Anda di halaman 1dari 56

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK


MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN DENGAN LUKA
POST OP LAPARATOMI
DI RSUD HAJI MAKASSAR

IRFAN
19.02.011

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG PROGRAM
STUDI D3 KEPEWATAN
2022

i
KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK
MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN DENGAN LUKA
POST OP LAPARATOMI
DI RSUD HAJI MAKASSAR

Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma 3 Keperawatan

IRFAN
19.02.011

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG PROGRAM
STUDI D3 KEPEWATAN
2022

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : IRFAN
NIM : 19.02.011
Program Studi : Diploma 3 Keperawatan
Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 30 juli 2022


Pembuat Pernyataan

IRFAN
19.02.011

Pembibing I Pembibing II

Musmulyadi M, S.Kp., M.Kes Ns. Muh. Zukri Malik, M.Kep


NIK : 093 152 02 03 013 NIK : 093 152 01 03 043

iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal
Dengan Judul :
GAMBARAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK
MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN DENGAN
LUKA POST OP LAPARATOMI
DI RSUD HAJI MAKASSAR

Yang disusun oleh :

IRFAN
19.02.011

Telah disetujui untuk diseminarkan

Pembibing I Pembibing II

Musmulyadi M, S.Kp., M.Kes Ns. Muh. Zukri Malik, M.Kep


NIK : 093 152 02 03 013 NIK : 093 152 01 03 043

Mengetahui
Ketua Program Studi Diploma 3 Keperawatan

Ns. Nofianti, SKM. S.Kep., M.Kes


NIK : 093 153 02 03 014

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Dengan Judul :

GAMBARAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK


MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN DENGAN
LUKA POST OP LAPARATOMI
DI RSUD HAJI MAKASSAR
Disusun dan diajukan oleh

IRFAN
NIM : 19.02.011
Telah dipertahankan pada ujian Karya Tulis Ilmia
Pada Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Tim Penguji

1. Musmulyadi M, S.Kp., M.Kes


NIK : 093 152 02 03 013
2. Ns. Muh. Zukri Malik, M.Kep
NIK : 093 153 01 03 043
3. Ns. Evi Lusiana S.Kep., M.Kep
NIK : 093 152 02 03 014

Mengetahui
Ketua Program Studi Diploma 3 Keperawatan
STIKES Panakkukang Makassar

Ns. Nofianti, SKM., S.Kep., M.Kes


NIK : 093 153 02 03 014

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal dengan judul “Gambaran Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk
Menurunkan Nyeri Pada Pasien dengan Luka Post Op Laparatomi”.

Penulisan Proposal ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikann


program studi D3 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar. Adapun
penulisan proposal penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis
Ayahanda Sakka dan Ibunda Nurhayati yang senantiasa mengiringi penulis
dengan doa dan harapan sehingga dapat meenyelesaikan penulisan proposal ini.
Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih pada Bapak Musmulyadi, S.Kep.,
M.Kes. selaku Pembimbing I dan Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, M.Kep. selaku
Pembimbing II yang penuh ketulusan dan kesabaran meluangkan waktu, tenaga,
dan pikirannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal ini.

Tak hanya itu, penulis juga telah banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Sumardin Makka, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Yayasan Perawat


Stikes Panakkukang Makassar
2. Bapak Dr. Ns. Makkasau, M.Kes selaku Ketua Stikes Panakkukang
Makassar
3. Ibu Ns. Nofianti, SKM.,S.Kep., M.Kes. selaku ketua prodi D3
Keperawatan Stikes Panakkukang Makassar
4. Bapak Musmulyadi, S.Kep., M.Kes. selaku pembimbing Satu yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. serta telah berkenan memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini
5. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, M.Kep. selaku pembimbing dua yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. serta telah berkenan memberikan

vi
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini
6. Kedua orangtuaku yang dengan penuh kasih sayang telah mengantar dan
mendidik penulis mengenal kehidupan dan tak lupa selalu mengingatkan
akan pentingnya bersyukur kepada Allah SWT
7. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan terus
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis
mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya
9. Seluruh Staff Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang
Makassarsudah penulis anggap keluarga sendiri, teman suka maupun duka
selama penulis menjalani perkuliahan di STIKES Panakkukang Makassar,
Semoga kita semua diberikan kesuksesan kedepnnya.
Penulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
membutukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
penyempurnaan penulisann ini. Penulis berharap penulisan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan pembaca selanjutnya, terutama mahasiswa D3 Keperawatan,
STIKES Panakkukang Makassar pada Khususnya, dan seluruh yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia pada umumnya.

Makassar, 19 Mei 2022

Penulis

vii
ABSTRAK

IRFAN, 2022, Gambaran Pemberian Relaksasi Nafas Dalam Pada Ny. B


Untuk Mengurangi Rasa Nyeri Post Op Laparatomi Di Ruangan Araudah 2
RSUD Haji Makassar

Dibimbing Oleh Musmulyadi Dan Ns. Zukri Malik

Latar Belakang : Laparatomi merupakan sayatan (pembedahan) pada daerah


abdomen untuk mencapai bagian organ yang mengalami masalah hemoragi,
perforasi, kanker, dan obstruksi. Dimana pembedahan itu memberikan rasa nyeri
pada pasien sehingga memerlukan penanganan khusus. Karena nyeri bersifat
objektif jadi dalam menyikapi nyeri berbeda pada satu individu dengan individu
lainnya. Teknik relaksasi sangan penting untuk menguragi rasa nyeri terutama
pada pasien laparatomi.

Tujuan : Tujuan pada penelitian ini adalah gambaran pemberian teknik relaksasi
nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi laparatomi.

Desain Penelitian : Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif.


Penelitian ini menggunakan metode studi kasus bertujuan untuk memperoleh
gambaran terhadap penerapan prosedur teknik relaksasi dengan relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi laparatomi.

Hasil : Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang pemberian teknik
relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi
laparatomi di ruang Arraudah 2 RUSD Haji Makassar sesuai dengan hasil
observasi detemukan adanya penurunan nyeri.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian dilakukan oleh penulis di ruang Arraudah 2


RUSD Haji Makassar pada tanggal 27-28 Jilu 2022 didapatkan hasil gambaran
teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan rasa nyeri pada Tn. B dan Ny. J
sesuai dengan SOP. Dalam penerapan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien
telah melakukan perawatan dengan baik dan tepat.

Kata Kunci : Teknik relaksasi nafas dalam, tingkat nyeri, post operasi laparatomi

viii
ABSTARCT

IRFAN, 2022, Overview of Giving Deep Breathing Relaxation to Ny. B To


Reduce Post-Op Laparotomy Pain in Araudah Room 2 RSUD Haji Makassar

Supervised By Musmulyadi And Ns. Zukri Malik

Background: Laparotomy is an incision (surgery) in the abdominal area to reach


parts of organs that have problems with hemorrhage, perforation, cancer, and
obstruction. Where the surgery gives pain to the patient so it requires special
treatment. Because pain is objective, how to deal with pain is different from one
individual to another. Relaxation techniques are very important to reduce pain,
especially in laparotomy patients.

Objective: The purpose of this study is to describe the provision of deep


breathing relaxation techniques to reduce pain in post-laparotomy patients.

Research Design: The research design used by the researcher is descriptive. This
study uses a case study method aimed at obtaining an overview of the application
of relaxation techniques procedures with deep breath relaxation to reduce pain in
post-laparotomy patients.

Results: The results of research that has been carried out by researchers regarding
the provision of deep breathing relaxation techniques to reduce pain in post-
laparotomy patients in the Arraudah 2 RUSD Haji Makassar in accordance with
the results of observations found a decrease in pain.

Conclusion: From the results of research conducted by the author in the Arraudah
2 RUSD Haji Makassar on 27-28 Jilu 2022, the results of the description of deep
breathing relaxation techniques to reduce pain in Mr. B and Mrs. J according to
SOP. In the application of deep breathing relaxation techniques, the patient has
done good and appropriate treatment.

