Anda di halaman 1dari 37

PUPUTAN MARGARANA: LEBIH BAIK BERTEMPUR

DAN KALAH DARIPADA TIDAK BERTEMPUR SAMA


SEKALI ( SEBUAH PERTARUHAN AKAN HARGA DIRI
BALI )

A. LATAR BELAKANG
1. SITUASI INDONESIA
Keadaan Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 dapat dikatakan belum stabil. Kondisi politik di Indonesia masih
dalam keadaan gonjang-ganjing dikarenakan masih banyaknya
ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini
disebabkan karena masih adanya sisa-sisa kekuatan Jepang yang setelah
menyerah kepada Sekutu diwajibkan mempertahankan status quo.
Di samping menghadapi kekuatan Jepang, Indonesia harus
berhadapan dengan tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA
(Belanda) yang berhasil datang kembali ke Indonesia dengan
membonceng Sekutu. Pemerintahan memang telah terbentuk, beberapa
alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena baru awal
kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan.
Sekutu masuk ke Indonesia melalui beberapa pintu wilayah Indonesia.
Setelah PD II, terjadi perundingan Belanda dengan Inggris di London yang
menghasilkan Civil Affairs Agreement. Isinya tentang pengaturan penyerahan
kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, khusus yang
menyangkut daerah Sumatra, sebagai daerah yang berada di bawah
pengawasan SEAC (South East Asia Command).
Inggris membentuk AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies)
dibawah komando Letnan Jendral Sir Philip Christison, pasukan tentara
Inggris yang berkebangsaan India, yang sering disebut tentara Gurkha.
Tugas tentara AFNEI :
 Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat
 Membebaskan tawanan perang dan internan sekutu
 Melucuti dan mengumpulkan orang jepang untuk dipulangkan

1
Setelah Jepang menyerah, Belanda memang mendesak Inggris agar
segera menyutujui perundingan. Pada 24 agustus 1945 perundingan
Inggris dan Belanda akhirnya disetujui (Perjanjian Postdam).
Berdasarkan perjanjian tersebut, Inggris bertanggung jawab untuk
seluruh indonesia termasuk daerah yang dikuasai. Untuk melaksanakan
Perjanjian Postdam, Inggris segera mengatur pendaratan Sekutu di
Indonesia. Oleh karena itu, pasukan Belanda(NICA)dapat dengan mudah
masuk ke wilayah Indonesia. Awalnya sekutu dan belanda tidak tahu
bahwa rakyat Indonesia telah membentuk pemerintahan sendiri. Belanda
mengira dengan mudah kembali menguasai Indonesia lagi. Akan tetapi,
Belanda harus menerima kenyataan bahwa rakyat indonesia tidak mau
dijajah lagi. Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dilakukan
melalui dua cara yaitu dengan perjuangan fisik/bersenjata (pertempuran
Surabaya, Pertempuan Ambarawa, Peristiwa Bandung Lautan Api) dan
perjuangan secara diplomasi (Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, Komisi
Meja Bundar) dan Perundingan Roem-Royem.

2. SITUASI BALI
Latar belakang munculnya puputan Margarana sendiri bermula
dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda
melakukan Perundingan Linggarjati dengan pemerintah Indonesia.
Dijelaskan bahwa salah satu isi dari Perundingan Linggarjati adalah
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah
kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan selanjutnya
Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat
tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda
mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti
oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan
Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara
Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang
menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke
Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI,
sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut. Di
saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan

2
politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan
akibat perundingan Linggarjati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri
merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa
berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel
I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara Indonesia Timur.
Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah
Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18
November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya
Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke
tangsi NICA di Tabanan. Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan
seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan
I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap
kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan Belanda juga
kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai
yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali.
Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok,
kemudian Belanda berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung
Wanara.

B. ARTI DAN MAKNA PUPUTAN


1. Sumber Internet
Puputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal
dari kata puput. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput
bermakna terlepas dan tanggal. Adapun yang dimaksud dengan kata
puputan versi pribumi bali adalah perang sampai nyawa lepas atau
tanggal dari badan. Dapat dikatakan kalau puputan adalah perang
sampai game over atau titik darah penghabisan. Istilah Margarana
diambil dari lokasi pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di
daerah Marga, Tababan-Bali.
Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali.
Namun, yang terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua
puputan. Pertama, puputan Jagaraga yang dipimpin oleh Kerjaan

3
Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan yang diterapkan
ketika itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi laut
imprealis Belanda yang bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua,
puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng, Kecamatan Marga,
Tabanan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah
Rai.

2. Sumber Buku
Puputan berasal dari kata puput (bahasa Bali), artinya selesai atau
habis. Puput mendapat akhiran an, menjadi puputan (bahasa Bali) juga
artinya selesai atau habis. Berdasarkan pengertian itu, maka dalam
kaitannya dengan perang atau pertempuran, puputan adalah perang
atau pertempuran habis-habisan (sampai titik darah penghabisan)
melawan musuh dengan gagah berani untuk menegakkan kebenaran,
dilandasi oleh perjuangan yang tulus ikhlas. Berangkat dari pemahaman
tersebut, maka Puputan Margarana dapat diartikan sebagai suatu perang
atau pertempuran habis-habisan (sampai titik darah penghabisan) yang
dilakukan oleh Pasukan Ciung Wanara dengan gagah berani melawan
serdadu Belanda di Desa Marga, dilandasi oleh perjuangan yang tulus
ikhlas, untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Puputan ini baru dilakukan, apabila benar- benar dalam keadaan
terjepit menghadapi musuh dan sudah dapat dipastikan musuh akan
memenangkan pertempuran itu, karena memiliki kekuatan yang jauh
lebih besar, baik secara kuantitas maupun kualitas. Puputan dilakukan,
karena terdorong oleh tekad lebih baik mati di medan laga sebagai
kesatria atau pahlawan daripada ditawan oleh musuh atau menyerah
kepada musuh. Semua itu dilakukan secara ikhlas dan dengan segala
pengorbanan, karena tidak sudi dijajah.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa puputan bukanlah
bermakna bunuh diri secara sia-sia. Malah menurut kepercayaan Hindu,
roh orang yang melakukan bunuh diri tidak mendapat tempat yang layak
di dunia sana (alam gaib) atau tidak dapat masuk sorgaloka, tetapi akan
menjadi roh gentayangan atau menjadi penghuni pretaloka. Menurut

4
ajaran agama Hindu, orang yang melakukan bunuh diri bukanlah orang
kesatria, melainkan orang pengecut dan tersesat dalam menghadapi
karmanya. Oleh sebab itu, puputan bukanlah suatu tindakan putus asa
atau bunuh diri cara sia-sia, melainkan suatu tindakan terhormat dan
pantang menyerah dalam membela kebenaran dan memberantas
keangkaramurkaan.
Dapat dikemukakan bahwa Puputan Margarana dilhami oleh jiwa
puputan yang telah dilakukan sebelumnya di Bali dalam melawan
penjajah Belanda. Sebagai contoh, Puputan Jagaraga (Buleleng) pada
tahun 1849, Puputan Badung pada tahun 1906 dan Puputan Klungkung
pada tahun 1908. Seperti telah disinggung sebelumnya seluruh peristiwa
puputan itu, merupakan mata rantai tonggak sejarah perjuangan khas
Bali yang tercatat dengan tinta emas. Sebab, mengandung nilai luhur,
yaitu jiwa, semangat dan tekad merdeka, dengan semboyan Merdeka
atau mati. Hidup terjajah di bawah kekuasaan bangsa asing, berarti
hilangnya harkat dan martabat bangsa, terasa hina dan menderita malu.
Gugur di medan pertempuran untuk membela dan mempertahankan
kemerdekaan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, merupakan pahlawan
sejati yang berjiwa kesatria. Demikianlah gambaran mengenai makna
Puputan Margarana.

C. Sejarah Desa Marga


Diambil dari catatan I Gusti Ketut Sedeng bekas Bendesa Adat Marga
tahun 1937 – 1953. Pada jaman dahulu sebelum ada Desa Marga masih
merupakan hutan belantara lalu sebagai Desa awal bernama (Uli ngawit)
sebagai pendiri bernama I Nyoman Singa dengan jumlah pengikut berjumlah
Sanga (Sembilan) mendirikan Desa bernama Pawuman juga mendirikan
kayangan bernama Dalem Sengawang. Lalu dari Uli Ngawit lurus ke timur
laut di temukan pijakan kaki kidang yang hampir rusak (Rapuh bahasa Bali)
kemudian wilayah ini di jadikan pemukiman dan dinamai Kidang Rapuh. Lama
kemudian juga mendirikan Dalem (Tempat Suci/Pura) dinamakan Pura
Kidang Rapuh, di sebuah hutan tinggal seorang raja dengan pengikutnya
bernama Ratu Pering kemudian menetap dan merabas hutan membuat

5
wilayah pemukiman bernama Gelagah, begitu juga mendirikan Pura Dalem
bernama Pura Dalem Gelagah.
Para pengikut Raja Pering dibuatkan tempat pemukiman di wilayah
timur laut Gelagah di beri nama Umah Bali (sekarang Uma Bali). Lalu lama
kemudian Sang Ratu Pering membuat pasar, tidak jauh dari Puri (tempat
tinggal) disebelah timur diberi nama Kuwuman Lebah. Disebelah selatannya
berbatasan dengan Kidang Rapuh (pondok I Nyoman Singa).
Dari Kuwoman Lebah setiap hari raja sering bersama pengikut merabas
hutan ke arah tenggara sampai akhirnya mendirikan pemukiman bernama
Ngebasa (sekarang Br. Dinas Basa di Desa Marga). Beliau juga mendirikan
tempat Suci Dalem Ngabasa sekarang disebut Pura Dalem Basa. Beliau juga
mendirikan Taman diberi nama Taman Lebah (sekarang Br. Lebah Desa
Marga).
Ditaman ini ada ditemukan ranting pohon diapit pohon beringin kembar
dan besar, ujung dari ranting itu ke utara sampai tidak ditemukan. Kemudian
ada lagi orang datang dari Sumatera anaragtag alas (mengikuti hutan dari
lebah, kemudian membangun pemukiman bernama Kebon Tagtag. Cerita
kembali akar taru yang diapit pohon beringin besar setelah diperhatikan
secara seksama pangkalan lantas ditemukan diberi nama pusar (Pusar
Marga) lalu diikuti ke utara kemudian diketemukan cabangnya tiga (tetiga)
itu namanya pah tiga sekarang adalah desa petiga kemudian perjalanan
diikuti cabang yang ke utara cabang yang paling tua saat itu disebut Tua
Sekarang (Desa Tua).
Perjalanan tetap dilanjutkan ke utara dan kemudian cabangnya tidak
nampak jelas, (capuh) sekarang namanya Capuhan/Apuhan/Apuan terus
ujungnya ke poh tegal (sekarang Desa Tegal) Sang Raja beserta rombongan
karena keburu malamakhirnya bermalam di sini besoknya perjalanan
diteruskan ke utara akhirnya ditemukan ujungnya benyah (hancur) sekarang
Desa Benyah. Desa ini sebagai batasnya Desa (Kerajaan Marga) lalu Kelian
beserta rombongan balik ke Marga. Kembali tinggal di AlasPering (Hutan
Pering) sekarang Br. Alas Pere Desa Geluntung. Pemukiman Beliau diganggu
oleh semut hingga akhirnya Beliau kembali ngungsi ke Alas Marga. Kemudian
dilanjutkan perjalanan ke timur laut hingga akhirnya menetap di wilayah
Perean, beliau beristrikan 2 orang : prami bernama Siluh Pacekan, Penawing

