Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari,
Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 – meninggal di Marga,
Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang
pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.
Nama lahir :
I Gusti Ngurah Rai
Lahir :
30 Januari 1917 Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia .
Belanda
Meninggal :
20 November 1946 (umur 29) Marga, Tabanan, Bali, Indonesia
Pengabdian :
Indonesia
Dinas/cabang:
Tentara
Pangkat :
Kolonel
Perang/pertempuran:
Pertempuran Margarana
Penghargaan :
Pahlawan Nasional Indonesia
Pasangan :
Desak Putu Kari
Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan "Ciung Wanara" yang
melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.
(Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti
"Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibu kota kecamatan di pelosok
Kabupaten Tabanan, Bali) Di tempat puputan tersebut lalu didirikan Taman Pujaan Bangsa
Margarana.
1917
I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, tanggal
30 Januari 1917 dari pasangan I Gusti Ngurah Patjung dan I Gusti Ayu Kompyang. Ngurah
Rai adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan berasal dari keluarga terpandang.
1936
1940
Lulus sebagai perwira dengan pangkat letnan dua. Selanjutnya, I Gusti Ngurah Rai
melanjutkan pendidikan militer di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di
Magelang, kemudian berlanjut ke Akademi Pendidikan Arteri di Malang.
1942
Pada masa pendudukan Jepang, I Gusti Ngurah Rai bekerja sebagai pegawai Mitsui
Hussan Kaisya, perusahaan yang bergerak di bidang pembelian padi rakyat. Ia tidak
bergabung dengan laskar kemiliteran bentukan Jepang, namun menghimpun pemuda-
pemuda Bali dalam Gerakan Anti Fasis (GAF).
1945
Setelah Indonesia merdeka, I Gusti Ngurah Rai bergabung dengan angkatan perang
RI dan ditunjuk sebagai komandan resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk
wilayah Sunda Kecil (meliputi Bali dan Nusa Tenggara). I Gusti Ngurah Rai memimpin
pasukan bernama Ciung Wanara.
1946
Belanda datang kembali dan mendaratkan pasukannya di Bali pada awal Maret
1946. Saat itu, I Gusti Ngurah Rai sedang pergi ke Yogyakarta untuk berkonsultasi ke
markas besar TKR. Ketiadaan I Gusti Ngurah Rai membuat pasukan Ciung Wanara
pimpinannya tercerai-berai.
I Gusti Ngurah Rai yang terdesak menyerukan kepada pasukannya untuk berperang
habis-habisan sampai mati. Inilah yang kemudian terkenal dengan Puputan Margarana. I
Gusti Ngurah Rai dan pasukannya gugur sebagai kusuma bangsa.
1975
Nama I Gusti Ngurah Rai diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali,
sebagai nama kapal perang atau KRI, dibikinkan monumen peringatan di Badung, serta
sebagai gambar untuk pecahan mata uang 50 ribu rupiah.