Anda di halaman 1dari 6

EKONOMI ABBASIYAH

Tiga sektor dalam ekonomi pada masa Dinasti Abbasiyah tersebut berperan penting dalam majunya
kekhalifahan. Salah Satunya Sektor Pertanian. Dalam perkembangan kota metropolitan, Ibnu Khaldun
menjelaskan bahwa tanah yang subur menjadi faktor paling penting. Hal itu terjadi pada Bagdad, yang
menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah pada masa jayanya. Perpindahan ibu kota Abbasiyah dari Damaskus
ke Bagdad yang dilakukan pada masa Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur ternyata memiliki maksud
sendiri.Selain itu, lahan yang subur di Bagdad dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Dinasti
Abbasiyah dengan meningkatkan produksi pertanian. Pemanfaat pertanian dan hasil buminya membuat
Dinasti Abbasiyah memiliki pemasukan dan kas negara yang sangat besar. Salah satu kawasan potensial
di bidang pertanian Abbasiyah adalah Sawad, yang berada di antara Sungai Eufrat dan Tigris. Pemerintah
sangat memperhatikan kawasan ini dengan melakukan pembangunan irigasi guna menunjang produksi
pertanian di Sawad.Kawasan ini dikelola dengan serius hingga mendatangkan para ahli dan pakar
pertanian guna memaksimalkan pemanfaatan lahan yang subur.Dinasti Abbasiyah juga membangun
kanal Nahr Isa dan kanal Sharah sebagai penunjang pengairan pertanian di Sawad.Dengan berbagai
pembangunan penunjang pertanian, pada masanya, Dinasti Abbasiyah menjadi kawasan pemasok
gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami.

BANGUNAN FISIK ABBASIYAH

Bangunan fisik pada masa Abbasiyah adalah Masjid Samarra yang terletak di Baghdad ini dilengkapi
dengan sahn, yaitu sebuah lengkungan yang menyerupai bentuk piring. Sekeliling pinggirannya
dilengkapi dengan serambi-serambi. Di setiap sudut masjid, bahkan didirikan mercu berbentuk bulat
yang ter ben tuk dari batu bata. Masjid pada masa itu umum nya tidak memiliki daun pintu, pintu yang
terbuka ini berujung pada satu titik dan terlihat barisan pintu yang berbentuk kerucut. Hal lain yang
ditonjolkan dalam gaya dan seni arsitektur Masjid Samarra adalah tiang-tiang yang dipasang beratap
lengkung. Tiang-tiang ini dibangun menggunakan batu bata dengan bentuk segi dela pan dan didirikan di
atas dasar segi empat. Dasar-dasar ini lalu ditopang oleh tiang dari marmer ber segi delapan dan
disambungkan ke bagian lain de ngan menggunakan logam atau besi berbentuk lonceng. Masjid ini
terbilang memiliki arsitektur yang sangat megah. Masjid lainnya yang juga istimewa adalah Masjid
IbnuThulun. Di mana masjid ini didiri kan pada 876 M oleh Ahmad bin Thulun, seorang penguasa di
wilayah Mesir.
KESEHATAN UMAYYAH

Khalifah Dinasti Umayyah Walid bin Abdul Malik merupakan orang pertama yang mendirikan rumah
sakit (bimaristan) dalam sejarah umat Islam di Kota Damaskus, Suriah pada tahun 707 M (88 H).
Bimaristan didirikan oleh Walid bin Abdul Malik dengan kas negara sebagai karunia bagi orang sakit
berupa pengobatan gratis. Salah satu pesan yang diperintahkan Walid bin Abdul Malik kepada dokter-
dokter yang ada di rumah sakit tersebut adalah agar mengisolasi penderita penyakit lepra dalam
ruangan khusus sehingga tidak menyebar ke orang lain, kemudian para penderita itu diberinya uang
sebagai pegangan. Karya besar Walid bin Abdul Malik tersebut melahirkan kekaguman warganya, dan
oleh penduduk Damaskus ia dianggap sebagai khalifah terbaik di zamannya. Di era Dinasti Umayyah pun
dibangun al-Bîmâristân lainnya yang berada di Kota Kairo.Sebenarnya Bimaristan yang dibangun oleh
Walid bin Abdul Malik masih tergolong sederhana.