Keywords: deep breathing relaxation technique, pain level, post laparotomy

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN..................................................................... i


HALAMAN SAMPUL DALAM................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN.................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...................................................... v
HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................. vi
HALAMAN ABSTRAK................................................................................. viii
HALAMAN ABSTRACT.............................................................................. ix
HALAMAN DAFTAR ISI............................................................................. x
HALAMAN DAFTAR GAMBAR................................................................ xii
HALAMAN DAFTAR TABEL..................................................................... xiii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN............................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 4
C. Tujuan Studi Kasus............................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Laparatomi.................................................................... 6
B. Konsep Dasar Nyeri.............................................................................. 12
C. Konsep Dasar Teknik Relaksasi Nafas Dalam..................................... 25
BAB III METODE STUDI KASUS
A. Rancangan Studi Kasus........................................................................ 28
B. Subjek Studi Kasus............................................................................... 28
C. Fokus Studi........................................................................................... 28
D. Definisi Operasional Fokus Studi......................................................... 28
E. Instrumen Studi Kasus.......................................................................... 29
F. Metode Pengumpulan Data................................................................... 29
G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus............................................................. 29

x
H. Analisa dan Penyajian Data.................................................................. 29
I. Etika Studi Kasus.................................................................................. 30
BAB IV : HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus.................................................................................. 31
B. Pembahasan.......................................................................................... 34
C. Keterbatasan Penulis............................................................................. 37
BAB : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 38
B. Saran..................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Midline Insision .......................................................................... 7


Gambar 2.2 Paramedian .................................................................................. 7
Gambar 2.3 Transverse Upper Abdomen Insision ......................................... 8
Gambar 2.4 Transverse Upper Abdomen Insision ......................................... 8
Gambar 2.5 Skala Analog Visual / Visual Analog Scale ............................... 19
Gambar 2.6 Skala Analg Visual / Visual Analog Scale ................................. 20
Gambar 2.7 Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale ...................... 21

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sebelum pemberian teknik relaksasi nafas dalam............................ 32

Tabel 4.2 Sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam............................. 33

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Format Pengajuan Judul Karya Tulis Ilmiah

Lampiran II : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laparotomi merupakan suatu tindakan pembedahan pada daerah
abdomen dengan cara membuka dinding abdomen untuk mencapai isi dari
rongga abdomen yang mengalami masalah seperti perdarahan, perforasi,
kanker, dan obstruksi (Jitowiyono, 2010).
Menurut WHO (2015), pasien laparotomi tiap tahunnya meningkat 15%,
di Inggris menurut National Emergency Laparatomy Audit (NELA) (2019)
terjadi sekitar 30.000 tindakan laparotomi setiap tahun. Sedangkan menurut
Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2016, tindakan bedah laparotomi mencapai 32% dengan menempati urutan ke
11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se Indonesia. Laporan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) mengenai
kejadian laparotomi meningkat dari 162 pada tahun 2013 menjadi 983 kasus
pada tahun 2015 dan 1.281 kasus pada tahun 2017, tindakan bedah menempati
urutan ke 11 dari 50 pertama penyakit di rumah sakit se-indonesia dengan
persentase 12,8% yang diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan
bedah laparotomi (Kemenkes RI, 2017)
Pasca dilakukannya pembedahan laparotomi berupa sayatan pada area
perut atau abdomen maka akan terjadi perubahan pada kontinuitas jaringan.
Masalah yang paling banyak terjadi pada pasien pasca laparotomi adalah
stimulasi nyeri, komplikasi yang bisa terjadi pada pasien pasca laparotomi
adalah kelemahan sehingga pasien tidak toleran terhadap aktifitas sehari-
harinya, resiko infeksi karena luka insisi post laparotomi dan pemantauan
terhadap nutrisi dan diit setelah menjalani operasi (Muttaqin & Sari, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Daud et al, 2017 menemukan bahwa sebanyak
57,70 % pasien post laparotomi mengeluhkan nyeri sedang, 15,38%
mengeluhkan nyeri berat dan 26,92 % mengeluhkan nyeri ringan.

1
Tubuh melakukan mekanisme untuk pemulihan dan penyembuhan pada
jaringan yang mengalami sayatan atau perlukaan. Pada saat inilah timbul
respon tubuh pasien dalam merasakan nyeri pasca pembedahan. Nyeri yang
dirasakan timbul dari luka bekas insisi disebabkan karena adanya stimulus
nyeri pada daerah luka insisi yang menyebabkan keluarnya mediator nyeri
yang dapat menstimulasi tranmisi impuls disepanjang serabut syaraf aferen
nosiseptor ke substansi dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Janice & Cheever,
2014).
Menurut The International for the Study of Pain (IASP) nyeri merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual dan potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya suatu kerusakan
(Potter & Perry, 2010). Seorang Individu dapat berespons secara biologi dan
prilaku akibat nyeri yang dapat menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon
fisik meliputi keadaan umum, respon wajah dan perubahan tanda – tanda vital,
sedangkan, respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stres sehingga
sistem imun dalam peradangan dan menghambat penyembuhan (Potter &
Perry, 2010).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang bersifat subjektif yang disalurkan
dalam bentuk perasaan yang tidak menyenangkan (Tetty, 2015). Tindakan
anastesi yang dilakukan sebelum operasi berguna untuk menghilangkan nyeri
pada saat dilakukan pembedahan, tetapi setelah operasi selesai efek anastesi
hilang, pasien akan merasakan nyeri dibagian tubuh yang mengalami
pembedahan (Longnecker et al., 2012). Nyeri yang disebabkan oleh prosedur
operasi biasanya membuat para pasien merasa kesakitan. Ketidakmampuan
untuk menghilangkan nyeri dapat menimbulkan ketidakberdayaan dan putus
asa, yang dapat menjadikan predisposisi depresi kronik. Nyeri yang tidak
teratasi berdampak pada terjadinya penglambatan penyembuhan, mengurangi
kepuasan pasien, serta mengakibatkan perawatan menjadi lama (Black, Joiyce
M, & Hawks, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) (2019) menyepakati bahwa
nyeri merupakan hak azasi manusia yang harus dilindungi. Dalam beberapa

2
dekade terakhir,berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika dilaporkan
bahwa nyeri pasca operasi adalah hal yang wajar sehingga penanganan nyeri
pasca operasi sering di abaikan dan menunjukkan angka yang signifikan
(Rawal, 2016). Manajemen nyeri yang tidak diperhatikan akan menyebabkan
dampak negative terhadap pasien seperti peningaktan morbiditas, gangguan
fungsi fisik dan kualitas hidup serta pemulihan yang melambat (Longnecker,
2012).
Selain itu nyeri yang tidak terkontrol akan menyebabkan gangguan
diberbagai organ seperti di paru-paru akan mengalami hipoventilasi,penurunan
kapasitas vital, dan infeksi paru, pada kardiovaskuler seperti iskemia koroner,
infark miokard, peristiwa tromboembolik, pada gastrointestinal seperti
berkurangnya motilitas, ileus, mual dan muntah, pada ginjal menyebabkan
peningkatan retensi urin, dan nada sfingter,oliguria (Lovich, 2015). Selain itu,
efek negative dari nyeri pasca operasi laparotomi dapat menyebabkan
penurunan kekebalan tubuh, system otot dan penyembuhan luka yang
memanjang sehingga dapat merusak tidur dan menyebabkan efek psikologis
(Gan, 2017).
Proses asuhan keperawatan pada pasien dengan pasca operasi sangat
penting dilakukan secara komprehensif untuk mengatasi masalah keperawatan
seperti masalah nyeri. Setiap tindakan pembedahan akan menimbulkan respon
nyeri akan menimbulkan keterbatasan gerak. Pada pasien dengan nyeri yang
tidak tertahankan pasien menjadi immobil yang akan memperburuk kondisi
pasien (Sari, 2016). Manajemen nyeri post operasi harus mencakup
penanganan secara keseluruhan, baik dalam aspek farmakologi maupun non-
farmakologi karena nyeri tidak hanya dipengaruhi kondisi pada luka operasi
tetapi juga dipengaruhi oleh emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya.
Intervensi Keperawatan yang digunakan dalam mengatasi nyeri yang dialami
salah satunya adalah manajemen nyeri dengan menggunakan teknik
farmakologi yang berkolaborasi dengan tim medis atau pun intervensi mandiri
dengan teknik non-farmakologi (Bulechek, Gloria, et al., 2016).