6
bernama Siluh Jepun tidak lama kemudian hamil istri prami hingga
melahirkan Putra lanang bernama I Gusti Ngurah Batan Duren. Dipinggir
kerajaan ada sebuah pedukuhan yang dihuni oleh seorang dukuh bernama
Dukuh Titi Gantung, bersahabat dengan Ida Pedanda Watu Lumbang dan I
Gusti Unggasan saking Tambangan Badung.
Kemudian diceritakan menyusul istri penawing juga hamil muda tapi
diusir oleh prami. Alkisah, diceritakan I Dukuh Titi Gantung merencanakan
Upacara Agama Ngodalin ring Sanggah ipun (Bahasa Bali). Ki Dukuh juga
mengundang Baginda Raja mengharap bisa hadir pada saat upacara tetapi
Raja lupa, tidak bisa menghadiri. Tapi kebetulan pada saat manis Pengrainan
(sehari setelah upacara) Raja punya keinginan berburu dengan 40 orang
pengawal di wilayah hutan Padang Ngoling. Dalam perburuan ketika beliau
belum dapat satupun buruannya tiba-tiba turun hujan angin amat deras,
Baginda Raja aknirnya beserta pengiring berteduh di rumah I Dukuh Titi
Gantung, Ki Dukuh Titi Gantung sangat menyambut kedatangan baginda
Raja serta minta ijin untuk menghaturkan jamuan juga kepada segenap
pengiringnya.
Baginda Raja berkenan, serta mengijinkan Ki Dukuh menyiapkannya. Ki
Dukuh mengerjakan membuat serba baru (Sukla) babi, ayam semua baru
dipotong ketika semua selesai lalu disuguhkan kehadapan Baginda Raja
beserta rombongan.
Setelah semuanya selesai Baginda Raja beserta rombongan kembali ke
Kerajaan ketika telah tiba istri prami telah menyiapkan hidangan kepada Raja
ketika dipersilahkan serta merta Raja mengatakan kenyang, baru saja makan
di rumah Dukuh Titi Gantung, mendengar pernyataan Raja sepontan
Permaesuri marah, menyebutkan Raja nyurud kerumah dukuh karena baru
kemarinnya (Ngodalin).
Raja berhasil di panas-panasi hingga akhirnya raja mengutus Manggala
membunuh Dukuh Titi Gantung beserta turunannya. Setelah Dukuh Titi
Gantung terbunuh lalu Manggala kembali ke Kerajaan melaporkan kepada
Raja.
Cerita selanjutnya pada besok harinya I Gusti Unggasan dan
badung,mampir ke rumah Ki Dukuh sambil berjualan tuak, betapa
terkejutnya pedukuhan itu dijumpainya rusak berantakan karena keburu

7
malam akhirnya I Gusti Unggasan memutuskan bermalam di rumah yang
telah rusak itu, ketika tertidur I Gusti Unggasan bermimpi bertemu Ki Dukuh
dan diberikan sesuatu disuruh mengambil di Merajan, I Gusti langsung
terbangun dan langsung menuju Merajan dilihatnya sinar berupa bantal
didalamnya ada bergambar senjata, langsung dibawa dan disimpan pada
penyandang (Sanan) tuaknya. Pada esok harinya I Gusti Unggasan berjualan
kembali menuju wilayah Perean. Setelah itu I Gusti Unggasan diajak menetap
di Puri Perean. Alkisah cerita Perbekel Kuwum Balangan bernama “I Papak”
bersama pasukannya disuruh merabas alas Marga tidak seberapa lama
tibalah dialas Marga lanjut merabasnya dari Utara ditemukan Lingga diberi
nama “Sentaja”. Sante artinya mulai Ja artinya Kaja (Utara) sekarang disebut
Pura Sentaje.
Akhirnya alas Marga tersebut dijadikan pemukiman. Lantas Raja Perean
mengutus “I Gusti Unggasan” untuk tinggal di Marga dan diberikan mengiring
istri Raja yang sudah hamil bernama “Si Luh Jepun” diiringi pasukan 40
orang. Lantas menuju Marga membangun tempat tinggal ditengah-tengah
hutan Marga.
Cerita selanjutnya bahwa perjalanan I Gusti Unggasan bertemu dengan
Ida Pedanda Batu Lumbang dan perintah untuk mengajak Si Luh Jepun
tangkil kesana pada hari Purnama karena Beliau akan memberikan sesuatu,
selanjutnya saat hari Purnama tiba Ida Pedanda (Beliau ingin menitipkan
pikiran serta mengatakan bahwa Ni Luh Jepun adalah istri Raja Perean dan
sekarang dalam keadaan hamil) darl bayi di dalam perutnya adalah Putra
Utama hingga akhirnya beliau berhasrat memberikan kekuatan agar menjadi
putra yang berguna setelah itu beliau berkata kalau anak itu lahir agar– diberi
nama “Ida Arya” Si Luh Jepun menyetujuinya dan kemudian kembali ke
Marga.
Pada suatu hari Ida Arya difitnah dikatakan telah memperkosa gadis
sudra, hingga akhirnya diburu oleh pasukan bersenjata juga I Gusti Ngurah
Beten Duren melaporkan kepada raja bahwa adiknya harus dihukum mati.
Karena kedua adalah putra mahkota lantas Raja mengijinkan mencoba
berdua untuk berperang dengan perjanjian siapa yang akan kalah kalau lari
ke timur lewat dari Sungai Dangkang tidak boleh dikejar.

8
lda Arya menunggu pasukannya yang datang dari Ngabasa Lebah
Marga. Setelah pasukan Ngebasa Lebah Marga datang, Raja mengomando
peperangan dengan memberikan senjata tetapi tidak boleh memilih. Akhirnya
lda Arya mendapatkan “I Baru Bantal”, I Gusti Ngurah Beten Duren
mendapatkan “I Baru Upas” miwah “Pustaka” setelah semua bersenjata lalu
perang dimulai (perang saudara kakak melawan adik) dan pasukan melawan
pasukan I Gusti Ngurah Beten Duren lari ketimur lewat Tukad Dangkang Ida
Arya beserta pasukannya kembali menghadap Raja, tapi tiba – tiba Raja
Perean membunuh dirinya, Ida Arya tidak mau karena itu adalah Ayahnya.
Tapi Ida Arya didesak karena Ida Arya adalah Putra Utama berhak
membinasakan segala keangkaramurkaan di bumi ini. Oleh karena itu lalu
Ida Arya memusatkan konsentrasinya serta rnengunuskan senjatanya
kepada Raja kemudian jenasah sang Raja dimakamkan di “Merajan Taman”
pada malam hari membubul keluarlah “Naga Kaang” dipuncak “Beringin
Tuka” lalu Ida Arya mendekat ke jenasah Raja serta mendapatkan sabda
bahwa Ida Arya tidak diberikan mengupacarai jenasahnya.
Setelah peperangan di Puri Perean, Ida Arya menetap menjadi Raja
Muda di Puri Agung Perean. Sewaktu – waktu pergi ke Marga yang diiringi
oleh pasukannya I Papak bersama Perbekel ngabasa bersama pasukan –
pasukannya merencanakan pembangunan “Pura Agung Marga” yang sebagai
istana utama Raja juga dilanjutkan pembangunan dengan Pura di empat
penjuru dan rakyatnya semua senang dan sangat bakti kepada raja.
Demikian sejarah Marga sebelumnya kemudian sesuai dengan
keinginan masyarakat dan Desa Marga yang didukung oleh 9 Banjar Dinas
yaitu ; Dinas Anyar, Bugbugan, Tengah, Beng, Tembau, Basa, Lebah, Kelaci,
dan Ole menginginkan untuk dimekarkan akhirnya pada tanggal 26 Mei 2003
dengan turunnya Sk Bupati No. 238 Th. 2003. Dengan memekarkan Desa
Dinas Marga menjadi tiga : 1. Desa Induk, 2. Desa Marga Dinas persiapan
yaitu Desa Marga Dajan Puri dan Desa Marga Dauh Puri. Desa Persiapan
Marga Dauh Puri dikepalai oleh Pejabat sementara Kepala Desa bernama lda
Bagus Putu Wirawan, Desa Persiapan Marga Dajan Puri dikepalai oleh Pejabat
sementara Kepala Desa bernama Ida Bagus Ketut Wardana akhirnya pada
tanggal 27 Januari 2004 dengan SK Bupati No. 17 menetapkan Desa Marga
Dauh Puri dan Marga Dajan Puri menjadi Desa Definitif. Pada tanggal 25

9
Januari 2005 dilantik Kepala Desa Definitif oleh Bupati Tabanan untuk Desa
Marga Dauh Puri bernama I Nyoman Kertajaya, Desa Marga Dajan Puri
bernama Ida Bagus Ketut Wardana dengan Keputusan pengangkatan,
Keputusan Bupati No. 19 th. 2005. Kondisi Desa Margasa telah dimekarkan
tiga masing-masing membawahi :
o Desa Marga terdiri dari 4 Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Beng, Tembau,
Basa, dan Lebah
o Desa Marga Dajan Puri terdiri dari 3 Banjar Dinas yaitu Banjar Dinas Anyar,
Bugbugan, dan Tengah
o Desa Marga Dauh Puri terdiri dari 2 Banjar Dinas yaitu : Banjar Dinas Ole
dan Kelaci
Desa Marga dengan batas-batas wilayah :
 Utara : Desa Marga Dajan Puri
 Timur : Desa Selanbawak
 Selatan : Desa Tegaljadi dan Desa Kuwum
 Barat : Desa Marga Dauh Puri
Sehingga akhirnya kondisi geografis Banjar Dinas di Desa Marga saat
ini adalah 4 wilayah Banjar Dinas yaitu :
Banjar Dinas Lebah
Banjar Dinas Basa
Banjar Dinas Tembau
Banjar Dinas Beng
Maka Desa Marga oleh Perbekel dan segenap Perangkat Desa berupaya
bekerja keras, mencoba berbagai trobosan, dengan penuh semangat
mengajak masyarakatnya melakukan pembangunan diberbagai sektor, guna
segera dapat maju melangkah bersama seperti desa-desa lainnya. Perbekel
Marga bersama rakyat selalu berusaha mendahulukan kepentingan
masyarakat untuk mewujudkan keberhasilan dalam pembangunan.

