Anda di halaman 1dari 9

Profil I gusti ngurah rai

I gusti ngurah rai lahir di desa carangsari, kabupaten badung, 30 januari 1917
bertepatan dengan terjadinya gempa bumi yang hebat di bali. Gempa istilah balinya
adalah gejor atau gejer sehingga I gusti ngurah rai sebelumnya Bernama I gusti
ngurah gujor terlahir dari pasangan I gusti ngurah patjang dengan I gustiayu
kompyang dan gugur sebagai pejuang kemerdekaan di desa marga, Tabanan 20
november 1946

I gusti ngurah rai merupakan anak dari seorang camat petjang , I gusti ngurah tertarik
dengan dunia militer sejak kecil, proternya karena ketidak adilan membuatnya
melanjutkanpendidikan ke sekolah kadet kemudian I gusti ngurah rai bergabunhg
dengan his di Denpasar setelah lulus dari his di Denpasar beliau melanjutkan
pendididkan ke sekolah MULO di malang,

?namun tidak sampai tamat karena pada tahun 1935 ayahnya meninggal, igusti ngurah
rai Kembali ke bali untuk mengajar pencak silat, selain itu beliau juga menyukai
tarian baris dan jengger pada tahun 1938, sampai mengikuti Pendidikan officer corp
prajoda di gianyar yang diselenggarakan tentara belanda`dan beliau melanjutkan corp
opleiding voor reverse officieren (Pendidikan perwira cadangan ) di magelang, setelah
menamatkan pendidikannya, beliau di angkat menjadi perwira di corps prayudha bali
dengan pangkat letnan bali

I gusti ngurah rai di kenal sebagai siswa yang sangat cerdas hal ini menyebabkan
teman teman sekelasnya banyak yang menyukainya, termasuk pada gurunya,kecuali
sersan mayor de vost pada masa pendudukan jepang, ngurah rai bekerja sebagai intel
sekutu di daerah bali dan Lombok

Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan "Ciung Wanara" yang
melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.
(Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti
"Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibu kota kecamatan di
pelosok Kabupaten Tabanan, Bali) Di tempat puputan tersebut lalu didirikan Taman
Pujaan Bangsa Margarana.
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan
Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan
di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detail
perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku,
seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah
seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah
Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para
Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar:
Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946"
yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri

Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat


menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar
udara di Bali, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan nama kapal perang KRI I
Gusti Ngurah Rai. Sebagai bentuk penghargaan lain atas jasanya, profil wajahnya
pernah dicantumkan pada cetakan mata uang Rupiah pecahan Rp. 50.000 tahun emisi
2005.[4]

Pada tahun 1975, I Gusti Ngurah Rai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
Indonesia oleh Pemerintah Indonesia.[5]

Pada tahun 1940 ia dilantik sebagai letnan dua, dan setelahnya I Gusti Ngurah Rai
menempuh pendidikan militer lanjutan. I Gusti Ngurah Rai mengambil spesialis
artileri di Magelang. Sejak menjadi kadet ia sudah terkenal cerdasdan memiliki
wibawa besar dikalangan teman temannya, lebih dari itu I Gusti Ngurah Rai juga
mendapatkan gelar kadet teladan ( kroon cadet ).

Dalam masa pendudukan Jepang I Gusti Ngurah Rai bekerja sebagai pegawai pada
perusahaan Jepang, Mitsui Hussan Kaisya adalah sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang pembelian padi rakyat. I Gusti Ngurh Rai tidak mau memasuki tentara peta
( Pembela Tanah Air ) atau organisasi militer lain yang dibentuk oleh Jepang, tetapi
tidak berarti bahwa ia berdiam diri. Rasa antipati terhadap penjajahan jepang
menyebabkan I Gusti Ngurah Rai berusaha menghimpun para pemuda dan rakyat Bali
untuk menyusun perlawanan.

I Gusti Ngurah Rai mempelopori gerakan bawah tanah yang diberi nama Gerakan
Anti Fascis ( GAF ), karena aktifitas tersebut I Gusti Ngurah Rai menjadi incaran mata
mata Jepang. Dalam suatu pertemuan rahasia dengan kawan kawannya, I Gusti
Ngurah Rai tertangkap tetapi kareena tidak banyak diperoleh banyak bukti tentang
kegiatannya I Gusti Ngurah Rai dilepaskan kembali.

