Anda di halaman 1dari 26

1.

ARSITEKTUR DAN SENI ISLAM; PERSENTUHAN DARI RAGAM ENTITAS


BUDAYA
Perkembangan Seni dan Arsitektur Arab Islam

Terbentuknya seni dan arsitektur Islam di jazirah Arab sangat lambat. Proses tersebut sangat evolutif
(Anskersmit, 1997:2). Perkembangan seni dan arsitektur Arab Islam dapat diamati pada imperium
Umayyah dan Abbasiyah sebagai dua dinasti kekuasaan awal Islam. Karena pada periode al-Khulafa
arRasyidun, pengembangan hanya dilakukan oleh Utsman bin Affan dengan memugar masjid Quba’,
masjid Nabawy, dan masjid al-Haram.

Dinasti Abbasiyah

Pada masa awal dinasti Abbasiyah, segala hal yang berkaitan dengan seni hanya merupakan warisan
dari Dinasti Umayyah (Hasjmy: 266-289). Akan tetapi pada masa berikutnya, seni dan arsitektur yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah telah mengalami elaborasi dan mensistematisir gagasan
Umayyah. Desain Baghdad melambangkan otoritas kerajaan. Dengan memadukan benda-benda yang
diambil dari reruntuhan istana Sasania termasuk didalamnya pintu gerbang besi kota al-Wasit yang
dirampas dari sebuah kampung di Sasania. Madina al-Salam (Baghdad) merupakan sebuah kota
bundar yang terbagi atas empat perempatan oleh jalan yang membujur dari timur ke barat dan dari
utara sampai ke ujung selatan. Sebuah istana berdiri persis di tengah-tengah kota. 5 Dalam masa
Daulah Abbasiyah, seni mengalami perubahan besar sesuai dengan perubahan umat. Dari kehidupan
desa yang sederhana ke kehidupan kota yang mewah. Di bidang seni suara, mengalami
perkembangan berarti dengan Madinah sebagai pusatnya. Beberapa hal yang dapat dicatat adalah
adanya penyusunan kitab musik, pendidikan musik, pabrik alat musik, bahkan kursus tari. Seni sulam
juga banyak ditekuni oleh para wanita. Hasil kerajinan rumah tangga tersebut bahkan diekspor ke
Berlin, Calais (Perancis) dan benua Eropa pada umumnya. Seni ukir di zaman Daulah Abbasiyah telah
berkembang secara pesat. Hal ini antara lain dapat dilihat pada qubah empat yang dibangun pada
pemerintahan khalifah Mansyur di atas empat buah gerbang pintu masuk kota Baghdad. Garis
tengah dari setiap qubah sepanjang 50 hasta. Ditambah dengan ukiran emas dan patung yang
diputar oleh angin. Qubah-qubah tersebut digunakan oleh khalifah untuk istirahat. Dari qubah
Khurasan terlihat air bening yang mengalir. Di qubah Syam terbentang perkampungan rakyat yang
berbunga dan berkolam. Qubah Bashrah menunjukkan daerah industri dan kubah Kufah
menggambarkan taman kesuma. Pada waktu al-Mansyur menjadi khalifah, dibangun sebuah kota
baru antara sungai Tigris dengan anak sungai Furat di Baghdad. Arsitek kota baru ini dipercayakan
kepada Hajjaj bin Arthah dan Amran bin Wadhdhah. Susunan kota Baghdad yang baru berbentuk
bundar. Di pusat kota dibangun istana dan masjid jami’. Di sekeliling istana dan masjid terdapat
lapangan. Kemudian ditempatkan asrama pengawal dan polisi. Setelah itu, dibangun rumah untuk
putera khalifah, keluarga istana, pelayan, menteri dan pembesar negara lainnya. Setelah kota
Baghdad baru menjadi padat, kemudian dibangun satelit kota Baghdad di Rushafah, sebelah timur
sungai Tigris dan Karakh, selatan kota Baghdad (al-Wakil, 1999: 75). Peninggalan arsitektur dari bani
Abbas masih dapat disaksikan hingga kini, yaitu istana Baghdad, Samarra, Ukhaidir, pintu gerbang
Raqqa di Baghdad. Pada masa al-Mansyur, Harun ar-Rasyid dan al-Makmun, penerjemahan tidak
hanya pada buku-buku ilmiah, akan tetapi juga pada`karya-karya sastra Persia dan Yunani (Hassan,
1989: 133). Pembinaan seni pada masa imperium Abbas didominasi oleh kebijakan khalifah. Ini
diikuti oleh para gubernur dengan berlomba dalam hal berkreasi bangunan dengan menghadirkan
aristek-arsitek dari luar. Mulai dari Kordova, Kairo, Spanyol sampai India (Syed Ameer Ali, 1978: 560).