D. PUPUTAN MARGARANA
1. PENYERBUAN TANGSI POLISI BELANDA
Aksi menyerobot senjata polisi NICA berhasil tanpa
menyebabkan adanya darah tertumpah. Aksi ini berlangsung pada
tengah malam tanggal 18 November 1946. Di depan dikisahkan peranan

10
seorang wanita pejuang yang dengan berani dan ikhlas ikut terjun dalam
kancah revolusi, dengan tugas mengadakan hubungan dengan pihak
musuh. Musuh pada waktu ini sangat garang dan ganas-ganasnya.
Hubungan telah menghasilkan direbutnya persenjataan sebuah tangsi
polisi musuh tanpa ada korban yang jatuh.
Keesokan harinya, tanggal 19 November 1946, pada waktu
masih pagi benar rakyat telah mendengar kejadian semalam. Berita
kejadian semalam tersebar di kalangan rakyat. Rakyat memuja-muji
keberanian pemuda-pemuda gerilya. Tetapi tentu lakon yang dimainkan
wanita pejuang dan Komandan Wagimin tidak begitu jelas tersebar di
kalangan rakyat.
Induk Pasukan di bawah pimpinan Letkol Rai waktu ini tidak
berjumlah banyak. Sebagian besar terdiri dari pimpinan-pimpinan top.
Hanya beberapa orang prajurit sebagai pengawal atau ajudan pimpinan.
Beberapa hari sebelum mengadakan aksi penyerbuan tangsi Polisi NICA
ini, sepasukan kecil yang tadinya dikirim ke Selatan kota Tabanan-
Denpasar untuk melakukan perang gerilya dan pengacauan terhadap
pos-pos serdadu musuh, berhasil melintasi jalan raya yang
menghubungkan kota Denpasar dan kota Tabanan, terus menuju ke arah
utara kemudian bertemu dengan Induk Pasukan Letkol Rai di sebelah
Utara kota Tabanan.
Segera setelah melakukan penyerobotan senjata tangsi polisi
NICA di Tabanan, Induk Pasukan bersama Pasukan Penyergap ini,
meninggalkan kota Tabanan di waktu tengah malam sampai menjelang
pagi dan tiba di desa Banjar Ole dekat Marga sekitar subuh. Di Banjar
Ole Induk Pasukan berkumpul dan beristirahat, karena semalam telah
bekerja keras dengan hasil memuaskan, tidak ada korban yang jatuh.
Di kala anak-buah istirahat, Letkol Rai menyusun kembali Induk
Pasukan Resimen Sundakecil. Ternyata ada tenaga dengan kekuatan 70
orang, dan kini dengan senjata api melimpah. Dalam rencananya, Letkol
Rai hendak membagi Induk Pasukan ini menjadi dua, terdiri dari masing-
masing 30 orang, dengan beberapa orang perwira dan perwira-
menengah. Sebagai kesatuan resmi dari angkatan bersenjata
mempertahankan wilayah Republik Indonesia di Sundakecil, anggota-

11
anggota pasukan dilengkapi dengan tanda-tanda kemiliteran lengkap.
Untuk tanda Resimen TRI Sundakecil, dibuat sebuah lencana Merah Putih
dihiasi huruf-huruf berbunyi "Ciung Wanara". Dalam pakaian seragam,
sebagian hitam-hitam dan sebagian lagi khaki-khaki, dilengkapi tanda-
tanda kemiliteran dan lambang Resimen TRI Sundakecil, sungguh
tampan anggota-anggota Induk Pasukan pejuang rakyat Sundakecil
dengan wajah berseri-seri, lambang kebesaran dan kebanggaan bangsa
Indonesia.
Adanya Induk Pasukan beristirahat di desa Banjar Ole ini,
menyebabkan rakyat merasa sangat gembira. Rakyat Marga merasa
bersyukur menerima tamu anggota-anggota pasukan tentara
kesayangan mereka yang melindungi mereka. Pemuda-pemuda desa
yang pernah menerima latihan ketentaraan sebelumnya, serentak serta-
merta akan menyatakan kesediaan mereka bertugas mengadakan
pengawalan guna melindungi anggota-anggota Induk Pasukan selagi
beristirahat.
Sekalipun sedang beristirahat, Letkol Rai tidak henti-hentinya
berpikir. la berpikir terus. Dipanggilnya Mayor Debes, Mayor Wisnu,
Mayor Sugianyar dan bekas Komandan Wagimin, membicarakan dan
merencanakan siasat perlawanan selanjutnya. Untuk anak-buah, pihak
pimpinan memperkenankan mereka bersenang-senang memperoleh
hiburan.

2. MALAM HIBURAN DAN PERSEMBAHYANGAN BERSAMA


Sore harinya diadakan pertunjukan tari Janger, didatangkan dari
Banjar Tunjuk. Pukul 16.00 sore, sebelum pertunjukan tari Janger
dimulai, didahului oleh demonstrasi permainan pencak silat yang
diperlihatkan oleh anak buah. Puncak kemeriahan dilakukan oleh Letkol
Rai sendiri yang memang mahir dalam seni beladiri, pencak silat ini.
Rakyat yang menyaksikan pertunjukan ini merasa kagum akan
pahlawannya yang memang pandai bergaul dan bijaksana mengikat hati
anak-buahnya, serta sederhana dalam tingkah lakunya. Hiburan ini
berlangsung selama kira-kira dua jam. Ini cukup memberi inspirasi dan

12
kesegaran jiwa bagi anak-buahnya yang memang memberi curahan rasa
puas.
Sekitar pukul 18.00 senja, Letkol Rai memerintahkan semua
anggota pasukan berkumpul dan para perwira dipanggil ke tempatnya.
Setelah bercakap-cakap sebentar dengan perwira perwira lainnya, Letkol
Rai memberi perintah harian kepada anak-buahnya. Dalam uraiannya, ia
mengharapkan agar mereka tetap tenang, patuh dan waspada terhadap
segala kemungkinan mendatang. Ditegaskannya, bahwa hal terpenting
bagi seorang prajurit adalah menginsyafi disiplin ketentaraan agar segala
sesuatunya dapat berjalan lancar dan tugas berhasil baik.
Setelah menyampaikan perintah hariannya, anggota pasukan
diajak menuju Pura Dalem Basa, mengadakan persembahyangan
ditujukan kepada Hyang Tunggal, Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha
Esa), memohonkan perlindungan-Nya di dalam mengabdikan diri bagi
perjuangan Bangsa dan Tanah Air. Berdoa, semoga rakyat Indonesia
dalam perjuangannya mencapai cita- citanya sebagai bangsa yang
merdeka 100%. Selesai upacara pemujaan ini, sebelum kembali ke
tempat masing masing, pekik "Merdekal Merdekal Merdekal"
berkumandang di dalam Pura Dalem Basa, bergema ke angkasa.
Kemudian mereka berseru, "Sekali Merdeka, Tetap Merdeka, dan Pasti
Merdeka!".
Seusai upacara sembahyang, tatkala jam telah menunjukkan
pukul 19.30 anggota pasukan berkumpul kembali di jalanan di desa
Banjar Ole. Beberapa orang PMC (Penyelidik Militer Chusus)
diperintahkan melakukan penyelidikan sampai ke desa Kelaci lewat jalan
raya. Dua orang anggota PMC yang ditugaskan, dalam waktu singkat
telah kembali membawa laporan, bahwa keadaan aman dan tenteram.
Malah di desa Kelaci pemuda-pemuda desa sudah berjaga-jaga
menyambut kedatangan Induk Pasukan díbawah pimpinan Letkol Rai.

3. CIUNG WANARA BERGERAK KE BANJAR KELACI


Induk Pasukan lalu meninggalkan Banjar Ole menuju Kelaci.
Setibanya di Kelaci, pasukan berhenti di seberang jalan raya, di sebelah
Selatan. Rakyat desa Kelaci sangat gembira dan merasa bersyukur atas

13
kedatangan pahlawan-pahlawannya yang telah lama dinanti-nanti.
Mereka ingin sekali menyatakan kegembiraan mereka. Keinginan ini
tumbuh menjadi kerinduan akan bersua dengan para pahlawan mereka.
Segera pula mereka menyiapkan tikar serta tempat tidur bagi para
pahlawan ini.
Karena merasa agak lelah, segera pula anak-buah diperintahkan
istirahat malam itu. Mereka yang bertugas mengawal dengan dibantu
pemuda-pemuda desa Kelaci berjaga-jaga semalam suntuk, penuh awas
dan waspada.

4. LAPORAN PARA PENGAWAL PADA PAGI-PAGI BUTA


Keesokan harinya pagi-pagi benar, tatkala penduduk desa Kelaci
sudah pada bangun dari tidurnya, anggota-anggota Induk Pasukan
sudah bersiap di tempat menerima perintah selanjutnya. Anggota
pasukan yang telah bertugas mengawal pagi itu, pagi-pagi telah
menerima dari penghubung laskar rakyat Marga yang membawa berita,
di sebelah Selatan desa Marga telah ada sepasukan serdadu NICA terdiri
dari kurang lebih 60 orang bersenjata lengkap. Juga dari sebelah Utara
diterima laporan menyatakan telah ada terlihat gerombolan- gerombolan
serdadu NICA di sekitar desa Marga. Laporan ini segera pula disampaikan
kepada Letkol Rai. Ia memerintahkan agar steling segera dipersiapkan.
Anggota PMC ditugaskan melakukan penyelidikan. Jalan raya yang
terentang dari desa Marga menuju desa Tunjuk memang lewat desa
Kelaci di mana Induk Pasukan sedang berada. Kira-kira pukul 06.00 pagi
jalan raya tersebut mulai dilalui iring-iringan truk mengangkut serdadu-
serdadu NICA dari desa Marga ke jurusan desa Tunjuk. Anggota-anggota
Induk Pasukan sudah siap di masing-masing stelingnya. Tinggal
menunggu komando dari pihak atasan.

