguhnya, menunjukkan hal ini. An Nadim menyebutkan bahwa masa
pemerintahan Khalifah Ma'mun (197 H/813 M-218 H/833 M) merupakan kulminasi
perkembangan kaligrafi. Para penulis di masa itu aktif dalam memperindah huruf Arab.
Dukungan pihak istana terhadap pertumbuhan kaligrafi.
Tokoh terkemuka pada zaman Bani Abbasiyah

Tokoh terkemuka pada zaman ini adalah al- Ahwal (abad ksembilan), Ibnu Muqlah
(wafat 940 M) Ibnu Bauwab, dan Yaqut al-Musta’shimi. Pada kenyatannya ranting-ranting
tulisan yang tumbuh sampai zaman Ibnu Muqlah, tokoh terbesar dan bapak kaligrafi Arab,
berjumlah lebih dari 300 jenis. Melalui tangan Ibnu Muqlah, kaligrafi didesain menjadi
bentuk-bentuk yang geometris. Huruf-huruf diberi ukuran menurut kadar tipis tebal dan
panjang pendek serta lengkung goresan secara pasti, sehingga menghasilkan bentuk anatomi
yang seimbang. Rumus Ibnu Muqlah ini dinamakan al- Khath al-Mansub, terdiri atas
komponen alif, titik belah ketupat, dan standar lingkaran. Oleh karena itu, menurut Ibnu
Muqlah, bentuk tulisan barulah dianggap benar-benar jika memiliki kriteria berikut; taufiyah
(tepat), itmam (tuntas), ikmal (sempurna), isyaba (pada atau porposional), dan irsal (lancar
goresannya).

Sedangkan, tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut insinyur geometri ini,
menghendaki dalam empat hal; tasrif (rapat teratur), ta’lif (tersusun), tastir (selaras, beres),
dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing karena indahnya). Gelar insinyur dan
kedudukan Ibnu Muqlah yang tiga kali menjadi menteri untuk tiga Khalifah Abbasiyah
sangat berperan bagi pengembangan teorinya yang sampai saat ini masih digunakan dan
belum ditemukan teori alternatif yang lebih baik dari al-Khath al- Mansub. Menurut Yaqut
al-Musta’shimi, kaligrafi disebut indah bila karya tersebut membiasakan pengaruh
keindahannya kepada hati, jiwa, dan pikiran.

Uang Logam

Dinasti Abbasiyah memiliki berbagai jenis koin. Mereka meningkatkan penampilan


koin dengan membubuhkan kaligrafi Kufi yang lebih elegan. Di salah satu model koin
pertama Dinasti Abbasiyah, mereka sudah menggunakan margin lingkaran di tepi koin,
sehingga memungkinkan kaligrafi Kufi dibubuhkan melingkar di sekeliling koin. Nominal
koin dibubuhkan di bagian tengah koin, layaknya koin modern.

Gambar di atas adalah koin pertama yang dikeluarkan setelah dinonaktifkannya


peredaran koin Ummayah. Koin ini disebut Dinar, yang pada zaman kekuasaan Kalifah al-
Mansur dibawa ke Ibukota baru, Baghdad, pada tahun 762. Ada pula satu koin lagi, berwarna
silver (yang disebut Dinrham) merupakan jenis koin pertama yang membubuhkan nama
orang yang bertanggung jawab atas koin tersebut atau tahun dikeluarkannya koin tersebut
pada permukaan koin.
Dinar merupakan koin yang berwarna emas, dan menurut artefak yang ditemukan,
ukuran koin ini sekitar 20 milimeter (2 cm) dengan berat 4.28 gram. Koin ini merupakan
bentuk reformasi dari seri koin Dinasti Ummayah, sehingga beratnya tidak beda jauh dari
satuan berat koin Dinasti Ummayah yang disebut mithqal (satu mithqal setara 4.5 gram emas)

Arti kaligrafi Kufi di sekeliling Dinar adalah sebagai berikut:

1. Di sisi pertama koin tertulis: “Muhammad adalah utusan Allah” dan “Dengan
nama Allah, Dinar ini dcetak pada tahun (Tahun pembuatannya)”
2. Di sisi kedua koin, dengan kaligrafi yang lebih rapat, tertulis: “Tiada Tuhan
selain Allah, Dia tidak punya sekutu” dan “Muhammad adalah utusan Allah yang
dikirimkan atas petunjuk agama yang benar dan Dia akan membuatnya unggul atas
segala agama meskipun orang-orang musyrik menolaknya.”