Pada era pemerintahan Abbasiyah, dalam seni musik mulai diadakan penyusunan kitab musik,
pendidikan musik, pabrik alat musik, bahkan kursus seni tari. Seni ukir diwujudkan dalam
pembangunan empat kubah dan kota Baghdad baru yang berbentuk bundar dan dikelilingi
lapangan. Penerjemahan karya sastra Persia dan Yunani juga mulai dilakukan.

2. KEMAJUAN DALAM BIDANG SOSIAL BUDAYA BANI ABBASIYAH


Selama masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M), banyak perkembangan
yang terjadi, diantaranya adalah perkembangan bahkan kemajuan dalam bidang sosial
budaya. Di antara perkembangan itu adalah bidang:

A. Seni Bangunan dan Arsitektur

*Seni bangunan dan Arsitektur Masjid

Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat Islam yang merupakan wakil paling
menonjol dari arsitektur Islam. Oleh karena itu, masjid merupakan seni arsitektur Islam yang
tidak ada tandingannya. Arsitektur Islam yang berkembang pada masa dinasti Bani Abbasiyah
masih mengacu pada perkembangan seni arsitektur Islam sebelumnya, yakni pada masa Bani
Umayyah. Salah satu bangunan masjid yang didirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas
adalah bangunan masjid Samarra, di Baghdad. Masjid ini sangat indah yang mewakili
keindahan seni arsitektur pada zamannya. Masjid ini dilengkapi dengan Sahn, sebuah
lengkungan menyerupai bentuk piring. Sekeliling pinggir sahn dilengkapi dengan serambi-
serambi. Pada setiap sudut masjid didirikan mercu berbentuk bulat yang terbuat dari batu
bata. Umumnya masjid tidak menggunakan daun pintu, begitu juga Masjid Samarra. Pintu-
pintu terbuka ini berujung pada satu titik. Dengan demikian, terlihat barisan pintu yang
berbentuk kerucut.

Hal penting lainnya dari segi gaya dan seni arsitektur Masjid Samarra adalah tiang-tiang
yang dipasang beratap lengkung. Tiang-tiang tersebut dibangun dengan batu bata. Tiang-tiang
yang dibangun dengan batu bata itu berbetjk segi delapan dan didirikan diatas dasar segi
empat. Kemudian dasar-dasar ini ditopang oleh tiang-tiang dari marmer bersegi delapan.
Kemudian disambungkan ke bagian lain dengan mempergunakan logam atau besi berbentuk
lonceng. Masjid ini merupakan bangunan yang memiliki seni arsitektur sangat megah pada
zamannya.

Selain Masjid Samarra yang memiliki seni arsitektur bangunan yang luar biasa, Masjid Ibnu
Thulun juga memiliki keiatimewaan dari segi seni bangunan atau arsitekturnya. Masjid ini
didirikan pada tahun 876 M oleh Ahmad bin Thulun, salah seorang penguasa wilayah Mesir.
* Seni Bangunan Kota

Peradaban Islam mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah
(750-1258 M). Seni bangunan Islam yang pada mulanya hanya sederhana yang menjelma
dalam bentuk masjid, kemudian berangsur-angsur merambah ke seni bangunan lain, setelah
umat islam memperoleh pengetahuan dan teknik dari tenaga ahli dari wilayah-wilayah yang
menjadi wilayah kekuasaan Islam.