5. TEROR SERDADU BELANDA DAN DESA MARGA


TERKURUNG
Deru truk-truk NICA kedengaran makin bertambah ramai. Di
desa Marga Belanda NICA sudah mulai dengan terornya. Desa dikepung,
seluruh penduduk desa Marga dipaksa keluar rumah dan supaya
berkumpul di pasar desa Marga. Mereka dipaksa berkumpul dengan

14
segala macam ancaman: ditodong, ditendang, disepak, digebuk dan
entah diapakan lagi, untuk bisa menerangkan di mana pemuda-pemuda
gerilya berada. Satu mulutpun tidak rela membukakan beritanya,
menyebabkan Belanda beringas. Belanda NICA menyiksa penduduk desa
di luar perasaan manusia biasa, menembak orang-orang tidak bersalah,
mati menggelepar.

6. CIUNG WANARA BERGERAK KE SUBAK UMA KAANG


Dalam keadaan bahaya yang berlangsung cepat, pasukan Ciung
Wanara diperintahkan oleh I Gusti Ngurah Rai agar segera ke luar
meninggalkan Banjar Kelaci dan bergerak menuju areal Subak Uma
Kaang. Subak ini berjarak dekat dengan permukiman penduduk Banjar
Kelaci, yakni berlokasi di sebelah Utara jalan Raya yang menghubungkan
Desa Marga dengan Desa Tunjuk. Perintah itu dimaksudkan, jangan
sampai rakyat menjadi korban terkena peluru, apabila terjadi
pertempuran.
Dengan cermat dan hati-hati, Pasukan Ciung Wanara segera
bergerak ke arah Utara memotong jalan Raya menuju Subak Uma Kaang.
Tetapi tiba-tiba sebuah truk serdadu Belanda dari arah Timur menuju ke
arah Barat, yaitu Desa Tunjuk. Saat itu juga pasukan diperintah tiarap,
sehingga tidak terlihat oleh musuh dan terhindar dari kontak senjata di
tengah permukiman penduduk. Setelah keadaan aman, Pasukan Ciung
Wanara dengan sigap memanfaatkan waktu untuk menyebrang jalan
Raya menuju Subak Uma Kaang.
Keadaan medan Subak Uma Kaang lebih tinggi dari pada medan
sekelilingnya. Pada waktu itu, kebetulan di sana sedang menghijau
tumbuh dengan subur berbagai jenis tanaman palawija seperti jagung,
ketela rambat, kedelai dan tembakau. Keadaan itu memberikan
perlindungan kepada Pasukan Ciung Wanara, sehingga sulit terlihat oleh
musuh. Namun, di medan tersebut tidak terdapat serangan udara
musuh. Meskipun keadaan medan kritis, I Gusti Ngurah Rai tidak ragu-
ragu mengalahkan kepentingan taktis pasukannya demi keselamatan
rakyat.

15
Begitu pasukan Ciung Wanara tiba di Subang Uma Kaang, yakni
di sawah Nang Rudeh dan sekitarnya, diperintahkan oleh I Gusti Ngurah
Rai untuk menyusun inti pertahanan melingkar yang diperlebar.
Pertahanan ini memanfaatkan medan kritis yang ada, seperti gundukan
lahan, saluran air irigasi dan pematang. Pada posisi pertahanan di
sebelah Timur yang merupakan sektor dengan kemungkinan serangan
musuh atau serdadu Belanda yang terkuat, bertahan Pasukan Ciung
Wanara yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar dan I Gusti
Wayan Debes. Dari arah Utara dan Barat Laut, terdapat Pasukan Ciung
Wanara yang dipimpin oleh I Made Sueta dan I Dewa Nyoman Kaler.
Kemudian, dari arah Selatan dan Barat Daya, terdapat Pasukan Ciung
Wanara yang dipimpin oleh Bung Made (mantan serdadu Jepang)
dengan senapan juki kanju atau senjata 12,7 dibantu oleh I Ketut Sanur.
Sedangkan I Gusti Ngurah Rai, pemimpin MBO DPRI Sunda Kecil
sekaligus pemimpin Pasukan Ciung Wanara, mengambil posisi di tengah
pertahanan Pasukan Ciung Wanara, yang berlokasi di Pura Ulun Suwi
Subak Uma Kaang. Di sini beliau didampingi oleh I Gusti Bagus Putu
Wisnu.

7. PERISTIWA DAHSYATNYA PUPUTAN MARGARANA


Ketika persiapan tempur Pasukan Ciung Wanara itu berlangsung,
pengusutan dan penyiksaan keji terhadap rakyat yang tidak berdosa,
tetap saja dilakukan di Pasar Marga dan Desa Tunjuk oleh Serdadu
Belanda bekerja sama dengan mata-mata mereka yang terdiri atas
bangsa awak. Meskipun dalam keadaan sangat memilukan dan
membahayakan, rakyat bertahan secara konsisten tidak mau
membocorkan rahasia perjuangan kemerdekaan. Mereka memilih lebih
baik mati dari pada berkhianat terhadap perjuangan kemerdekaan.
Kira-kira pukul 08.00 serdadu Belanda secara berkelompok
meninggalkan Pasar Marga. Mereka tersebar melakukan penggeledahan
masuk ke rumah-rumah rakyat, yang dicurigai sebagai tempat bertahan
bagi pemuda gerilya atau Pasukan Ciung Wanara. Ternyata, usaha ini
tidak juga memberikan hasil seperti yang diharapkan oleh pihak Belanda.
Pemeriksaan dan penggeledahan terus dilanjutkan dan sampailah

16
mereka di pinggir permukiman penduduk Desa Marga. Dari tempat ini
terlihat oleh serdadu Belanda hamparan luas yang sedang rimbun
menghijau di Subak Uma Kaang. Kemudian secara perlahan, mereka
bergerak maju selangkah demi selangkah areal Subak Uma Kaang,
tempat bertahan Pasukan Ciung Wanara tersebut.
Pemeriksaan dan penggeledahan oleh serdadu Belanda tersebut,
semakin jauh masuk ke dalam hamparan sawah Subak Uma Kaang. Hal
itu berarti pula mereka semakin dekat dengan inti-inti pertahanan
Pasukan Ciung Wanara. Akan tetapi, serdadu Belanda tidak dapat melihat
Pasukan Ciung Wanara, sebaliknya Pasukan Ciung Wanara dengan jelas
dapat melihat gerak-gerik serdadu Belanda. I Gusti Ngurah Rai tetap
tenang dan cermat memperhatikan gerak-gerik serdadu tersebut yang
semakin mendekat itu. Begitu juga Pasukan Ciung Wanara tetap berdiam
diri, tidak ada di antara mereka yang melepaskan tembakan sebelum ada
isyarat dari I Gusti Ngurah Rai, sang pemimpin.
Kira-kira pukul 09.00, ketika serdadu Belanda dalam jumlah
banyak dan betul-betul dekat, dilepaskan tembakan pistol pertama oleh
I Gusti Ngurah Rai, suatu tanda pertempuran sudah dimulai. Dengan
suara tembakan pistol tersebut, bergemuruhlah suara tembakan-
tembakan senjata api dari Pasukan Ciung Wanara. Semua itu diarahkan
kepada serdadu Belanda yang sudah berada pada jarak tembak efektif,
yang menyebabkan sejumlah serdadu musuh terdepan gugur tertembak.
Serdadu Belanda lainnya yang tidak tertembak oleh Pasukan Ciung
Wanara terkejut dan panik, karena mereka sama sekali tidak mengira
akan ada serangan gencar yang muncul secara tiba-tiba. Dalam keadaan
sangat panik mereka berusaha pula melakukan pembalasan dengan
melepaskan peluru senjata otomatis, terutama dari jurusan Timur Laut
dan Barat Laut. Tetapi semua tembakan mereka tidak tepat sasaran.
Karena merasa kelelahan, mereka memilih lari mengundurkan diri dari
medan pertempuran yang berbahaya itu. Sebaliknya, tembakan yang
dilepaskan oleh Pasukan Ciung Wanara semakin gencar, yang
menyebabkan pihak musuh mundur sampai jauh.
Tidak lama kemudian, serdadu Belanda berusaha maju lagi
secara terpencar. Sedangkan Pasukan Ciung Wanara menanti dengan

17
tenang dan sabar dengan tidak melepaskan tembakan, sebelum mereka
sampai pada jarak tembak efektif. Serdadu Belanda mendahului
melepaskan dari belakang yang tinggi, Pasukan Ciung Wanara membalas
serangan itu dengan lebih gencar. Terjadiah pertempuran dahsyat antara
Pasukan Ciung Wanara dengan serdadu Belanda, yang mengakibatkan
lebih banyak lagi yang jatuh korban di pihak musuh. Diketahui betul oleh
Pasukan Ciung Wanara, bahwa ketika itu serdadu Belanda dalam
keadaan lemah dan kacau, akibat korban yang berjatuhan di pihak
mereka. Oleh karena itu dengan semangat yang berapi-api dan
pengalaman tempur yang dimiliki, melakukan penyerangan dengan
tembakan gencar. Saat itu serdadu Belanda merasa mendapat tekanan
berat menghadapi Pasukan Ciung Wanara. Akhirnya seluruh serdadu
Belanda mengambil pilihan mengundurkan diri dari medan pertempuran,
tetapi masih di sekeliling Desa Marga dan Tunjuk.
Dengan mundurnya seluruh serdadu Belanda tersebut,
pertempuran otomatis terhenti. Pasukan Ciung Wanara bergembira.
Tatkala itu berkumandang pula lagu “Berkibar Tinggi Bendera Jaya”. Hal
ini jelas terdengar oleh penduduk Banjar Kelaci, Tengah dan Banjar
Geluntung. Pasukan Ciung Wanara masih dalam keadaan segar bugar,
hanya beberapa orang yang telah gugur sebagai kusuma bangsa.
Sedangkan di pihak Belanda sudah relatif banyak yang tertembak mati.
Pasukan Ciung Wanara tetap bertahan di medan pertempuran, sambil
mengadakan konsolidasi.
Menjelang siang hari, pertempuran berkecamuk kembali.
Bantuan serdadu Belanda berdatangan dari segala penjuru, seperti
bantuan serdadu dari Tabanan, Denpasar dan Negara, bahkan juga dari
Lombok. Hal ini tidak lain karena fasilitas komunikasi dan transportasi
yang serba mudah dan cepat dari pihak mereka. Dengan bantuan itu,
kekuatan mereka menjadi lebih besar dari pada kekuatan Pasukan Ciung
Wanara, baik dari segi personal maupun persenjataan. Serdadu Belanda
mulai bergerak melakukan pengurungan terhadap Pasukan Ciung
Wanara. Dengan serta merta mereka melancarkan serangan dengan
melepaskan tembakan maut yang bertubi-tubi. Sebaliknya, Pasukan
Ciung Wanara melakukan perlawanan secara gigih, walaupun dalam