Pada bulan November 1945 para pemuda bersepakat untuk membentuk tentara,
keputusan ini diambil dalam suatu rapat yang dihadiri oleh Gubernur, Ktua KNI, dan
raja raj. Dalam rapat ini muncullah tokoh muda I Gusti Ngurah Rai seorang bekas
Letnan Klas-H Prayodha yang akhirnya terpilih menjadi pemimpin TKR.

Berita proklamasi sampai Bali pada akhir bulan Agustus 1945 Dan disambut oleh
rakyat Bali dengan berbagai macam reaksi si ada yang bersikap menunggu Ada pula
yang bersikap Acuh Tak Acuh karena takut namun para pemudanya bersikap lain
setelah pemerintah mengangkat Mr Ketut Pudja sebagai gubernur Sunda Kecil situasi
semakin jelas Kekuasaan pemerintah Republik Indonesia harus ditegakkan di Bali dan
para pemuda bertekad untuk menegakkan kekuasaan itu mereka membentuk badan
keamanan rakyat BKR dipimpin oleh I Made Putu seorang bekas tentara PETA Selain
itu berdiri pula badan perjuangan angkatan muda Indonesia atau disingkat Fahmi di
bawah pimpinan Gusti shindu dan pemuda Republik Indonesia BRI di bawah
pimpinan Made Wijaya Kusuma sikap para pemuda itu sudah tentu telah menghadapi
berbagai tantangan tantangan pertama berasal dari kalangan raja-raja yang bersikap
Acuh Tak Acuh hanya seorang raja saja yang bersikap republican di antara 900 orang
raja di Bali tantangan lainnya berasal dari pihak Jepang yang masih berkuasa di Bali
persoalan lainnya yang harus dijawab oleh adalah bagaimana cara menegakkan
kekuasaan Republik Indonesia tanpa senjata ditangan Jepang harus dipaksa untuk
segera menyerahkan kekuasaan para pemuda mulai mengorganisir rapat Rapat raksasa
membakar semangat rakyat dan melakukan tindakan-tindakan demonstrative terhadap
markas markas tentara Jepang
ternyata usaha pemuda itu membawa akibat positif Bala tentara Jepang yang
beranggapan bahwa suatu ketika kelak gerakan massa akan menghancurkan
markasnya Oleh karena itu secara resmi pada tanggal 8 Oktober pemerintah militer
Jepang di Bali menyerahkan kekuasaan kepada Gubernur Sunda Kecil Mr Ketut Pudja
perubahan BKR menjadi TKR baru dimulai di Bali pada bulan November 1945 para
pemuda bersepakat untuk membentuk tentara keputusan itu diambil dalam suatu rapat
yang dihadiri oleh Gubernur ketua KNIP dan raja-raja dalam rapat ini muncullah
tokoh pemuda I Gusti Ngurah Rai seorang bekas Letnan kelas H Prayuda sekalipun
Rapat ini belum berhasil membentuk pimpinan namun telah disepakati akan diadakan
pemilihan siapa yang akan menjadi pimpinan

Setelah Indonesia merdeka, beliau I gusti ngurah rai membentuk TKR sunda
kecil,kemudian pergi ke Yogyakarta , untuk melakukan konsolidasi dan menerima
petunjuk daari pemimpin TKR sekembalinya dari Yogyakarta belnda telah menguasai
bali pada bulan februari 1946, TKR sunda kecilterpecah dan tersebar tanpa ada
kesatuan komando.i gusti ngurah rai mengumpulkan Kembali pasukanya dan
menamakannya pasukan ciung wanara

Selain itu, mereka melakukan penyerangan terhadap pasukan belanda di desa marga
Tabanan. Pada tanggal 20 november 1946, belanda menyerang