BENTUK FISIK UMAYYAH

Perkembangan arsitektur secara sistematis telah dirintis sejak masa Umayyah. Arsitek ternama kala itu
adalah al-Walid. Ia adalah putra Khalifah Abd al-Malik. Ia sudah mempunyai bakat dan potensi yang
besar dalam bidang arsitektur sejak ia masih berusia muda. Ia terus menekuni bakatnya hingga mewarisi
takhta kekhalifahan. Pada saat senggang, ia kerap berbincang dengan pembantu-pembantunya,
terutama mengenai bangunan-bangunan indah. Salah satu prestasi mengagumkan yang pernah ia ukir
adalah merenovasi Masjid Agung Umayyah yang ada di ibu kota pemerintahan, Damaskus, Suriah.
Selain itu, dalam History of the Arabs, Philip K Hitti menyatakan, al-Walid memperluas dan
memperindah Masjidil Haram di Makkah dan juga merenovasi Masjid Nabawi yang ada di Madinah.
Sosok ini pula yang mengenalkan struktur mihrab—cerukan pada dinding masjid sebagai penunjuk arah
kiblat dan tempat imam—untuk pertama kalinya. Begitu pula menara masjid sebagai bentuk arsitektur
Islam yang paling penting. Menara masjid mulai dibangun semasa pemerintahan al-Walid. Ia juga
meninggalkan beberapa bangunan, terutama istana kekhalifahan. Di antara yang terkenal
keindahannnya adalah Istana al-Qubbah al-Khadra, al-Ukhaydir, serta al-Musyatta.

EKONOMI UMAYYAH

Pada masa dinasti Bani Umayyah, khalifah Umar bin Abdul Azis berhasil menerapkan konsep welfare
state yaitu negara yang sejahtera. Umar memiliki kebijakan baru untuk merubah taraf hidup
masyarakat, salah satu buktinya yaitu tidak ditemukan seorang pun yang dapat menerima zakat karena
seluruh masyarakatnya berkecukupan (Ghozali, 2019). Adapun kebijakannya adalah dalam pengelolaan
dana jizyah, Umar menerapkan pengurangan beban jizyah atas pengikut agama kristen. Umar juga
menerapkan kebijakan pengelolaan lahan mati, memberikan konsep penyuburan tanah hingga
penanaman pohon, mendirikan bangunan, dan konsep kerjasama. Sedangkan runtuhnya Bani Umayyah
berlangsung pada masa Abu Malik bin Marwan yang masih mempertahankan Gubernur Khurasan yaitu
Nasr bin Sayyar. Kebijakan yang dikeluarkan yaitu menerapkan pajak kepada non muslim sehingga
menimbulkan beberapa pemberontakan dan runtuhnya dinasti Bani Umayyah Umayyah

KESENIAN ABBASIYAH

Perhatian para Khalifah Abbasiyah terhadap seni budaya sangat besar yaitu mencakup syair-syair, seni
musik, arsitektur, kaligrafi , dan penjilidan buku. Bidang syair yang terkenal di antaranya adalah Ibnu
Muqaffa’, Abu Nawas (wafat sekitar 803 M) keturunan Persia yang hidup sezaman dengan Khalifah
Harun al-Rasyid, dan Bashshar ibn Bard. Pada bidang arsitektur Khalifah Abbasiyah membangun istana-
istana, masjid-masjid yang indah, dan tempat peristirahatan. Bidang seni kaligrafi Abbasiyah mencatat
beberapa nama besar diantaranya Ibnu Muqlah ibn Bawwab dan Yaqut al-Musta’shim (Blake, 1987: 6).
Ibnu Muqlah merumuskan metode penulisan kaligrafi yang dipakai sampai sekarang. Pusat kegiatan ilmu
dan kesenian yang terpenting pada zaman ini antara lain adalah:
1. Hijaz, Makkah, dan Madinah yang menjadi pusat kegiatan ilmu Hadits dan Fiqh.

2.Iraq. Kota-kota Iraq dalam zaman ini terkenal sebagai pusat kegiatan segala macam ilmu
seperti tafsir, hadits, fi qh, bahasa, sejarah, ilmu kalam, falsafah, ilmu alam, ilmu pasti, dan
musik.
3. Mesir. Kota Fustat di Mesir mempunyai peranan sangat besar dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan Masjid Amr ibn ‘Ash menjadi pusatnya.
4. Suriah. Masjid Damaskus sebagai pusat ilmu. Damaskus, Halab (Aleppo), dan Beirut (sekarang
ibu kota Lebanon), berkembang bermacam-macam ilmu dengan ciri khas masing-masing, seperti
di Beirut dikaji hukum internasional termasuk hukum Romawi.