18
keadaan terkurung. Terjadilah pertempuran besar yang sangat dahsyat.
Ketika itu, serdadu Belanda tidak mampu menerobos inti-inti pertahanan
Pasukan Ciung Wanara, meskipun dengan kekuatan penyerangan yang
jauh lebih besar dan lengkap.
Di tengah-tengah berkecamuknya pertempuran yang
menggemparkan itu, sebuah pesawat terbang pengintai jenis capung
(pipercrub) milik Belanda datang dari arah Barat Daya, yang diperkirakan
dari Makasar. Para awak pesawat ini menjatuhkan kaleng-kaleng
makanan di Desa Tunjuk, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi serdadu
mereka. Sekejap kemudian pesawat terbang pengintai tersebut berputar-
putar di atas medan pertempuran sambil melepaskan tembakan ke arah
kedudukan Pasukan Ciung Wanara. Berulang kali pesawat yang
dipersenjatai itu menembak inti-inti pertahanan Pasukan Ciung Wanara.
Ketika terbang rendah, pesawat pengintai itu ditembak dengan
sekelompok bren dan sten oleh Pasukan Ciung Wanara. Akhirnya,
pesawat itu menghilang dan tidak kembali lagi.
Tidak beberapa lama, kurang lebih pukul 12.00 datang pesawat
tipe B24 atau pesawat bomber berwarna hitam milik Belanda. Pesawat
terbang ini datangnya dari arah Barat Laut yang didatangkan oleh
Belanda dari Makasar. Pesawat bomber itu berputar-putar di atas inti-inti
pertahanan pasukan Ciung Wanara dengan tembakan yang semakin
gencar. Pertempuran terus berlangsung bahkan bertambah seru.
Pesawat bomber Belanda tidak henti-hentinya menjatuhkan bom dan
granat sehingga menyebabkan medan pertempuran berubah drastis dari
terang menjadi gelap.
Pertempuran itu terus berkecamuk, baik Pasukan Ciung Wanara
maupun serdadu Belanda telah banyak terkena peluru. Kemudian
pasukan Ciung Wanara terdesak dari segala arah, karena terserang baik
udara maupun dari darat dengan kekuatan personel dengan
persenjataan yang jauh lebih lengkap dan modern. Karena semangat
tempur yang masih menggelora, benci, dan dendam yang telah lama
terpendam, secara serentak dan dengan gagah berani Pasukan Ciung
Wanara bangkit dan bergerak maju menyerang serdadu Belanda. Pada
saat itulah, I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar, pemimpin pertahanan

19
Pasukan Ciung Wanara di sayap Timur, terkena peluru musuh sehingga
menyebabkan Beliau seketika gugur. Hal ini membuat Pasukan Ciung
Wanara, termasuk I Gusti Ngurah Rai pucuk pimpinan sangat marah dan
bertekad untuk menuntut balas.
Akhirnya, seluruh anggota Pasukan Ciung Wanara diperintahkan
oleh I Gusti Ngurah Rai ke luar dari banteng pertahanan untuk menuntut
balas. Secara serentak Pasukan Ciung Wanara berdiri dan bergerak maju
meninggalkan pertahanan mereka, dan berseru: Puputan, Puputan,
Puputan. Mereka mengamuk melakukan perlawanan terhadap serdadu
Belanda dengan semangat patriotisme yang tinggi. I Gusti Ngurah Rai
dengan gagah berani bergerak maju kearah Selatan, dan dengan senjata
pistolnya terus menerus dilepaskan peluru ke arah serdadu Belanda.
Perlawanan sengit tersebut, disambut oleh serdadu Belanda
dengan tembakan yang bertubi-tubi baik dari darat maupun udara, yakni
dari kedudukan-kedudukan mereka yang terlindung. Akibatnya, satu per
satu pasukan Ciung Wanara gugur sebagai pahlawan perang
kemerdekaan RI. Pada detik-detik terakhir pertempuran besar yang
sangat dahsyat itu, gugur pulalah I Gusti Ngurah Rai.
Demikianlah, seluruh pimpinan dan Pasukan Ciung Wanara
akhirnya gugur di medan pertempuran sebagai prajurit-prajurit sejati di
dalam melaksanakan darma bakti mereka, membela dan
mempertahankan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Mereka bertahan
selama Sembilan jam di medan pertempuran yang berlokasi di Subak
Uma Kaang di wilayah Desa Marga tersebut. Pertempuran inilah
kemudian dikemas dengan nama Puputan Margarana, karena
pertempuran itu berakhir dengan puputan, yakni pertempuran sampai
titik darah penghabisan bagi Pasukan Ciung Wanara melawan serdadu
Belanda.

E. AKHIR PERTEMPURAN
Ketika tembakan dari pasukan Ciung Wanara sudah tidak
terdengar lagi atau terhenti, hari sudah sore, sekitar pukul 17.00. Mayat-
mayat yang berlumuran darah dari kedua belah pihak, bergelimpangan di
medan pertempuran. Walaupun serdadu Belanda telah menerima berita dari

20
pesawat bomber bahwa Pasukan Ciung Wanara telah tewas semuanya,
mereka belum juga berani mendekati kedudukan Pasukan Ciung Wanara.
Setelah pesawat bomber Belanda tersebut meninggalkan medan
pertempuran, rakyat setempat diperintahkan dan digiring oleh serdadu
Belanda ke medan pertempuran. Mereka dimanfaatkan sebagai perisai untuk
mendekati inti-inti pertahanan Pasukan Ciung Wanara, sedangkan serdadu
Belanda berjalan dengan hati-hati di belakang mereka. Ketika itu, serdadu
Belanda masih dihantui perasaan kalau-kalau masih ada anggota Pasukan
Ciung Wanara yang masih hidup bangkit melakukan perlawanan. Ternyata
semuanya sudah gugur, kecuali Wagimin (mantan komandan tangsi polisi
Belanda di Tabanan), yang dijumpai dalam keadaan luka parah, sehingga
tidak berdaya lagi. Dalam keadaan seperti itu, Wagimin ditangkap dan diusut,
akhirnya dibunuh secara keji di medan pertempuran tersebut, karena tidak
mau memberikan informasi berkaitan dengan rahasia perjuangan
kemerdekaan.
Sungguh merupakan suatu perbuatan yang sangat tercela. Setelah
seluruh anggota Pasukan Ciung Wanara gugur di medan laga, dengan tidak
ada rasa malu serdadu Belanda melucuti jenazah-jenazah anggota pasukan
tersebut. Ada yang mengambil jam tangan, ada yang mengambil cincin dan
bahkan ada yang tega memotong jari bercincin. Umumnya jenazah anggota
Pasukan Citing Wanara tidak ada yang utuh, ada kepalanya hilang separo,
ada tangannya terputus, ada kakinya terputus, ada pula badannya hancur
sebagian, dan sebagainya, sehingga sulit dikenal wajahnya.
Umumnya pimpinan MBODPRI Sunda Kecil gugur di sekitar posisi
Candi Pahlawan Margarana sekarang. I Gusti Ngurah Rai gugur di sekitar
lokasi patung Panca Bakti sekarang. Semua jenazah tersebut terlebih dahulu
diangkut ke Pasar Marga dan senjata-senjata yang berhasil dikumpulkan oleh
rakyat diserahkan kepada serdadu Belanda di pasar tersebut. Sesudah hari
menjelang malam disertai hujan gerimis, terhitung sebanyak 96 orang
anggota Pasukan Ciung Wanara gugur dalam Puputan Margarana, termasuk
lima orang mantan serdadu Jepang yang telah bergabung dengan pasukan
pejuang kemerdekaan di Bali. Ketika itu, jumlah serdadu Belanda yang
tertembak mati tidak diketahui, karena sangat dirahasiakan atau
disembunyikan, diangkut dengan mobil yang tertutup oleh pihak Belanda.

21
Tetapi menurut J. B. T. Konig (Komandan serdadu Belanda wilayah Bali dan
Lombok), serdadu Belanda tidak ada yang tertembak mati, hanya seorang
yang menderita luka parah yaitu seorang polisi militer Belanda bernama
Hesmarn dan beberapa orang yang menderita luka-luka ringan. Menurut
catatan pihak Belanda yang diketahui kemudian, di sekitar 350 orang serdadu
Belanda yang tertembak mati dalam pertempuran besar dan dahsyat
tersebut.

F. TOKOH PUPUTAN MARGARANA


1. RIWAYAT HIDUP SINGKAT I GUSTI NGURAH RAI
I Gusti Ngurah Rai ialah pahlawan pergerakan nasional dari Bali
yang sangat berjasa bagi NKRI. Beliau adalah pemimpin dan sekaligus
pembuat ide dari Puputan Margarana yang memiliki arti yaitu perang
habis-habisan di desa Margarana. I Gusti Ngurah Rai lahir di Desa
Carangsari, Kabupaten Badung, 30 Januari 1917 bertepatan dengan
terjadinya gempa bumi yang hebat di Bali. Gempa istilah Balinya adalah
gejor atau gejer, sehingga I Gusti Ngurah Rai sebelumnya bernama I Gusti
Ngurah Gejor. Dari namanya, ia berasal dari kasta Kesatria. Ada yang
menghubungkan ia sebagai keturunan kesatria Majapahit.

a. MASA KECIL HINGGA BERANJAK DEWASA


I Gusti Ngurah Rai merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara putra dari seorang camat, I Gusti Ngurah Palung dan Ni
Derah Ayu Kompi. Kakaknya bernama I Gusti Ngurah Raka dan
adiknya bernama I Gusti Ngurah Anom. Dari namanya, ia berasal dari
kasta bangsawan. Beliau lahir di Badung, Bali pada tanggal 30 Januari
1917 bertepatan dengan terjadinya gempa bumi yang hebat di Bali.
Gempa istilah Balinya adalah gejor atau gejer sehingga I Gusti Ngurah
Rai sebelumnya bernama I Gusti Ngurah Gejor. Sejak kecil I Gusti
Ngurah Rai sudah tertarik dengan dunia militer.
Ia memulai pendidikan nya dengan bersekolah di HIS
(Holands Inlandse School). Setelah menamatkan pendidikan nya
disana ia bergabung dengan MULO (setingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama) di Malang, tapi tidak sampai tamat karena ayahnya