3
Teknik non farmakologi sangat penting dalam menangani nyeri dan
dikombinasikan dengan pemberian terapi farmakologi merupakan cara efektif
dalam menghilangkan nyeri (Janice & Cheever, 2014). Teknik non
farmakologis untuk pereda nyeri, mempunyai resiko yang sangat rendah.
Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan,
tetapi sangat diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung.
Menurut Potter & Perry (2013) teknik non farmakologi merupakan suatu
tindakan mandiri perawat dalam mengurangi nyeri, diantaranya seperti teknik
relaksasi, distraksi, biofeedback, Transcutan Elektric Nervous Stimulating
(TENS), guided imagery, terapi musik, accupresurw, aplikasi panas dan dingin,
hipnotis dan massage.
Relaksasi merupakan suatu proses tindakan yang dapat menurunkan
nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang mengalami ketegangan atau
mengendorkan otot-otot tubuh dan pikiran agar tercapai kondisi yang nyaman
atau berada pada gelombang otak alfa teta (Yunus, 2014).
Berdasarkan Penelitian Endang Sulilawati (2011) dikemukakan bawa
hasil sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam mayoritas responden mengalami
nyeri sedang sebesar 72,7%, responden yang mengalami nyeri berat sebesar 9,l
% dan responden yang nrengalami nyeri ringan sebesar l8,2% Dan sesudah
dilakukan relaksasi nafas dalam diketahui bahwa responden yang mengalami
nyeri sedang menurun dari 72,1% menjadi 45,5% , sedangkan yang mengalami
nyeri berat dari 9,l% menjadi tidak ada yang mengalami nyeri berat. Selain itu,
dapat pula diketahui bahwa yang mengalami nyeri ringan lebih meningkat
yaitu 54,50% yang sebelum dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam sebesar
18,2%. Berarti ada perubahan dari nyeri sedang ke nyeri ringan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat
menurunkan nyeri pada pasien post laparatomi.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Gambaran teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien
dengan luka post op laparatomi di RS Haji Makassar”

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimana gambaran teknik relaksasi
nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien dengan luka post op
laparatomi.?”
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian teknik relaksasi nafas
dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien post op laparatomi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi skala nyeri pada pasien post op laparatomi
sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam
b. Untuk mengidentifikasi skala nyeri pada pasien post op laparatomi
setelah pemberian teknik relaksasi nafas dalam.
c. Untuk mengetahui perbandingan skala nyeri dari tindakan pemberian
teknik relaksasi nafas dalam pada pasien A dan pasien B

D. Manfaat Penelitian
Studi kasus ini,diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memberi informasi, ilmu baru serta pengetahuan
masyarakat tentang teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri
pada pasien dengan luka post op laparatomi.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat diharapkan mampu memberikan informasi kepada
institusi Kesehatan lainnya sebagai salah satu bekal dalam meningkatkan
mutu pelayanan Kesehatan khususnya teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan nyeri pada pasien dengan luka post op laparatomi.
3. Bagi Penulis

5
Untuk memperoleh pengalaman serta menambah wawasan bagi penulis
tentang gambaran teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri
pada pasien dengan luka post op laparatomi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Laparatomi


1. Pengertian
Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untuk membuka
bagian abdomen laparatomi terbentuk dari dua kata yunani, “Lapara” dan
“Tome" kata “Lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yang terletak diantara
tulang rusuk dan pinggul sedangkan “Tome” berarti pemotongan, jadi
laparatomi merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan melakukan
penyayatan pada lapisan – lapisan dinding Abdomen untuk mendapatkan
bagian organ yang mengalami masalah seperti hemoragi, perforasi, kangker
dan obstruksi (ANA, 2016).
Laparatomi adalah pembedahan yang dilakukan pada selaput
abdomen, membuka selaput yang membuat irisan vertikal besar pada
dinding perut ke dalam rongga perut operasi yang di lakukan pada daerah
abdomen. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ
dalam membuat diagnosis apa yang salah. Bedah dilakukan di daerah
abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestifdan perkemihan
(Lakaman, 2013).
Laparatomi merupakan suatu potongan pada dingding abdomen
sampai membuka selaput perut dan yang telah didiagnosa oleh dokter,
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi

6
pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen Ditambahkan pula
bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun
tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan
fistuloktomi sedangkan teknik bedah perkemihan dengan teknik laparatomi
adalah nefrektomi dan ureterostomi (Syamsuhidayat & Wim De Jong,
2014).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laparatomi
adalah merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan melakukan
penyayatan pada lapisan – lapisan dinding Abdomen untuk mendapatkan
bagian organ yang mengalami masalah seperti hemoragi, perforasi, kangker
dan obstruksi. Teknik oprasi yang dilakukan pada daerah abdomen biasa
dilakukan pada sistem bedah digestif dan perkemihan.
2. Jenis Sayatan
Menurut (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2014). Ada 4 (empat)
pembedahan dan pada pasien dengan post laparatomi, nyeri dirasakan
pasien setelah satu hari sampai lima hari akan mengalami masalah nyeri
dengan sekala nyeri berat (7-10).
a. Midline insision; yaitu insisi pada daerah tengah abdomen atau pada
daerah yang sejajar dengan umbilicus.

Gambar 2.1 (midline insision)

Sumber : Midline insision.com

7
b. Paramedian, yaitu: panjang (12,5cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah
Gambar 2.2 Paramedian

Sumber : www.adam, Paramedian insision. com

c. Transverse upper abdomen insision, yaitu: sisi di bagian atas, misalnya


pembedahan colesistotomy dan splenektomi.

Gambar 2.3 Transverse upper abdomen insision

Sumber : Sumber : www.adam, Transverse upper


abdomen.insision. com
d. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal
iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya: pada operasi
appendectomy.
Gambar 2.4 Transverse lower abdomen incision

Sumber : www.adam, Transverse lower.abdomen.insision.com

8
3. Indikasi
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan perkemihan.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik
laparatomi adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan
fistuloktomi. Sedangkan teknik bedah perkemihan dengan teknik laparatomi
adalah nefrektomi dan ureterostomi (Syamsuhidayat & Wim De Jong,
2014).
Indikasi laparatomi bisa terjadi karena adanya trauma abdomen
(tumpul/tajam) ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan,
sumbata pada usus halus dan besar, dan masa pada abdomen pendapat
tersebut senada dengan teori yang dikemukakan oleh sarri (2015).

a. Hernia dengan tindakan Herniatomi


Hernia adalah kondisi yang terjadi ketika organ dalam tubuh
menekan dan mencuat melalui jaringan otot atau jaringan ikat di
sekitarnya yang lemah. Jaringan ikat tubuh seharusnya cukup kuat untuk
menahan organ tubuh di dalamnya agar tetap berada di posisinya
masing-masing. Namun, beberapa hal menyebabkan jaringan ikat
melemah sehingga tidak dapat menahan organ di dalamnya dan
mengakibatkan hernia tindakan yang dilakukan Herniotomi adalah
operasi pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
herniadibuka dan isi hernia dibebaskkan kalau ada perlengketan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setingggi mungkin lalu
dipotong. Herniopastik adalah tindakan memperkecil annulus inguinalis
internus dengan memperkuatdinding belakang kanalis inguinalis.
b. Kangker lambung dengan tindakan Gasterektomi
Gastrektomi adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat
sebagian atau seluruh lambung. Dokter dapat merekomendasikan
gastrektomi sebagai pengobatan untuk kanker perut, yang juga disebut