KESENIAN UMAYYAH

Seni rupa pada zaman Umayyah banyak dipengaruhi oleh kesenian Bizantium sebagai akibat
dipindahkannya pusat pemerintahan Islam dari Makkah ke Syria. Seni rupa ini banyak memperlihatkan
ciri khas Kristen awal, yaitu bentuk-bentuk basilika dan menara. Seperti terlihat di Masjid Umayyah yang
awalnya adalah Gereja Johannes di Damaskus. Interior masjid ini digarap seniman-seniman Yunani dari
Konstantinopel. Seni rupa yang berkembang pada zaman Daulah Bani Umayyah hanyalah seni ukir dan
seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan. Seni ukir yang berkembang pesat pada zaman itu
ialah penggunaan khat Arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran. Yang terkenal dan maju ialah seni ukir di
dinding tembok. Banyak Alquran, hadis Nabi SAW, dan rangkuman syair yang dipahat dan diukir pada
tembok dinding bangunan masjid, istana, dan gedung-gedung. Salah satu masjid yang dibangun pada
masa Dinasti Umayyah adalah Masjid Kubah Batu (Qubbat As-Sakhrah) di Yerusalem. Masjid yang
didirikan pada zaman Khalifah Abdul Malik ini ditujukan sebagai pengingat tempat naiknya Nabi
Muhammad SAW ke langit pada peristiwa Isra Mi’raj.Bangunan masjid peninggalan Dinasti Umayyah
lainnya yang masih bisa kita saksikan hingga hari ini adalah Masjid Al-Aqsa (saat renovasi) dan Masjid
Agung Umayyah di Damaskus yang dibangun pada masa Khalifah Al-Walid I.

LEMBAGA PENDIDIKAN UMAYYAH

Salah satu bukti kemajuan Bani Umayyah dalam bidang pendidikan adalah berdirinya beragam lembaga
pendidikan.Sebenarnya, beberapa lembaga pendidikan sudah ada sejak masa sebelumnya, yakni pada
masa Khulafaur Rasyidin.Namun, lembaga pendidikan pada masa Bani Umayyah lebih banyak dan lebih
terurus. Adapun lembaga pendidikan pada masa Daulah Umayyah di antaranya:

Masjid

Sejak masa Nabi Muhammad, masjid telah memiliki ragam fungsi, di samping sebagai tempat ibadah.
Bani Umayyah memanfaatkan masjid sebagai lembaga pendidikan, seperti membaca Al Quran, sekolah
menengah dan tingkat tinggi.Pada masa ini pula, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan.

Halaqoh

Sistem halaqoh tidak khusus dipakai untuk mengajar atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga
pengetahuan umum. Selain itu, semua umur dan jenjang dapat berkumpul bersama untuk
mendengarkan penjelasan guru.

KESEHATAN ABBASIYAH

Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan Islam ketiga yang memimpin setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Bani Abbasiyah didirikan oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad, yaitu Abbas
bin Abdul-Muththalib, yang berkuasa selama lima abad (750-1258). Selama lima abad
kepemimpinannya, Daulah Abbasiyah melahirkan banyak tokoh Muslim yang ikut memajukan dunia
Islam. Beberapa di antaranya adalah tokoh cendekiawan Islam di bidang kedokteran.

Ibnu Sina

Ibnu Sina adalah seorang filsuf dan ilmuwan di bidang kedokteran yang lahir di Persia pada tahun
980.Atas kontribusi besarnya di bidang kedokteran, Ibnu Sina mendapat julukan sebagai Bapak
Pengobatan Modern dan Mahaguru Kedokteran.Karya Ibnu Sina yang paling dikenal masyarakat adalah
Qanun fi Thib, yang merupakan kitab pengobatan yang dijadikan rujukan di bidang kedokteran selama
berabad-abad.Qanun fi Thib atau The Canon of Medicine sudah terjemahkan ke dalam 15 bahasa
dunia.Sebagai dokter yang jenius, Ibnu Sina merupakan dokter pertama yang memperkenalkan
eksperimen dan hitungan cermat dalam berbagai jenis penyakit menular.