22
meninggal pada tahun 1935. Ia pun kembali ke Bali untuk
mengajarkan pencak silat. Selain pencak silat, ia juga sangat menyukai
tari baris dan janger. Pada tahun 1938 ia memperdalam ilmu
kemiliterannya di Prayodha Bali, Gianyar dilanjutkan pendidikan di
Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang dan
pendidikan Arteri Malang. Setelah lulus ia diangkat menjadi letnan dua
dan bertugas pada corps prayodha Bali.
I Gusti Ngurah Rai dikenal sebagai siswa yang pintar sehingga
teman temanya termasuk instruktur nya simpati terhadapnya. Ia
pernah bertindak sebagai penerjemah pada saat kapal kerajaan
Inggris berlabuh di teluk Padangbai. Ia yang saat itu bisa berbahasa
inggris, bertindak sebagai penterjemah sehingga Sersan Mayor De
Vost dapat memahami pembicaraan dengan pihak
Inggris. Pendidikannya di Magelang diselesaikannya dalam waktu 2
tahun yaitu pada tahunn 1940 dengan nilai terbaik. Pendidikan di
bidang militer di lanjutkannya dengan mengambil spesialisasi artileri
di Malang yang dalam zaman Belanda dikenal sebagai kota militer.

b. KISAH ASMARA SANG I GUSTI NGURAH RAI


Kisah asmara ini berawal ketika I Gusti Ngurah Rai sedang
dalam perjalanan tugas di Gianyar. Ia jatuh cinta pada pandangan
pertama ketika melihat Desak Putu Kari sedang menari arja. I Gusti
Ngurah Rai pun jatuh cinta pada dara asal Sengguan, Gianyar, Bali itu.
Lebih dari itu, di kota ini juga ia berkenalan dengan dengan seorang
gadis dari Kota Gianyar yang bernama Desak Putu Kari. Melalui
bantuan Pande Simpen sebagai ceti atau penghubungnya pada tahun
1938 I Gusti Ngurah Rai kemudian menikahinya. Kala itu mereka
melakukan kawin lari. Kawin lari yang dimaksudkan dalam konteks ini
adalah melakukan perkawinan dengan tata cara yang biasa karena
dalam keadaan perang. Desak Putu akhirnya diajak tinggal di Puri
Carangsari, Petang, Badung yang merupakan kediaman I Gusti Ngurah
Rai. Dari pernikahan tersebut, beliau dikarunia 3 orang putra. I Gusti
Ngurah Gede Yudana sebagai anak sulung. I Gusti Ngurah Tantra

23
sebagai anak tengah, dan I Gusti Ngurah Alit Yudha sebagai anak
bungsu.

c. DINAMIKA KELUARGA I GUSTI NGURAH RAI


Pernah suatu ketika Desak Putu Kari ditinggal oleh I Gusti
Ngurah Rai pergi ke Jawa untuk meminta bantuan senjata dan
personel untuk berperang di Bali. Saat itu Ngurah Rai merupakan
anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjabat sebagai
Kepala Divisi Sunda Kecil. Mulai saat itulah, Desak Putu jarang dan
bahkan hampir tidak pernah bertemu dengan Ngurah Rai yang harus
berjuang bersama rakyat Bali melawan penjajah Belanda.
Suatu hari, Desak Putu bersama kedua putranya ditangkap
dan ditahan di Tangsi Gianyar oleh Belanda, untuk memancing Gusti
Ngurah Rai agar menyerahkan diri. Namun, ancaman tersebut tak
membuat Gusti Ngurah Rai mundur. Bahkan semangatnya untuk
membela Sunda Kecil lebih berkobar. Sehingga pada akhirnya istri dan
anaknya dibebaskan. Setelah dibebaskan, Gusti Ngurah Rai
memerintahkan istri dan anak-anaknya berpindah ke Puri Carangsari
demi keselamatan mereka saat keadaan kritis.
Desak Putu menceritakan bagaimana perjalanan hidup dirinya
dan anak - anaknya saat ditinggal sang suami pergi perang. Ketika
akan berperang I Gusti Ngurah Rai berpesan, “Anggaplah sudah mati
dan jangan menunggu kapan aku akan pulang.” Hal yang patut
banggakan dari sosok Desak Putu Kari ialah ia tak pernah melarang
suaminya pergi ke medan perang, bahkan mendukungnya demi
kemerdakaan Indoensia. Kita dapat membayangkan bila Puputan
Margarana terjadi tanpa diketuai oleh I Gusti Ngurah Rai. Desak Putu
Kari mengorbankan perasaannya kepada I Gusti Ngurah Rai demi
tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Ketika berangkat berperang, I Gusti Ngurah Rai meninggalkan
istrinya yang sedang dalam keadaan hamil bersama dua anaknya I
Gusti Ngurah Gede Yudana (berusia 4,5 tahun) dan I Gusti Nyoman
Tantra (1 tahun) di rumah mereka di Desa Carangsari, Badung, sekitar
30 km utara Kota Denpasar. Bayi dalam kandungan Desak Putu Kari,

24
yang kemudian lahir dan diberi nama I Gusti Ngurah Alit Yudha, tidak
pernah melihat ayahandanya. Sebab, keberangkatan I Gusti Ngurah
Rai untuk berperang saat itu menjadi kepergian beliau selama-
lamanya.
Singkat cerita setelah itu, Desak Putu Rai yang berstatus janda
dipinang oleh teman dekat Gusti Ngurah Rai yang bernama Made
Setiabudi yang kini juga telah tiada. Dari pernikahannya yang kedua
ini, Desa Putu Kari dikarunia empat orang anak. Yakni Putu Sari Utami,
Made Mulyani, Nyoman Laksana Budi, dan Ketut Bakti Budi.
Setelah ditinggalkan I Gusti Ngurai Rai, kehidupan Desak Putu
Kari sangatlah kurang terutama dalam hal ekonomi. Dalam himpitan
kesulitan ekonomi, masyarakat ternyata tidak berani menerima dan
memberikan bantuan pada Desak Putu, karena takut pada Belanda.
Kalaupun ada yang mau memberikan makanan, mereka cepat-cepat
menyuruh Desak Putu pergi lagi agar tidak sampai diketahui tentara
Belanda.
Istri I Gusti Ngurah Rai, Desak Putu meninggal pada hari
Minggu 10 Desember 2017 pada usia 94 tahun. Desak Putu baru di
makamkan pada Minggu 28 Desember 2017 di Desa Carangsari. Belum
lama ini pada Rabu, 9 Januari 2019 cucu I Gusti Ngurah Rai yang
bernama I Gusti Agung Danil Yunandha Yudha meninggal dunia pada
usia 46 tahun.

d. KARAKTERISTIK I GUSTI NGURAH RAI


I Gusti Ngurah Rai adalah sosok yang sangat kharismatik
sekaligus humanis. Beliau sangat peduli dengan rakyat maupun
pasukannya. Perlakuan beliau kepada rakyat dan pasukannya sangat
humanis sekali. Rakyat memang benar-benar diayomi oleh I Gusti
Ngurah Rai sehingga pertempuran-pertempuran di tempat
pemukiman betul - betul dihindari oleh beliau.
Termasuk dalam peristiwa Puputan Margarana beliau tidak
ingin perang tersebut terjadi di Wilayah Kelaci yang ramai
penduduknya dan akhirnya memilih di tengah ladang. Hal ini
dikarenakan Beliau tidak ingin rakyat jadi korban pertempuran dan

25
mencari tempat di ladang, padahal perlindungan dari udara tidak ada.
Hanya perlindungan darat seperti pohon jagung tembakau dan lain-
lain saja yang ada. Sehingga tanpa memperhatikan faktor – faktor
yang lain, beliau tetap mengedapankan keamanan rakyat dan
berusaha untuk menghindari banyaknya korban yang jatuh akibat
pertempuran.
Hal itu juga tampak saat perjalanan gerilya dari barat menuju
ke timur yang dikenal dengan istilah long march Gunung Agung.
Sepanjang perjalanan para pejuang tidak dibolehkan memetik pepaya,
pisang atau hasil bumi lain milik rakyat yang kebetulan dilewatinya
walaupun dalam keadaan lapar. Hal seperti itu sangat mendapat
perhatian dan para pejuang mengikuti semua perintahnya.
Begitupula saat pembagian ketupat. Ketika itu I Gusti Ngurah
Rai bersama para pejuang turun dari Gunung Agung menuju ke Tanah
Aron. Di Tanah Aron, rakyat dari sekitarnya membawakan ketupat
untuk para pejuang. Ketupat yang diberikan terbatas jumlahnya, oleh
karena itu tidak boleh satu pejuang mengambil satu ketupat pada
setiap orang dan itu ditaati. Beliau merasa sangat kasihan pada anak
buahnya yang tidak makan. Dan beliau sangat mengayomi pasukan
dan juga rakyat.
Selain humanis beliau juga memiliki kharisma. Walaupun
Ngurah Rai ramah dan dekat dengan rakyat atau pasukannya namun
tak ada seorang pun yang berani mendekat. Hal ini dikarenakan
kewibawaan beliau yang sangat luar biasa. Tetapi seorang I Gusti
Ngurah Rai tetaplah I Gusti Ngurah Rai yang selalu mengayomi rakyat
beserta pasukannya. Rakyat atau pasukannya hanya akan mendekat
kepada beliau jika dipanggil untuk suatu keperluan.