9
kanker lambung. Prosedur ini juga dapat mengobati diabetes,
gastroparesis, dan obesitas. Setelah operasi, seseorang akan mencerna
makanan secara berbeda, tetapi mereka tetap bisa makan dan minum.
Mungkin diperlukan waktu untuk pulih dan terbiasa dengan pola makan
dan cara makan yang baru.
c. Apendikitis dengan tindakan Apendiktomi
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing
atau peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila infeksi parah, usus
buntu itu akan pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol pada bagian awal unsur atau sekum dan
tindakan pembedahannya disebut apendiktomi, apendiktomi adalah
pembedahan untukmengangkat apendiks yang dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
d. Peritonitis dengan tindakan kolesistoduodenostomi
Peritonitis adalah peradangan peritonium, suatu lapisan endotelial
tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfa. Penyebab Peritonitis
ialah infeksi mikroorganisme yang berasal dan gastrointestinal,
appendisits yang meradang typoid, tukak pada tumor. Secara langsung
dari luar misalnya operasi yang tidak steril, trauma pada kecelakaan
seperti ruptur limfa dan ruptur hati.
e. Kanker colon dengan tindakan kolostomi
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma
(muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi dapat
menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke
hati). Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi.
Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat
juga mencakup anemia yang tidak diketahu penyebabnya, anoreksia,
penurunan berat badan dan keletihan.
f. Abses Hepar dengan tindakan Hepatorektomi

10
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak
akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati. Abses hepar adalah rongga
yang berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.Penyebab
abses hati yaitu oleh kuman gram negatif dan penyebab yang paling
terbanyak yaitu E. Coli. Komplikasi yang paling sering adalah berupa
rupture abses sebesar 5 - 15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh
seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit.
Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase.

g. Ileus Obstruktif dengan tindakan kolostomi


Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi
usus. ada dasar mekanis, tempat sumbatan fisik terletak melewati usus
atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus juga didefinisikan sebagai jenis
obstruksi apapun, artinya ketidakmampuan si usus menuju ke distal
sekunder terhadap kelainan sementara dalam motilitas.
Ileus dapat disebabkan oleh gangguan peristaltic usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal
dengan uremia sehingga terjadi paralysis. Penyebab lain adalah adanya
sumbatan/hambatan lumen usus akibat pelekatan atau massa tumor.
Akan terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk mengatasi
hambatan.

4. Masalah Keperawatan Pada Pasien Dengan Laparatomi


Tindakan pembedahan laparatomi dapat menimbulkan beberapa
masalah diantaranya adalah rusaknya integritas kulit, nyeri akut paska
pembedahan, imobilisasi, pendarahan dan resiko infeksi (Jitowiyono, 2012).
Tindakan pembedahan pembedahan laparatomi umumnya
menimbulkan masalah nyeri, karena terdapat ancaman terhadap tubuh,
integritas dan jiwa seseorang. Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang
paling sering dipahami oleh individu ketika mengalami post pembedahan.

11
Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara
berbeda oleh masing-masing individu dan nyeri termasuk sensasi
ketidaknyaman yang bersifat individual. Rasa sakit melekat pada sistem
syaraf manusia dan merupakan pengalaman individual yang berlangsung
lama.
Nyeri merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan pasien
dengan tindakan pembedahan laparatomi. Nyeri tersebut biasa disebut
dengan nyeri pasca operasi. Nyeri pasca operasi ini harus segera ditindak
lanjuti karena menyebabkan komplikasi serta trauma pada pasien. Pasien
pasca operasi sering mengalami nyeri akibat diskontinuitas jaringan atau
luka operasi akibat insisi pembedahan sel saraf kulit rusak akibat trauma
jaringan akan terbentuklah zat kimia seperti : bradikinin, serotinin, histamin
dan enzim proteotik, zat tersebut merangsang nyeri dan membuat kaku otot
Serta reseptor nyeri rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hipotalasmus
melalui saraf asenden menjadi nyeri Struktur spesifik dalam sistem syaraf
terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang
terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif
terjadi nyeri akut.
Penelitian Abraham 2013, menyebutkan bahwa masalah nyeri post
laparatomi mempunyai kecenderungan tidak bisa melakukan mobilisasi,
serta tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan perawat bahkan bisa
melakukan tindakan percobaan bunuh diri dikarenakan tidak tahannya
mereka dengan rasa nyeri yang di derita. Pasien yang baru saja menjalankan
operasi pasti merasakan nyeri, tetapi nyeri yang dirasakan berbeda-beda.
Berdasarkan data awal yang diambil oleh peneliti di salah satu rumah sakit
di Amerika dalam sehari ada 107 pasien post laparatomi, 75% pasien
mengalami sulit berinteraksi dengan perawat dan dokter, serta keterbatasan
melakukan mobilisasi dini paska laparatomi, dan 2% ingin melakukan
bunuh diri, bahkan ada seorang pasien yang meminta kepada suster untuk
memberikan obat pereda nyeri secara berlebih karena pasien tidak bisa
menahan nyeri. Pengekspresian rasa nyeri atau respon terhadap rasa nyeri

12
itu sendiri merupakan fenomena yang bersifat kompleks dan melibatkan
sensorik, perilaku atau motorik, emosi. Begitu impuls rasa sakit diterima
oleh otak, interpertasi rasa sakit itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biologis, psikologis dan sosial yang saling berkaitan satu dan yang lainnya.

B. Konsep Dasar Nyeri


1. Definisi
Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalamin
nyeri sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Hadjistravopoulos and
Craigh, 2014).
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibt dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif
(Mariyani 2016).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,
sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang
diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka
(Brunner & Suddarth, 2013).
Nyeri Post Laparatomi adalah gabungan dari beberapa pengalaman
sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma
bedah dan dihubungkan dengan respon otonom, metabolisme endokrin,
fisiologis, dan perilaku, perasaan yang tidak nyaman yang bersifat benar-
benar subjektif dan hanya orang yang menderitanya yang dapat
menceritakan dan mengevaluasi. Nyeri juga dapat diartikan sebagai bentuk
pengalaman yang dapat dipelajari oleh pengaruh dari situasi hidup masing-
masing orang (Hartono, 2009).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri post
oprasi lapatatomi adalah suatu perasaan tidak nyaman yang bersifat

13
subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan orang lain, yang
diungkapkan oleh individu yang merasakannya, serta berhubungan dengan
kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis
harus mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang
dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini. Nyeri post laparatomi
adalah gabungan dari beberapa pengalaman sensori, emosional, dan mental
yang tidak menyenangkan akibat trauma bedah dan dihubungkan dengan
respon otonom, metabolisme endokrin, fisiologis, dan perilaku.

2. Tipe Nyeri
Nyeri pasca bedah post oprasi laparatomi dikelompokkan sebagai
nyeri akut. Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba dan dihubungkan dengan
luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya kerusakan jaringan
atau injuri. Nyeri akut biasanya berkurang bersamaan dengan
penyembuhan (Chaturvedi, 2016).
Namun demikian, nyeri akut secara serius mengancam proses
penyembuhan pasien dan harus menjadi prioritas perawatan. Lama nyeri
akut bisa berjam-jam, hari, atau minggu. Lama nyeri akut pasca bedah pada
jenis pembedahan laparatomi dialami selama 1 sampai 5 hari, sedangkan
pembedahan abdomen atas individu akan mengalami nyeri diperkirakan 2
sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai hebat. Semua prosedur
laparatomi menyebabkan nyeri sedang sampai berat selama beberapa hari
sampai beberapa minggu (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2014).
3. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri pada pasien post laparatomi diakibatkan karena
diskontinuitas jaringan atau luka operasi akibat insisi pembedahan,
sehingga sel saraf kulit rusak akibat trauma jaringan Maka terbentuklah zat
kimia seperti : bradikinin, serotinin, histamin dan enzim proteotik. zat
tersebut merangsang nyeri dan membuat kaku otot serta reseptor nyeri
rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hipotalasmus melalui saraf

14
asenden menjadi nyeri, sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi
nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif, sehingga terjadilah nyeri akut.
Selain itu Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls
elektrokimia di sepanjang saraf ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada
spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian
dihantarkan ke saraf perifer tubuh, sehingga terjadi nyeri sebar (Taylor &
Le Mone, 2015).
Nyeri diawali sebagai respon yang diterima oleh saraf-saraf perifer.
Zat kimia seperti substansi P, bradikinin, dan prostaglandin dilepaskan.
Kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu menghantarkan rangsang
nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang
terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang saraf ke bagian
dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh
tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, yaitu pusat sensori di
otak dan sensasi seperti panas, dingin, nyeri dan sentuhan pertama kali
dipersepsikan. Kemudian pesan dihantarkan ke kortex dimana intensitas
dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda
dari otak kemudian turun ke spinal cord di bagian dorsal, zat kimia seperti
endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka
(Taylor & Le Mone, 2015).
Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta,
tetapi beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi
serabut C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan
dihantarkan langsung ke substansia gelatinosa pada akar dorsal sum-sum
tulang belakang, kemudian konduksi lambat serabut C membuat durasi
impuls rasa sakit menjadi lebih lama impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.
Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan

15
nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta- A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls
melalui mekanisme pertahanan (Smeltzer, 2013).
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon
terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat
proses, yaitu: tranduksi/transduction, transmisi / transmission, modulasi /
modulation, dan persepsi/perception. Keempat proses tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:

a. Transduksi/Transduction
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi ke
bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika
nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai
bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan
jaringan.
b. Transmisi/Transmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang
membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses
transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf
berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar). Saraf aferen
akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini
dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral
lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
c. Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya
mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut, Proses modulasi
melibatkan system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di
pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf

16
pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system
saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan
ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk
memodulasi efektor
d. Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjective, Proses persepsi ini tidak
hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis, akan
tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat).
Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan behavioral (perilaku)
juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri
tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut
suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.
Menurut Smeltzer & Bare, 2013.Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1) Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan
tranmisi 6- 30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam
yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan;
2) Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan
tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam,
nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri
yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang
timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini


meliputi organorgan viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif
terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,
iskemia dan inflamasi (Smeltzer & Bare, 2013).

17
Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih
tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan
menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini
dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi

Mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari


serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut
dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri
dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak
yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat
endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami
yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik
distraksi, konseling dan pemberian placebo merupakan upaya untuk
melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2015).

Respon fisiologis stimulasi simpatis antara lain: dilatasi saluran


bronkhial dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan frekuensi
denyut jantung, vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah,
peningkatan nilai gula darah, diaphoresis, peningkatan kekuatan otot,
dilatasi pupil, penurunan motilitas gastro intestinal, Respon fisiologis
stimulus parasimpatis antara lain: muka pucat, otot mengeras,
penurunan frekuensi nadi dan tekanan darah, nafas cepat dan tidak
teratur, mual dan muntah, serta kelelahan dan keletihan (Potter & Perry,
2015).

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan


verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur), ekspresi wajah
(meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir), gerakan tubuh
(gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan, kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari

18
percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian,
fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri).

4. Intensitas Nyeri dan Pengukurannya


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual, artinya nyeri dengan intensitas yang sama dapat dirasakan
berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2016).
Nyeri bersifat subjektif, seorang perawat harus dapat meyakini nyeri
yang dirasakan pasien. Selain itu agar nyeri dapat dinilai lebih objektif
maka dilakukan pengukuran. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif
yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2016).
Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Health Care Policy
& Research (AHCPR ) dalam (Brunner dan Suddart, 2013) terdiri dari:
a. Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating Scale
Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak yang berusia
kurang dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar wajah yang
sesuai dengan nyerinya. Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala
wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun wajah yang
menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis. Dan
pada tiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5.
b. Skala Analog Visual / Visual Analogue Scale (VAS)
Skala analog visual tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu
garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus dirancang

19
sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak menghabiskan
banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala
deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat
keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien.
Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi
lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter & Perry, 2015).
Gambar 2.5 Skala Analog Visual / Visual Analog Scale

Tidak Ada Nyeri Nyeri Sangat Hebat

Sumber : www. Gambar Visual Analog Scale.com

c. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale


Skala ini menggunalan angka 0 sampai dengan 10 untuk
menggambarkan tinglat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan dalam
skala ini sama seperti pada VAS. NRS lebih bermanfaat pada periode
post operasi karena selain angka 0-10, penilaian berdasarkan kategori
juga dilakukan pada penelitian ini. (Black & Hawks, 2015)
Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri, skala 1-3
dideskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa
tapi masih dapat ditahan). Lalu skala 4-6 dideskripsikan sebagai nyeri
sedang yaitu ada nyeri, teras mengganggu dengan usaha yang cukup
kuat untuk menahannya. Skala 7-10 dideskripsikan sebagai nyeri berat
yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan sehingga
harus meringis, menjerit atau berteriak. (Black & Hawks, 2015)

Gambar 2.6 Skala Analog Visual / Visual Analog Scale

20
Sumber : www. Gambar Visual Analog Scale.com
Hal ini juga sependapat dengan pendapat dari (Harahap, 2017)
yang menyatakan bahwa NRS digunakan untuk ukuran intensitas nyeri
(segera atau sekarang). Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0
menunjukkan tidak ada nyeri dan 10 menunjukkan nyeri sangat berat,
penilaian dari 1-4 disamakan dengan nyeri ringan, 5-6 untuk nyeri
sedang, dan 7-10 untuk nyeri berat.
Sama seperti VAS, NRS juga sangat mudah digunakan dan
merupakan alat ukur yang sudah valid. Penggunaan NRS
direkomendasikan untuk penilaian skala nyeri post operasi pada pasien
berusia di atas 9 tahun NRS dikembangkan dari VAS dapat digunakan
dan sangat efektif untuk pasien-psien pembedahan, post anestesi awal
dan sekarang digunakan secara rutin untuk pasien yang mengalami
nyeri di unit post operasi (Brunelli, 2016).
Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran
untuk menilai nyeri pasien pasca bedah abdomen. Reliabilitas NRS
telah dilakukan ujinya oleh Brunelli, 2016, dengan membandingkan
instrument NRS, VAS, dan VRS untuk mengkaji nyeri pada 60 pasien.
Hasil uji Cohen’s Kappa untuk instrumen NRS adalah 0,86 (sangat
baik). Instrumen pengukuran NRS adalah seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2.7 Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale

Sumber : www. Gambar Numeric Rating Scale.com


Keterangan:
0 : Tidak ada keluhan nyeri

21
1-3 : Ada rasa nyeri, mulai terasa, tetapi masih dapat ditahan
4-6 : Ada rasa nyeri, terasa mengganggu, dan dengan
melakukan
usaha yang kuat untuk menahannya
7-10 : Ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan,
sehingga harus meringis, menjerit, bahkan berteriak.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri, perawat
mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pasien yang
merasakan nyeri nyeri. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan
bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian
dan perawatan pasien yang mengalami nyeri, Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri, yaitu: usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri
sebelumnya. (Potter dan Perry, 2015)

a. Usia
Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-
anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang
dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan
apa yang dirasakannya sehingga kemungkinan perawat tidak dapat
melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat.
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok
usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang
menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat nengucapkan
kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk mengungkapkan secara
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas
kesehatan. Dengan memikirikan tingkat perkembangan, perawat harus
mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam upaya mencari cara
untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak.

22
Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara
berespon orang yang berusia lebih muda. Pada lansia yang mengalami
nyeri perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara
agresif. Namun individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi
mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon
nyeri Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan
wanita atau kurang merasakan nyeri Laki-laki kurang mengekspresikan
nyeri yang dirasakan secara berlebihan dibandingkan wanita.
Penelitian oleh Uchiyama, et al. 2006 yang bertujuan untuk
meneliti perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca bedah
kolesistektomi. Jumlah responden yang terlibat adalah 100 orang yang
terdiri dari 46 laki-laki dan 54 wanita. Dalam penelitian tersebut
menunjukan bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS lebih tinggi
daripada laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi, Semua
pasien dirawat empat hari di rumah sakit dan intensitas nyeri diukur
menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dengan skala 0-10.
c. Sikap Dan Keyakinan Terhadap Nyeri
Sikap dan keyakinan terhadap nyeri dapat mempunyai pengaruh
yang kuat tentang bagai mana nyeri dirasakan dan cara pengelolaan
nyeri. Nyeri akut sering dirasakan sebuah tanda dari kerusakan
jaringan. Pengalaman terhadap nyeri memungkinkan induvidu untuk
membuat keputusan kapan nyeri memberikan tanda potensial bahaya,
atau kerusakan jaringan dan sumber apa atau derajat nyeri dan dianggap
aman (unuroh & hendrikson, 2012).
Banyak pasien tidak mau melaporkan nyerinya karena ingin
menjadi pasien yang baik atau tidak ingin menyusahkan atau menggagu
pemberian pelayanan kesehatan (McGuire, 2006). Pasien dapat juga
tidak mau menggunakan obat analgetik karena takut adapat menjadi
ketergantungan (Berry 2013)