PENDIDIKAN ABBASIYAH

Ilmu Pengetahuan dan pendidikan Pada masa Dinasti Abbasiyah, Islam mencapai kejayaan di berbagai
bidang, salah satunya bidang ilmu pengetahuan.Kemajuan ilmu pengetahuan diawali dengan kegiatan
menerjemahkan naskah-naskah asing, terutama dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Kemudian, didirikan
pula pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, serta terbentuknya mazhab-mazhab
ilmu pengetahuan dan keagamaan.Pada masa kepemimpinan Khalifah Harun al-Rasyid (786-809),
pemerintahan Dinasti Abbasiyah semakin gemilang.Sang khalifah mendirikan berbagai bangunan untuk
keperluan sosial, seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, dan farmasi.Di bidang sastra, Kota Bagdad
dikenal memiliki hasil karya yang indah dan banyak digandrungi masyarakat setempat, di antaranya
adalah Alf Lailah wa Lailah atau Kisah 1001 Malam.Di Kota Bagdad pula, lahir para ilmuwan, ulama,
filsuf, dan sastrawan Islam ternama seperti Al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi
(filsuf Arab pertama), dan al-Razi (filsuf, ahli fisika, dan kedokteran). Untuk semakin memajukan ilmu
pengetahuan, para khalifah di masa Dinasti Abbasiyah mencetuskan beberapa kebijakan, yaitu:

• Menggalang penyusunan buku

• Menggalang penerjemahan buku-buku ilmu

• Mengaktifkan kegiatan ilmiah

• Mengembangkan pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan.

BIOGRAFI TOKOH MASA KEJAYAAN ISLAM

1. AI-Kindi

Al-Kindi (188‒260 H) Al-Kindi bernama lengkap Yakub bin Ishak AI-Kindi, lahir di Kufah (sekarang
salah satu kota di Irak) tahun 188 Hijriah dan wafat di Bagdad pada 260 H. Berkat kontribusinya
di bidang filsafat, Al-Kindi tersohor dengan julukan filsuf Arab. Selama masa hidupnya, Al-Kindi
terbilang ilmuwan yang produktif. Ia menulis banyak karya di banyak sejumlah disiplin ilmu,
mencakup metafisika, etika, logika, psikologi, farmakologi, matematika, astrologi, optik, dan lain
sebagainya. Di antara buku-buku terkenal karangan Al-Kindi adalah Kitab Al-Kindi ila Al-
Mu’tashim Billah Fi Al-Falsafah Al-Ula, Kitab Al-Falsafah Ad-Dakhilat wa Al-Masa’il Al-
Manthiqiyyah wa Al-Muqtashah wa Ma Fawqa Al-Thabi’iyyah, Kitab fi An-Nahu La Tanalu Al-
Falsafah Illa Bi ‘ilm Al-Riyadhiyyah, dan lain sebagainya.
2. Al-Farabi
Al-Farabi (258‒339 H) Al-Farabi bernama lengkap Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu
Uzlag AI-Farabi, lahir di Farab, Transoxiana (Asia Tengah) pada 258 H dan wafat di Damaskus,
Suriah, pada tahun 339 H. Sejak kecil, Al-Farabi dianggap sebagai sosok berbakat istimewa. Ia
menguasai banyak bahasa, dengan konsentrasi Arab, Persia, Turki, dan Kurdi. Di bidang filsafat,
kontribusi pentingnya adalah dengan menggabungkan filsafat Yunani dan filsafat Islam. Ia juga
amat ahli di bidang matematika, pengobatan, musik, agama, dan lain sebagainya. Saking ahlinya
di bidang filsafat, ia mendapat julukan guru kedua, setelah Aristoteles yang disebut guru
pertama. Di antara karya-karya Al-Farabi yang terkenal adalah Al-Musiqi Al-Kabir, Ihsha'u Al-Iqa,
Ihsha'u Al-Ulum wa At-Ta'rif bi Aghradhiha, dan lain sebagainya.
3. Ibnu Haitsam
Ibnu Haitsam (354-430 H) Ibnu Haitsam bernama asli Abu Ali Muhammad Al-Hasan bin Al-
Haitsam lahir di Basrah (Irak) pada 354 H dan meninggal dunia pada 430 H. Hingga sekarang,
Ibnu Haitsam dikenal sebagai Bapak Optik Modern. Di Barat, ia dikenal dengan nama Alhazen.
Ibnu Haitsam menjelaskan bagaimana cara kerja optik mata manusia dalam menangkap gambar
secara detail. Analisisnya mengenai cara kerja mata dan pengobatannya masih dipelajari hingga
saat ini. Karyanya yang terkenal adalah Kitab al-Manazir (Buku Optik) yang hingga kini diakui
sebagai rujukan ilmu optik di banyak universitas di dunia.

Anda mungkin juga menyukai