Meskipun demikian, seni bangunan Islam masih mempunyai ciri khas dan gayanya yang
tersendiri, yang terwujud dalam bentuk pilar, lengkung kubah, hiasan lebah bergantung
(muqarnashat) yang menonjol bersusun di depan masjid dan di menara tempat azan ataupun
di puncak pilar. Pembangunan kota-kota baru dan pembaharuan kota-kota di seluruh wilayah
pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, telah membuka jalan bagi pembangunan gedung-
gedung, istana, masjid dan sebagainya. Di antara sekian banyak kota yang dibangun dalam
masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah adalah kota Baghdad, yang dibangun oleh Abu
Ja’far al-Mansur (136-158 H/754-775 M). Tempat yang dipilih untuk membangun kota itu
adalah lokasi di tepi Sungai Eufrat (furat) dan Dajlah (Tigris). Pembangunan ini
diarsiteki Hallaj bin Arthah dan Amran bin Wadldlah, dua orang arsitek terkenal saat itu.
Tenaga kerja yang diperlukan dalam pembangunan kota ini sekitar 100.000 orang.

Arsitektur kota Baghdad berbentuk bundar, gaya baru dari seni bangunan kota Islam. Di pusat
kota, dibangun istana khalifah dan masjid jami’. Di sekeliling istana dan masjid terdapat
alun-alun, selain ada asrama pengawal, rumah komandan pengawal dan rumah kepala polisi.
Di sekitar pemukiman itu, barulah dibangun rumah-rumah untuk para putra khalifah dan
kerabatnya, para pegawai dan para inang pengasuh istana. Setelah itu, barulah dibangun
istana-istana para menteri dan pembesar negara lainnya.

Di kota, dibangun pagar tembok yang sangat kuat dan tinggi, dengan empat pintu masuk dari
empat penjuru. Selain itu, kota dihiasi dan dilengkapi dengan taman-taman bunga kolam
pemandian, ribuan masjid dan berbagai tempat rekreasi. Selain itu, pembagian kota dilakukan
secara teratur, ada daerah perumahan, daerah pasar, daerah indrusti dan sebagainya. Masing-
masing daerah memiliki perangkat yang dibutuhkan bagi pembangunan dan pengembangan
daerah tersebut.

Istana dibangun oleh khalifah Al-Manshur di pusat kota bernama Qashru al-Dzahah (Istana
Keemasan) yang luasnya sekitar 160.000 hasta persegi. Sedang masjid jami’ didepannya
memiliki luas areal sekitar 40.000 hasta persegi. Istana dan masjid tersebut merupakan simbol
pusat kota. Dari setiap sudut perempatannya terdapat jalan raya utama ke arah luat kota. Di
kiri kanan jalan tersebut dibangun gedung-gedung indah dan bertingkat.

Dalam waktu yang relatif singkat, Baghdad menjadi kota yang ramai dikunjungi oleh
berbagai lapisan masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, sekitar tahun 157 H,
Khalifah al-Manshur membangun istana baru di luar kota yang diberi nama Istana Abadi
(Qashrul Khuldi). Khalifah al-Manshur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang
masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap
daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri, yaitu daerah yang otonom.

3. Islam Abad Pertengahan/Arsitektur/Abbasiyah

Masjid Agung Samarra

Setelah dinasti Abbasiyah memindahkan ibukota Kekhalifahan Islam dari Damaskus ke


Baghdad, mereka harus membangun banyak bangunan di ibukota baru itu. Karena kota
Baghdad moderan berada tepat di atas kota Baghdad Abbasiyah, tidak banyak yang tersisa
dari Baghdad Abad Pertengahan.
Di Samarra, khalifah Al-Mutawakkil membangun sebuah masjid besar pada 647 M. Masjid
Agung Samarra kemudian menjadi masjid terbesar di dunia. Masjid ini dibangun dari bata
bakar. Menaranya memiliki tinggi 52 meter, dan muazin naik ke atasnya melalui jalan spiral.
Masjid ini juga memiliki halaman terbuka yang luas, dengan tiga barisan tiang di
sekelilingnya, serta ruang shalat yang besar dan tertutup. Dinding ruang shalanya dihiasi
dengan moasik dari kaca biru tua.
4. KEMAJUAN DI BIDANG SENI DAN BUDAYA