2. PERANAN
I Gusti Ngurah Rai merupakan puncak perjuangan rakyat Bali
melawan pasukan Belanda/NICA. I Gusti Ngurah Rai sangat berperan
dalam mengatur rencana dan strategi pasukannya dalam berperang. Ia
lah orang yang memberikan ide, gagasan nya kepada seluruh pasukan

26
Bali. I Gusti Ngurah Rai adalah orang yang mengkoordinir gerakan gerakan
perlawanan Bali.
I Gusti Ngurah Rai sangat memperhatikan pasukannya saat
berperang, keberangkatan nya ke Pulau Jawa untuk mencari bahan bahan
yang di gunakan untuk perang dan Bala bantuan, mendatangkan dampak
positif yang sangat berpengaruh pada keadaan perang di Bali pada masa
itu. Keberangkatan nya ke Pulau Jawa membuat pemerintah di pusat
Republik Indonesia mengetahui apa yang sedang terjadi di Bali dan
memberi bantuan persenjataan serta personil untuk menghadapi NICA. I
Gusti Ngurah Rai juga berangkat ke Gunung Agung untuk melawan
pasukan NICA.
Suatu kali, Ngurah Rai pernah dibujuk oleh komandan Hindia
Belanda untuk melepaskan Bali dari NKRI. Komandan tersebut, merupakan
sahabat Ngurah Rai yang berperan mengusir Jepang dari Indonesia.
Kendati bersahabat, namun dalam hal prinsip Ngurah Rai bergeming tidak
mau, apalagi terkait masa depan NKRI. Ngurah Rai tidak mau
berkompromi dengan Belanda dengan mengatakan, “Bali bukan tempat
berkompromi.”
Menggalang kekuatan pemuda berperang mengusir penjajah
bukanlah suatu hal yang mudah di tengah tekanan dan intimidasi yang
cukup kejam dari Belanda. Kekuatan yang telah dibentuk itu diberi nama
yaitu Ciung Wanara yang dibentuk pada malam tanggal 19 November
1946. Pasukan ini dibentuk untuk membela tanah air guna melawan
penjajah. Semua itu dilakukan oleh Ngurah Rai. Bahkan ia memerintahkan
kepada pasukannya untuk berperang mati-matian sampai titik darah
penghabisan untuk membela kebenaran. Maka dari itulah perang hebat di
Bali ini dinamakan Puputan Margarana. Ngurah Rai lah yang memberikan
motivasi dan semangat kepada pasukannya untuk membebaskan Bali dari
kekangan para penjajah. I Gusti Ngurah Rai rela mengorbankan segalanya
seperti keluarga, harta, dan nyawa untuk membebaskan Bali dari
kekangan penjajah. Ia rela mati muda demi kemerdekaan bangsanya.
Semangat dan tindakan I Gusti Ngurah Rai inilah yang harus
diingat oleh seluruh rakyat Indonesia. I Gusti Ngurah Rai merupakan salah
satu orang yang berjasa untuk kemerdekaan Indonesia.

27
G. MONUMEN NASIONAL TAMAN PUJAAN BANGSA
1. SEJARAH PEMBANGUNAN MONUMEN

Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa adalah monumen


bersejarah Indonesia yang didirikan untuk mengenang dan menghormati
jasa-jasa para pejuang kemerdekaan Indonesia yang telah gugur di
medan pertempuran pada masa revolusi fisik di Bali. Oleh karena itu,
pada tahun 1953 lahirlah sebuah percikan pemikiran dari seorang tokoh
pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di Bali, yang bernama I
Nengah Wirtha Tamu, atau lebih dikenal dengan nama panggilan Pak
Tjilik. Dari buah pemikiran yang sangat cemerlang dan luhur itu, beliau
akan mendirikan monumen pahlawan kemerdekaan dalam wujud candi.
Pada tanggal 8 Juli 1953, sekitar pukul 08.00 WITA, tiba – tiba
saja terlintas pikiran dari pak Tjilik yang merupakan Ketua Yayasan
Kebaktian Proklamasi atau YKP Provinsi Bali periode tahun 1951 sampai
dengan 1968 yang tertuju kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia
yang telah gugur di medan pertempuran sebagai pahlawan kemerdekaan
Indonesia.
Seketika itu pula, Pak Tjilik memanggil A. A Pugur, pengemudi
Jeep DK 2000 YKP Bali, untuk diajak pergi ke rumah I. B Kalem yang
merupakan yang beralamat di Banjar Kayumas, Kota Denpasar. I. B

28
Kalem, disamping seorang pejuang, ia juga merupakan seorang pelukis
yang berbakat dan terkenal.
Begitu tiba di rumah I. B Kalem, Pak Tjilik mengemukakan
gagasannya kepada I. B Kalem dan megajaknya dengan semangat berapi
– api untuk mengikuti sayembara Gambar Candi Pahlawan Margarana.
Ketika itu, Pak Tjilik juga menjelaskan pula mengapa monumen tersebut
berbentuk candi. Menurut Pak Tjilik, bahwa candi merupakan hasil
budaya nenek moyang bangsa Indonesia pada zaman lampau. Candi
menggambarkan kemegahan, kebesaran, dan keagungan dari jiwa
bangsa Indonesia. Untuk menghormati dan mengagungkan kebesaran
jiwa pahlawan kemerdekaan Indonesia, dipandang sangat tepat apabila
diwujudkan dalam bentuk bangunan candi.
Sebagai seorang pejuang dan pelukis, gagasan dan ajakan dari
Pak Tjilik itu disambut dengan penuh semangat pula oleh I.B Kalem,
seperti gayung bersambut. Setelah melalui serba cepat, akhirnya Gambar
Candi Margarana yang dilukis oleh I. B Kalem, yang ide penjiwaannya
merupakan hasil dari pemikiran Pak Tjilik, memberikan hasil yang patut
dipuji, karena berhasil memenangkan sayembara tersebut.
Lokasi yang digunakan untuk pembangunan atau pendirian
Candi Pahlawan Margarana tersebut tepat berada di atas areal terjadinya
peristiwa pertempuran Puputan Margarana, yakni di kawasan Subak
Umang Kaang, kawasan Desa Margarana, Kecamatan Marga, Kabupaten
Tabanan, Bali. Berjarak sekitar 35 km dari kota kuta, sekitar 1 jam
perjalanan dengan berkendara. Di tempat tersebut merupakan sebagai
saksi bisu tentang betapa mengerikanya perang yang terjadi di daerah
tersebut yang menyimpan berbagai cerita tentang perjuangan
mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang saat itu
terancam oleh kedatangan Belanda kembali ke Indonesia.
Pembangunan Candi Pahlawan Margarana tersebut di koordinasi
secara langsung oleh Panitia Pelaksana yang diketuai oleh Pak Tjilik yang
merupakan seorang Ketua Yayasan Kebaktian Proklamasi Provinsi Bali
yang pertama. Peletakkan batu pertama dilakukan pada tanggal 15 Mei
1954 dan disekitar enam bulan setelah pengerjaannya, yakni bertepatan
dengan Hari Puputan Margarana yang kedelapan sebagai penghormatan

29
terhadap pejuan pejuan yang telah gugur dalam perang tersebut, yaitu
tanggal 20 November 1954, yang pembangunan Candi Pahlawan
Margarana tersebut berhasil diwujudkan dan diresmikan setelah segala
hal yang telah terjadi sebelumnya yang menjadi latar belakang
terbentuknya monumen tersebut.
Berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Daerah Bali Nomor
1172 / SZ.1 / 3 / 511, tanggal 1 Oktober 1961, Candi Pahlawan
Margarana dan seluruh unit bangunan lainnya di atas tanah seluas
Sembilan hektar telah diresmikan, dinamakan sebagai Monumen
Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana atau disingkat dengan nama
Monas TPB Margarana. Monumen yang berdiri megah dan kharismatik
tersebut terbagi menjadi tiga bagian yang mengambil dan mengikuti
konsep dari Tri Angga dari ajaran agama Hindu, yaitu bagian hulu (kepala
yang disucikan), tengah (badan), dan hilir (kaki) hal ini mengikuti
kepercayaan yang dianut kebanyakan orang bali sehingga dipilihlah
konsep dari agama hindu tersebut sekaligus menghormati agama yang
di anut daerah setempat.
Di Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana selain
terdapat monumen tersebut yang merupakan tugu yang berbentuk candi
yang merupakan saksi bisu dalam peristiwa heroik puputan margarana.
terdapat pula taman makam pahlawan sebagai peristirahatan terakhir
bagi para pejuang bangsa Indonesia yang telah gugur dalam peristiwa
puputan margarana tersebut, sebagai penghormatan terhadapnya.
Selain itu dibalik tugu peringatan itu terdapat nama nama yang telah
gugur dalam perang puputan margarana yang dipimpin oleh I Gusti
Ngurah Rai.
Didirikannya Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa atau
Taman Pahlawan Margarana oleh para Tokoh-tokoh masa itu, tentunya
untuk mengenang jasa–jasa pahlawan yang telah berkorban jiwa dan
raga untuk negeri ini, sehingga generasi penerusnya tidak akan
melupakan sejarah perjuangan bangsa dan bagaimana tanah kelahiran
mereka ini diperjuangkan dengan darah dan nyawa. Mengingat hal
tersebut tentu kita sebagai generasi penerusnya harus lah terus menjaga
keutuhan dan kesatuan tanah air nya yaitu Negara Kesatuan Republik

30
Indonesia, serta ikut juga memberikan sumbang sihnya yang terbaik
dalam membangun bersama negara ini, di bali khususnya.
Pada kawasan seluas 10 H tersebut tertera surat jawaban I Gusti
Ngurah Rai (Pimpinan Dewan Pejuang Bali) kepada Overte Termeulen
(Belanda) yang mengambarkan kebesaran jiwa perjuangan dan
patriotisme Indonesia umumnya dan Masyarakat Bali khususnya, surat
tersebut terdapat pada Candi Pahlawan Margaran tepat nya di bagian
depan di bawah foto dari Letkol I Gusti Ngurah Rai sendiri. Sebagai
bentuk penghomatan khusus terhadap Letkol I Gusti Ngurah Rai sendiri.
Selain itu terdapat juga makam pahlawan sebagai penghormatan kepada
pejuang lainya yang telah gugur dalam pertempuran tersebut.
Monumen ini juga merupakan penanda dari peristiwa besar yang
dialami masyarakat Bali, yakni Puputan Margarana, merupakan perang
besar dan habis-habisan antara rakyat Bali dengan NICA. Memang sejak
pendaratan NICA di Bali, Bali menjadi medan perang. Sistem yang
digunakan oleh para pahlawan saat itu adalah sistem gerilya.
Sebagai museum yang mengenang sejarah perjuangan, di
dalamnya terdapat foto-foto pahlawan, pedang Bali, keris Bali, samurai
kecil, dan berbagai peralatan perang peninggalan Amerika serta Inggris,
dan berbagai benda bersejarah lainnya.

2. DESKRIPSI MONUMEN
Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana (Monas
TPB Margarana) adalah salah satu monumen nasional bersejarah di
Indonesia. Monumen ini berlokasi tepat di Desa Marga, Kecamatan
Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Monumen ini terletak 29 kilometer
sebelah utara Denpasar dan dapat ditempuh kurang lebih satu jam dari
ibukota Provinsi Bali tersebut. Sedangkan jarak dari Bandara udara
Ngurah Rai 40 km. Akses menuju monumen ini sangat mudah bisa
dengan kendaraan bermotor, baik itu sepeda motor, mobil, dan bahkan
bus pariwisata. Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana
(Monas TPB Margarana) merupakan suatu kompleks monumen dengan
luas kurang lebih sembilan hektar dan terdiri atas beberapa bagian.