Balik dengan kekuatan penuh, I gusti ngurah rai memerintahkan pasukan untuk
melakukan perang puputan, ngurah rai gugur Bersama seluruh anggota pasukannya di
sebelah timur laut Tabanan perang itu kemudian terkenal dengan sebutan puputan
margarana I gusti ngurah rai diberi gelar pahlawan nasional Pemerintah Indonesia
menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat
menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar
udara di Bali, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan nama kapal perang KRI I
Gusti Ngurah Rai. Sebagai bentuk penghargaan lain atas jasanya, profil wajahnya
pernah dicantumkan pada cetakan mata uang Rupiah pecahan Rp. 50.000 tahun emisi
2005. Pahlawan Nasional Indonesia oleh Pemerintah Indonesia Tahun 1945, setelah
Indonesia merdeka, I Gusti Ngurah Rai dan rekannya membentuk Tentara Keamanan
Rakyat (TKR), yang kemudian ia diangkat menjadi komandannya.
Sebagai komandan, ia merasa menggendong tanggung jawab yang besar. Ia pergi ke
Yogyakarta yang menjadi markas besar TKR untuk berkonsolidasi dengan pemimpin
pusat. Pada saat itu juga, I Gusti Ngurah Rai dilantik sebagai Komandan Resimen
Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel.TKR Sunda Kecil yang dipimpin olehnya,
dengan kekuatan 13,5 kompi ditempatkan tersebar diseluruh kota Bali, pada saat itu
pasukannya dikenal dengan nama Ciung Wanara. Ngurah Rai merasa perlu untuk
melakukan konsolidasi dengan pimpinan TKR pusat di mana saat itu bermarkas di
Jogjakarta. Sampai di Jogjakarta, Ngurah Rai dilantik menjadi komandan resimen
Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel.

Kembali dari Jogjakarta dengan bantuan persenjataan, Ngurah Rai mendapati bahwa
Belanda telah menduduki Bali dengan mempengaruhi raja-raja Bali. Sebanyak kurang
lebih 2000 pasukan dengan persenjataan lengkap dan sejumlah pesawat terbang yang
berhasil dihimpun Belanda telah siap berperang menyerang Ngurah Rai dan pasukan
kecilnya. Pertempuran tersebut dilatar belakangi dengan kekecewaan Ngurah Rai atas
hasil dari perjanjian Linggarjati antara Belanda dan pemerintah Indonesia. Dalam
perjanjian tersebut menyebutkan bahwa pemerintah Belanda mengakui kekuasaan
Indonesia yang meliputi pulau Jawa, Madura dan Sumatera. Sedangkan Bali diakui
menjadi bagian dari negara Indonesia timur bikinan Belanda.

Bersama Ciung Wanara, pasukan kecil Ngurah Rai, pada tanggal 18 November 1946
menyerang Tabanan yang menghasilkan satu datasemen Belanda dengan persenjataan
lengkap menyerah. Hal ini memicu Belanda untuk membalas pertempuran lebih sengit
dan mengerahkan kekuatannya yang ada di seluruh pulau Bali dan Lombok untuk
membalas perbuatan Ngurah Rai. Dalam pertempuran tersebut, pertahanan demi
pertahanan yang dibentuk Ngurah Rai hancur hingga sampai pada pertahanan terakhir
Ciung Wanara, desa Margarana,

Ngurah Rai dan pasukannya berhasil dipukul mundur lantaran seluruhnya jatuh ke
dalam jurang yang dalam. Perang tersebut akhirnya dikenal dengan perang Puputan
Margarana karena sebelum gugur Ngurah Rai sempat meneriakkan kata puputan yang
berarti perang habis-habisan. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 November
1946.
Berkat usahanya tersebut, Ngurah Rai mendapatkan gelar Bintang Mahaputra dan
kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Tak hanya itu, ia juga
mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975
tanggal 9 Agustus 1975.

Kesimpulan

PENDIDIKAN
 HIS, Denpasar
 MULO, Malang
 Prayodha Bali, Gianyar, Bali
 Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang
 Pendidikan Artileri, Malang
KARIR
 Brigjen TNI (anumerta)
 Letnan Kolonel
 Letnan II
PENGHARGAAN
 Bintang Mahaputra
 Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus
1975
PERANAN

Puputan Margarana pada tahun 1946 merupakan peristiwa bersejarah dalam melawan
Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dan peristiwa ini tidak terlepas dari
peran I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin perjuangan. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah apa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa Puputan
Margarana pada tahun 1946, bagaimana jalannya peristiwa Puputan Margarana, dan
bagaimana peran I Gusti Ngurah Rai dalam Puputan Margarana. Tujuan dari
penelitian ini dapat memecahkan masalah yang terdapat pada rumusan masalah dan
memberi manfaat bagi peneliti, masyarakat luas, dan ilmu pengetahuan. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik
(kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah),

kritik (kegiatan menyeleksi dan mengkaji sumber sejarah yang dapat


dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga menghasilkan fakta sejarah),
interpretasi (proses memberikan penafsiran terhadap hasil pengolahan data yang
sudah dikritisi), dan historiografi (menuliskan hasil interpretasi yang disusun secara
kronologis, sistematis, dan metodis berdasarkan sumber yang autentik) dengan
menggunakan pendekatan sosiologi politik dan teori konflik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang terjadinya Puputan Margarana
tahun 1946 karena Belanda datang ke Indonesia termasuk pulau Bali untuk kembali
menegakkan kekuasaannya di Indonesia meskipun Indonesia telah mengumumkan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika Jepang yang menjajah
Indonesia sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Puputan Margarana
merupakan puncak perjuangan rakyat Bali alam melawan penjajah terutama penjajah
Belanda. Puputan Margarana terjadi pada tanggal 20 November 1946 di desa Kelaci
dusun Marga ketika I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukan Ciung Wanara yang
dipimpinnya untuk brjuang sampai titik darah penghabisan. I Gusti Ngurah Rai
merupakan pucuk pimpinan tertinggi dalam perjuangan melawan pasukan
Belanda/NICA yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang.

I Gusti Ngurah Rai sangat berperan dalam merencanakan dan mengatur serangan,
gagasan dalam perjuangan Ngurah Rai juga sangat berguna bagi perjuangan di Bali
seperti keberangkatannya ke Pulau Jawa untuk mencari bantuan persenjataan dan
personil dari Jawa dan perjalanan ke Gunung Agung sambil bertempur melawan
NICA. Hubungan dengan pulau Jawa menjadikan para pemimpin di Pusat RI
mengetahui situasi perjuangan di Bali dan kemudian memberi arahan dan bantuan
baik senjata meskipun jumlahnya sedikit maupun personil. Namun pada akhirnya I
Gusti Ngurah Rai gugur beserta seluruh pasukannya dalam Puputan Margarana.

Kesimpulan adalah puputan Margarana dilatarbelakangi oleh situasi politik


internasional ketika berakhirnya perang dunia kedua yang memberikan kesempatan
Belanda menemukan jalan untuk kembali menguasai Indonesia, situasi politik
nasional yakni bangsa Indonesia yang sudah merdeka tidak ingin Belanda kembali
menguasai wilayah Indonesia termasuk pulau Bali, dan situasi politik di Bali sendiri
yakni Bali merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang sudah merdeka dan
menentang kedatangan Belanda di Bali, hal tersebut mengakibatkan perlawanan
terhadap Belanda yang datang kembali dengan menggunakan kedok NICA di bawah
perlindungan bendera Sekutu. Perlawanan memuncak dalam Puputan Margarana pada
tanggal 20 November 1946 yang dilakukan secara gerilya karena kekuatan yang tidak
seimbang. Peristiwa puputan Margarana tidak terlepas dari peranan I Gusti Ngurah
Rai sebagai pemegang komando tertinggi perjuangan di Bali yang memberikan
arahan, ide, dan gagasan dalam melakukan perlawanan terhadap musuh.Saran penulis
dari hasil penelitian ini yaitu bagi pembaca dapat mengambil suri tauladan dan
melestarikan sejarah lokal di Indonesia, bagi pemerintah provinsi bali agar
melestarikan monumen taman pujaan bangsa sehingga sejarah perjuangan rakyat Bali
tidak hilng begitu saja, dan bagi masyarakat luas sebagiknya mengartikan puputan
margarana sebagai peristiwa yang pantang menyerah melawan Belanda bukan sebagai
sikap putus asa dalam menghadapi Belanda.

Anda mungkin juga menyukai