Pada zaman kekuasaan Kalifah Harun al-Rashid di tahun 786, beliau mencetak
Dinar dengan nama dari gubernur Mesir. Di periode ini, setidaknya ada dua cetakan yang
beredar, satu jenis diedarkan di Baghdad dan satunya di Fustat, tempat di mana gubernur
Mesir berkuasa. Dinar Mesir yang dibubuhkan nama gubernur Mesir di atasnya harus dicetak
langsung di Mesir.

Kalifah selanjutnya, al-Ma’mun bin al-Rashid, bereksperimen pada jenis koin yang
lain. Di masa kekuasaan beliau tahun 813-833, beliau mengembangkan kaligrafi Kufi di koin
dengan lebih elegan lagi. Di koin jenis baru ini, ditambahkan satu jenis nama lagi, yaitu wazir
(jabatan menteri tingkat tinggi atau penasihat dalam sistem monarki Islam).

Di koin baru ini, perubahan dilakukan pada kaligrafi Kufi di sekeliling koin. Koin
ini permukaannya lebih luas dan tipis dari koin generasi sebelumnya, sehingga
memungkinkan kaligrafi Kufi ditulis dalam dua baris. Model koin inilah yang terus
digunakan selama beberapa abad kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Selama beberapa puluh tahun setelahnya, dari 833-946, tidak ada perubahan besar
pada kaligrafi atau model koin ini. Namun, akibat melemahnya otoritas Abbasiyah yang
mengakibatkan lalainya otoritas lokal yang memproduksi koin, Dinar Abbasiyah mengalami
penurunan kualitas dari standar tinggi pada awal kekuasaan Abbasiyah.

Akibat penurunan kualitas ini, para petinggi seperti wazir, gubernur, ahli waris
dinasti, komandan pasukan, hingga para saudara dari khalifah saat itu memaksakan agar
nama mereka dicetak di atas koin juga. Setelah itu, dinasti yang semi-independen seperti
Tulunid di Mesir, Saffar, Samaniyah di Iran, dan Ikhshidid di Mesir dan Palestina mencetak
koin mereka sendiri-sendiri, namun masih mengikuti model Abbasiyah sebagai pengakuan
mereka akan pengaruh sang Khalifah.

Dari tahun 946-1055, Khalifah saat itu hidup di Baghdad sebagai sandera dari
Buwayhiyah atau dinasti Buyid. Para Seljuk mengikuti mereka dan mengambil alih,
sementara di Mesir para Fatimiyah membangun dinasti mereka sendiri. Meskipun hanya
beberapa koin yang dicetak dengan nama khalifahnya tercetak di atasnya, namun koin aslinya
hanya bisa dicetak di Baghdad, satu-satunya kota di mana sang Khalifah memiliki otoritas
penuh. Kaligrafi yang tertera di koin sama seperti tulisan standar pada Dinar al-Ma’mun,
perbedaannya hanya pada tulisan pujian kepada Nabi Muhammad dan keluarganya di sisi
sebaliknya.

Di masa akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah (1160-1258 Masehi), koin-koin dengan


kualitas rendah dicetak di Baghdad. Koin ini sudah jauh dari kualitas tinggi yang
dipertahankan selama masa awal Dinasti Abbasiyah. Banyak dari koin ini tidak konsisten
baik bentuk maupun beratnya dari standar keuangan saat itu. Beberapa kaligrafi hanya hiasan
saja, yang sama hanya cetakan nama dan pujian pada Nabi Muhammad beserta keluarganya
yang ditulis lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Betsky, Aaron. (1993). “Take Me to the Water, Dippingin the History of Water in
Architecture”, dalam Architecture Design Profile, Special issue: Water in
Architecture, Vol 65, 10-15.

Chambell, Craig S. (1978). “Water in Landscape Architecture”, Van Nostrand Reinhold


Company, New York.

Frishman, Martin dan Hasan Uddin Khan. (1994). The Mosque; History, Architectural
Develop-ment and Regional Diversity , Thames andHudson, London.

http://arsitektur-indonesia.com/arsitektur/sejarah-perkembangan-arsitektur-islam-
dari-masa-ke-masa/

https://media.neliti.com/media/publications/23739-ID-seni-kaligrafi-peran-dan-
kontribusinya-terhadap-peradaban-islam.pdf

http://aufklarungarea.blogspot.com/2016/02/arsitektur-pada-masa-
khulafaurrasidin.html

Anda mungkin juga menyukai