31
Setiap bagian kompleks monumen tersebut memiliki bangunan
bersejarah dengan fungsi dan makna simbiolis di dalamnya.

a. BAGIAN BAGIAN MONUMEN


Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana
(Monas TPB Margarana) terbagi menjadi 3 bagian mengikuti konsepTri
Angga yang bersumber dari kepercayaan Hindu, yaitu Hulu (kepala
yang disucikan), tengah (badan), dan hilir (kaki), seperti yang akan
diuraikan sebagai berikut ini.

1) BAGIAN HULU (TAMAN PUJAAN BANGSA)


Bagian hulu dari areal monumen yang diposisikan di
Utara, dinamakan Taman Pujaan Bangsa, dengan luas areal
sekitar empat hektar. Di Taman Pujaan Bangsa ini, terdapat
sejumlah unit bangunan seperti Candi Pahlawan Margarana,
Taman Bahagia, Padmasana, Pelinggih Ida Batara Dukuh Sakti,
lapangan upacara, dua unit balai peristirahatan, Museum
Perjuangan Kemerdekaan, Taman Suci, Patung Panca Bakti, hutan
mini, kolam ikan, gudang, dan sejumlah balai bengong.
Hal terpenting yang perlu diketahui pada bagian hulu itu,
makna yang terkandung pada: Candi Pahlawan Margarana,
Taman Bahagia dan Museum Perjuangan Kemerdekaan.

a) CANDI PAHLAWAN MARGARANA


Candi Pahlawan Margarana yang berdiri tegak dan
megah, pada prinsipnya menggambarkan hari Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
berdasarkan Pancasila. Candi Pahlawan ini, dikelilingi oleh
tembok penyengker sebagai tembok pembatas yang
dilengkapi dengan lima candi bentar sebagai pintu ke luar
masuk. Tembok itu dimaksudkan untuk menjaga kesucian
Candi Pahlawan Margarana. Di sebelah Tenggara Candi,
menyatu dengan tembok penyengker berdiri sebuah balai
kentongan dengan sepasang kentongan. Sepasang kentongan

32
ini dibunyikan pada setiap tanggal 20 November, yaitu puncak
acara peringatan Hari Puputan Margarana.

b) TAMAN BAHAGIA
Di areal Taman Bahagia, terdapat 1372 nisan atau
tugu pahlawan yang homogen besar dan bentuknya. Pada
setiap nisan itu, tertulis nama pahlawan beserta identitasnya.
Nisan-nisan ini sebagai tempat roh suci seluruh pejuang
kemerdekaan (pemuda gerilya) yang gugur di medan
pertempuran sebagai pahlawan pada masa revolusi fisik di
Bali. Sebuah nisan dari 1372 nisan tersebut, sebagai tempat
roh suci pahlawan kemerdekaan yang tidak dikenal. Sebanyak
96 nisan dari semua nisan tersebut, merupakan tempat roh
suci para pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam
Pasukan Ciung Wanara, yang gugur dalam peristiwa heroik
Puputan Margarana, sebagai pahlawan. Di areal Taman
Bahagia tersebut bukan makan, melainkan nisan. Sebab, di
areal ini tidak ada jenazah yang dimakamkan.

c) MUSEUM PERJUANGAN KEMERDEKAAN


Di museum Perjuangan Kemerdekaan, diantaranya
terdapat benda-benda bersejarah yang digunakan pada masa
perjuangan fisik perang kemerdekaan. Benda-benda
bersejarah itu, baik berupa senjata (beragam jenis) maupun
non senjata seperti pakaian Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah
Rai, mesin ketik dan telepon.

2) BAGIAN TENGAH (TAMAN SENI BUDAYA)


Taman seni budaya ini merupakan areal parkir seluas
sekitar satu hektar. Pada bagian pinggir dari areal parkir itu,
terdapat loket informasi, bangunan wantilan, warung kopi, kantor
karyawan Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana
dan toilet. Sesuai dengan namanya, di Taman Seni Budaya itu
direncanakan akan dibangun toko suvenir yang menggambarkan
seni budaya khas Bali , yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan

33
para wisatawan. Kunjungan para wisatawan di Monumen Nasional
itu, menunjukkan tendensi meningkat dari tahun ke tahun. Para
wisatawan mancanegara umumnya berasal dari Negara Amerika
Serikat, Jepang, Italia, Inggris, Belanda, dan lainnya. Sedangkan
para wisatawan Nusantara berasal dari berbagai daerah.
Antara Taman Karya Alam dan Taman Seni Budaya tidak
dibatasi oleh tembok bangunan. Pada bagian ini terdapat
pendapa, lapangan upacara, dan dua unit balai peristirahatan.
Pada bagian timur Taman Seni Budaya ini juga terdapat Museum
dengan nama Gedung Sejarah Perjuangan Taman Pujaan Bangsa
Margarana.
Museum ini dikelilingi kolam disekitar museum tersebut.
Didalam museum tersebut terdapat beberapa benda - benda
bersejarah dalam pertempuran Puputan Margarana, antara lain
senjata yang digunakan, pakaian para pejuang pada masa perang
kemerdekaan, alat komunikasi, diorama, foto – foto pahlawan
dalam pertempuran Puputan Margarana dan lain sebagainya.
Didalam museum ini juga terdapat empat patung tokoh penting
dalam pertempuran Puputan Margarana yaitu Letnan Kolonel I
Gusti Ngurah Rai, Kapten I Gusti Wayan Debes, Mayor I Gusti Putu
Wisnu, dan Kapten I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar.
Yang terpeting dalam kompleks monumen ini terdapat
pada bagian tengah, yaitu Candi Pahlawan Margarana. Konon,
candi ini merupakan tempat gugurnya I Gusti Ngurag Rai dalam
Puputan Margarana. Bangunan ini berdiri kokoh setinggi 17 meter
yang melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia, memiliki
atap 8 bertingkat yang melambangkan bulan kemerdekaan
Indonesia, 4 anak tangga pada 5 sisi bangunan yang
melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia. Pada kelima sisi
bangunan tersebut terdapat surat I Gusti Ngurah Rai yang isinya
adalah surat penolakan terhadap penjajahan dan akan terus
berjuang hingga titik darah penghabisan atau puputan untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Isi surat tersebut
sebagai berikut :

34
“ SAJA ATAS NAMA RAKJAT HANJA MENGHENDAKI
LENJAPJA BELANDA DARI POELAU BALI ATAU KAMI SANGGOEP
DAN BERDJANDJI BERTEMPOER TEROES SAMPAI TJITA2 KITA
TERTJAPAI, SELAMA TOEAN TINGGAL DI BALI, POELAU BALI
TETAP MENDJADI BELANGA PERTEMPOERAN DARAH ANTARA
KITA DAN PIHAK TOEAN. KEAMANAN TERGANGGOE, KARENA
TOEAN MEMPERKOSA KEHENDAK RAKJAT JANG TELAH
MENJATAKAN KEMEREDKAANNJA.
SOAL PEROENDINGAN KAMI SERAHKAN KEPADA
KEBIDJAKSANAAN PEMIMPIN-PEMIMPIN KITA DI DJAWA. BALI
BOEKAN TEMPATNJA PEROENDINGAN DIPLOMATIK. DAN SAJA
BOEKAN KOMPROMIS. TENTANG KEAMANAN DI BALI ADALAH
OEROESAN KAMI SEMEMNDJAK PENDARATAN TENTERA TOEAN,
POELAOE MENDJADI TIDAK AMAN. BOEKTI TELAH NJATA, TIDAK
DAPAT DIPOENGKIRI LAGI. LIHATLAH, PENDERITAAN RAKJAT
MENGHEBAT. MENGANTJAM KESELAMATAN RAKJAT BERSAMA.
TAMBAH2 KEKATJAUAN EKONOMI MENDJIRAT LEHER RAKJAT.”

…TGL, 12 MEI1946
KEPADA JTH

TOEANOVERSTETERMEULEN
DI DENPASAR

3) BAGIAN HILIR (TAMAN KARYA ALAM)


Pada awalnya, pada bagian hilir ini yang luasnya empat
hektar, direncakan akan difungsikan sebagai tempat untuk
berekreasi, sehingga direncanakan akan dibangun panggung
terbuka, sanggar lukis, restoran, taman yang terdiri atas berbagai
jenis tanaman (flora) dan hewan (fauna). Namun belakangan ini,
rencana tersebut berubah dan telah mulai dibangun bumi
perkemahan, yang diharapkan akan menjadi tempat potensial
bagi beragam kegiatan kepramukaan di daerah Bali.

b. KONDISI FISIK MONUMEN

35
Keadaan alam sekitar monumen Taman pujaan bangsa ini
yang cukup terjaga, yang memiliki suasana yang sejuk, rindang, dan
perbukitan di utara menambah asri kawasan monumen ini. Hanya
saja kalau orang ingin pergi ke area ini hendaklah orang tersebut
dalam keadaan yang suci, dan diharapkan bagi orang-orang yang
berhalangan, seperti sedang datang bulan atau sedang dalam
suasana kematian diharapkan agar tidak masuk kedalam bangunan
bangunan yang diangap suci karna diangap tidak sopan, dan para
pengunjungpun diharapkan tidak melakukan perbuatan perbuatan
yang tidak senonoh di areal tersebut, sementara itu, terdapat juga
fasilitas umum yang dapat di gunakan di Taman Pujaan Bangsa
Magarana antara lain wantilan atau pendopo, warung makan /
minuman dan toilet, sementara area parkir terdapat di depan Taman
Pujaan Bangsa ini. Pada areal taman pujaan bangsa ini juga terdapat
bangunan Gedung Sejarah. Gedung ini terletak dibagian timur dari
Candi Pahlawan Margarana. Ditempat ini lah tersimpan banyak
peninggalan-peninggalan dari para pejuang yang gugur kala itu,
seperti senjata-senjata asli kala itu yang telah berhasil dirampas dari
tentara tentara NICA, alat-alat komunikasi, alat-alat penyamaran
dalam peperangan, alat-alat medis, dan masih banyak lagi,
semuanya itu disimpan pada Gedung Sejarah tersebut, untuk
mengenang dan sebagai pelajaran kepada generasi yang akan
datang.

c. FASILITAS MONUMEN
Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana (Monas
TPB Margarana) di Desa Marga, Kecamatan Marga, Kabupaten
Tabanan, Bali bisa dibilang sebuah wisata monumen yang memiliki
berbagai macam fasilitas dan pelayanan di antaranya sebagai
berikut:
 Area parkir kendaraan
 Rumah Makan
 Kamar Mandi / MCK
 Tempat istirahat

36
 Penginapan

37

Anda mungkin juga menyukai