Daulah Abbasiyah yang berlangsung 5.5 abad secara politis bisa dikatakan hanya
mampu dapat mendirikan selama satu abad yaitu selama periode pertama. Namun, dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni budaya & arsitektur terus mengalami pertumbuhan. Itu
disebabkan, para khalifah lebih berorientasi dalam perluasan wilayah kekuasaan daulah
tersebut.

Para khalifah Abbasiyah tidak segan-segan mendatangkan para arsitek dari luar
negeri dalam pembangunan & mengajarkan-nya kepada orang-orang Abbasiyah. Dalam
masa kepemimpinan Khalifah Al-Mansur, sudah dibangun kota Baghdad yang berbentuk
bulat di tengahnya, dibangun istana Al-Qasr Az-Zahabi, dan masjid Al-Manshur yang
melambangkan kemegahan dan keindahan kota Baghdad.

Diantara bidang seni dan budaya yang berkembang antara lain:

1. Arsitektur.

Khalifah Abbasiyah sangat menyukai seni arsitektur dalam keperluan membentuk


sebuah gedung. Misalnya masjid, istana, madrasah, perkantoran, dan sebagainya. Mereka
mendatangkan arsitek dari luar Abbasiyah.

Perkembangan kebudayaan dalam masa Dinasti Abbasiyah, tercermin pada


beberapa peninggalan bangunan-bangunan bersejarah, seperti masjid. Beberapa masjid
yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah diantaranya:

 Masjid Jami' Al-Mansur


 Masjid Raya Ar-Risyalah
 Masjid Jami' Qasr Al-Khilafah
 Masjid Qati'ah Umm Ja'far
 Masjid Kufah
 Masjid Raya Samarra
 Masjid Agung Isfahan
 Masjid Talkhatan Baba
 Masjid Alauddin Kaikobat

2. Seni tata kota.

Istana emas yang berada di tengah kota Baghdad, yang melambangkan


kemegahan dan keindahan kota Baghdad. Seni bangunan berkembang pula. Menghasilkan
kota Bagdad menjadi kota metropolitan yang megah & bagus. Keindahannya dunia,
sehingga dijuluki Alful Lailah Wal Lailah (Seribu satu malam), & jua dibangun kota satelit
sebagai penyangga kota Bagdad.Dan juga kota Samara, yang dibangun pada masa khalifah
Al-Muhtasim Billlah. Samara termasuk kota yang dibangun dengan nilai seni & kerapian kota
yang tinggi.
3. Seni sastra
Pada masa Abbasiyah, dunia sastra mengalami kemajuan. Kota baghdad dikenal
menjadi pusat sastrawan & penyair. Diantara penyair dan sastrawan yang terkenal al:

1) Abu Atahiyah

2) Abu Nawas

3) Abu Tamam

4) Al-Buhtury

5) Al-Mutanabbi

4. Seni bunyi dan seni musik.


Seni bunyi dan musik jua mengalami kemajuan. Pada umumnya khalifah Abbasiyah
menyukai musik & lagu yang diciptakan oleh para tokoh terkenal, seperti:

1) Al-Farabi

2) Az-Zuman

3) Az-Zalah

4) khalifah Hakam II.