23
Penelitian dilakukan oleh Nimaanarat (2014). Yang bertujuan
untuk meneliti pengaruh sikap, keyakinan dan harapan pasen terhadap
nyeri paska bedah ginekologi dan pengelolaan nyeri. Peneliti
menggunakan studi prospektif yang dilakukan pada 112 pasien yang
menjalani pembedahan ginekologi mayor. Pengukuran terhadap sikap
dan keyakinan terhadap nyeri yang dialami paska pembedahan

6. Dampak masalah keperawatan Nyeri Post Laparatomi


Dampak nyeri post porasi laparatomi yaitu gangguan mobilisasi,
intoleransi aktifitas, gagguan pola tidur dan ganguan komunikasi efektif
(Pratintya, 2014).
a. Gangguan mobilisasi
Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan
kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh
seseorang. Pada pasien dengan nyeri post oprasi laparatomi seharusnya
pasien melakukan mobilisasi dini 2 jam setelah tindakan oprasi, yang
fungsinya untuk meregangkan otot-otot dan sirkulasi darah sehingga
baik untuk penyembuhan luka Tetapi hal itu justru tidak bias dilakukan
mobilisasi dini dikarenakan respon nyeri yang kuat dengan sekala nyeri
berat.
b. Intoleransi aktifitas
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup . Pada
pasien dengan nyeri post laparatomi seharusnya, tidak dapat melakukan
aktifitas kebutuhan dasar.
c. Gangguan pola tidur
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan
mekanisme untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara energi
dan kesehatan , memlihara manfaat untuk memperbaharui dan
memulihkan tubuh secara fisik maupun emosional serta diperlukan
untuk bertahan hidup. Orang yang sakit lebih perlu tidur daripada orang

24
yang normal, tetapi irama tidur dan bangun orang yang sakit sering
terganggu. Umumnya pasien paska laparatomi mengalami gangguan
sulit tidur (insomnia) yang disebabkan karena nyeri.
d. Ganguan komunikasi efektif
Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses
interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi
stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,
menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi
hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri. Pada pasien
laparatomi komunikasi menjadi tergangagu kerana proses nyeri, seperti
mengkaji masalah yang dirasakan pasein, serta intervensi yang akan
dilakukan demi meningkatkan proses peningkatan kesehatan pasien.

7. Penatalaksanaan Nyeri
Menurut Tamsuri (2008), adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan farmakologis
Analgetik Opioid (narkotik), Nonopioid/ NSAIDs (Nonsteroid-
Inflamation Drugs) dan adjuvant, dan Ko-Analgesik.
b. Pendekatan non farmakologis
Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko
yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan
atau tidak sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung
hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal ini terutama saat nyeri
hebat yang berlangsung berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasi
teknik non farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang paling
efektif untuk menghilangkan nyeri.

25
Relaksasi adalah suatu tindakan yang dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri, apalagi
relaksasi nafas dapat dilakukan disetiap situasi. Teknik relaksasi nafas
dalam merupakan serangkaian latihan untuk meregangkan kelompok
otot dengan menempatkan diri pada posisi yang rileks kemudian
mempersiapkan diri dengan beberapa nafas yang dalam dan lambat,
sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Relaksasi nafas
dalam dapat menaikkan kadar oksigen pada waktu inspirasi, dengan
mengoptirnalkan penghirupan oksigen maka akan memberi rasa aman
dan menurunkan nyeri

C. Konsep Dasar Teknik Relaksasi Nafas Dalam

1. Definisi
Relaksasi adalah hilangnya ketegangan otot yang dicapai dengan
teknik yang disengaja (Smeltzer & Bare, 2013). Nafas dalam adalah nafas
melalui hidung, nafas dada rendah dan nafas perut dimana perut
mengembang secara perlahan saat menarik dan mengeluarkan nafas (Smith,
2010). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan
keperawatan, disini perawat mengajarkan klien tentang bagaimana cara
melakukan nafas dalam (Smeltzer & Bare, 2013)

2. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam


Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau menurunkan kecemasan,
menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta mengurangi nyeri dan
menurunkan ketegangan otot yang berhubungan dengan fisiologis tubuh
(Kozier, 2010).
Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada pasien
post operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal
dalam neyri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi nafas dalam (Majid et al, 2011).

26
Setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat hormon yang
dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Kadar PaCO2 akan
meningkat dan menurunkan PH, sehingga akan meningkatkan kadar oksigen
dalam darah (Majid et al, 2011).

3. Langkah Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Menurut Potter dan Perry (2010), langkah-langkah teknik relaksasi nafas
dalam yaitu :
a. Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.
b. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan melalui
mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks.
c. Anjurkan nafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas lagi melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan.
d. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap
konsentrasi / mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan pada
daerah nyeri.
e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
f. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
g. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat melakukan nafas dangkal dan
cepat.

27
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus


Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif.
Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah rancangan penelitian
deskriptif yang disampaikan dengan cara menggambarkan dan memaparkan
masalah penelitian. Penelitian deskriptif melaporkan penelitian dengan
mendeskripsikan variabel atau objek penelitian (Jenita Doli Tine Donsu.2016).
Sehingga desain ini dipilih oleh peneliti bertujuan untuk melihat gambaran
teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien luka post op
laparatomi.

B. Subjek Studi Kasus

28
Subjek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perawat,
pasien post operasi laparatomi

C. Fokus Studi
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus studi adalah bagaimana
gambaran tindakan yang diberikan oleh perawat terhadap pasien post op
laparatomi dengan teknik relaksasi nafas dalam untuk meringankan rasa nyeri.

D. Definisi Operasional Fokus Studi


Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca mengartikan makna penelitian.
Suatu bentuk proses pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
pasien untuk mengurangi rasa nyeri pada psien post op laparatomi dengan
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan,
dan evaluasi keperawatan

E. Instrumen Studi Kasus


Instrumen pengumpulan data yang digunakan peneliti meliputi asuhan
keperawatan yang diberikan perawat ke pasien, dan mengobservasi pasien.

F. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah teknik
observasi dan wawancara, Penelitian dengan teknik observasi merupakan
pengumpulan data dengan cara pengamatan, tanpa memberkan intervensi atau
tindakan pada variable yang diteliti. Dan hasil observasi inilah yang akan
membantu peneliti untuk menarik kesimpulan dan menentukan solusi yang
sekiranya dibutuhkan.

G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

29
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2022

H. Analisis Data dan Penyajian Data


1. Analisa Data
Data penelitian akan dianalisis dengan analisis diskriptif. Analsisi
diskriptif adalah suatu usaha mengumpulkan dan menyusun data. Setelah
data tersusun langkah selanjutnya adalah mengolah data dengan
mengambarkan dan meringkas data secara ilmiah (Nursalam, 2017). Data
akan disajikan dengan uraian tentang temuan dalam bentuk tulisan.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk laporan studi kasus. Isi
laporan antara lain, menggambarkan ringkasan isi penelitian yang akan
dikembangkan oleh peneliti. Pada umumnya jenis penelitian pengolahan
datanya secara naratif.

I. Etika Studi Kasus


Kode etika penelitian seorang peneliti adalah menghormati hak
responden. Selama pengambilan data, peneliti tidak perlu memaksa respon den
menjawab keinginan peneliti. Peneliti juga harus menjamin keselamatan dan
merahasiakan identitas responden, jika memang itu yang diinginkan responden
(Jenita Doli Tine Donsu dalam Utami HR : 2018)

30
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Pada bab ini penulis akan menggambarkan bagaiman hasil
penelitian berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Penelitian ini di lakukan
di RUSD Haji Makassar di ruangan Arraudah 2. Penelitian ini tentang “
Studi Kasus Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk
Menurunkan Nyeri Pada Tn. B dan Ny. J Dengan Masalah Keperawatan
Gangguan Rasa Nyaman dan Nyeri akut Pada Diagnosa Medis Post
Operasi Laparatomi”. Studi kasus menggunakan dua responden dan
penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Juli 2022 sedangkan metode yang
digunakan adalah metode observasi dan wawancara. Adapun hasil
penelitian yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Haji Makassar di ruangan
Arraudah 2 yang terletak di lantai 2 yang berlokasi di jalan poros
daeng ngeppe No.14 Kelurahan jongaya, Kacamatan Tamalate, Kota
Makassar. Dan jumlah pasien yang dirawat diruangan ini ada 10 orang
pasien. Pasien yang mengalami post op laparatomi ada 2 orang yang
akan di teliti, jumlah perawat yang bertugas di ruangan Araudah 2 ada
19 orang yang terdiri dari kepala raungan,wakil kepala ruangan dan
perawat pelaksanaan.
2. Gambaran Umum Subjek Penelitian
a. Pasien 1
Nama Tn. B, agama islam, umur 61 tahun, jenis kelamin
laki-laki, alamat jl. Jongaya, pendidikan sekolah menengah
atas, dirawat di RUSD Haji Makassar dengan diagnosa medis
post op laparatomi. Identitas penanggung jawab Ny. Y umur 42
tahun, hubungan dengan Tn. M adalah sepupu. Tn. B dirawat di
ruangan Arraudah 2 dengan keluahan nyeri pada perut bagian

31
kanan karena luka post operasi, nyeri berkurang saat tidur, dan
tidak merasa nyaman saat beraktivitas. Tidak memiliki riwayat
keturunan.
b. Pasien 2
Nama Ny. J, agama islam, Umur 35 tahun, jenis kelamin
perempuan, alamat jl. Manaruki No. 10, pendidikan sekolah
menengah atas, pekerjaan ibu rumah tangga, dirawat di RUSD
Haji Makassar denga diagnosa medis post op laparatomi.
Identitas penanggung jawab Tn. A umur 39 tahun, hubungan
dengan Ny. J adalah suami. Ny. J dirawat di ruangan Arraudah
2 dengan keluhan nyeri pada perut bagian kanan, merasa tidak
nyaman, nyeri hilang timbul dan susah menggerakkan
badannya. Ny. J memiliki riwayat penyakit asma dan tidak
memiliki penyakit turunan.
3. Hasil
Berdasarkan tujuan penelitian ini, peneliti akan memaparkan hasil
yang didapatkan yaitu, sebegai berikut :
a. Gambaran Skala Nyeri Sebelum Pemberian Teknik Relaksasi
Nafas Dalam
Tabel 4.1 Skala nyeri pada Tn. B dan Ny. J sebelum dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam dengan masalah keperawatan Nyeri
Akut pada Diagnosa Medis Post Operasi Laparatomi Di RUSD
Haji Makassar.

27 Juli 2022 27 Juli 2022


Tn. B Ny. J
Skala 4 (Nyeri Sedang) Skala 6 (Nyeri Sedang)

Beradasakan Tabel 4.1 Dijelaskan bahwa sebelum dilakukan


pemberian teknik rekasasi nafas dalam tingkat nyeri pada Tn. B

32
dengan skala 4 (Nyeri Sedang) sedangkan Ny. J dengan skala 6
(Nyeri Sedang).
b. Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Menurunkan Skala
Nyeri
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan
keperawatan, disini perawat mengajarkan klien tentang bagaimana
cara melakukan nafas dalam (Smeltzer & Bare, 2013). Relaksasi
bertujuan untuk mengatasi atau menurunkan kecemasan,
menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta mengurangi nyeri
dan menurunkan ketegangan otot yang berhubungan dengan
fisiologis tubuh (Kozier, 2010). Teknik relaksasi nafas dalam
mampu menurunkan nyeri pada pasien post operasi, hal ini terjadi
karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam neyri pasca
operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
nafas dalam (Majid et al, 2011). Setelah dilakukan teknik relaksasi
nafas dalam terdapat hormon yang dihasilkan yaitu hormon
adrenalin dan hormon kortison. Kadar PaCO2 akan meningkat dan
menurunkan PH, sehingga akan meningkatkan kadar oksigen
dalam darah (Majid et al, 2011).
c. Gambaran Skala Nyeri Sasudah Pemberian Teknik Relaksasi
Nafas Dalam
Tabel 4.2 Skala Nyri pada Tn. B dan Ny. J sesudah dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam Dengan Masalah Keperawatan Nyeri
Akut Pada Diagnosa Medis Post Operasi Laparatomi Di Ruangan
Araudah 2 RUSD Haji Makassar.

27 Juli 2022 27 Juli 2022


Tn. B Ny. J
Skala 1 (Nyeri Ringan) Skala 4 (Nyeri Sedang)

28 Juli 2022
Ny. J
Skala 2 (Nyeri Ringan)

33
Berdasarkan Tabel 4.2 Dijelaskan bahwa setelah dilakukan
pemberian teknik relaksasi nafas dalam pada Tn. B mengalami
penurunan tingkat nyeri dengan Skala 1 (Nyeri Ringan)
sedangkam pada Ny. J pada hari pertama Skala 4 (Nyeri Sedang)
dan hari kedua itu menurun skala 2 (Tidak Nyeri).
B. Pembahasan
Berdasakan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti
pada Tn. B dan Ny. J di ruangan Arraudah 2 RUSD Haji Makassar. Hasil
penelitian ini didapatakan sesuai hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti.
a. Gambaran Skala Nyeri Sebelum Pemberian Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Pada Tn. B Dan Ny. J Dengan Masalah Keperawatan
Gangguan Rasa Nyaman Dan Nyeri Akut Pada Diagnosa Medis
Post Op Laparatomi Di Ruang Arraudah 2 RUSD Haji Makassar
Berdasarkan hasil penelitian pada Tn. B saat pengkajian di
dapatkan data : nyeri pada perut bagian kanan karena luka post
operasi, nyeri berkurang saat tidur, dan tidak merasa nyaman saat
beraktivitas dan tidak memiliki penyakit turunan. Berdasarkan hasil
penelitian pada Ny. J saat pengkajian didapatkan data: nyeri pada
perut bagian kanan, merasa tidak nyaman, nyeri hilang timbul dan
susah menggerakkan badannya. Ny. J memiliki riwayat penyakit asma
dan tidak memiliki penyakit turunan. (Mariyani 2016) mengatakan
bahwa Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat
subjektif. Fisiologi nyeri pada pasien post laparatomi diakibatkan
karena diskontinuitas jaringan atau luka operasi akibat insisi
pembedahan, sehingga sel saraf kulit rusak akibat trauma jaringan
Maka terbentuklah zat kimia seperti : bradikinin, serotinin, histamin
dan enzim proteotik. zat tersebut merangsang nyeri dan membuat kaku
otot serta reseptor nyeri rangsangan tersebut akan dihantarkan ke

34
hipotalasmus melalui saraf asenden menjadi nyeri, sistem syaraf
terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang
terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem
nosiseptif, sehingga terjadilah nyeri akut. Selain itu Sinyal nyeri dari
daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang
saraf ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima
sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke saraf perifer
tubuh, sehingga terjadi nyeri sebar (Taylor & Le Mone, 2015).
Nyeri akibat pasca bedah post operasi laparatomi dikelompokkan
sebagai nyeri akut. Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba dan
dihubungkan dengan luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan
terjadinya kerusakan jaringan atau injuri. Nyeri akut biasanya
berkurang bersamaan dengan penyembuhan (Chaturvedi, 2016).
Namun demikian, nyeri akut secara serius mengancam proses
penyembuhan pasien dan harus menjadi prioritas perawatan. Lama
nyeri akut bisa berjam-jam, hari, atau minggu. Lama nyeri akut pasca
bedah pada jenis pembedahan laparatomi dialami selama 1 sampai 5
hari, sedangkan pembedahan abdomen atas individu akan mengalami
nyeri diperkirakan 2 sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai
hebat. Semua prosedur laparatomi menyebabkan nyeri sedang sampai
berat selama beberapa hari sampai beberapa minggu (Syamsuhidayat
& Wim De Jong, 2014).
Menurut penulis setelah melakukan pembedahan mengakibatkan
lupa dan rusaknya bagian saraf serta pembuluh darah pada organg
tersubut sehingga muncul nyeri sedang hingga berat, maka dapat
dibrikan teknik relaksasi nafas dalam untuk megurangi rasa nyeri pada
pasien post operasi laparatomi.
b. Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Menurunkan
Skala Nyeri Tn. B Dan Ny. J Dengan Masalah Kepererawatan
Gangguan Rasa Nyaman Dan Nyeri Akut Pada Diagnosa Post
Operasi Laparatomi Di Ruang Arraudah 2 RUSD Haji Makassar