5. Masjid Ibn Thoulun: Arsitektur Tua nan Eksotis

Arsitektur masjid ini sangat berbeda dengan arsitektur masjid di Mesir pada umumnya.
Masjid yang berbentuk persegi dengan halaman tengah yang luas, hanya memiliki 1 menara
tapi tidak memiliki kubah kecuali pada bagian ablution fountain (tempat wudhu) atau dalam
bahasa arab disebut sabil yang berada di halaman tengah masjid. Menara spiral yang
berfungsi untuk tempat menyerukan adzan inilah yang menjadi salah satu ciri khas masjid ini.
Arsitektur masjid relatif simple dan tidak banyak detail seperti yang terdapat pada masjid-
masjid di Mesir. Masjid Ibn Thoulun merupakan bangunan masjid tertua kedua di Mesir
setelah masjid Amru bin Aas.
Menara dan kubah masjid di samping masjid Ibn Thoulun, foto
dari atas menara

Terletak di sebuah kawasan padat penduduk yang terbilang kumuh, masjid Ibn Thoulun
masih memperlihatkan keeksotisannya. Masjid yang berada di belakang 2 masjid besar, yaitu
masjid Sultan Hassan dan masjid Rifa'i ini adalah satu-satunya masjid yang arsitekturnya
masih asli. Tidak dirubah sedikitpun kecuali hanya penguatan dan penambalan di beberapa
bagian masjid sebagai bagian dari perawatan. Maklum saja masjid yang umurnya sudah
mencapai 1134 tahun karena dibangun pada tahun 876 Masehi dan selaesai pada 879 Masehi.
Angka yang wow yah?? Saya saja sampai melongo lihat angka itu hahaha... lebay.

Masjid Ibn Thoulun dibangun pada masa dinasti Abbasiyah, dibangun oleh Ahmad Ibn
Thoulun yang merupakan gubernur pada masa itu dan berkuasa antara tahun 868-884 Masehi.
Masjid ini sebenarnya berada di atas sebuah bukit kecil yang bernama Gabal Yashkur, namun
karena saat ini sudah menjadi kawasan pemukiman padat maka bukitnya sudah tidak terlihat
lagi. Menurut sejarah masjid ini adalah masjid istana dan letaknya berdekatan dengan istana
Ibn Thoulun, tapi pada abad awal abad 10 bangunan istananya di runtuhkan sehingga
peninggalan dinasti Tulunid hanya berupa masjid yang sedang saya ceritakan ini.

Ruangan masjid Ibn Thoulun hampir tidak bersekat dan berdaun pintu, terdiri dari pilar-pilar
dengan bentuk melengkung. Bagian pilar masjid terdapat ragam hias berupa ukiran dan
kaligrafi. Mimbar untuk khutbah berada di atas, mirip sebuah panggung.
Pintu tak berdaun

Mimbar yang berbentuk panggung

Salah satu prasasti yang terdapat di pilar masjid

Bangunan utama masjid dikelilingi sebuah tembok setinggi tembok masjid berukuran 118 x
138 meter, berfungsi sebagai pagar dan terdapat halaman kecil dibalik pagar yang disebut
Ziyadas. Bagian utara Ziyadas terdapat pintu untuk naik ke atas menara. Bentuk menara
spiral ini ternyata mengadopsi bentuk menara masjid Samarra di Iraq. Dari atas menara ini
kita bisa lihat keseluruhan bangunan masjid juga menara-menara masjid lain yang menjulang
di antara bangunan apartemen.
Ziyadas atau halaman kecil di dalam pagar

Salah satu pintu dari bangunan utama masjid Ibn


Thoulun

Untuk masuk ke masjid Ibn Thoulun, tidak dikenakan tiket masuk karena masjid memang
masih digunakan untuk sholat hanya memberi tip untuk penjaga masjid yang juga menjaga
penitipan sandal. Ada yang unik, bagi pengunjung yang memakai sepatu, tidak perlu melepas
sepatu untuk berkeliling ke dalam masjid karena penjaga akan membungkus kaki kita
(termasuk sepatunya) dengan kain. Jadi kalau mau foto, kakinya jangan ikut difoto ya... mirip
Aladdin hahaha..... Ini adalah bagian dari upaya penjaga masjid agar pengunjung memberi tip
padanya.

Walaupun masjid ini masih berfungsi untuk sholat, tapi jangan datang di atas jam 4 sore
karena masjid Ibn Thoulun tertutup untuk pengunjung selepas jam tersebut. Saya juga tidak
tahu apakah di luar jam tersebut pintu gerbangnya masih terbuka atau tidak.

6. Arsitektur Dalam Kekhalifahan Abbasiyah

Kekhalifahan Abbasiyah memindahkan ibukota Islam ke Baghdad. Di sinilah mereka


memulai arsitektur mereka. Ketika ibukota dipindahkan ke Baghdad, arsitektur lebih
dipengaruhi oleh timur. Mereka menggunakan pengaruh arsitektur kekaisaran Sasania yang
merupakan kerajaan terakhir sebelum datangnya Islam. Ibukota terakhir kekaisaran Sassania
berada didekat Baghdad. Kekaisaran Sassania merupakan Kekaisaran Persia pra-Islam dan
dipimpin oleh Dinasti Sassania pada tahun 224 hingga 651 M. Kekaisaran Sassania, yang
menggantikan Kekaisaran Parthia atau Kekaisaran Arkasid, diakui sebagai salah satu
kekuatan utama di Asia Barat, Selatan, dan Tengah, bersama dengan Kekaisaran Romawi dan
Kekaisaran Bizantium, dalam periode selama lebih dari 400 tahun.
Gambar 01 – Contoh arsitektur
kekaisaran Sassania

Gambar 02 – Masjid AL Askariya. Dibangun pada tahun 836


Masehi oleh Khalifah al-Mutasim.

Gambar 03, 04- Masjid Ibnu Tulun dibangun antara 876 dan 879 Masehi. Dibangun oleh
Ibnu Tulun, gubernur Mesir selama Kekhalifahan Abbasiyah.
Gambar 05 – Masjid Al-Mutawakkil. Masjid ini terletak di
Samara, Irak.

Gambar 06 – Menara Suq al-Ghazal. Ini adalah menara tertua di


Baghdad. Dulunya ini adalah Masjid khalifah yang dibangun oleh Khalifah Al Muktafi
901-907 M. Masjid ini dihancurkan oleh bangsa Mongol pada tahun 1258 M dan
Menara ini dibangun oleh putra Hulagu, Abagha [1264-1281 M]

Gambar 07 – Istana
Ukhaidir. Terletak sekitar 50 km sebelah selatan dari Karbala, Irak

7. DINASTI ABBASIYAH
Ibu Kufah
kota (750–
762)
Baghda
d
(762–
796,
809–
836,
892–
1258)
Ar-
Raqqah
(796–
809)
Samarr
a
(836–
892)
Kairo
(1261–
1517)

Bahas Arab (a
a dminist
rasi
pusat);
berbag
ai
bahasa
regiona
l

Agam Islam (
a pengua
sa);
rakyat
dengan
berbag
ai
macam
agama

Bentu Khalifa
k h
pemer
intaha
n
Khalif
ah
750– As-
-754 Saffah
(pertama
)
1242– Al-
-1258 Musta's
him (K
halifah
terakhir
di
Baghdad
)
1508– Al-
-1517 Mutaw
akkil
III (Kha
lifah
terakhir
di
Kairo)

Sejara
h
Didiri
-kan
750
Dibub
-arkan
1517

Mata Dinar (
uang koin
emas)
Dirham
(koin
perak)
Fals (k
oin
tembag
a)

Pendahulu Pengganti
Kekhalifahan Kesultanan
Umayyah Utsmaniyah
Kekhalifahan
Fatimiyah
Kesultanan
Mamluk (Kairo)

Saffariyah
Aghlabiyyah
Kekaisaran
Mongolia

adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak).
Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan
dunia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan
semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari
paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh
karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan
memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama tiga abad, tetapi
pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian
dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama
150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan
kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan.
Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan
diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabiyyah dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada
tahun 1258disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang
menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di
perpustakaan Baghdad.
Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal
di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.
Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk
mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu
al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai
khalifah.
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,
mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu
pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan
kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian
diikuti oleh Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh
dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan umat Islam.
Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat
disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari
dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad,
mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di
daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya.
Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina,
sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah
mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah.
Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa
bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim
kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada
tahun 1031.

8. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah


Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinastiBani Abbas atau khilafah Abbasiyah
melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri
dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-
Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.

Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan.
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin
Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi
kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas,
seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya
mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara
itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman
kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan
Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk
khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.

Orang-orang Abbasiyah sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai
khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.

Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan
pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan
tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah
Islam.

Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi
bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:

1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.

2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi
kesempatan dalam pemerintahan.

3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.

Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan
rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun.

1. Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah


2. Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman

3. Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.

Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M
tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah
terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan
diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-
Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.

Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan,


dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu
ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah
mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah
dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak
pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah
Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan
Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut.

a. Bani Abas (750-932 M

1. Khalifah Abu AbasAs-Safak (750-754 M)

2. Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)

3. Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)

4. Khalifah Al Hadi (775-776 M)

5. Khalifah Harun Al-Rasyid (776-809 M)

6. Khalifah Al-Amin (809-813 M)

7. Khalifah Al-Makmun (813-633 M)

8. Khalifdah Al-Mu’tasim (833-842 M)

9. Khalifah Al-Wasiq ( 842-847 M)

10. Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)

11. Dst ...


b. Bani Buwaihi (932-107 5M)

1. Khalifah Al-Kahir (932-934 M)

2. Khalifah Ar-Radi (934-940 M

3. Khalifah Al-Mustaqi (943-944 M)

4. Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)

5. Khalifal Al-Mufi (946-974 M)

6. Dst …

c. Bani Seljuk

1. Khalifah Al-Muktadi (1075-1048 M)

2. Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)

3. Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)

4. Dst …

Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :

a. Periode Pertama (750-847 M)

Diawali dengan Tangan Besi. Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu
Abas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain
disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun.
Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-
Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi
tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.

Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan
perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan
dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti
ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga
Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti
Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid.
Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama
kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
b. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)

Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan
kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan
Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M)
merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.

Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran
rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng
menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah
kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua,
profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.
Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan
militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.

c. Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)

Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri
utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya,
lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak
lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah
membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia,
Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit,
dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena
telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.

d. Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)

Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah.
Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di
Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya
dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.

e. Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)

Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini,Khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan
berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.

B. Kemajuan-Kemajuan Dinasti Abbasiyah


Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan kemajuan,
sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini
mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini
dikenal dengan “The Golden Age of Islam.

Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya
mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya,
Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para
pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries
cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The
Golden Age of Islam.

Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut :

1. Bidang Administrasi

Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah
notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan
menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi
sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah
tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera mahkota,
yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang
menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk
mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang
diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang memiliki
kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang
pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat
bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur
dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam.
Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.

Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka
dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah (1)
Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-
Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-
Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan
diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-
mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of
Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the
Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-
Tawqi’ (the Board Request).

Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah antara lain, Diwan al-Syurtha
(Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman
Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling
utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat. Sementara
itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.

Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam pemerintahan


daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang sangat penting. Demi kelancaran
admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapawilayah administrasi yang
dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi yang dikepalai seorang Amir yang
melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah yang mengangkat
dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada umumnya, pendapatan provinsi
digunakan untuk provinsi dan sisanya di kirim ke pemerintah pusat.

2. Dalam Bidang Sosial

Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah
Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain, yang
menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-
ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri
sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan
antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti
efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang
dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh
hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh Persia dan
kemudian oleh Turki.

3. Kegiatan ilmiah

Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur
pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini
mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah
kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai
puncakya pada era Abbasiah.

Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada masjid.
Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya
pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam ma’had.

Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari
Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang,
terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam,
pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.

Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus,
Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya
cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah
Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari
cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya ialah
keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid
ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal
sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada
paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak-anak
Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah Ma’mun
(827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir
kepada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal
Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih menggunakan
rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan ajaran Islam.
Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui
Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat Daya
seperti Seville, Cordova, al-Hamra.

Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan
Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh
dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan. Selain
itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan
berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang,
khususnya ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti
kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh
umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa
Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu
naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan
perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.

4. Bidang Pemerintah

Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas
mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang
paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya
dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing, seperti
bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman
Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan
kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan
buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa
arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran
kedalam bahsa arab.

Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdadsebagai akademi pertama,


lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi
ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu,
kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.[27]

Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan, bahkan mulai
memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul
dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan
dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab
dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya
teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah
dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu
hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah lahir
karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama-ulama besar.

Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau
lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis hadis,
fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang disusun
secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4
imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung
ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di
dunia Islam.

C. Faktor-faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah
kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana
peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami
masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan
kehancuran. Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada
dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.

Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik,


disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai
keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan
wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang
lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu,
menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik,
atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri
sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini mulai mengalami kemunduran.
Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian
hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah.

Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya
putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan
bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-
Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana,
dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.

Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan
Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi
keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para
Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin lemah
dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat
menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara
itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang
penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta
melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.

Dalam buku yang ditulis Abu Su’ud[34], dijsebutkan faktor-faktor intern yang membuat
Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : (1) adanya persaingan tidak sehat
diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan
Turki. (2) terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada,
yang berkembang menjadi pertumpahan darah. (3) munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai
akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan tingkat
perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.

2. FaktorEksternal

Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini
terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang
penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah
gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan
Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah
Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.

Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan
dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke
Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad
selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap
dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.

Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran
keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar
Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di
Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh
keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki Usmani
ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, makahilanglah Khalifah Abbasiyah
untuk selamnya.

Sedangkan faktor ekstern[38] yang terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib yang
berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar
yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan
maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Hassan Ibrahim. Tarikh Al-Islam (Kairo: Maktabah Al-Nahdhoh Al-Misyriyah.

Hitti, K, Philip. Terj. History Of The Arabs. cet. I (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,2005)

Karim, Abdul, M. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007).

Mutrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab,cet.I,(Ciputat: Wacana Ilmu: 1997).

Su’ud, Abu. Islamologi. cet. I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003)

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993)

9. DINASTI ABBASIYAH ,,
Dinasti Abbasiyah adalah salah satu dinasti besar yang membawa kemajuan pesat dalam
perkembangan dan peradaban sejarah islam. Dinasti tersebut merupakan keturunan langsung
keluarga Nabi Muhammad SAW. yaitu dari garis keturunan paman beliau yaitu Abbas.
Banyak hal dapat diteladani dari sejarah pada masa Abbasiyah dan banyak pula peninggalan-
peninggalan dari dinasti tersebut yang masih ada sampai saat ini.

Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Dinasti Abbasiyah yang pernah mencapai zaman keemasan dalam panggung sejarah,
mulai periode kedua kekhalifahan dinasti tersebut sebenarnya sudah menandakan adanya
kelamahan dan kemunduran, terutama dalam bidang politik dan pemerintahan. Karena
khalifah-khalifah yang memimpin masih termasuk khalifah yang kuat, kemunduran tidak
terjadi sekaligus, namun secara perlahan. Hal terrsebut terjadi karena di awal proses pendirian
dinasti abbasiyah tidak lepas tangan dari pihak mawali persia maupu golongan pendukung ali
yang seolah meminta balas jasa atas andil mereka dalam membantu membentuk sebuah
dinasti. Disamping itu, ada bekas pejabat abbasiyah yang dikarrenakan jasa tertentu
mendapat suatu wilayah sehingga menimbulkan perpecahan dan berdirinya dinasti-dinasti
kecil dan memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah. Faktor lainya adalah serbuan tentara
mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah muncul setelah kehancuran Dinasti Umayyah. Banyak ibrah yang
bisa kita ambil dari Dinasti Abbasiyah, mulai dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aspek
kehidupan lainya. Hal ini dipengaruhi karena perhatian khalifah terhadap ilmu pengetahuan
yang tinggi dan sikap menghargai karya sehingga memotivasi para ilmuan untuk semakin
memajukan bidang pengetahuan.
10.SEJARAH DINASTI ABBASIYAH
DI DOKUMEN FILE D CEK

Anda mungkin juga menyukai