35
Relaksasi adalah hilangnya ketegangan otot yang dicapai dengan
teknik yang disengaja (Smeltzer & Bare, 2013). Nafas dalam adalah
nafas melalui hidung, nafas dada rendah dan nafas perut dimana perut
mengembang secara perlahan saat menarik dan mengeluarkan nafas
(Smith, 2010). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan
keperawatan, disini perawat mengajarkan klien tentang bagaimana cara
melakukan nafas dalam (Smeltzer & Bare, 2013). Peneliti berupaya
melakukan tidakan menurunkan skla nyeri dengan pemberian teknik
relaksasi nfas dalam pada Tn. B dan Ny. J dengan cara mengatur posisi
pasien senyaman mungkin, setelah itu mengintruksikan pasien untuk
melakukan tarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi udara
kemudian hembuskan udara secara perlahan dan pada ssat itu meminta
klien untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal yang indah.
Setelah itu mengintruksikan pada pasen untuk bernafas secara normal
dan dilanjutkan kembali melakukan teknik relaksasi nafas dalam yang
dilakukan selama 15 kali dengan diselingi 5 kali intirahat singkat.
Setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan berkurang.
c. Skala Nyeri Sesudah Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Pada Tn. B Dan Ny. J Dengan Masalah Keperawatan Gangguan
Rasa Nyaman Dan Nyeri Akut Pada Diagnosa Post Operasi
Laparatomi Di Ruang Arraudah 2 RUSD Haji Makassar
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil skala nyeri
pada Tn. B adalah pasien mengatakan setelah diberikan teknik
relaksasi nafas dalam nyeri berkurang dengan skala nyeri 1 pasien
sudah mampu berktivitas dan tidak merasakan nyeri lagi.
Sedangkan pada hari pertama Ny. J mengatakan nyeri berkukang
dengan skala nyeri 4, pasien mengtakan baru bisa melakukan
miring kanan dan miring kiri, pasien masih tampak lemas. Pada
hari kedua pemberian teknik relaksasi nafas dalam skala nyeri
berkurang dengan skala nyeri 2 dimana kondisi pasien sudah lebih

36
membaik. Dengan hasil respon kedua pasien penulis dapat
menyimpulkan bahwa penerapan prosedur teknik relaksasi nafas
dalam membantu dalam perbaiki kondis umum pasien. Susuai
dengan yang di kemukakan oleh (Majid et al, 2011) bahwa Teknik
relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada pasien post
operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot
skeletal dalam neyri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk
melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Setelah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam terdapat hormon yang dihasilkan yaitu
hormon adrenalin dan hormon kortison. Kadar PaCO2 akan
meningkat dan menurunkan PH, sehingga akan meningkatkan
kadar oksigen dalam darah (Majid et al, 2011).
Evaluasi keperawatan diagnosa yang telah teratasi adalah
gangguan rasa nyaman berhubungan dengan menejemen nyeri dan
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik karena
kondisi Tn. B dan Ny. J semakin membaik dan pasien di
porbolehkan untuk pulang. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh komalasari (2014) menjelaskan bahwa hasil
yang diharapkan dari diagnosa gangguan rasa nyamana dan nyeri
akut yaitu skala nyeri berkurang. Pada tanggal 28 Juli 2022
diporoleh data bahwa kedua pasien sudah tidak merasakan nyeri
sehingga pasen sudah diperbolehkan pulang pada tanggal 29 Juli
2022.
Perbandimgan skala nyeri Tn. B dan Ny.J adalah melihat
kondisi pada Tn. B dengan skala nyeri 4 menurun menjadi skala
nyeri 1, sedangkan pada pasien Ny. J pada hari pertama dengan
skala nyeri 6 menurun menjadi skala nyeri 4 dan pada hari kedua
dengan skala nyeri 4 menurun skala nyeri 2.
C. Keterbatasan penelitian
Penelitian ini telah dilakukan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. Namun ada beberapa kendala yang menjadi keterbatasan

37
dalam melekukan penelitian KTI ini yaitu waktu yang terbatas, hanya
menggunakan teknik observasi dan kurangnya pengalaman penulis dalam
melakukan penelitian serta penulisan karya ilmiah.

38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penelitian dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan skala nyeri Tn. B dan Ny. J dengan masalah keperawatan
gangguan rasa nyaman, nyeri akut pada diagnosa medis post operasi
laparatomi diruang Arraudah 2 RUSD Haji Makassar sepanjang hasil
observasi didapatkan Tn. B dengan skala nyeri 4 (Nyeri Sedang) dan
Ny. J dengan skala nyeri 6 (Nyeri Sedang)
2. Pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan skala nyeri
Tn. B dan Ny. J dengan masalah keperawatan gangguan rasa nyaman
dan nyeri akut pada diagnosa medis post operasi laparatomi diruang
Arraudah 2 RUSD Haji Makassar sepanjang berjalan baik sesuai teori
dan penelitian dengan hasil penurunan pada hari pertama Tn. B dengan
skala nyeri 1 (Nyri Ringan), sedangkan pada hari pertama Ny. J
dengan skala nyeri 4 (Nyeri Sedang) dan pada hari kedua dengan skala
nyeri 2 (Nyeri Ringan).
3. Setelah melakukan observasi selama 2 hari pemberian teknik relaksasi
nafas dalam untuk menurunkan skala nyeri Tn. B dan Ny. J dengan
masalah keperawatan gangguan rasa nyaman dan nyeri akut pada
diagnosa medis post operasi laparatomi diruang Arraudah 2 RUSD
Haji Makassar Tn. B dengan skala nyeri 4 (Nyeri Sedang) menjadi
skala nyeri 1 (Nyri Ringan), sedangkan pada hari pertama Ny. J
dengan skala nyeri 6 (Nyeri Sedang) menjadi skala nyeri 4 (Nyeri
Sedang) dan pada hari kedua dengan skala nyeri 2 (Nyeri Ringan) dan
masalah teratasi.

39
B. Saran
1. Bagi rumah sakit
Disarankan bagi rumah sakit untuk terus bisa memberikan konsep
terapi nonfarmakologi teknik relaksasi nafas dalam ini untuk bisa
mengurangi intensitas nyeri terhadap pasien Post Op Laparatomi.
2. Bagi peneliti
Untuk mengetahui tindakan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi
intensitas nyeri pada Post Op Laparatomi.

40
DAFTAR PUSTAKA

Amoako A. O., Pujalte G. G. A., 2014. Osteoarthritis in Young, Active, and


Athletic Individuals. Clinical Medicine Insights: Arthritis and
Musculoskeletal Disorders: 7 27–32

Black Hawks, 2015. Keoerawatan Medikal Bedah Manajemen Klinik untuk Hasil
Yang diharapkan, Ed.8 Jakarta: Buku Kedokteran

Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol 2.
Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta : Nuha Medika

Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi
yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC

Longnecker D. 2014. Anatomy and histology of the pancreas. The Pancreapedia:


Exocrine Pancreas Knowledge Base.

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi


Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


(P.P. Lestari, Ed) (4th ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Patricia A. Potter & Perry, Anne G. (2010). Fundamental of Nursing:


Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta : EGC

Prasoon, R., & Chaturvedi, K.R. (2016). Life Satisfaction: A literature Review.
International Journal of Management Humanities and Social Sciences,
1(2).

Pratintya, A. 2014. Kompres Hangat Menurunkan Nyeri Persendian


Osteoarthritis pada Lansia. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol.
10, No. 1. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2019,
http://ejournal.unisayogya.ac.id
Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De
Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017.

Smelizer, S.C. & Bare, B.G. (2013) Buku Alat Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Saddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Tetty, S. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Yunus, A.(2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013.


Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai